Anda di halaman 1dari 6

Dimana A ‡ adalah molekul teraktivasi.

Molekul berenergi A* memiliki energi yang


cukup untuk secara kimia teraktivasi tanpa tambahan energi lebih lanjut. Ia melalui
perubahan energi vibrasional dan teraktivasi. Saat energi terlokalisasi dalam ikatan tertentu,
ia dikonversi menjadi produk. Teori modern memprediksi bahwa molekul lebih siap
terenergisasi dari yang dapat diprediksi oleh teori Lindemann akan tetapi selang waktu (time
lag) energisasi dan aktivasi atau reaksi sering relatif lama.

6.3 RRK dan Teori Slater


Teori RRK mencari penjelasan mengapa plot seperti pada gambar 6.2 tidak linier.
Mereka mengusulkan bahwa molekul teraktivasi saat sejumlah energi kritis terkonsentrasi
pada satu ikatan tertentu. Diasumsikan bahwa energi terdistribusi ulang dengan sendirinya
secara bebas antar mode vibrasional normal selama vibrasi masing-masing molekul.
Konstanta laju k2b karenanya berada pada besaran yang sama dengan frekuensi vibrasi rata-
rata molekul. RRK memberi penjelasan tambahan pada teori Lindemann, bahwa harga k2 dan
𝑘2
merupakan fungsi E* (molekul terenergisasi).
𝑘−1
𝑘1
𝑘2 (
)
′ 𝑘 −1
𝑘 =
𝑘
1 + ( 2 )𝑀
𝑘−1
𝑘
Jika 𝑓 = (𝑘 1 ), maka dapat disusun ulang menjadi
−1

𝑘2 (𝐸 ∗ )𝑓(𝐸 ∗ )
𝑑𝑘 ′ = 𝑑(𝐸 ∗ )
𝑘2 (𝐸 ∗ )
1+( )𝑀
𝑘−1

Bentuk 𝑓(𝐸 ∗ ) dikenal sebagai fungsi distribusi

Dalam bentuk integrasi diperoleh



𝑘2 (𝐸 ∗ )𝑓(𝐸 ∗ )
𝑘′ = ∫ 𝑑(𝐸 ∗ )
𝐸0∗ 𝑘2 (𝐸 ∗ )
1+( )𝑀
𝑘−1
Gambar 6.3 perbandingan kurva fall-off teoritik dari isomerisasi kloropropana pada 500oC.

Pada sisi lain, teori Slater mengusulkan bahwa energi tidak bebas mengalir didalam
molekul. Slater menyarankan bahwa reaksi terjadi saat terjadi ‘koordinat kritis’ dalam
molekul, biasanya panjang ikatan mengembang sampai batas kritis. Didalam molekul
kompleks masingmasing mode vibrasional bervibrasi pada frekuensi yang berbeda dan
perpanjangan ikatan kritis ini terjadi saat dua mode peregangan berada dalam satu fasa.
Gambar 6.3 memperlihatkan penjelasan teoritis dari hasil eksperimen untuk isomerisasi siklo
propana dalam bingkai teori di atas.
Soal-soal:
1. Hinshelwood dan Ashley memperoleh semua konstanta laju 𝑘 ′ untuk dekomposisi dimetil
eter pada 773 K
Konstanta awal (mmol dm-3) 1.20 1.89 3.55 5.42 8.18 13.21 18.57
4 ′ −1
10 𝑘 ⁄𝑠 2.48 3.26 4.61 5.54 6.29 6.90 7.45
Gunakan teori Lindemann untuk menghitung konstanta laju batas k∞ dan konstanta laju
tahap aktivasi kolisi k1.
2. Hitunglah konstanta laju k1 untuk tahap aktivasi tumbukan dari suatu reaksi unimolekuler,
jika energi aktivasi adalah 167 kJ/mol dan s = 12.
3. Tentukan rasio konstanta laju yang dihitung menggunakan teori kolisi dengan yang
dihitung menggunakan ungkapan Hinshelwood untuk reaksi unimolekuler dengan aktivasi
energi sebesar 80 kJ/mol dan s = 8.
BAB 7
PROSES - PROSES ATOMIS DAN RADIKAL BEBAS

Diawal perkembangan kinetika kimia telah diasumsikan bahwa semua reaksi terjadi
dalam satu langkah berdasarkan persamaan stoikiometris. Sekarang telah jelas bahwa
mayoritas proses kimia melalui beberapa langkah, sehingga sebagian besar reaksi adalah
bersifat kompleks. Telah ditunjukkan bahwa dalam banyak reaksi, intermediet yang reaktif
seperti atom-atom dan radikal bebas memainkan peranan yang penting.
Untuk keperluan kinetika, radikal bebas dapat didefinisikan sebagai sebuah atom atau
spesies molekul yang mengandung satu atau lebih elektron-elektron tak berpasangan.
Monoradikal mengandung satu elektron tak berpasangan sementara diradikal seperti atom
oksigen dalam keadaan dasar (ground state) mengandung dua elektron tak berpasangan.
Molekul-molekul seperti oksida nitrat, Oksigen dan 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl yang
mengandung elektron tak berpasangan dengan definisi diatas juga dapat dipandang sebagai
radikal bebas.
Tinjauan kinetik reaksi yang melibatkan radikal bebas seringkali rumit, tetapi data laju
eksperimen terbukti bermanfaat sebagai alat bantu dalam menguraikan mekanisme reaksi
seperti ini. Tujuan dari kinetik adalah untuk mempostulasikan mekanisme reaksi yang
memiliki kesesuaian secara kualitatif dan kuantitatif dengan semua data eksperimental untuk
reaksi tersebut. Semakin dapat dipercaya data laju untuk tahap dasar dalam skema reaksi
yang diusulkan, semakin besar tingkat kepercayaan dalam mekanisme reaksi yang diusulkan.

7.1 Jenis Reaksi Kompleks


Reaksi kompleks dapat diklasifikasikan dalam beberapa grup berikut: Proses tak berantai,
Proses rantai linier, dan Proses rantai bercabang.

7.1.1 Proses Tak Berantai


Dalam reaksi kompleks tak-berantai, terbentuk suatu pusat aktif seperti radikal bebas
atau molekul. Zat ini bereaksi menghasilkan intermediet dan kemudian produk. Tidak ada
jalan yang dimungkinkan intermediet untuk terbentuk lagi. Satu contoh reaksi kompleks tak-
berantai adalah iodinasi aseton dalam larutan asam, yang berlangsung seperti berikut:
7.1.2 Proses Rantai Linier
Proses rantai adalah proses yang berlangsung melalui serangkaian proses-proses
elementer sebagai berikut:
(i) Inisiasi rantai
Reaksi di-inisisasi saat ikatan terlemah pada reaktan atau pada salah satu dari reaktan-reaktan
putus untuk menghasilkan radikal bebas, yang kemudian bertindak sebagai pembawa rantai.
(ii) Propagasi rantai
Radikal bebas menyerang reaktan menghasilkan molekul produk dan spesies reaktif yang
lain. Radikal bebas yang baru ini bereaksi lebih lanjut dan membentuk lagi radikal bebas
yang semula, yang sekali lagi menyerang molekul reaktan. Dengan jalan ini produk dan
pembawa rantai terbentuk secara kontinyu. Proses ini diistilahkan dengan reaksi propagasi.
(iii) Terminasi rantai
Sebagai tambahan, radikal bebas terpisah dari sistem reaksi dengan cara rekombinasi atau
disproporsionasi. Dengan jalan ini pembawa rantai akan hancur dan rantai mengalami
terminasi (penghentian). Langkah-langkah di atas adalah karakteristik untuk sembarang
reaksi rantai.

7.1.3 Proses Rantai Bercabang

Pada beberapa reaksi, khususnya oksidasi hidrokarbon fasa gas, ada pengembangan
secara kontinyu radikal bebas dalam sistem. Hal ini biasanya muncul saat dalam satu atau
lebih langkah satu radikal bebas bereaksi menghasilkan dua atau lebih radikal bebas. Pada
reaksi hidrogenoksigen, dua langkah seperti itu adalah:
𝐻 ∙ +𝑂2 → 𝑂𝐻 ∙ +𝑂:
𝑂: +𝐻2 → 𝑂𝐻 ∙ +𝐻 ∙
Hal ini terjadi karena oksigen molekuler dan oksigen keadaan dasar adalah spesies
biradikal. Pada reaksi ini konsentrasi radikal bebas meningkat dengan sangat cepat seperti
diilustrasikan oleh Gambar 7.1 dan ini dikenal dengan pembentukan cabang rantai (chain
branching). Laju reaksi meningkat sangat cepat dan segera menjadi tak terbatas (secara
teoritis) menyebabkan terjadinya ledakan.

Gambar 7.1 Ilustrasi pertumbuhan cepat dalam jumlah radikal bebas melalui pembentukan
Cabang.
7.1.4 Pendekatan Keadaan Mantap atau Stasioner/tunak
Dalam proses rantai linier, kondisi keadaan mantap bisa segera berlaku. Setelah waktu
induksi yang sebentar saat konsentrasi radikal bebas meningkat, konsentrasinya menjadi
mantap atau tidak berubah dan tidak mengalami perubahan sejalan dengan waktu hingga
reaktan habis bereaksi. Ini berarti laju saat radikal bebas terbentuk sama dengan laju saat zat
tersebut menghilang; yaitu
𝑑[𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙]
=0 (7.1)
𝑑𝑡
Adalah hal yang biasa untuk mengasumsikan bahwa semua radikal bebas dalam sistem
reaksi mencapai keadaan mantap dengan sangat cepat. Pendekatan ini amat membantu dalam
penurunan persamaan laju untuk proses rantai. Tanpa ini akan diperlukan penyelesaian
sejumlah persamaan diferensial. Hal tersbeut akan menjadi pekerjaan yang membosankan
tanpa bantuan komputer.

7.2 Reaksi Hidrogen-Bromine


Reaksi antara gas hidrogen dan bromine pada temperatur antara 200oC dan 300oC telah
dipelajari oleh Bodenstein dan Lind pada 1906. Hasil riset ini kemudian menunjukkan reaksi
rantai linier. Kontras dengan reaksi H2 + I2 yang diduga sebagai reaksi sederhana
bimolekuler. Reaksi H2 + Br2 adalah contoh yang baik reaksi rantai dan ia adalah contoh
klasik yang biasa dikutip dalam kebanyakan buku kimia fisik. Hal ini dapat ditunjukkan tidak
hanya bahwa mekanisme yang tidak penting dalam reaksi ini.
Hasil eksperimen Bodenstein dan Lind memberikan persamaan laju:
𝑑[𝐻𝐵𝑟] 𝑘[𝐻 ][𝐵𝑟 ]1⁄2
2 2
= 1+𝑘 ′ [𝐻𝐵𝑟] ⁄[𝐵𝑟
(7.2)
𝑑𝑡 2]
dimana 𝑘 ′ bernilai sekitar 10 dan ditemukan tak tergantung pada temperatur. Mekanisme
lima langkah berikut belakangan diusulkan untuk menjelaskan hasil eksperimen mereka.
𝑘1
𝐵𝑟2 → 𝐵𝑟 ∙ +𝐵𝑟 ∙ rantai inisiasi (1)
𝑘2
𝐵𝑟 ∙ +𝐻2 → 𝐻𝐵𝑟 + 𝐻 ∙ rantai propagasi (2)
𝑘3
𝐻 ∙ +𝐵𝑟2 → 𝐻𝐵𝑟 + 𝐵𝑟 ∙ rantai propagasi (3)
𝑘−2
𝐻 ∙ +𝐻𝐵𝑟 → 𝐻2 + 𝐵𝑟 ∙ rantai inhibisi (-2)
𝑘−1
𝐵𝑟 ∙ +𝐵𝑟 ∙→ 𝐵𝑟2 rantai teminasi (-1)
Ini semua memiliki karakteristik proses rantai linier. Langkah (1) adalah reaksi inisiasi,
langkah (2) dan (3) memperbanyak rantai, dan langkah (-1) adalah reaksi terminasi. Langkah
tak lazim reaksi (-2) dimana produk diserang oleh radikal bebas. Hasilnya adalah contoh
reaksi yang agak jarang dimana laju dipengaruhi konsentrasi produk. Intermediet reaktif atau
pembawa rantai adalah atom hidrogen dan bromine. Yang secara kontinyu terbentuk oleh
langkah propagasi.
Agar terlihat bahwa mekanisme yang diusulkan konsisten dengan hasil eksperimen,
diperlukan penurunan persamaan laju. Prosedur berikut adalah petunjuk yang baik sebagai
pendekatan umum untuk sembarang turunan.
(1) Nyatakan persamaan yang dibutuhkan dalam term laju langkah-langkah elementer yang
terlibat.
(2) Terapkan pendekatan keadaan mantap ke semua radikal bebas dalam reaksi.
(3) Dengan manipulasi persamaan aljabar, nyatakan konsentrasi radikal bebas hanya dalam
term konsentrasi reaktan saja.
(4) Selanjutnya hilangkan konsentrasi radikal bebas dari persamaan laju, yang kemudian
nyatakan dalam bentuk matematis yang paling sederhana yang mungkin.

Anda mungkin juga menyukai