Disusun oleh:
Kelompok D
A. Latar Belakang
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu
dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat
akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan
Kefarmasian (pharmaceutical care). Pergeseran paradigam tersebut dapat menjadi
peluang sekaligus merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara
komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik
(Depkes, 2014).
Pelayanan farmasi merupakan revenue center utama dimana 90% pelayanan
kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat, bahan kimia, bahan
radiologi, bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik).Pemasukan rumah sakit
sebesar 50% dari keseluruhan berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Pembelanjaan
untuk obat menghabiskan hampir 40% dari total anggaran operasional rumah sakit.
Pengelolaan obat di rumah sakit mutlak menjadi prioritas yang harus diperhatikan agar
pengelolaannya efektif dan efisien (Quick, 2012).
Instalasi farmasi merupakan salah satu bagian dalam rumah sakit, yang menunjang
ekonomi dan biaya operasional total rumah sakit.Pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengawasan,
pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan.Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam
jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia
farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna.Persediaan obat dikatakan efektif
apabila dapat menyediakan pelayanan obat secara optimal kepada unit pelayanan
kesehatan yang menjadi cakupannya.Sedangan sistem pengelolaan dikatakan tidak efektif
apabila sering mengalami stockout dan stagnant obat.Semakin sering dan semakin lama
suatu unit pelayanan mengalami stockout dan stagnant maka semakin tidak efektif
pengelolaannya (Quick, 2012).
Keuangan menjadi bagian dari management support.Keuangan dalam farmasi
merupakan hal yang penting karena obat dapat menyelamatkan hidup dan meningkatkan
kesehatan sehingga semua segmen masyarakat dapat mendapatkan obat esensial yang
dibutuhkan.Perencanaan keuangan dalam farmasi meliputi perencanaan keuangan jangka
panjang, yaitu berupa proyeksi pendanaan dan pengeluaran selama beberapa tahun
sehingga dapat memfasilitasi perencanaan jangka panjang. Keseimbangan finansial, hanya
dapat tercapai apabila sumber dana seimbang dengan pengeluaran. Jika kebutuhan obat
melebihi sumber dana yang tersedia maka hal-hal yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan efisiensi, mengontrol kebutuhan, meningkatkan sumber pembiayaan
(Albert, et al., 2012 dan Quick,et al., 1997).
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis, jumlah dan harga
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran dalam
rangka pengadaan untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar pelaksanaan yang telah ditentukan. Perencanaan
berpedoman pada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), formularium RS, standart
terapi RS, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit,
sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan (Quick,
2012).
Pelayanan farmasi merupakan revenue center utama dimana 90% pelayanan
kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat, bahan kimia, bahan
radiologi, bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik). Pemasukan rumah sakit
sebesar 50% dari keseluruhan berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Pembelanjaan
untuk obat menghabiskan hampir 40% dari total anggaran operasioanal rumah sakit.
Pengelolaan obat di rumah sakit mutlak menjadi prioritas yang harus diiperhatikan agar
pengelolaannya efektif dan efisien (Quick, 2012).
B. Kegiatan PKPA
1) Menyusun perencanaan perbekalan farmasi RS PKU Muhammadiyah dengan metode
konsumsi.
2) Melakukan evaluasi perencanaan dengan analisa ABC, VEN dan kombinasi.
3) Melakukan analisis kesesuaian obat dengan Formularium Rumah Sakit PKU tahun
2015.
C. Tujuan Pembelajaran
1) Dapat menjelaskan macam-macam metode perencanaan serta kelebihan dan
kekurangan masing-masing metode.
2) Dapat menghitung perencanaan perbekalan farmasi.
3) Dapat melakukan evaluasi perencanaan dengan analisa ABC, VEN, dan kombinasi.
4) Dapat melakukan analisis kesesuaian obat dengan Formularium Rumah Sakit PKU
tahun 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Dalam perencanaan perlu mempertimbangkan jenis obat,
jumlah yang diperlukan, serta efikasi obat dengan mengacu pada misi utama yang
diemban oleh rumah sakit. Tujuan adanya perencanaan obat dalam suatu rumah sakit
diantaranya adalah mendapatkan jenis dan jumlah obat tepat sesuai kebutuhan,
menghindari kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat secara rasional, dan
meningkatkan efisiensi penggunaan obat(Satibi, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, perencanaan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia (Depkes, 2014).
Menurut Permenkes No.58 Tahun 2014, dalam merencanakan kebutuhan perbekalan
farmasi perlu berpedoman kepada:
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di Rumah Sakit, beberapa metode yang dapat digunakan dalam perencanaan
kebutuhan obat, yaitu :
1) Metode Konsumsi
Merupakan metode dengan perhitungan jumlah kebutuhan yang didasarkan
pada data real konsumsi perbekalan farmasi periode lalu dengan berbagai
penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka
menghitung jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan adalah :
a. Pengumpulan dan pengolahan data
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana
Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan metode konsumsi (Satibi, 2014)
Kelebihan Kekurangan
2) Metode Morbiditas
Merupakan metode dengan perhitungan jumlah kebutuhan perbekalan farmasi
yang digunakan untuk beban kesakita (morbidity load) atau tingkat kejadian
suatu penyakit di daerah pelayanan kesehatan tersebut.Metode ini dapat
dilakukan dengan menghitung kebutuhan berdasarkan pola penyakit, perkiraan
kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah perbekalan farmasi yang
dibutuhkan adalah :
a. Menentukan jumlah pasien yang akan dilayani
b. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit
c. Menyediakan formularium standar atau pedoman perbekalan farmasi
d. Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
e. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia
Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Morbiditas (Satibi, 2014)
Kelebihan Kekurangan
b) Analisis VEN
Berbeda dengan istilah ABS yang menunjukkan urutan, VEN adalah singkatan
dari V = Vital, E = Esensial, N = Non-Esensial. Melakukan analisis VEN artinya
menentukan prioritas kebutuhan suatu perbekalan farmasi.Dengan kata lain,
menentukan apakah suatu jenis perbekalan farmasi termasuk vital (harus tersedia),
esensial (perlu tersedia), atau non-esensial (tidak prioritas untuk disediakan) (Anonim,
2010).
Perbekalan farmasi menurut analisis VEN :
a. Vital (V), bila perbekalan farmasi tersebut diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan (life saving drugs), dan bila tidak tersedia akan meningkatkan risiko
kematian. Pada kelompok ini, tidak boleh terjadi kekosongan, sehingga obat ini
harus direncakanan. Contoh obat vital : antibisa ular, injeksi ephinephrin, injeksi
dobutamin, dextrose, insulin rapid acting dan short acting, obat kanker, terapi
HIV/AIDS, vaksin, obat jantung, injeksi adrenalin, dll (WHO, 2012).
b. Esensial (E), bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien. Kekosongan obat
kelompokini dapat ditolerir kurang dari 48 jam. Contoh obat esensial : Antibiotik
dan antiviral (WHO, 2012).
c. Non-Esensial (N), merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor
atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragunakan, obat ini bersifat untuk
memperbaiki kualitas hisup, dan termasuk mempunyai biaya yang tinggi untuk
memperoleh keuntungan terapeutik. Kriteria obat ini adalah obat penunjang agar
tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik. Kekosongan obat kelompok ini
dapat ditolerir lebih dari 48 jam. Contoh obat non-esensial : suplemen dan vitamin
(WHO, 2012).
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Tabel di atas dapat digunakan untuk menetapkan prioritas pengadaan obat saat
anggaran yang ada tidak sesuai kebutuhan dengan metode kombinasi ABC dan VEN
atau disebut PUT. Metode kombinasi ini digunakan untuk melakukan pengurangan
obat dengan mekanisme obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama
untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan. Jika setelah dilakukan dana
yang tersedia masih juga kurang maka dilakukan langkah selanjutnya.
2 × Co × S
EOQ = √
Cm × U
Keterangan :
Co = Biaya Pemesanan
S = Jumlah permintaan 1 tahun (termasuk safety stock dan penyusutan)
Cm = Biaya Penyimpanan (%)
U = Harga per unit (termasuk PPN)
b. EOI (Economic Order Interval)
2 × Co
EOI = √
Cm × U × S
Keterangan :
Co = Biaya Pemesanan
S = Jumlah permintaan 1 tahun (termasuk safety stock dan penyusutan)
Cm = Biaya Penyimpanan (%)
U = Harga per unit (termasuk PPN)
D ×L
ROP =
12
b). Dengan Safety Stock
D ×L
ROP = 2 ×
12
Keterangan :
D = Jumlah konsumsi
L = Lead time (waktu tunggu hingga barang datang)
D. Formularium Rumah Sakit
QA = Qo + (Qo xAL)
Keterangan:
QA = jumlah yang dipesan untuk mencegah kehilangan/penyusutan
AL=adjustment loss atau penambahan % untuk mencegah kehilangan. Asumsi nilai
penyusutan/ kehilangan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah 0,5%.
𝟐𝑪𝒐𝑺
𝑬𝑶𝑸 = √
𝑪𝒎𝑼
Co : Cost per order (sekali pesan). Termasuk biaya telepon, fax, kertas, dan SDM
(Rp. 9000,00)
Cm : Cost of maintenance atau biaya penyimpanan dari persediaan dalam setahun
(15%)
S : Jumlah permintaan setahun
U : Cost per unit
2 𝑥 9000 𝑥 89.339
=√
0,15𝑥 9900
= √1.082.897
= 𝟏. 𝟎𝟒𝟏 tablet
EOI (Economic Order Interval)
𝟐𝑪𝒐
𝑬𝑶𝑰 = √
𝑪𝒎. 𝑼. 𝑺
Co : Cost per order (sekali pesan). Termasuk biaya telepon, fax, kertas, dan SDM
(Rp. 9000,00)
Cm : Cost of maintenance atau biaya penyimpanan dari persediaan dalam setahun
(15%)
S : Jumlah permintaan setahun
U : Cost per unit
2 𝑥 9000
=√
0,15 𝑥 9900 𝑥 89.339
= √0,00013567
= 𝟎, 𝟎𝟏 𝒉𝒂𝒓𝒊
(89.339 𝑥 0,03)
=2x 12
= 447 item
BAB IV
PEMBAHASAN
Tabel 7. Hasil Analisis ABC (Pareto) untuk Obat-obat Abjad C-D di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
Nilai Kategori Jumlah Item Peresentase
(%)
<75% A 22 8,49
76%-95% B 59 22,78
96-100% C 178 68,73
Total 259 100
2) Analisis VEN
Dalam menentukan VEN mengacu pada list obat VEN dari WHO dan DOEN. Hasil
analisis VEN untuk obat-obat yang berada di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta,
ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisis VEN untuk Obat-obat Abjad C-D di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
Kategori Jumlah Item Peresentase (%)
Obat V (Vital) 59 22,78
Obat E (Essential) 155 59,85
Obat N (Necessary) 45 17,37
Total 259 100
Tabel 9. Hasil Analisis VEN untuk Obat-obat Abjad C-D di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
A Jumlah % B Jumlah % C Jumlah %
V VA 5 1,93% VB 21 8,11% VC 33 12,74%
E EA 13 5,01% EB 29 11,20% EC 113 43,63%
N NA 4 1,54% NB 9 3,47% NC 32 12,36%
Hasil rata-rata perhitungan EOQ, EOI dan ROP tiap jenis obat di RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata perhitungan EOQ, EOI dan ROP obat dengan abjad C-D di
RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Parameter Nilai
EOQ 371,55 item
EOI 0,46 hari
ROP 25,24 item
Berdasarkan tabel 11, diperoleh rata-rata nilai EOQ sebesar 371,55 item; nilai EOI
0,46 hari dan nilai ROP 25,24 item. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata jumlah
barang paling ekonomis untuk diadakan adalah 371,55 item atau sebesar 372 item, rata-
rata pengadaan barang adalah 0,46 hari atau 1 hari, pemesanan yang ideal dilakukan jika
rata-rata sisa stok obat di gudang sejumlah 25 item obat.
Berdasarkan Tabel 10. Hasil analisa kesesuaian obat abjad C-D yang diperoleh
menunjukkan bahwa 88,42 % obat yang direncanakan telah sesuai dengan Formularium
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sedangkan kesesuaian obat di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan Formularium Nasional sebesar 64,09% Hasil
perencanaan ini kemudian akan digunakan untuk proses pengadaan obat di RS.
Obat-obat yang tidak masuk dalam formularium rumah sakit PKU Muhammadiyah
dan formularium nasional memiliki alasan masing-masing mengapa obat tersebut terdapat
dalam daftar konsumsi. Beberapa alasan terkait diadakannya obat-obat tersebut walaupun
tidak ada dalam daftar formularium adalah untuk menghabiskan stok obat yang sudah
keluar dari formularium, obat pesanan dokter, terjadi kekosongan obat pada distributor
sehingga digantikan dengan merk / obat lain dan tidak semua obat kemoterapi masuk
dalam formularium dikarenakan setiap tahun pasti berubah. Obat yang memang sudah
banyak digunakan sebaiknya segera diusulkan untuk masuk dalam formularium ketika
rapat PFT. Kemudian juga dilakukan evaluasi untuk obat-obat pengganti apakah dapat
ditambahkan dalam formularium berdasarkan efikasi, harga, dan ketersediaannya.
Adanya Formularium dapat meningkatkan efisiensi pengadaan, pengelolaan obat,
serta meningkatkan efisiensi dalam manajemen persediaan, sehingga pada akhirnya akan
menurunkan biaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Selain itu Formularium dapat
digunakan sebagai pertimbangan apakah obat-obat yang tidak masuk dalam Formularium
RS perlu dimasukkan dalam Formularium atau bahkan tidak dilakukan pengadaan sama
sekali. Jika ada obat-obat yang sering dibutuhkan pasien RS PKU namun belum masuk
dalam Formularium RS maka obat tersebut perlu dipertimbangkan dimasukkan dalam
Formularium RS, sehingga dapat terus dilakukan pengadaan dengan teratur dan pasien
dapat terlayani dengan baik.
Dalam menentukan kriteria penerimaan dan penghapusan produk obat dari
formularium PFT harus mengundang para staf spesialis untuk menghadiri rapat PFT untuk
mengevaluasi produk obat yang umum digunakan dalam praktik spesialisnya guna
dicantumkan dalam formularium. PFT bertanggung jawab membuat kriteria penerimaan/
penghapusan produk obat yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari formularium.
Obat-obat yang tidak masuk dalam formularium tersebut dievaluasi terlebih dahulu oleh
PFT. Apabila harga relatif tidak mahal, digunakan oleh jumlah penderita yang besar dan
tiap produk didukung oleh klinisis, maka obat-obat tersebut dapat dimasukkan ke dalam
formularium (Siregar, 2004).
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari proses perencanaan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah :
1. Berdasarkan metode konsumsi, total biaya perencanaan untuk obat dengan abjad C-D
adalah Rp.6.708.230.437,03.
2. Hasil evaluasi dengan metode ABC untuk analisis perencanaan obat abjad C-D di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta , obat kategori A memiliki persentase 8,49%, kategori
B 22,78% dan kategori C 68,73% dari total item obat keseluruhan.
3. Hasil evaluasi dengan metode VEN untuk analisis perencanaan obat abjad C-D di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta, obat kategori V memiliki persentase 22,78%,
kategori E 59,85% dan kategori N 17,37% dari total item obat keseluruhan.
4. Hasil evaluasi dengan metode PUT untuk analisis perencanaan obat abjad C-D di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta, obat yang menjadi prioritas utama untuk
dikurangi/dihilangkan adalah kategori NC dengan jumlah 32 obat atau sebesar 12,36%
dari total item obat keseluruhan.
5. Hasil analisa kesesuaian obat abjad C-D yang diperoleh menunjukkan bahwa 88,42%
(229 item) obat sesuai dengan Formularium RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Sedangkan kesesuaian obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan
Formularium Nasional sebesar 64,09% (162 item).
DAFTAR PUSTAKA
Albert, C., Banneberg, W., Bates, J., Battersby, A., Beracochea, E., 2012, Managing
Access to Medicines and Health Technologies, Management Science for Health,
Arlington
Depkes RI, 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Depkes RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Quick, J.D., Hume, M.L., Rankin, J.R., O’Connor, R. W., Hogerzeil, H. V., Dukes, M. N. G.,
and Garnet, A., 2012, Managing Drug Supply: The Selection, Procurement,
Distribution, and Use of Pharmaceutical In Primary Health Care, 2nd, Kumarin Press
Inc, United State of America
Satibi, 2014, Manajemen Obat di Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
WHO, 2012, List of Vital Essential and Necessary (VEN) Drugs and Medical Sundries for
Public Health, Departement of Esential Drugs and Medicine Policy Geneva,
Switzerland
Siregar, J.P.C dan Amalia, L. 2004.Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Lampiran