Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan penyakit yang
paling sering menyebabkan perdarahan pada anak-anak maupun dewasa yang
diakibatkan oleh tidak adanya remisi spontan ketika masih anak-anak. Insiden ITP
sekitar 100 kasus per 1.000.000 orang per tahunnya. The Platelet Disorder
Support Association (PDSA) menyatakan bahwa di Amerika Serikat terdapat
sekitar 200.000 orang yang menderita ITP. ITP lebih banyak diderita oleh wanita
daripada pria, dan berisiko terjadi peningkatan insiden ITP pada orang yang
berusia > 60 tahun.
Tanda khas dari ITP melalui pemeriksaan laboratorium darah lengkap
adalah didapatkan hitung trombosit < 150.000 / µl dimana perdarahan yang
terjadi pada ITP dapat ringan, sedang, hingga berat dengan manifestasi klinis yang
berbeda-beda sesuai hitung trombosit yang dimiliki pasien. ITP selain terjadi pada
anak-anak dan dewasa, juga terjadi pada wanita hamil yang baru mengalami
trombositopenia pada saat kehamilan.
Insiden morbiditas ITP tergantung dari hitung trombosit yang dimiliki oleh
pasien dan terapi yang digunakan oleh pasien. Insiden mortalitas ITP terjadi pada
perdarahan berat dan perdarahan intrakranial yang kejadiannya kurang lebih
sekitar 1 %.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Mengetahui dan memahami tentang Idiopatik Trombositopeni Purpura
1.2.1 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami tentang definisi Idiopatik
Trombositopenia Purpura
2. Mengetahui dan memahami tentang etiologi Idiopatik
Trombositopenia Purpura
3. Mengetahui dan memahami tentang klasifikasi Idiopatik
Trombositopenia Purpura.
4. Mengetahui dan memahami tentang patogenesa Idiopatik
Trombositopenia Purpura.
5. Mengetahui dan memahami tentang diagnosa Idiopatik
Trombositopenia Purpura.
6. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan Idiopatik
Trombositopenia Purpura.
1.2.2 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai Idiopatik Trombositopenia
Purpura
2. Untuk memenuhi tugas referat kepaniteraan klinik senior di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Solok 2016.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trombosit


Trombosit merupakan fragmen sel dengan bentuk mirip cakram, tidak
berinti, dan berdiameter 2 – 4 mm. Trombosit berasal dari fragmentasi
megakariosit poliploid raksasa yang ada di sumsum tulang. Nilai normal hitung
trombosit sekitar 200.000 – 400.000 / µl darah. Jangka hidup trombosit di dalam
peredaran darah sekitar 7 – 10 hari.
Pada hapusan darah, trombosit sering tampak berkelompok. Setiap
trombosit memiliki daerah perifer transparan berwarna biru muda (hialomer) dan
daerah pusat padat yang mengandung granul ungu (granulomer). Trombosit
memiliki kanalikuli terbuka yang berhubungan dengan invaginasi membran
plasma trombosit yang berfungsi untuk memudahkan pembebasan molekul aktif
yang tersimpan di dalam trombosit.
Di sekitar tepi trombosit terdapat berkas marginal mikrotubulus yang
mempertahankan bentuk trombosit yang lonjong. Pada hialomer terdapat tabung
tak teratur yang padat elektrom (sistem tubular padat). Di hialomer, molekul aktin
dan miosin menyusun sistem kontraktil untuk menimbulkan pergerakan dan
agregasi trombosit. Trombosit memiliki selubung setebal 15 – 20 nm di sel yang
kaya glikosaminoglikan dan glikoprotein, terletak di luar plasmalema dan
berfungsi untuk adhesi trombosit.
Granulomer sentral memiliki granul berbatas membran dan sedikit
mitokondria dan partikel glikogel. Badan padat (granula delta) mengandung ion
kalsium, pirofosfat, ADP, dan ATP. Granula delta mengambil dan menyimpan
serotonin dari plasma. Granula alfa sedikit lebih besar dan mengandung
fibrinogen, platelet derived growth factor , dan protein spesifik trombosit.
Granula lambda mengandung enzim lisosom.

3
Gambar 2.1 Pembentukan Trombosit

4
Gambar 2.2 Histologi Trombosit

2.2 Fisiologi Trombosit


Mekanisme trombosit dalam mengontrol perdarahan yakni:
a. Agregasi primer
Endotel yang diskontinu akibat cedera akan diikuti oleh agregasi
trombosit pada kolagen yang terpapar melalui protein pengikat kolagen
pada membran trombosit sehingga terbentuk sumbatan trombosit yang
menghentikan perdarahan.

5
b. Agregasi sekunder
Trombosit pada sumbatan tersebut melepaskan glikoprotein adhesif dan
ADP yang akan meningkatkan agregasi trombosit sehingga terhadi
penambahan ukuran sumbatan trombosit.
c. Koagulasi darah
Selama agregasi trombosit terjadi, faktor dari plasma darah, pembuluh
darah yang rusak, dan trombosit memudahkan terjadinya kaskade
interaksi 13 protein plasma yang menghasilkan polimer fibrin yang
membentuk jalinan serat 3 dimensi yang menjerat sel eritrosit, leukosit,
dan trombosit untuk membentuk bekuan darah (trombus)
d. Retraksi bekuan
Bekuan darah yang tadinya menonjol ke dalam lumen pembuluh darah
akan berkerut karena adanya interaksi dari aktin dan miosin trombosit
serta dari ATP.
e. Penghancuran bekuan
Ketika dilindungi oleh bekuan, dinding pembuluh darah yang rusak
mengalami restorasi melalui pembentukan jaringan baru. Bekuan lalu
dihancurkan terutama oleh enzim proteolitik plasmin yang dibentuk oleh
aktivasi proenzim plasma plasminogen yang diproduksi oleh endotel
penghasill aktivator plasminogen. Enzim yang dibebaskan dari granula
lambda trombosit juga menghancurkan bekuan.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun
yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah
perifer kurang dari 150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem
retikuloendotel terutama limpa.

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah kelainan akibat


trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang
diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena
itu disebut juga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura.

Kata trombositopenia menunjukan bahwa terdapat angka trombosit yang


rendah, sedangkan kata purpura berasal dari suatu deskripsi akan kulit yang
berwarna lebam karena simptom penyakit, warna ungu pada kulit ini disebabkan
oleh merembesnya darah di bawah kulit.

3.2 Klasifikasi
Berdasarkan onset penyakit ITP dibedakan tipe akut dan kronik
a. ITP akut.
Kejadiaannya kurang atau sama dengan 6 bulan. ITP akut
sering dijumpai pada anak, jarang pada dewasa. Onset penyakit
biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawali terjadinya
perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak
(rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan
oleh virus. Virus yang paling banyak diindetifikasi adalah
varicella zooster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan ITP akut
pada anak biasanya ringan, perdarahn intrakranial terjadi kurang
dari 1% pasien. Pada ITP dewasa bentuk akut jarang terjadi, namun

7
dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih
fulminan. ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi
spontan terjadi pada 90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6
minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.
b. ITP kronik
Kejadiaannya lebih dari 6 bulan. Onset ITP kronik biasanya
tidak menentu, riwayat perdarahan sering ringan sampai sedang,
infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi dan perjalanan klinis
yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau terus
menerus. Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie,
purpura. Pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan
berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum bila pasien
dengan AT > 50.000/ml maka biasanya asimptomatik, AT 30.000-
50.000/ml terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-30.000/ml
terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan
memanjang bila ada luka, AT < 10.000/ml terjadi perdarahan
mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria)
dan resiko perdarahan sistem saraf pusat.

3.3 Epidemiologi
a. ITP akut
terjadi pada anak-anak usia 2-6 tahun, dengan insiden 3-8 orang per
100.000 anak, sumber yang lain menyatakan insiden terjadi pada rentang
usia 2-10 tahun dengan kasus 4 orang per 100.000 anak per tahunnya.
Sekitar 75% ITP akut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi cacar air atau
mononukleosis infeksiosa. Remisi biasanya terjadi, namun 5 – 10 % akan
menjadi ITP kronis (ITP > 6 bulan).
b. ITP kronis

8
ITP kronis didapatkan pada rentang usia 18 - 45 tahun. Rasio antara
perempuan dan laki-laki adalah 1 : 1 pada ITP akut, dan 2-3 : 1 pada ITP
kronis. ITP refrakter merupakan 25 – 30 % penderita ITP yang gagal
diterapi dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi karena angka
trombosit di bawah normal atau ada perdarahan. Penyakit ini ditemui juga
pada pasien Systemic Lupus Eritematosus (SLE), Human
Immunodeficiency Virus (HIV), Chronic Lymphositik Leukimia (CLL),
penyakit Hodgkin, atau anemia hemolitik autoimun.

c. ITP kronis pada wanita hamil


Muncul pada 1 – 2 orang dari setiap 1000 wanita hamil. Sekitar 3 %
terdapat trombositopenia yang ada pada saat melahirkan.

3.4 Patofisiologi
Pada ITP masa hidup trombosit memendek jadi beberapa jam. Trombosit
memiliki Platelet Associated Antigen yang akan merangsang pembentukan
autoantibodi IgG di limpa, sumsum tulang, dan jaringan limfoid lain. Trombosit
yang diselimuti autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di
limpa dan di hati yang menyebabkan destruksi trombosit secara prematur dari
sirkulasi setelah berikatan dengan reseptor Fcγ yang diekspresikan oleh makrofag
jaringan dan sistem retikuloendotel di limpa dan sumsung tulang. Limpa
merupakan organ utama tempat destruksi trombosit karena 1/3 jumlah darah
terjadi pooling dan tempat utama terjadinya sintesis autoantibodi.
Pada sebagian besar pasien akan terjadi kompensasi peningkatan trombosit,
tapi pada beberapa pasien produksi trombosit tetap terganggu. Jika antibodi
melekat pada Megakaryocyte Associated Antigen maka akan mempengaruhi
trombopoiesis. Massa megakariosit total dan perputaran trombosit meningkat
secara sejajar menjadi sekitar 5 x normal.
Pada Gambar 2.3 dijelaskan patofisiologi terjadinya ITP:

9
a. Pada awalnya glikoprotein IIb / IIIa yang dikenali pertama kali oleh
autoantibodi sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib / IX
belum terbentuk.
b. Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji
antigen (makrofag atau dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian akan
mengalami proses internalisasi dan degradasi.
c. Sel penyaji antigen akan merusak glikoprotein IIb / IIIa dan memproduksi
epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain.
d. Sel penyaji antigen kemudian akan menjadi teraktivasi
e. Sel penyaji antigen teraktivasi akan mengekspresikan peptida baru pada
permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (interaksi CD 154 dan CD 40)
dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4+ T cell
clone (T-cell clone 1) dan spesifisitas tambahan (T-cell clone 2).
f. Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen trombosit (B-
cell clone 2) akan menginduksi proliferasi dan sintesis antibodi
antiglikoprotein Ib / IX dan meningkatkan produksi antibodi
antiglikoprotein IIb / IIIa oleh B-cell clone 1.

10
Gambar 2.3 Patofisiologi ITP

11
Gambar 2.4 Patofisiologi ITP

3.5 Manifestasi Klinis


a. Perdarahan pada ITP tidak berat seperti trombositopenia pada kegagalan
sumsum tulang karena pada ITP terdapat trombosit muda yang beredar di
pembuluh darah.
b. Limpa tidak teraba kecuali ada penyakit penyerta yang menyebabkan
splenomegali.
c. Tidak ada demam
d. ITP akut:
1) Pada anak-anak
2) Awitan penyakit mendadak
3) Riwayat infeksi sebelum terjadi perdarahan berulang

12
4) Sering terdapat eksantem (rubella) dan penyakit saluran napas
akibat virus Varkcella zooster dan Eipstein barr.
5) Perdarahan ringan
e. ITP kronis:
1) Riwayat perdarahan ringan sampai sedang dengan episode
perdarahan beberapa hari sampai beberapa minggu, manifestasi
perdarahan berupa ekimosis, ptekie, purpura
2) Frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit:
i. Hitung trombosit > 50.000 / µl biasanya asimptomatik
ii. Hitung trombosit 30.000 - 50.000 / µl terdapat luka memar
atau hematom
iii. Hitung trombosit 10.000 - 30.000 / µl terdapat perdarahan
spontan, menoragi (pada perempuan), dan perdarahan
memanjang jika ada luka
iv. Hitung trombosit < 10.000 / µl terdapat perdarahan mukosa
(epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria)
dan risiko perdarahan sistim saraf pusat.
v. Perdarahan intrakranial mengenai 1 % dari trombositopenia
berat, biasanya terjadi di subarachnoid, sering multipel dan
ukuran bervariasi dari ptekie sampai ekstravasasi darah
yang luas
3) Remisi spontan jarang terjadi dan remisi tidak lengkap

Gambar 2.5 Ptekie dan purpura pada


kaki seorang dengan ITP

13
4) Pada ITP wanita hamil, pertama kali terduga ITP saat kehamilan.
Diagnosis banding ITP selama kehamilan adalah kehamilan yang
menginduksi hipertensi dan kondisi sindrom hemolisis dengan
peningkatan enzim liver dan penurunan trombosit (HELLP),
hemolisis mikroangiopati, trombositopenia herediter.

3.6 Diagnosis
a. Pada anamnesa diketahui pasien memiliki riwayat penggunaan obat seperti
asetosal,fenilbutazon,diamox,kina,sedormid dan lain lain.
b. Memiliki riwayat terpapar dengan radiasi dan panas
c. Hitung jumlah trombosit 10.000 – 50.000 / µl.
d. Manifestasi klinik perdarahan yang dialami pasien (ptekie, purpura,
perdarahan konjungtiva atau perdarahan selaput lendir yang lain)
e. Konsentrasi hemoglobin dan hitung leukosit biasanya normal kecuali jika
terdapat anemia defisiensi besi akibat kehilangan darah
f. Pada sediaan hapus darah terlihat jumlah trombosit berkurang, dan
trombosit yang ada sering dalam bentuk besar (megatrombosit).
g. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan
pseudotrombositopenia dan kelainan hematologi yang lain
h. Sumsum tulang menunjukkan jumlah megakariosit normal atau meningkat
i. Uji sensitivitas menunjukkan antibodi antiglikoprotein GP IIb / IIIa atau
GP Ib spesifik pada permukaan trombosit atau serum. Pemeriksaan IgG
terkait trombosit bersifat kurang spesifik
j. Pada wanita hamil:
1) Terjadi tromositopenia sedang yakni hitung trombosit 70.000 / µl
2) Trombosit menjadi normal pada 2 bulan postpartum
3) Trombosit dimonitor selama bulan pertama trimester 2, dan setiap
minggu pada trimester 3.

14
Gambar 2.6 Setelah spelenektomi, eritrosit terdapat pitting dan badan Howell-Jolly
3.7 Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, dilakukan


dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan
antara lain dengan pemeriksaan:

1. Pemeriksaan darah rutin, akan didapatkan nilai trombosit yang


rendah (< 150.000) dengan jumlah eritrosit (apabila tidak
terjadi perdarahan yang berat) dan leukosit dalam batas normal.
2. Pemeriksaan darah tepi, akan didapatkan trombositopenia
dengan eritrosit dan leukosit dengan morfologi normal.
Dijumpai trombosit muda dengan ukuran yang lebih besar
(megatrombosit).
3. Pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal, fibrinogen
normal.
4. Monoclonal antigen capture assay. Pengukuran trombosit
dihubungkan dengan antibodi, secara langsung untuk
mengukur trombosit yang berkaitan dengan antibodi.

15
5. Pemeriksaan sumsum tulang normal atau peningkatan jumlah
megakariosit dan agranuler, serta tidak mengandung trombosit.
4,6
Pedoman dari america society of hematology menyatakan
pemeriksaan sumsum tulang tidak diperlukan pada usia > 40
tahun, pasien dengan gambaran tidak khas ( gambaran sitopeni)
atau pasien yang tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun
tidak dianjurkan, banyak ahli pediatrik hematologi
merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang
sebelum memulai pemberian kortikosteroid untuk
menyingkirkan kasus leukemia akut. 1

3.8 Diagnosis Banding

Kelainan Manifestasi Klinis Pemeriksaan


Laboratorium
Penurunan Produksi
Trombosit
a. Kongenital
1) Thrombocytopenia-  Tidak ada tulang radii  Hitung trombosit
Absent Radius (TAR) sejak lahir 15 – 30 /µl
syndrome  Anomali tulang rangka
lainnya
 1 dari 3 kasus terdapat
kelainan kongenital
jantung

16
Kelainan Manifestasi Klinis Pemeriksaan
Laboratorium
2) Anemia fankoni  Perawakan tubuh pendek  Pansitopenia
 Hiperpigmentasi kulit karena anemia
 Hipoplasia ibu jari dan aplastik
tulang radii
 Kelainan ginjal
 Microcephaly
 Macrophtalmia
3) Amegakariositik  Tidak ada tulang atau  Trombositopneia
trombositopenia anomali tulang rangka pada periode
seperti TAR-syndrome neonatal
b. Didapat
4) Leukimia  Riwayat lelah kronis,  Peningkatan
demam, penurunan berat jumlah leukosit
badan, pucat, nyeri tulang  Anemia
 Limfadenopaty  Pada hapusan
 Splenomegaly darah tepi
 Hepatomegaly terdapat sel blast
5) Anemia aplastik  Riwayat kelelahan,  Pansitopenia
perdaraham atau infeksi  Neutropenia
berulang ringan
 Hasil pemeriksaan fisik  Jumlah retikulosit
nonspesifik menurun
 Tidak ada splenomegali
6) Neuroblastoma  Massa di abdomen  Trombositopenia
 Terdapat sindrom akibat metastasis
paraneoplastik
 Manifestasi neurologis
7) Defisiensi nutrisi  Riwayat nutrisi kurang  Anemia

17
Kelainan Manifestasi Klinis Pemeriksaan
Laboratorium
atau diet ketat megaloblastik
 Pucat, lemah, lelah,  Pada hapusan
anemia darah tepi
 Defisit neurologis akibat terdapat neutrofil
defisiensi vitamin B12 hipersegmental
 Jumlah retikulosit
menurun
 Level vitamin
B12 atau folat
menurun
8) Obat-obatan  Riwayat penggunaan obat-
 Obat kemoterapi obatan atau perubahan
 Diuretik thiazide dosis
 Alkohol
 Estrogen
 Kloramfenikol
 Radiasi ion
Peningkatan Destruksi
Trombosit
a. Imunologis
1) Trombositopenia  Ptekie menyeluruh pada  Hitung trombosit
alloimun neonatal beberapa jam pertama pada ibu adalah
setelah lahir normal
2) Obat-obatan  Riwayat penggunaan obat-
 Sulfonamid obatan atau perubahan
 Quinidine dosis
 Quinine
 Carbamazepine

18
Kelainan Manifestasi Klinis Pemeriksaan
Laboratorium
 Valproic Acid
 Heparin
 Digoxin
3) HIV  Tanda dan gejala sistemik  Abnormalitas
dari HIV semua sel
 Serologi HIV
untuk diagnosis
pasti
4) Purpura posttransfusi  Riwayat transfusi  Trombositopenia
trombosit beberapa jam akut
sebelum terjadinya
trombositopenia
5) Kelainan kolagen dan  Manifestasi sistemik  Anemia kronis
vaskular termasuk pembengkakan  Abnormalitas
sendi jumlah sel
leukosit

b. Non-imun
1) Sindrom hemolitik-  Riwayat diare berdarah  Pada hapusan
uremik darah tepi
terdapat anemia
mikroangiopati
mikrositik
2) Disseminated  Tanda dan gejala sepsis  Peningkatan
Intravascular waktu protrombin
Coagulation dan partial
tromboplastin
 Pada hapusan

19
Kelainan Manifestasi Klinis Pemeriksaan
Laboratorium
darah tepi
terdapat anemia
mikroangiopati
mikrositiik
 Penurunan level
fibrinogen
3) Penyakit jantung  Sianosis  Kompensasi
sianosis  Gagal jantung kongestif polisitemia
Kelainan Kualitatif
Trombosit
a. Sindrom Wiskott –  Pola inheriter terkait  Hitung trombosit
Aldrich kromosom X sebanyak 20.000
 Eksim – 100.000 / µl
 Infeksi berulang akibat  Pada hapusan
imunodefisiensi darah tepi,
ukuran trombosit
sangat kecil
b. Sindrom Bernard –  Pola inheriter autosom  Pada hapusan
Soulier dominan darah teppi
 Ekimosis, perdarahan terdapat
gingival dan saluran trombosit yang
pencernaan lebih besar dari
limfosit
c. Anomali May – Hegglin  Pola inheriter autosom  Pada hapusan
dominan darah tepi
 Kebanyakan asimtomatik terdapat
trombosit raksasa
 Terdapat

20
Kelainan Manifestasi Klinis Pemeriksaan
Laboratorium
Inclusion Bodies
(Dohle) di
leukosit
d. Sindrom trombosit Gray  Perdarahan sedang  Pada hapusan
darah tepi
terdapat
trombosit yang
pucat dan oval
Sequestration
a. Sindrom Kasabach –  Peningkatan secara cepat
Merritt ukuran dari
hemangionedotelioma
yang timbul pada periode
neonatal
b. Hipersplenisme  Riwayat penyakit liver  Anemia
atau hipertensi portal concomitant dan
 Pada pemeriksaan fisik jumlah leukosit
terdapat splenomegali abnormal
tergantung dari
penyakitnya
 Berhubungan
dengan leukimia
dan penyakit
infiltratif lainnya

21
3.9 Penatalaksanaan
Bertujuan mempertahankan hitung trombosit di atas batas ketika memar
spontan atau perdarahan terjadi dengan intervensi minimal. Hitung trombosit >
50.000 / µl tidak memerlukan pengobatan.
Disebut ITP refrakter jika terdapat:
1) ITP menetap > 3 bulan
2) Pasien gagal berespon dengan splenektomi
3) Hitung trombosit < 30.000 / µl
b. Umum (dewasa dan anak-anak)
1) Kortikosteroid
Prednisolon 1 mg/kgBB setiap hari, lalu dosis diturunkan perlahan
setelah 10 – 14 hari. Pada pasien dengan respon buruk, dosis
diturunkan lebih lambat.
Pada keadaan gawat darurat dan terdapat gejala neurologis,
perdarahan internal, atau bedah darurat diberikan Metilprednisolon
30 mg/kgBB/hari maksimal 1 gr/hari selama 2 – 3 hari, diberikan
intravena selama 20 – 30 menit bersamaan dengan
immunoglobulin intravena 1 gr/kgBB/hari selama 2 – 3 hari.
2) Splenektomi
Dianjurkan pada pasien yang tetap mempunyai hitung trombosit <
30.000 / µl setelah terapi kortikosteroid 3 – 6 bulan atau pasien
yang membutuhkan kortikosteroid dosis terlalu tinggi untuk
mempertahankan hitung trombosit > 30.000 / µl.
3) Imunoglobulin intravena dosis tinggi
Dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari atau 1 gr/kgBB/hari selama
2 hari. Dianjurkan pada pasien ITP yang mengalami perdarahan
mengancam jiwa, pada ITP refrakter terhadap steroid, saat
kehamilan, atau sebelum pembedahan. Imunoglobulin ini bekerja
dengan cara menghambat reseptor Fc pada makrofag atau
modifikasi produksi antibodi.

22
4) Obat imunosupresif
Vinkristin, cyclophosphamide, azatioprin atau cyclosporine secara
sendiri atau kombinasi. Dianjurkan untuk pasien yang tidak
berespon baik terhadap kortikosteroid dan splenektomi.
Dosis Vinkristin 1 atau 2 mg intravena, Vinblastin 5 – 10 mg setiap
minggu selama 4 – 6 minggu.
Dosis Azathioprin 2 mg/kgBB maksimal 150 mg/hari P.O, bila 3
bulan tidak ada respon maka obat dihentikan, namun jika ada
respon sampai 3 bulan turunkan sampai dosis terkecil.
Dosis cyclophosphamide 50 – 100 mg P.O atau 200 mg/IV/bulan
selama 3 bulan.
5) Imunoglobulin anti-D intravena
Dosis 50 – 75 µg/kgBB/hari intravena. Mekanisme kerja anti-D
yakni destruksi sel eritrosit rhesus D-positif yang dibersihkan oleh
RES di lien dan bersaing dengan autoantibodi yang menyelimuti
trombosit melalui Fc reseptor blokade.
6) Danazol
Dosis 200 mg P.O 4 kali sehari selama 6 bulan. Fungsi liver harus
diperiksa setiap bulan. Jika respon terjadi, dosis diteruskan sampai
dosis maksimal minimal 1 tahun lalu diturunkan 200 mg/hari setiap
4 bulan
7) Transfusi trombosit
Dianjurkan untuk pasien yang mengalami perdarahan akut yang
mengancam jiwa. Tambahan transfusi trombosit hanya bertahan
selama beberapa jam.
c. Pada wanita hamil
1) Hitung trombosit > 50.000 / µl saat kehamilan tidak memerlukan
teapi rutin dan tidak diberikan glukokortikoid dan immunoglobulin
intravena sebagai terapi inisial
2) Hitung trombosit 30.000 - 50.000 / µl pada trimester 1 sampai 2
tidak memerlukan terapi rutin inisial

23
3) Hitung trombosit 10.000 – 30.000 / µl pada trimester 2 atau 3 dan
yang memiliki hitung trombosit < 10.000 / µl memerlukan terapi
inisial
4) Kortikosteroid dapat mengeksaseberasi diabetes gestasional,
kehilangan tulang, hipertensi
5) Splenektomi harus dihindari karena dapat menyebabkan aborsi,
kecuali jika dilakukan pada trimester 2 dengan hitung trombosit
pasien < 10.000 / µl yang mengalami perdarahan
6) Danazol, cyclophosphamide, vincra alkaloid harus dihindari karena
teratogenik
7) Gunakan immunoglobulin intravena untuk maintenance jika hitung
trombosit > 30.000 / µl selama kehamilan dan > 50.000 / µl saat
menjelang kelahiran untuk mencegah kebutuhan transfusi
trombosit
8) Jika hitung trombosit wanita hamil > 50.000 / µl, tidak dianjurkan
melahirkan secara cesar, namun apabila hitung trombosit janin
diketahui < 20.000 / µl maka dianjurkan melahirkan secara cesar
9) Transfusi trombosit diperlukan sebagai profilaksis pada wanita
hamil dengan hitung trombosit < 10.000 / µl yang akan menjalani
operasi cesar atau yang memiliki epistaksis atau perdarahan
membran mukosa lainnya dan diduga akan melahirkan secara
pervaginam
d. Pada bayi baru lahir dari wanita hamil dengan ITP
1) Hitung trombosit dilakukan 3 – 4 hari setelah dilahirkan
2) Jika hitung trombosit < 20.000 / µl atau 20.000 – 50.000 / µl
dianjurkan dilakukan pencitraan kepala walaupun tidak terdapat
abnormalitas neurologis
3) Pada bayi baru lahir yang tidak memiliki perdarahan intrakranial
dan memiliki hitung trombosit < 20.000 / µl diberikan
immunoglobulin intravena

24
4) Pada bayi baru lahir yang memiliki hitung trombosit > 50.000 / µl
tidak dianjurkan diberikan glukokortikoid atau immunoglobulin
intravena
5) Jika bayi baru lahir terdapat perdarahan intrakranial dan hitung
trombosit < 20.000 / µl, diberikan kombinasi glukokortikoid dan
immunoglobulin intravena

Gambar 2.7 Terapi ITP

25
Gambar 2.8 Terapi ITP (1)

26
Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Terapi ITP

27
3.10 Prognosis

Respon terapi 50 -75 % dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa


sebagian kecil mengalami remisi spontan.
Penyebab mortalitas apabila terjadi perdarahan intrakranial yang terdapat
dari 1 % perdarahan berat, insiden mortalitas sekitar 2,2 % untuk pasien berusia >
40 tahun dan sampai 4,7 % untuk pasien berusia > 60 tahun.

28
BAB IV
KESIMPULAN

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) adalah penyakit dengan ciri


khas penurunan jumlah trombosit di bawah normal yang diakibatkan oleh
autoimun tubuh penderita terhadap trombosit sehingga terjadi perdarahan
abnormal misalnya purpura kulit dan perdarahan mukosa. ITP diklasifikasikan
sebagai ITP akut dan ITP kronis dengan insiden ITP akut sebanyak 3-8 orang
anak-anak berusia 2-10 tahun yang akan sembuh sendiri (self limiting disease)
sementara 5-10 % -nya akan berlanjut menjadi ITP kronis (>6 bulan).
ITP terjadi karena trombosit diselimuti oleh autoantibodi IgG sehingga
mengalami percepatan pembersihan di limpa dan di hati yang menyebabkan
destruksi trombosit secara prematur dari sirkulasi setelah berikatan dengan
reseptor Fcγ yang diekspresikan oleh makrofag jaringan dan sistem
retikuloendotel di limpa dan sumsung tulang. Masa hidup trombosit akan
memendek dari 7-10 hari menjadi beberapa jam saja.
Tanda klinis ITP adalah hitung trombosit < 150.000 / µl, terdapat
perdarahan ptekie, purpura, perdarahan mukosa, dan dapat terjadi perdarahan
intrakranial jika < 10.000 / µl. Penatalaksanaan ITP menyesuaikan tanda klinis
masing-masing pasien yakni kortikosteroid, splenektomi, imunoglobulin
intravena, obat imunosupresif, dan transfusi trombosit.

29
DAFTAR PUSTAKA

Baxter, US. Patients and Caregivers: Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP).


2014.

Chu, YW. Korb, J. Sakamoto, KM. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.


Pediatrics in Review. 2000: 21 (3).

Cines, DB. Blanchette, VS. Immune Thrombocytopenic Purpura. New England


Journal Medicine. 2002: 346 (13).

Cines, DB. Bussel, JB. How I Treat Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Blood
Journal. 2005: 106 (7).

Eroschenko, V P. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. Alih


bahasa, Brahm U. Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Didiek
Dharmawan, Nella Yesdelita. Ed. 11. Jakarta: EGC, 2010.

Goerge, JN. Woolf, SH. Raskob, GE. Et al. Idiopathic Thrombocytopenic


Purpura A Practive Guideline Developed by Explicit Methods for The
American Society of Hematology. Blood. 1996: 88 (July 1).

Hoffbrand, AV. Kapita Selekta Hematologi / AV. Hoffbrand, JE. Pettit, H. Moss
; alih bahasa, Lyana Setiawan ; editor edisi bahasa Indonesia, Dewi Asih
Mahanani. Ed.4. Jakarta: EGC, 2005.

Junquiera, L C. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Alih bahasa, Jan Tambayong ;
editor edisi bahasa Indonesia, Frans Dany. Ed. 10. Jakarta: EGC, 2007.

Maggs B. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Arch dis Child. 2000: 83.

Michael, AS. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Medscape Reference. 2013.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Editor: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
et al. Jakarta: Interna Publishing, 2009.

30
Raval, H. Low Platelets Count Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
Hoemopathy Treatment and Homeopath. www.articleseen.com diakses 24
Januari 2015.

31

Anda mungkin juga menyukai