Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KEGIATAN PKPA

STASE PERENCANAAN PERBEKALAN FARMASI TAHUN 2018


DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Pembimbing: Dewi Novianti, S.Far., Apt

Disusun oleh:
Kelompok D

Adillah Rahmawati, S.Farm (UGM)


Ayu Yusniah, S.Farm (USB)
Hafiz Vahrozi, S.Farm (UAD)
Radika Afiko P, S.Farm (UMP)

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
PERIODE FEBRUARI-MARET
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu
dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat
akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan
Kefarmasian (pharmaceutical care). Pergeseran paradigam tersebut dapat menjadi
peluang sekaligus merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara
komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik
(Depkes, 2014).
Pelayanan farmasi merupakan revenue center utama dimana 90% pelayanan
kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat, bahan kimia, bahan
radiologi, bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik).Pemasukan rumah sakit
sebesar 50% dari keseluruhan berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Pembelanjaan
untuk obat menghabiskan hampir 40% dari total anggaran operasional rumah sakit.
Pengelolaan obat di rumah sakit mutlak menjadi prioritas yang harus diperhatikan agar
pengelolaannya efektif dan efisien (Quick, 2012).
Instalasi farmasi merupakan salah satu bagian dalam rumah sakit, yang menunjang
ekonomi dan biaya operasional total rumah sakit.Pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengawasan,
pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan.Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam
jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia
farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna.Persediaan obat dikatakan efektif
apabila dapat menyediakan pelayanan obat secara optimal kepada unit pelayanan
kesehatan yang menjadi cakupannya.Sedangan sistem pengelolaan dikatakan tidak efektif
apabila sering mengalami stockout dan stagnant obat.Semakin sering dan semakin lama
suatu unit pelayanan mengalami stockout dan stagnant maka semakin tidak efektif
pengelolaannya (Quick, 2012).
Keuangan menjadi bagian dari management support.Keuangan dalam farmasi
merupakan hal yang penting karena obat dapat menyelamatkan hidup dan meningkatkan
kesehatan sehingga semua segmen masyarakat dapat mendapatkan obat esensial yang
dibutuhkan.Perencanaan keuangan dalam farmasi meliputi perencanaan keuangan jangka
panjang, yaitu berupa proyeksi pendanaan dan pengeluaran selama beberapa tahun
sehingga dapat memfasilitasi perencanaan jangka panjang. Keseimbangan finansial, hanya
dapat tercapai apabila sumber dana seimbang dengan pengeluaran. Jika kebutuhan obat
melebihi sumber dana yang tersedia maka hal-hal yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan efisiensi, mengontrol kebutuhan, meningkatkan sumber pembiayaan
(Albert, et al., 2012 dan Quick,et al., 1997).
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis, jumlah dan harga
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran dalam
rangka pengadaan untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar pelaksanaan yang telah ditentukan. Perencanaan
berpedoman pada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), formularium RS, standart
terapi RS, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit,
sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan (Quick,
2012).
Pelayanan farmasi merupakan revenue center utama dimana 90% pelayanan
kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat, bahan kimia, bahan
radiologi, bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik). Pemasukan rumah sakit
sebesar 50% dari keseluruhan berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Pembelanjaan
untuk obat menghabiskan hampir 40% dari total anggaran operasioanal rumah sakit.
Pengelolaan obat di rumah sakit mutlak menjadi prioritas yang harus diiperhatikan agar
pengelolaannya efektif dan efisien (Quick, 2012).
B. Kegiatan PKPA
1) Menyusun perencanaan perbekalan farmasi RS PKU Muhammadiyah dengan metode
konsumsi.
2) Melakukan evaluasi perencanaan dengan analisa ABC, VEN dan kombinasi.
3) Melakukan analisis kesesuaian obat dengan Formularium Rumah Sakit PKU tahun
2015.

C. Tujuan Pembelajaran
1) Dapat menjelaskan macam-macam metode perencanaan serta kelebihan dan
kekurangan masing-masing metode.
2) Dapat menghitung perencanaan perbekalan farmasi.
3) Dapat melakukan evaluasi perencanaan dengan analisa ABC, VEN, dan kombinasi.
4) Dapat melakukan analisis kesesuaian obat dengan Formularium Rumah Sakit PKU
tahun 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Dalam perencanaan perlu mempertimbangkan jenis obat,
jumlah yang diperlukan, serta efikasi obat dengan mengacu pada misi utama yang
diemban oleh rumah sakit. Tujuan adanya perencanaan obat dalam suatu rumah sakit
diantaranya adalah mendapatkan jenis dan jumlah obat tepat sesuai kebutuhan,
menghindari kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat secara rasional, dan
meningkatkan efisiensi penggunaan obat(Satibi, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, perencanaan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia (Depkes, 2014).
Menurut Permenkes No.58 Tahun 2014, dalam merencanakan kebutuhan perbekalan
farmasi perlu berpedoman kepada:
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di Rumah Sakit, beberapa metode yang dapat digunakan dalam perencanaan
kebutuhan obat, yaitu :
1) Metode Konsumsi
Merupakan metode dengan perhitungan jumlah kebutuhan yang didasarkan
pada data real konsumsi perbekalan farmasi periode lalu dengan berbagai
penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka
menghitung jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan adalah :
a. Pengumpulan dan pengolahan data
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana
Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan metode konsumsi (Satibi, 2014)
Kelebihan Kekurangan

1. Data akurat dan metode paling 1. Data konsumsi obat sulit


mudah 2. Tidak dapat untuk dasar
2. Tidak perlu data penyakit dan penggunaan obat dan perbaikan
standar pengobatan pola peresepan
3. Kekurangan dan kelebihan obat 3. Tidak perlu catatan morbiditas
sangat kecil yang baik

2) Metode Morbiditas
Merupakan metode dengan perhitungan jumlah kebutuhan perbekalan farmasi
yang digunakan untuk beban kesakita (morbidity load) atau tingkat kejadian
suatu penyakit di daerah pelayanan kesehatan tersebut.Metode ini dapat
dilakukan dengan menghitung kebutuhan berdasarkan pola penyakit, perkiraan
kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah perbekalan farmasi yang
dibutuhkan adalah :
a. Menentukan jumlah pasien yang akan dilayani
b. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit
c. Menyediakan formularium standar atau pedoman perbekalan farmasi
d. Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
e. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia
Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Morbiditas (Satibi, 2014)

Kelebihan Kekurangan

1. Perkiraan kebutuhan mendekati 1. Membutuhkan waktu dan tenaga


kebenaran terampil
2. Standar pengobatan mendukung 2. Data penyakit sulit diperoleh
usaha memperbaiki pila secara pasti
penggunaan obat 3. Perlu pencatatan dan pelaporan
yang baik

3) Kombinasi Metode Konsumsi dan Morbiditas


Merupakan metode dengan perhitungan jumlah kebutuhan perbekalan farmasi
yang mengacu pada DOEN/ Formularium Rumah Sakit/ Standar Terapi Rumah
Sakit, rekam medik, anggaran yang tersedia, penerapan prioritas, pola penyakit,
sisa persediaan, data penggunaan periode lalu dan rencana pengembangan.
Metode kombinasi ditujukan untuk meminimalkan kekurangan dari masing-
masing metode konsumsi dan metode epidemiologi. Kelemahannya adalah
lebih rumit, membutuhkan wajtu yang cukup lama, perlu koordinasi, klarifikasi
dan konfirmasi dengan petugas pelayanan lain (Albert, 2012).

B. Metode Analisis Perencanaan


a) Analisis ABC
Metode analisis ABC (Pareto) merupakan penerapan pengelolaan perbekalan
farmasi dengan menggunakan prinsip Pareto yaitu membagi sediaan ke dalam 3
kelompok berdasarkan nilai ekonomis suatu barang.Pada sistem ini obat digolongkan
menjadi 3 macam berdasarkan anggaran yang diserap.Analisis ini dapat memfasilitasi
aktivitas yang berhubungan dengan pengadaan, diantaranya membantu menentukan
sumber untuk produk dengan nilai terendah, memastikan pengadaan pada garis
prioritas kesehatan masyarakat dan menilai bagaimana frekuensi pemesananan
mempengaruhi supply secara keseluruhan. Analisa ABC menurut Quick et al, 2012
adalah:
a. Kategori A, mencakup 10-20% dari keseluruhan item obat yang tersedia, tetapi dana
yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini sangat besar yaitu mencapai 75–80%
dari keseluruhan dana. Kelompok A ini merupakan kelompok obat yang mahal, oleh
karena itu harus dikendalikan secara ketat karena jumlah persediaan terbatas.
b. Kategori B, mencakup 20-30% dari keseluruhan item obat yang tersedia, tetapi dana
yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini cukup besar yaitu mencapai 15–20%
dari keseluruhan dana.
c. Kategori C, mencakup 50-60% dari keseluruhan item obat yang tersedia, tetapi dana
yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini rendah yaitu hanya 5-10% dari
keseluruhan dana.
Menurut Dirjen Binfar dan Alkes Depkes RI yang bekerjasama dengan Japan
International Cooperation Agency (JICA), 2008 dalam Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, analisa ABC ini adalah identifikasi jenis
perbekalan farmasi yang menyerap 70% anggaran total untuk perbekalan farmasi
kategori A; anggaran 20% untuk perbekalan farmasi kategori B; dan anggaran 10%
untuk perbekalan farmasi kategori C.

b) Analisis VEN
Berbeda dengan istilah ABS yang menunjukkan urutan, VEN adalah singkatan
dari V = Vital, E = Esensial, N = Non-Esensial. Melakukan analisis VEN artinya
menentukan prioritas kebutuhan suatu perbekalan farmasi.Dengan kata lain,
menentukan apakah suatu jenis perbekalan farmasi termasuk vital (harus tersedia),
esensial (perlu tersedia), atau non-esensial (tidak prioritas untuk disediakan) (Anonim,
2010).
Perbekalan farmasi menurut analisis VEN :
a. Vital (V), bila perbekalan farmasi tersebut diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan (life saving drugs), dan bila tidak tersedia akan meningkatkan risiko
kematian. Pada kelompok ini, tidak boleh terjadi kekosongan, sehingga obat ini
harus direncakanan. Contoh obat vital : antibisa ular, injeksi ephinephrin, injeksi
dobutamin, dextrose, insulin rapid acting dan short acting, obat kanker, terapi
HIV/AIDS, vaksin, obat jantung, injeksi adrenalin, dll (WHO, 2012).
b. Esensial (E), bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien. Kekosongan obat
kelompokini dapat ditolerir kurang dari 48 jam. Contoh obat esensial : Antibiotik
dan antiviral (WHO, 2012).
c. Non-Esensial (N), merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor
atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragunakan, obat ini bersifat untuk
memperbaiki kualitas hisup, dan termasuk mempunyai biaya yang tinggi untuk
memperoleh keuntungan terapeutik. Kriteria obat ini adalah obat penunjang agar
tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik. Kekosongan obat kelompok ini
dapat ditolerir lebih dari 48 jam. Contoh obat non-esensial : suplemen dan vitamin
(WHO, 2012).

Tabel 3. Panduan Penggolongan VEN (Quick, 2012)


Karakteristik obat atau target kondisi Vital Esensial Nonesensial
Jumlah kejadian
- % populasi yang membutuhkan >5% 1-5% <1%
- Rata-rata pasien yang menggunakan >5 1-5 <1
obat
Keparahan penyakit yang diobati
- Life-threatening Ya Terkadang Jarang
- Disabling Ya Terkadang Jarang
Efek terapi obat
- Mencegah penyakit serius Ya Tidak Tidak
- Menyembuhkan penyakit serius Ya Ya Tidak
- Mengobati penyakit minor, self-limited Tidak Mungkin Ya
- Efikasi terbukti Selalu Biasanya Mungkin/tidak
- Efikasi tidak terbukti Tidak Jarang Mungkin/tidak
pernah

c) Analisis Kombinasi (PUT)


Analisis PUT (Prioritas, Utama, dan Tambahan) merupakan analisis kombinasi
ABC dan VEN. Obat yang termasuk prioritas yaitu kategori AV,BV, dan CV harus
diadakan tanpa memperdulikan sumber anggaran. Obat utama yaitu kategori AE, BE,
dan CE dialokasikan pengadaannya dari sumber dana tertentu. Sedangkan obat
tambahan yaitu kategori AN,BN, dan CN dialokasikan pengadaannya setelah obat
prioritas dan utama terpenuhi. Analisis PUT adalah dengan melakukan pendekatan
yang paling bermanfaat dalam efisiensi atau penyesuaian dana. Jenis obat yang
termasuk kategori A (dalam analisis ABC) adalah benar-benar yang diperlukan untuk
menanggulangi penyakit terbanyak dan obat tersebut statusnya harus E dan sebagian
V (dalam analisis VEN). Sebaliknya jenis obat dengan status N harusnya masuk dalam
kategori C (Satibi, 2014).
Tabel 4. Prioritas Pengadaan Obat dengan Metode PUT

A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC

Tabel di atas dapat digunakan untuk menetapkan prioritas pengadaan obat saat
anggaran yang ada tidak sesuai kebutuhan dengan metode kombinasi ABC dan VEN
atau disebut PUT. Metode kombinasi ini digunakan untuk melakukan pengurangan
obat dengan mekanisme obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama
untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan. Jika setelah dilakukan dana
yang tersedia masih juga kurang maka dilakukan langkah selanjutnya.

C. Menghitung ROP, EOI dan EOQ untuk Efisiensi Proses Pengadaan

EOQ (Economic Order Quantity) digunakan untuk menentukan jumlah perbekalan


farmasi yang paling ekonomis yang harus dipesan dan untuk menetapkan jumlah order
maksimal dalam waktu tertentu dengan meminimalkan biaya. EOI digunakan untuk
menentukan jarak pemesanan yang ekonomis atau menentukan tiap berapa hari dilakukannya
pemesanan ulang agar pemesanan menjadi ekonomis.Sedangkan ROP (Re Order Point) adalah
nilai dari persediaan yang masih ada, yang menentukan jumlah persediaan yang ideal saat
dilakukannya pemesanan ulang.
Untuk menentukan jumlah pemesanan yang optimum, setiap kali pemesanan harus
diketahui biaya penyimpanan dan biaya pemesanan.
a. Biaya Penyimpanan (Cm)
Biaya penyimpanan merupakan seluruh biaya yang diperlukan sebagai akibat adanya
sejumlah persediaan.Biaya ini berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan yang ada
di gudang, sehingga besarnya biaya ini bervariasi tergantung dari besar kecilnya rata-rata
persediaan yang ada.
b. Biaya Pemesanan (Co)
Biaya Pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan ketika memesan barang.Biaya ini
tergantung dari supplier tempat memesan barang.
EOQ, EOI dan ROP dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
a. EOQ (Economic Order Quantity)

2 × Co × S
EOQ = √
Cm × U

Keterangan :
Co = Biaya Pemesanan
S = Jumlah permintaan 1 tahun (termasuk safety stock dan penyusutan)
Cm = Biaya Penyimpanan (%)
U = Harga per unit (termasuk PPN)
b. EOI (Economic Order Interval)

2 × Co
EOI = √
Cm × U × S

Keterangan :
Co = Biaya Pemesanan
S = Jumlah permintaan 1 tahun (termasuk safety stock dan penyusutan)
Cm = Biaya Penyimpanan (%)
U = Harga per unit (termasuk PPN)

c. ROP (Re Order Point)


a). Tanpa Safety Stock

D ×L
ROP =
12
b). Dengan Safety Stock
D ×L
ROP = 2 ×
12
Keterangan :
D = Jumlah konsumsi
L = Lead time (waktu tunggu hingga barang datang)
D. Formularium Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014, Formularium Rumah


Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan
Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit dan mengacu kepada
Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis
resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit.Evaluasi terhadap Formularium
Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan
rumah sakit.Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan
Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional.

Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:


a. Mengutamakan penggunaan obat generik
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak lansung
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap Formularium Rumah Sakit,


maka rumah sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau
pengurangan obat dalam formularium rumah sakit dengan mempertimbangkan indikasi
penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya (Depkes, 2014).
HASIL DAN PERHITUNGAN
Tabel 5. Perhitungan Analisi ABC VEN
Tabel 6. Perhitungan EOQ, EOI, ROP
 Rata-rata konsumsi tiap bulan (CA)

CA = CT : [RM – (DOS : 30,5)]


Jika nilai DOS = 0 maka rumus dapat disederhanakan menjadi :
CA = CT : RM
Keterangan :
CA = konsumsi rata-rata perbulan disesuaikan dengan stock obat
CT = konsumsi total selama periode sebelumnya
DOS = Jumlah hari suatu item out of stock pada periode sebelumnya
RM = lama periode sebelumnya dalam bulan

Contoh : Clopidogrel Tab


CA = CT : [RM – (DOS : 30,5)]
= 89.339 : [12-(0:30,5)]
= 7.444,32 unit

 Safety Stock (SS)


SS = CA x LT
Keterangan :
SS = jumlah yang dibutuhkan untuk safety stock
LT = rata-rata Lead time dalam bulan. Waktu lead time di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta yaitu 1/30 hari=0,033 bulan

Contoh : Clopidogrel Tab


SS = CA x LT
= 7.444,32 x 0,03
= 245,7 unit

 Suggested Quantity to Order (Qo)

Qo = CA x (LT + PP) + SS – (S1+S0)


Keterangan :
Qo = jumlah yang dipesan (dalam Basic Unit), sebelum penyesuaian untuk kehilangan-
kehilangan atau perubahan program.
PP = Periode pengadaan (dalam bulan). Periode pengadaan di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta adalah 12 bulan.
S1 = stok yang ada sekarang (dalam satuan BU)
S0 = stok yang sedang dipesan atau dalam perjalanan (dalam BU)

Contoh : Clopidogrel Tab


Qo = CA x (LT + PP) + SS – (S1+S0)
= 7.444,32 x (0,03+12) + 245,7 – (7170+0)
= 82.660 unit

 Quantity Adjustment (QA)

QA = Qo + (Qo xAL)
Keterangan:
QA = jumlah yang dipesan untuk mencegah kehilangan/penyusutan
AL=adjustment loss atau penambahan % untuk mencegah kehilangan. Asumsi nilai
penyusutan/ kehilangan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah 0,5%.

Contoh : Clopidogrel Tab


QA = Qo + (Qo xAL)
= 65062,41 + (65062,41 x 0,5%)
= 65387,72 unit

 Probable Pack Price


Probable pack price ditentukan dengan menggunakan HNA ditambah asumsi kenaikan
harga sebesar 7% dan ditambah PPN 10%.
Probable pack price= Harga+ (Harga x PPN 10%)
Keterangan :
Harga = harga setelah ditambah dengan asumsi kenaikan 7%

Contoh : Clopidogrel Tab


Harga = HNA + (HNA x 7%)
= Rp 9.000 + (Rp 9.000 x 7%)
= Rp 9.630
Probable pack price = HNA + (HNA x 7%) + (Harga x PPN 10%)
= Rp 9.630 + (Rp 9.000 x 10%)
= Rp 10.593

 Value of Proposed Order


Merupakan biaya untuk tiap item obat maupun keseluruhan
Value of proposed order= Probable pack price x QA

Contoh : Clopidogrel Tab


Value of proposed order = Probable pack price x QA
= Rp 10.593 x 83.073,67 unit
= Rp 879.999.347,35

 EOQ (Economic Order Quantity)

𝟐𝑪𝒐𝑺
𝑬𝑶𝑸 = √
𝑪𝒎𝑼
Co : Cost per order (sekali pesan). Termasuk biaya telepon, fax, kertas, dan SDM
(Rp. 9000,00)
Cm : Cost of maintenance atau biaya penyimpanan dari persediaan dalam setahun
(15%)
S : Jumlah permintaan setahun
U : Cost per unit

Contoh : Clopidogrel tab


2𝐶𝑜𝑆
𝐸𝑂𝑄 = √
𝐶𝑚𝑉

2 𝑥 9000 𝑥 89.339
=√
0,15𝑥 9900
= √1.082.897
= 𝟏. 𝟎𝟒𝟏 tablet
 EOI (Economic Order Interval)

𝟐𝑪𝒐
𝑬𝑶𝑰 = √
𝑪𝒎. 𝑼. 𝑺
Co : Cost per order (sekali pesan). Termasuk biaya telepon, fax, kertas, dan SDM
(Rp. 9000,00)
Cm : Cost of maintenance atau biaya penyimpanan dari persediaan dalam setahun
(15%)
S : Jumlah permintaan setahun
U : Cost per unit

Contoh : Clopidogrel tab


2𝐶𝑜
𝐸𝑂𝐼 = √
𝐶𝑚𝑉. 𝑆

2 𝑥 9000
=√
0,15 𝑥 9900 𝑥 89.339
= √0,00013567
= 𝟎, 𝟎𝟏 𝒉𝒂𝒓𝒊

 ROP (Reorder Point)


(𝑫 𝒙 𝑳)
ROP = 2 x 𝟏𝟐
 L : Lead time (waktu tunggu)
 D : kebutuhan tahunan
 SS : Safety Stock
 Contoh : Clopidogrel tab
(𝐷 𝑥 𝐿)
ROP = 2 x 12

(89.339 𝑥 0,03)
=2x 12
= 447 item
BAB IV
PEMBAHASAN

1) Analisa ABC (Pareto)


Hasil analisis perencanaan obat berdasarkan data konsumsi obat di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis ABC (Pareto) untuk Obat-obat Abjad C-D di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
Nilai Kategori Jumlah Item Peresentase
(%)
<75% A 22 8,49
76%-95% B 59 22,78
96-100% C 178 68,73
Total 259 100

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa obat-obatan dengan kategori A sebanyak 22


item dengan persentase 8,49 % dari total 259 item obat. Hasil ini belum ideal karena nilai
ideal obat kategori A antara 10-20% dari total item. Obat-obatan kategori B sebanyak 59
item dengan persentase 22,78 % dari 259 item, hasil ini sudah ideal karena nilai ideal obat
kategori B antara 20-30% dari total item. Obat kategori C sebanyak 178 item dengan
persentase 68,73% dari 259 item, hasil ini belum ideal karena nilai ideal obat kategori C
antara 60-80% dari total item (Satibi, 2014).
Berdasarkan analisis ABC ini, maka aktivitas pengadaan persediaan obat dapat
dikendalikan dengan menentukan frekuensi pesanan, yaitu item A dipesan harus lebih hati-
hati, lebih sering, dan jumlah yang lebih sedikit untuk meminimalkan biaya pengadaan,
persediaan pengaman rendah, item B dikendalikan dengan frekuensi dan jumlah pengadaan
yang optimal, dan item C usaha pengendaliannya minimum.

2) Analisis VEN

Dalam menentukan VEN mengacu pada list obat VEN dari WHO dan DOEN. Hasil
analisis VEN untuk obat-obat yang berada di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta,
ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisis VEN untuk Obat-obat Abjad C-D di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
Kategori Jumlah Item Peresentase (%)
Obat V (Vital) 59 22,78
Obat E (Essential) 155 59,85
Obat N (Necessary) 45 17,37
Total 259 100

Dari tabel 8 menunjukan bahwa:


 Obat vital sebanyak 59 item (22,78%), obat kategori ini merupakan obat-obat yang
termasuk dalam potensial life saving drug, mempunyai efek withdrawal secara
signifikan atau sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar.
 Obat esensial sebanyak 155 item (59,85%), obat kategori ini merupakan obat-obat
yang efektid untuk mengurangi kesakitan, namun demikian sangan signidikan untuk
bermacam-macam obat tapi tidak vital untuk penyediaan system kesehatan dasar.
Obat yang masih bisa digantikan fungsinya dengan obat lain yang mempunyai efek
terapetik yang sama.
 Obat Non-esensial sebanyak 45 item (17,37%), obat kategori ini merupakan obat-
obat yang digunakan untuk penyakit minor atau penyakit tertentu yang efikasinya
masih diragukan, termasuk obat-obatan yang terhitung mempunyai biaya yang tinggi
untuk memperoleh keuntungan.
Analisis VEN dapat membantu menentukan obat-obat yang menjadi prioritas
dalam perencanaan dan pengadaan terutama bila dana yang tersedia terbatas. Metode
ini dapat menentukan obat apa saja yang harus selalu tersedia di rumah sakit, obat apa
saja yang masih bisa digantikan dengan obat lain yang mempunyai efek terapeutik
yang sama, serta obat apa yang merupakan obat penunjang bagi kesembuhan pasien.
Obat-obat yang menjadi prioritas yaitu yang termasuk kelompok vital dan esensial.
Pengadaan obat-obat tersebut harus dalam jumlah cukup agar tidak terjadi
kekosongan obat karena akan berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan obat di
rumah sakit.

3) Analisa PUT (Prioritas, Utama dan Tambahan)


Berdasarkan analisis ABC dan VEN, selanjutnya dilakukan kombinasi diantara
keduanya, sebagai acuan dalam perencanaan pengadaan obat yakni memberikan gambaran
obat yang paling dibutuhkan dengan biaya yang relative lebih kecil. Analisi PUT ini
mempertimbangkan kedua aspek baik profit maupun efek terapi.
PUT (Prioritas, Utama dan Tambahan) merupakan metode gabungan antara metode
ABC dan metode VEN. Obat-obat yang termasuk kelompok prioritas adalah obat-obat
vital yang masuk golongan A, B dan C (VA, VB, VC).Untuk obat-obat yang termasuk
kelompok utama adalah obat-obat essensial yang termasuk ke dalam golongan A, B dan C
(EA, EB, EC), sedangkan obat-obat yang termasuk kelompok tambahan adalah obat-obat
non essensial yang masuk golongan A, B dan C (NA, NB, NC). Berikut adalah hasil analisis
kombinasi ABC-VEN yang dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis VEN untuk Obat-obat Abjad C-D di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
A Jumlah % B Jumlah % C Jumlah %
V VA 5 1,93% VB 21 8,11% VC 33 12,74%
E EA 13 5,01% EB 29 11,20% EC 113 43,63%
N NA 4 1,54% NB 9 3,47% NC 32 12,36%

Kombinasi ABC-VEN digunakan untuk menentukan prioritas dimana anggaran yang


tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan. Jika hal itu terjadi maka dapat dilakukan tindakan
pengurangan obat pada kategori tertentu. Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas
pertama untuk dikurangi atau dihilangkan dari perencanaan karena obat kategori ini bersifat
tambahan namun menyerap dana paling besar. Apabila dana masih kurang maka obat
kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NA menjadi
prioritas berikutnya. Namun jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang
tersedia masih juga kurang makan dilakukan langkah selanjutnya yaitu pendekatan dengan
yang sama namun untuk obat kategori EC, EB dan EA.

3. Perhitungan EOQ, EOI, ROP


Untuk menentukan jumlah obat yang perlu dipesan, dapat dihitung nilai EOQ dari
masing-masing item obat. Makin besar persediaan berarti risiko penyimpanan semakin
besar serta besarnya fasilitas yang harus dibangun sehingga membutuhkan biaya
pemeliharaan yang lebih besar, tetapi dilain sisi biaya pemesanan dan distribusi menjadi
lebih kecil. Sehingga perlu diadakannya optimalisasi agar tercapai kesetimbangan antara
mambangun perrsediaan serta biaya disribusi dan pemesanan .
 EOQ untuk mengetahui jumlah barang yang paling ekonomis untuk diadakan
 Dengan menghitung ROP, maka dapat diketahui pda titik berapa perbekalan farmasi
harus diadakan kembali.
 EOI untuk mendapatkan gambaran setiap hari dilakukan pengadaan ulang, dari
setiap nilai EOI masing-masing item obat dikurangi lead time sehingga dapat
ditemukan hari dimana rumah sakit harus memesan obat kembali atau re-order.

Hasil rata-rata perhitungan EOQ, EOI dan ROP tiap jenis obat di RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata perhitungan EOQ, EOI dan ROP obat dengan abjad C-D di
RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Parameter Nilai
EOQ 371,55 item
EOI 0,46 hari
ROP 25,24 item

Berdasarkan tabel 11, diperoleh rata-rata nilai EOQ sebesar 371,55 item; nilai EOI
0,46 hari dan nilai ROP 25,24 item. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata jumlah
barang paling ekonomis untuk diadakan adalah 371,55 item atau sebesar 372 item, rata-
rata pengadaan barang adalah 0,46 hari atau 1 hari, pemesanan yang ideal dilakukan jika
rata-rata sisa stok obat di gudang sejumlah 25 item obat.

4. Evaluasi Kesesuaian Perencanaan Obat dengan Formularium Rumah Sakit dan


Formularium Nasional

Evaluasi kesesuaian perencanaan dengan Formularium RS dan Formularium Nasional


bertujuan untuk mengetahui seberapa besar jumlah item obat yang sesuai dengan
perencanaan untuk dimasukan dalam Formularium RS. Hasil kesesuaian dari daftar obat
dengan abjad C-D pada bulan Januari-Desember 2017 dengan Formularium RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dan berdasarkan Formularium Nasional dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Kesesuaian Formularium Nasional dan Formularium RS
Formularium Jumlah Persentase
Sesuai Kesesuaian (%)

Formularium RS PKU 229 88,42%


Muhammadiyah
Formularium Nasional 162 64,09%

Berdasarkan Tabel 10. Hasil analisa kesesuaian obat abjad C-D yang diperoleh
menunjukkan bahwa 88,42 % obat yang direncanakan telah sesuai dengan Formularium
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sedangkan kesesuaian obat di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan Formularium Nasional sebesar 64,09% Hasil
perencanaan ini kemudian akan digunakan untuk proses pengadaan obat di RS.
Obat-obat yang tidak masuk dalam formularium rumah sakit PKU Muhammadiyah
dan formularium nasional memiliki alasan masing-masing mengapa obat tersebut terdapat
dalam daftar konsumsi. Beberapa alasan terkait diadakannya obat-obat tersebut walaupun
tidak ada dalam daftar formularium adalah untuk menghabiskan stok obat yang sudah
keluar dari formularium, obat pesanan dokter, terjadi kekosongan obat pada distributor
sehingga digantikan dengan merk / obat lain dan tidak semua obat kemoterapi masuk
dalam formularium dikarenakan setiap tahun pasti berubah. Obat yang memang sudah
banyak digunakan sebaiknya segera diusulkan untuk masuk dalam formularium ketika
rapat PFT. Kemudian juga dilakukan evaluasi untuk obat-obat pengganti apakah dapat
ditambahkan dalam formularium berdasarkan efikasi, harga, dan ketersediaannya.
Adanya Formularium dapat meningkatkan efisiensi pengadaan, pengelolaan obat,
serta meningkatkan efisiensi dalam manajemen persediaan, sehingga pada akhirnya akan
menurunkan biaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Selain itu Formularium dapat
digunakan sebagai pertimbangan apakah obat-obat yang tidak masuk dalam Formularium
RS perlu dimasukkan dalam Formularium atau bahkan tidak dilakukan pengadaan sama
sekali. Jika ada obat-obat yang sering dibutuhkan pasien RS PKU namun belum masuk
dalam Formularium RS maka obat tersebut perlu dipertimbangkan dimasukkan dalam
Formularium RS, sehingga dapat terus dilakukan pengadaan dengan teratur dan pasien
dapat terlayani dengan baik.
Dalam menentukan kriteria penerimaan dan penghapusan produk obat dari
formularium PFT harus mengundang para staf spesialis untuk menghadiri rapat PFT untuk
mengevaluasi produk obat yang umum digunakan dalam praktik spesialisnya guna
dicantumkan dalam formularium. PFT bertanggung jawab membuat kriteria penerimaan/
penghapusan produk obat yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari formularium.
Obat-obat yang tidak masuk dalam formularium tersebut dievaluasi terlebih dahulu oleh
PFT. Apabila harga relatif tidak mahal, digunakan oleh jumlah penderita yang besar dan
tiap produk didukung oleh klinisis, maka obat-obat tersebut dapat dimasukkan ke dalam
formularium (Siregar, 2004).
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari proses perencanaan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah :

1. Berdasarkan metode konsumsi, total biaya perencanaan untuk obat dengan abjad C-D
adalah Rp.6.708.230.437,03.
2. Hasil evaluasi dengan metode ABC untuk analisis perencanaan obat abjad C-D di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta , obat kategori A memiliki persentase 8,49%, kategori
B 22,78% dan kategori C 68,73% dari total item obat keseluruhan.
3. Hasil evaluasi dengan metode VEN untuk analisis perencanaan obat abjad C-D di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta, obat kategori V memiliki persentase 22,78%,
kategori E 59,85% dan kategori N 17,37% dari total item obat keseluruhan.
4. Hasil evaluasi dengan metode PUT untuk analisis perencanaan obat abjad C-D di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta, obat yang menjadi prioritas utama untuk
dikurangi/dihilangkan adalah kategori NC dengan jumlah 32 obat atau sebesar 12,36%
dari total item obat keseluruhan.
5. Hasil analisa kesesuaian obat abjad C-D yang diperoleh menunjukkan bahwa 88,42%
(229 item) obat sesuai dengan Formularium RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Sedangkan kesesuaian obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan
Formularium Nasional sebesar 64,09% (162 item).
DAFTAR PUSTAKA

Albert, C., Banneberg, W., Bates, J., Battersby, A., Beracochea, E., 2012, Managing
Access to Medicines and Health Technologies, Management Science for Health,
Arlington
Depkes RI, 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Depkes RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Quick, J.D., Hume, M.L., Rankin, J.R., O’Connor, R. W., Hogerzeil, H. V., Dukes, M. N. G.,
and Garnet, A., 2012, Managing Drug Supply: The Selection, Procurement,
Distribution, and Use of Pharmaceutical In Primary Health Care, 2nd, Kumarin Press
Inc, United State of America
Satibi, 2014, Manajemen Obat di Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
WHO, 2012, List of Vital Essential and Necessary (VEN) Drugs and Medical Sundries for
Public Health, Departement of Esential Drugs and Medicine Policy Geneva,
Switzerland
Siregar, J.P.C dan Amalia, L. 2004.Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai