Anda di halaman 1dari 13

1

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN


Sistem pernapasan terbagi menjadi 2 alat pernapasan: atas dan bawah. Urutan
saluran pernapasan sebagai berikut: rongga hidung  faring  laring  trakea
 bronkus  paru-paru (bronkiolus dan alveolus).
1. Alat pernapasan atas
a. Rongga hidung (cavum nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung
(cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya
terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar
sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara
sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu
lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga
gas-gas yang lain. Misalnya, Karbon Dioksida (CO2), Belerang (S), dan
Nitrogen (N2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan
indra pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia
dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk
yang mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga
hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring.
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis).masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke
saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang
terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa
menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan.
c. Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita
vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring berparan untuk pembentukan
suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan
cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing (gumpalan
makanan ), infeksi (misalnya infeksi dan tumor)
2. Alat pernapasan bawah
2

a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10-12 cm dengan diameter
2,5 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak).
Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan,
dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring
benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Trakea tetap terbuka
karena terbentuk dari adanya 16-20 cincin kartilao berbentuk huruf c yang
membentuk trakea.
b. Cabang-cabang bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
primer (kanan dan kiri). Bronkus kiri lebih tinggi dan cenderung horizontal
daripada bronkus kanan, karena pada bronkus kiri terdapat organ jantung.
Bronkus kanan lebih pendek dan tebal dan bentuknya cenderung vertical
karena arcus aorta membelokkan trakea kebawah.
Masing-masing bronkus primer bercabang lagi menjadi 9-12 cabang
untuk membentuk bronkus sekunder dan tersier (bronkiolus) dengan
diameter semakin menyempit.
Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih
besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo
dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari
plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat
permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan
daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan
diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus.
Bronkiolus memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak
bersilia.
3

Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam


campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum dalton). Bronkiolus
tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan
di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian
distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung
udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil
yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang
tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara
kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.

B. DEFINISI
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan
dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru.
Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke
arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau
diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009 dalam www.merck.com).
Pneumonia adalah suatu penyakit, biasanya disebabkan oleh infeksi, di mana
paru-paru menjadi meradang dan padat, mengurangi pertukaran oksigen dan
menyebabkan batuk dan sesak napas. (National Center for Biotechnology
Information, U.S. National Library of Medicine). Sedangkan, Mansjoer Arief
(2000:254) menjelaskan bahwa Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi
paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungal (kulat). Ia juga dikenali
sebagai pneumonitis, bronchopneumonia dan 'community-acquired pneumonia
Pada tahun 2004, The United Nations Children’s Fund (UNICEF) bekerja
sama dalam World Health Organization (WHO) pernah melaporkan bahwa
pneumonia adalah barisan terdepan penyebab kematian anak di seluruh dunia
ketimbang penyebab kematian yang lain.

Gambar 1. Penyebab kematian anak di bawah usia 5 tahun

Secara historis, di negara maju, kematian akibat pneumonia telah berkurang.


Perbaikan dalam kondisi hidup, kualitas udara, dan gizi, sedangkan di negara
berkembang, banyak kematian akibat pneumonia juga dapat dicegah dengan
imunisasi atau akses ke sederhana, pengobatan yang efektif.
4

Gambar 2. Penyebab kematian anak di dunia


Insiden Pneumonia neonatal diperkirakan 1% pada bayi cukup bulan, 10%
pada bayi kurang bulan, serta kejadian meningkat pada neonates yang dirawat di
NICU. Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka
nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,
angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% . Jadi,
Pneumonia neonatal adalah infeksi paru-paru yang menyerang dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran. Pneumonia adalah masalah serius penyakit anak di
dunia karena komplikasinya dapat menyebabkan gagal nafas, syok, bahkan
kematian.

C. ETIOLOGI
Data penyebab patogen spesifik dari pneumonia sangat terbatas, dan informasi
yang tersedia seringkali sulit untuk ditafsirkan. Menurut UNICEF/WHO (dalam
bukunya Pneumonia The Forgotten Killer of Children, 2006) bahwa bakteri
patogen Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib)
adalah penyebab kebanyakan pneumonia berat pada anak-anak di seluruh negara
berkembang. Namun, bakteri, jamur, dan virus juga berkontribusi terhadap kasus
pneumonia non-berat. Informasi yang lebih spesifik untuk penyebab pneumonia
pada anak tidak tersedia.
Dalam sebuah studi multicenter prospektif dari 154 anak-anak di rumah sakit
dengan pneumonia akut (CAP) di antaranya pencarian yang komprehensif untuk
dicarinya etiologi pneumonia, bakteri patogen diidentifikasi di 79% dari anak-
anak. Bakteri piogenik menyumbang 60% dari kasus, yang 73% adalah karena
Streptococcus pneumoniae, sedangkan bakteri atipikal Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydophila pneumoniae terdeteksi di 14% dan 9%, masing-
masing. Virus yang didokumentasikan dalam 45% dari anak-anak. Khususnya,
23% dari anak-anak memiliki penyakit virus dan bakteri akut bersamaan. Dalam
studi tersebut, anak-anak usia prasekolah memiliki banyak episode infeksi
pernapasan bakteri yang lebih rendah sebagai anak-anak yang lebih tua. Analisis
multivariabel mengungkapkan bahwa suhu tinggi (38,4 ° C) dalam waktu 72 jam
5

setelah masuk dan adanya efusi pleura secara signifikan terkait dengan pneumonia
bakteri.
Agen etiologi Pediatric Pnemonia dapat dibedakan berdasarkan umur yaitu,
bayi baru lahir, bayi muda, bayi dan balita, 5-year-olds, anak usia sekolah dan
remaja muda, remaja yang lebih tua. Namun, bahasan yang akan disampaikan
dalam laporan ini hanya pada neonatal Pneumonia atau pnemonia pada bayi baru
lahir.
Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), organisme yang bertanggung jawab
untuk pneumonia menular biasanya mencerminkan mereka yang bertanggung
jawab untuk awal sepsis neonatal onset. Infeksi dengan Streptococcus B, Listeria
monocytogenes , atau batang gram-negatif (misalnya, Escherichia coli , Klebsiella
pneumoniae ) adalah penyebab umum pneumonia bakteri. Patogen ini dapat
diperoleh di dalam rahim, melalui aspirasi organisme hadir dalam jalan lahir, atau
melalui kontak postnatal dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi.
Streptococcus B (GBS) adalah isolat bakteri yang paling umum di
kebanyakan lokal dari akhir 1960-an ke 1990-an, ketika dampak dari
kemoprofilaksis intrapartum dalam mengurangi infeksi neonatal dan maternal oleh
organisme ini menjadi jelas. E coli telah menjadi bakteri yang paling umum
mengisolasi antara bayi Bayi Baru lahir sangat rendah (1500 g atau kurang) sejak
saat itu. organisme bakteri potensial lainnya adalah sebagai berikut:
 Nontypeable Haemophilus influenzae (NTHI)
 basil gram negatif lainnya
 enterococci
 Staphylococcus aureus
Beberapa organisme diperoleh kandungan mungkin tidak menyebabkan
penyakit sampai kemudian pada masa bayi, termasuk Chlamydia trachomatis, U
urealyticum, Mycoplasma hominis, CMV, dan Pneumocystis carinii. C
trachomatis organisme mungkin ditularkan saat lahir sewaktu melewati jalan lahir
yang terinfeksi, meskipun sebagian besar bayi tidak menunjukkan gejala selama
24 jam pertama dan mengembangkan pneumonia hanya setelah 2 minggu pertama
kehidupan.
Infeksi Streptococcus B yang paling sering ditularkan ke janin dalam rahim,
biasanya sebagai akibat dari kolonisasi vagina ibu dan leher rahim oleh
organisme. Agen infeksi kongenital kronis, seperti CMV, Treponema
pallidum (penyebab pneumonia alba), Toxoplasma gondii, dan lain-lain, dapat
menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama kehidupan.Presentasi klinis
biasanya melibatkan sistem organ lain juga.

D. MANIFESTASI KLINIS
Bayi yang baru lahir dan bayi mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi. Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
1. Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit).
2. Dengkur ekspirasi (membuang nafas seperti mendengkur) mungkin terjadi.
3. Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di
subcostal, interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.
4. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan
kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari
serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau,
6

atau perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika
aspirasi mekonium, darah, atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna
dan tekstur lain bisa dilihat.
5. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan
radang paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin
disebabkan oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung
kongestif, kondensasi dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik,
atau tabung endotracheal perpindahan. Meskipun alternatif penjelasan yang
mungkin, temuan ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam
diagnosis diferensial.
6. Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5
g/dL atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi
paru berat seperti radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan
struktural, hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan
atau tanpa parenkim terkait lainnya penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.
7. Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi,
ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus menerus
umumnya diperlukan sebelum pemulihan dimulai.
8. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada
yang menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder
obstruksi jalan napas parsial.
Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score
rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi,
tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis
metabolik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan
multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi
infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
2. Pemeriksaan laboratorium:
a. DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri,
menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
b. Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
c. Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan
kebutuhan O2.
d. Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme
penyebab.
e. Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi
amnion (risiko pneumonia tinggi).
3. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran
udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.

F. PENATALAKSAAN MEDIS
Menurut Misnadiarly (2008) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada
penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup:
- Oksigen 1 – 2 L/menit Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau
saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan AGD.
7

- IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan


- Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikkan suhu, dan status hidrasi
- Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
- Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
betaagonis untuk memperbaiki transport mukosilier
- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
- Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila
terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy
distress dan respiratory arrest.
- Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan
manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman
penyebabnya.
o Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
o kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
o Untuk kasus pneumonia hospital base:
o Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
o Amikasin 10 – 15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
8

PATHWAY

G. PATHWAYS
Kuman Inhalasi mikroba, jamur Kuman dari
(bakteri, virus) mell : udara, aspirasi flora vagina

masuk ke
masuk mll plasenta mll sal nafas menyebar ke paru Chorionic Plate

secara hematogen masuk Aspirasi


ke paru-paru

Reaksi Inflamasi hebat masuk Paru

Membran paru meradang dan berlobang Panas

RBC,WBC, cairan
keluar masuk alveoli Hipertermi

Edema, bronkospasme Dyspnoe, tahipnea Pola nafas tdk efektif


Sianosis

Konsolidasi paru Sekret Bersihan jalan nafas


tdk efektif

Penurunan rasio ventilasi & difusi Kerusakan


pertukaran gas

Hipoksemia Gangguan perfusi jaringan

Sumber: Panji, 2012 dalam https://www.scribd.com/document_ downloads/direct/141622428

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesa:
1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama
penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2) Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid
terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP).
3) Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam,
keputihan, riwayat terapi.
4) Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung
dan lainnya.
5) Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan
indikasinya
6) KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi,
pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan,
lingkar dada, APGAR score.

b. Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat
berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi
sternum dan intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat
9

terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas


tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena,
kadang disertai dengan sputum.
2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas
jantung tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat,
icterus, CRT memanjang (>3 det).
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan
berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap
cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda
awal dari syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi
urine.
5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana
pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah
kelainan pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau
kongenital, bagaimana ATR (activity tonus respon).

2. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial,
pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
efektif.
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi
oksigen.
4) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi
dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer.
5) Hipertermi berhubungan dengan Peningkatan laju metabolisme
10

3. Rencana Keperawatan
NO. TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
DX HASIL
1 Setelah diberikan askep selama ...x24 Monitoring: Monitoring:
jam, diharapkan bersihan jalan nafas 1. Pantau rate, irama, kedalaman, suara 1. Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan
klien kembali efektif dengan kriteria tambahan dan usaha respirasi membantu dalam menetukan intervensi yang akan
hasil: 2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris, diberikan.
2. Menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi
• Frekuensi pernapasan dalam batas penggunaan otot aksesori, retraksi otot
yang terjadi dan menetukan intervensi yang akan
normal (16-20x/mnt) supraclavicular dan interkostal
diberikan.
• Irama pernapasn normal Mandiri:
Mandiri:
• Kedalaman pernapasan normal 1. Atur posisi klien untuk memaksimalkan
1. Posisi memaksimalkan ekspansi paru dan
• Klien mampu mengeluarkan rongga dada (misal. Kepala tempat tidur
menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal
sputum secara efektif ditinggikan 30-45o kecuali ada
membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan
• Tidak ada akumulasi sputum kontraindikasi)
2. Lakukan fisioterapi dada sekret ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
2. Fisioterapi dada/ back massage dapat membantu
Kolaboratif
menjatuhkan secret yang ada dijalan nafas.
1. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
Kolaborasi:
1. Meringankan kerja paru untuk memenuhi kebutuhan
oksigen serta memenuhi kebutuhan oksigen dalam
tubuh.
11

2 Setelah dilakukan tindakan Monitoring 1. kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena
keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Evaluasi frekuensi dan kedalaman nyeri, penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini
klien membaik pola pernapasannya pernapasan. Catat adanya upaya dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah
dg kriteria hasil pernapasan seperti dispnea, penggunaan komplikasi.
2. Merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan
 Pernafasan teratur (RR 30-40 otot bantu pernapasan.
dan perbaikan kongesti paru.
kali/menit). 2. Kaji ulang laporan foto dada dan
3. meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk
 Tanda vital dalam batas normal pemeriksaan laboratorium (AGD).
kebutuhan sirkulasi.
(nadi 100-130 kali/menit). Mandiri 4. untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan
 Tidak ada penggunaan otot bantu
3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan mencatat terjadinya komplikasi
napas.
 Napas cuping hidung tidak ada pada posisi tinggi bila tidak ada
kontraindikasi.
Kolaboratif
4. Berikan oksigen dengan head box atau
sesuai indikasi

3 Setelah diberikan asuhan Monitoring: 1. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena
keperawatan selama ….x24jam 1. Kaji frekuensi dan kedalaman nyeri, penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini
diharapkan pertukaran gas klien pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah
efektif dengan kriteria hasil : seperti dispnea, penggunaan otot bantu komplikasi.
2. Meningkatkan pengiriman oksigen ke otak untuk
 Hasil AGD dalam batas pernapasan.
kebutuhan sirkulasi.
normal. Mandiri
3. memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat
12

 Sianosis tidak ada. 2. Pertahankan pemberian oksigen Head terjadinya komplikasi.


 Pasien tidak pucat. box sesuai indikasi.
Kolaborasi
3. Kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium ( AGD ).
4 Setelah dilakukan intervensi selama Monitroting 1. Takipnea, pernapasan yang dangkal sering terjadi
3 x24 jam diharapkan 1. Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan
mempertahankan perfusi jaringan
suara nafas. atau cairan paru.
2. Pantau tanda vital.
dengan KH: 2. Mempertahankan suhu tubuh pasien, mencegah
3. Pantau tingkat kesadaran .
 Suara nafas bersih, wheezing 4. Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, hipotermia, memperbaiki metabolisme jaringan.
tidak ada, ronkhi tidak ada. akral perifer. 3. Abnormalitas tanda vital terus menerus
 Tanda vital dalam batas Mandiri memerlukan evaluasi lebih lanjut dan mengetahuai
normal, denyut nadi teraba jelas. 5. Tempatkan pasien dalam incubator. perubahan sesegera mungkin.
 Tidak sianosis, kulit tidak Kolaborasi 4. kekurangan aliran oksigen ke otak dapat
pucat, CRT<3 detik. 6. Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 menyebabkan hipoksia sel-sel otak, kematian jaringan
 Akral hangat. sesuai indikasi (Head box 5-10 lt/mnt). otak dan terjadinya penurunan tingkat kesadaran.
7. Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
 Tidak terjadi penurunan 5. Sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah
kesadaran. satu tanda hipoksia jaringan yang berat akibat perfusi
yang tidak adekuat.
6. Mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
7. Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi
suplay oksigen ke jaringan
13

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media


Aesculapius
Bennett, Nicholas John. 2017. Pneumonia Pediatric.
(http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#a1),
diakses pada 27 April 2017
Black, Robert., dkk. 2006. Pneumonia: The Forgotten Killer of Children,
(International Journal of The United Nations Children’s Fund
(UNICEF)/World Health Organization (WHO)) (online),
(http://www.unicef.org/
publications/files/Pneumonia_The_Forgotten_
Killer_of_Children.pdf), diakses pada 27 April 2017
Celis, Eduardo A. 2017. Anatomi Paru.
(http://emedicine.medscape.com/article/ 1884995-overview),
diakses pada 27 April 2017
Indraswara, Panji Arik. 2012. Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia Neonatal dan
Hiperbilirubinemia,
(https://www.scribd.com/document_downloads/direct/141622428?
extension=doc&ft=1480261900&lt=1480265510&user_id=7785430
3&uahk=/2n6vUWNQxxcIW6aJYmxRVAuZGk), diakses pada 27
April 2017
J. Anthony G. Scott, dkk. 2010. Pneumonia Research To Reduce
Childhood Mortality In The Developing World, (International
research of National Center for Biotechnology Information, U.S.
National Library of Medicine) (online),
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2276784/), diakses
pada 27 April 2017
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pneumonia, Penyebab
Kematian Utama Balita, (http://www.depkes.go.id/article/view/410/
pneumonia-penyebab-kematian-utama-balita.html), diakses pada 27
April 2017
Mayo Clinic Staff. Pneumonia. (www.mayoclinic.org/diseases-conditions/
pneumonia/symptoms-causes/dxc-20204678), diakses pada 27 April
2017
Wilkinson, Judith & Ahern, Nancy. 2009. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: DIAGNOSIS NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
NOC. Terjemahan oleh Esty Wahyuningsih. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai