METODE ASETOLISIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikroteknik
Dosen pembimbing:
Dr. Drs. Hasanuddin, M.Si
Disusun oleh:
Linawati 1606103010001
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Tanaman dapat berkembang biak secara alami dengan 2 cara yaitu generatif
dan vegetatif. Generatif adalah proses berkembang biak secara kawin, yaitu
bertemunya sel jantan yang terdapat pada benang sari dan sel betina yang terdapat
pada putik. Bertemunya 2 sel tersebut nantinya akan menghasilkan buah yang berbiji
2 yaitu dikotil.
Pollen atau serbuk sari mempunyai perbedaan bentuk butir sari, volume, serta
warna butir sarinya. Banyaknya serbuk sari sangat berkaitan dengan ukuran sel,
dengan demikian jumlah serbuk sari pada setiap anthera tidak terhingga jumlahnya.
Serbuk sari pada umumnya memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga tidak
memungkinkan untuk dapat dilihat jika hanya dengan menggunakan mata telanjang
dan tanpa dilakukan perlakuan-perlakuan yang khusus. Namun dalam perlakuan
terhadap serbuk sari ini haruslah dengan menggunakan metode tertentu sehingga
serbuk sari yang sangat kecil tidak ikut terbuang pada saat dilakukan pemfiksasian
maupun pencucian dengan aquades. Untuk itu, maka perlu dipahami cara-cara dan
teknik pembuatan dan penyiapan preparat pollen ini. Untuk mengetahui bagian-
bagian serta macam-macam bentuk pollen maka dilakukanlah percobaan kali ini.
Tujuan dari dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengamati dan melihat
preparat pollen dari bunga gandarusa (Justicia gandarussa) dengan menggunakan
metode asetolisis.
I.3 Waktu dan Tempat
DASAR TEORI
Kotak sari merupakan tempat terbentuknya serbuk sari atau butir sari (pollen).
Setelah terjadinya persarian (serbuk sari jatuh pada kepala putik) maka, serbuk sari
itu akan tumbuh merupakan suatu buluh menuju ke bakal biji, hingga inti sperma
yang terdapat di dalam kandung lembaga. Peleburan inti sperma dengan sel telur
itulah yang dinamakan pembuahan (Tjitrosoepomo, 2001).
Serbuk sari merupakan badan yang amat lembut, jika terpisah-pisah mudah
sekali berterbangan karena tiupan angin serta ada pula yang bergumpal-gumpal. Jika
setiap gumpalan terdiri atas 4 serbuk sari, tetapi ada pula yang tiap gumpalannya itu
terdiri dari sejumlah besar serbuk sari yang disebut pollinium seperti pada bunga
anggrek (Tjitrosoepomo, 2001).
Ilmu tentang polen dan spora disebut palinologi yang umumnya lebih terfokus
pada struktur dinding. Daya tahan polen sangat tinggi karena memiliki eksin yang
keras dan secara kimia tidak mudah hancur oleh aktifitas mikroba, tingkat salinitas,
kondisi basah, oksigen rendah, dan kekeringan. Bukti palinologi merupakan salah
satu bukti tradisional yang digunakan dalam penyusunan sistematika tumbuhan.
Selain ukuran dan bentuk, ciri polen adalah tipe, jumlah dan posisi apertur serta
arsitektur dinding. Ciri morfologi polen tersebut semakin meningkat penggunaannya
dalam taksonomi, terutama untuk mengoreksi kembali hubungan kekerabatan antara
satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya dalam kelompok-kelompok takson.
Penyusunan kunci identifikasi polen didasarkan pada ciri morfologi polen yang
tampak dan tidak didasarkan pada kelompok taksonomi. Berbagai variasi polen dapat
digunakan untuk mengetahui arah evolusi suatu tumbuhan. Sifat polen yang mudah
melekat pada berbagai benda membantu dalam penyelidikan kriminal, sedangkan
kandungan protein, karbohidrat dan zatzat lainnya yang tinggi mempengaruhi
kualitas madu (Aprianty, 2008).
Butir pollen yang masak dikelilingi oleh dinding sari pektuselulosa yang tipis
yakni intin. Di luar intin terdapat lapisan lain yang disebut eksin. Komponen utama
eksin disebut sporopolenin. Suatu substansi yang keras yang memberikan daya tahan
yang hebat kepada butir pollen. Sifat kimia dari sporopolenin belum jelas, namun
telah dikemukakan bahwa zat kimia itu polimer-polimer oksidatif dari karetenoid
atau ester-ester karetenoid (Tjitrosoepomo, 2001).
Eksin biasanya terdiri atas bagian luar yang terukir yang disebut seksin dan
bagian dalamnya disebut neksin. Neksin yang benar-benar menutupi intin biasanya
membentuk suatu lapisan yang tipis. Ukuran seksin diakibatkan karena adanya
tangkai-tangkai yang membesar tersusun radial disebut bakula dimana kepalanya
membesar. Bakula tersebut beragam ukurannya dan dapat terpisah atau dalam
kelompok-kelompok. Pada banyak genera kepala bakula melebur membentuk tektum
yang dapat pula dilubangi atau diukir dengan cara-cara yang spesifik. Pembentukan
dari kantung udara seperti yang terdapat pada pinus akibat terpisahnya seksin dan
neksin (Tjitrosoepomo, 2001).
Metode yang biasa digunakan dalam mengamati preparat pollen ialah dengan
metode asetolisis. Asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk
sari yang menggunakan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam
asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal ini bertujuan
untuk mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari ornamentasi dari
serbuk sari tersebut. Serbuk sari yang digunakan dalam pembuatan preparat haruslah
merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari yang matang dapat ditandai dengan
sudah tidak ada air dalam serbuk sari tersebut, jika serbuk sari dipatahkan maka
hanya akan seperti tepung saja (Aprianty, 2008).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah pipet tetes, botol sampel,
sentrifuse, waterbath, pinset, mikroskop cahaya, tabung cuvet dan tabung reaksi.
III.2 Bahan
V.5 Pembahasan
Serbuk sari adalah bagian kelamin jantan. Serbuk sari biasanya berupa
butiran dalam keadaan dikeringkan dan kelembabannya kurang dari 20%. Pada saat
perkecambahan, serbuk sari menjadi 2 macam sel, ada suatu sel vegetatif besar yang
menutupi sel generatif, atau dapat pula menjadi 3 sel, terdiri dari suatu sel vegetatif
dan 2 sel sperma yang dibentuk melalui pembelahan sel generatif. Ukuran dan
bentuk serbuk sari bervariasi. Dinding serbuk sari tersusun atas 2 lapis: lapisan luar
"Eksin" yang resisten terhadap asetolisis dan tersusun atas sporopollenin dan intin.
Lapisan sebelah dalam bersifat pectosellulosic (tersusun atas pektin dan selulosa).
Ada satu hal yang menonjol pada struktur serbuk sari, yakni adanya ornamentasi
dinding yang dibentuk oleh bagian luar dari eksin. Perhatikan sketsa anatomo dari
salah satu bentuk serbuk sari.
Gambar 2.1: Struktur Antomo Serbuk Sari
Tahapan awal dari percobaan ini yaitu dilakukan fiksasi terhadap pollen
selama 24 jam menggunakan gliserin. Fiksasi berfungsi untuk mempertahankan
elemen-elemen sel atau jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada posisinya
dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai
fiksatif, dalam hal ini asam asetat glacial.
Selanjutnya dilakukan sentrifuge serbuk sari dan asam asetat glacialselama 10
menit. Dari hasil sentrifuge ini akan terbentuk supernatan asam asetatglacial dan
endapan serbuk sari. Asam asetat kemudian dibuang, sehinggadidapatkan serbuk sari
yang mengendap di dasar tabung sentrifuge. Pembuanganasam asetat ini perlu
kehati-hatian agar serbuk sari yang mengendap di dasar tabung tidak menyebar
kembali dalam larutan asam asetat dan akan ikut terbuang.
Kemudian menambahkan larutan campuran antara H2SO4 pekat dan asam
asetat glacial dengan perbandingan 2 : 18 tetes pada tabung sentrifuge yang berisi
endapan serbuk sari. Setelah penambahan larutan kemudian dilakukan pemanasan
campuran larutan di atas penangas. Pemanasan larutan ini bertujuan
untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari. Sedangkan
penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 2 : 18 tetes ini
berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari, sehingga setelah
dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas. Larutan
kemudian didinginkan sejenak saat larutan telah berubah kecoklatan.
Selanjutnya larutan di sentrifuge kembali untuk memisahkan serbuk sari dari
larutan asam asetat glacial dan H2SO4 pekat. Sentrifuge dilakukan selama 10 menit.
Hasil sentrifuge adalah supernatan di bagian atas tabung sentrifuge, yaitularutan
asam asetat glasial dan asam sulfat pekat serta endapan di dasar tabung,yaitu serbuk
sari yang telah terasetolisis. Supernatan kemudian dibuang secarahati-hati agar
serbuk sari yang sudah mengendap tidak menyebar kembali kedalam larutan dan ikut
terbuang.
Berikutnya adalah pencucian serbuk sari dengan aquadest sebanyak dua kali.
Pencucian dilakukan dengan penambahan aquadesh ke dalam tabung sentrifuge yang berisi
serbuk sari kemudian melakukan sentrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang
sudah bersih. Kemudian dilakukan pewarnaan (staining) dengan menggunakan
campuran aquades dan metilen blue. Tujuan utama dari pewarnaan adalah
untuk meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan sekitarnya sehingga
memudahkan dalam pengamatan serbuk sari di bawah mikroskop. Dalam proses
pewarnaan, metilen blue dilarutkan dalam sedikit aquades, hal ini masih dilakukan
dalam tabung centrifuge.
Setelah pewarnaan serbuk sari, kemudian dilakukan centrifuge kembali yang
ditujukan untuk mendapatkan serbuk sari yang terwarnai dengan memisahkannya
dengan larutan metilen blue dan aquades. Sentrifuge dilakukan selama 10 menit dan
dengan kecepatan 2000 rpm. Selanjutnya setelah pewarnaan adalah mounting.
Mounting atau penutupan ini merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat,
dimana serbuk sari diambil dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan
ditengah preparat kemudian diamati di bawah mikroskop.
Berdasarkan hasil pengamatan bentuk serbuk sari dari bunga gendarussa
adalah munat yaitu terdiri dari satu unit yang tidak terbelah. Dinding serbuk sari
terdiri dari dua lapisan, yaitu Eksin (lapisan luar) tersusun atas sporopolenin, dan
Intin (lapisan dalam) yang tersusun atas selulosa. Struktur dinding serbuk sari,
khususnya bagian eksin, merupakan salah satu karakter yang digunakan dalam
identifikas.
Simpulan
Setelah melakukan percobaan mengenai pembuatan preparat pollen bunga
gendarussa dengan metode asetolisis dapat diketahui bahwa asetolisis adalah salah
satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip melisiskan
dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai
bahan tambahan, dengan langkah-langkah pembuatannya adalah fiksasi, sentrifuge,
pemanasan, sentrifuge, pencucian, sentrifuge, pewarnaan, penutupan dan labeling.
Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum semua anggota kelompok agar
dapat ikut berpartisipasi dalam melaksanakan praktikum agar semua anggota
kelompok dapat bekerjasama dan dapat memahami baik itu cara melaksanakan
metode asetolisis maupun secara teori.
DAFTAR PUSTAKA
Aprianty, M. D., Ninik K. (2008). STUDI Variasi Ukuran Serbuk Sari Kembang
Sepatu (Hibiscus Rosa-Sinensis L.) dengan Warna Bunga Berbeda. Jurnal
Biologi XII (1):14-18.
Saridan, A. (2010). Jenis Dan Preferensi Polen Sebagai Pakan Kelelawar Pemakan
Buah dan Nektar. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. VII(3) : 241-
256.