Anda di halaman 1dari 6

1.

Pengertian Marah
Kemarahan (anger) menurut Widjaja Kusuma (1992:423) adalah suatu emosi
yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh orang lain.
Biasanya kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau
menace (Iyus Yosep, 2007:113). Kemarahan adalah perasaan jangkel yang timbul
sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen, 1995). Emosi marah menurut Greenberg dan Watson (2006) tidak bisa
dikatakan sebagai sesuatu hal yang positif atau negatif pada tingkatan yang wajar.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi
akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya. Namun demikian faktor budaya pula dipertimbangkan sehingga keuntungan
kedua belah pihak dapat dicapai. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah
akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Banyak situasi
kehidupan yag menimbulkan kemarahan, misalnya fungsi tubuh yang terganggu sehingga
masuk rumah sakit, kontrol diri yang diambil orang lain akibat menderita sakit, peran
yang tidak dapat dilakukan marah adalah frustrasi, suatu jenis frustrasi yang meledak
dimana seseorang mengubah suatu perasaan terluka yang fasif menjadi suatu tindakan
penghancur yang aktif. Emosi marah yang kita rasakan terkadang timbul karena ada
sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak kita dan dapat muncul kapan saja pada setiap
orang.
2. Rentang Respon Marah
Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif, seperti rentang
respon kemarahan di bawah ini (Yosep, 2007).

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk / PK


Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan
menimbulkan masalah.
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak
realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak
ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu
mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak
pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol, perilaku yang tampak dapat
berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan.
3. Proses Terjadinya Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang harus dihadapi
oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
1) Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara ini,
cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan
bila cara ini dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada
diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi
dan ngamuk.
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal.
Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor
eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Hal yang
terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang
menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk istirahat,
penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan
telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif
(Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal dalam
memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak
mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia
marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara
(Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger).
Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang
konstruktif (Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang
diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif
(Destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt).
Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala
psikosomatis (Poinful symptom) (Yosep, 2007).
1.5 Etiologi
Penyebab terjadinya marah menurut Stuart & Sundeen (1995) : yaitu harga diri rendah
merupakan keadaan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan, gangguan ini dapat situasional maupun
kronik. Bila kondisi ini berlangsung terus tanpa kontrol, maka akan dapat
menimbulkan perilaku kekerasan.
1.5.1 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut (Stuart & Sundeen, 1995), berbagai pengalaman yang
dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau
mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1) Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanki penganiayaan
dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia dewasa atau remaja.
2) Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah
merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini
disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
3) Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Sosial budaya, budaya
tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak
pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah – olah perilaku
kekerasan diterima (permissive).
4) Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah
individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya
kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan
kepadanya.
4. Penyebab Marah
a. Faktor fisik, sebab-sebab yang mempengaruhi faktor fisik antara lain: Pertama,
kelelahan yang berlebihan, misalnya orang yang terlalu lelah karena kerja keras.
Kedua, zat-zat tertentu yang dapat menyebabkan marah. Misalnya jika otak kurang
mendapat zat asam, orang itu lebih mudah marah. Ketiga, hormon kelamin pun dapat
mempengaruhi kemarahan seseorang. Kita dapat melihat dan membuktikan sendiri
pada sebagian wanita yang sedang menstruasi, rasa marah merupakan ciri khasnya
yang utama.
b. Faktor psikis, faktor psikis yang menimbulkan marah adalah erat kaitannya dengan
kepribadian seseorang. Terutama sekali yang menyangkut apa yang disebut “self
concept yang salah” yaitu anggapan seseorang terhadap dirinya sendiri yang salah.
Self concept yang salah menghasilkan pribadi yang tidak seimbang dan tidak matang.
Karena seseorang akan menilai dirinya sangat berlainan sekali dengan kenyataan
yang ada. Beberapa self concept yang salah dapat dibagi :
a. Rasa rendah diri (MC = Minderwaardigheid Complex), yaitu menilai dirinya
sendiri lebih rendah dari yang sebenarnya. Orang ini akan mudah sekali
tersinggung karena segala sesuatu dinilai sebagai yang merendahkannya,
akibatnya wajar. Ia mudah sekali marah.
b. Sombong (Superiority Complex), yaitu menilai dirinya sendiri lebih dari
kenyataan yang sebenarnya.
c. Egoistis atau terlalu mementingkan diri sendiri, yang menilai dirinya sangat
penting melebihi kenyataan
5. Dampak marah
Nur (1993: 34), ada beberapa bahaya marah pada seseorang diantaranya:
1. Membahayakan tubuh
2. Menodai agama
3. Tidak mampu mengendalikan diri
4. Terjerumus ke dalam dalih yang hina
5. Azab yang keras
Dampak kemarahan dalam pendekatan psikologi ada tiga yaitu:
1. Bahaya Fisiologis, dari aspek medis menurut para pakar, amarah dan kekecewaan
yang terjadi akan mempengaruhi kesehetan seseorang. Hal tersebut dapat
menimbulkan hipertensi, stress, depresi, maaq, gangguan fungsi jantung,
insomnia, kekelahan, bahkan serangan jantung yang dapat menyebabkan kemtian
secara mendadak.
2. Bahaya psikologis, amarah akan menimbulkan berbagai akibat psikologis yang
membahayakan. Setelah sadar biasanya seseorang yang marah akan dipenuhi rasa
penyesalan terhadap perbuatannya yang tidak patut. Rasa penyesalan itu kadang
kadang dapat demikian mendalam, sehingga menjadi pengutukan terhadap diri
sendiri, penghukuman diri, hingga depresi atau suatu rasa bersalah yang
mengahntui untuk waktu yang lama.
3. Bahaya sosial, amarah seseorang dapat menimbulkan biaya sosial yang snagat
mahal baginya. Watak pemarah mengakibatkan terjadinya disharmonis, seperti
terputusnya persahabatan dengan seorang teman, kehilangan pekerjaan, atau
bahkan samapi terkena hukuman pidana dalam kasuskasus amarah yang berujung
pada penganiayaan atau pembunuhan Yadi, 2007: 40-43).
4. Cara Mengendalikan Marah
Di dalam Jurnal tersebut dijelaskan cara mengelola kemarahan adalah sebagai berikut:
1. Tarik nafas dalam-dalam tiga kali
2. Ubah lingkungan anda
3. Ketahui penyebab marah
4. Lepaskan apa yang di luar kendali anda
5. Ekspresikan diri
6. Berhati-hati
7. Bersikaplah tegas, tidak agresif dalam mengekspresikan diri Tindakan lain dalam
membantu mengendalikan kemarahan adalah tertawa. Studi telah menemukan
bahwa tertawa meminimalkan efek kemarahan pada otak dengan melepaskan
hormon yang melindungi kesehatan mengurangi efek dari hormon yang
menyebabkan kemarahan. Karena itu tertawa merupakan salah satu alternatif
untuk mengelola emosi
Dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits banyak menjelaskan tentang marah dan cara-
cara mengendalikannya yaitu:
1. Saat marah hendaknya duduk, jika tetap marah hendaknya berbaring
2. Diam, bersikap tenang dan meninggalkan tempat tersebut
3. Berwudhu
4. Sholat atau berdoa’a
5. Sadar ketika diingatkan
6. Mengetahui akibat buruk sikap marah
7. Berdoa
8. Berzikir
9. Mengetahui derajat yang tinggi dan kedudukannya istimewa yang akan diberikan
orang yang bisa menahan dirinya dari marah
10. Istirahatkan badan

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai