Oleh :
NANA SUMARNA
NIM. P2.06.20.3.17.048
Tasikmalaya, ................................................
Pembimbing I Pembimbing II
.................................................. ..................................................
NIP. NIP.
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
3. BAB III ....................................................................................................................... 35
A. Desain Penelitian .................................................................................................... 35
B. Subjek Penelitian .................................................................................................... 35
C. Lokasi dan Waktu ................................................................................................... 36
D. Prosedur Tugas Akhir ............................................................................................. 36
E. Teknik Pengumpulan data....................................................................................... 36
F. Instrumen Tugas Akhir ........................................................................................... 37
G. Analisa Data ............................................................................................................ 37
4. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 39
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut undang-undang (UU) Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996 adalah
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari
seseorang. World Health Organization (WHO) dalam Yosep & Sutini (2014) menyatakan
kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai
karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
modernisasi, globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat jumlahnya.
Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,
putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, krisis ekonomi, tekanan
dalam pekerjaan dan diskriminasi meningkatkan resiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati
dkk 2005).
emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). Menurut Malim (2002) Gangguan
jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Umumnya ditandai adanya
penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, adanya afek yang
World Health Organization (2016) memperkirakan sekitar 35 juta orang terkena depresi,
60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di
Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman
1
penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada
penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14
juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa
berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk dan prevalensi gangguan jiwa di provinsi Jawa Barat sebesar 1.9 per 1000
Pelayanan gangguan jiwa merupakan pelayanan pada pasien yang mengalami gangguan
kejiwaan yang meliputi gangguan pada perasaan, proses pikir dan prilaku yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya. Cakupan
pelayanan kesehatan jiwa Kabupaten Kuningan di puskesmas Tahun 2017 tercatat 40.168
kunjungan pasen dengan gangguan jiwa. Berdasarkan catatan pemegang program kesehatan
jiwa Puskesmas Cibeureum, selama tahun 2017 sebanyak 58 orang. Puskesmas merupakan
pelayanan pertama atau pelayanan primer pada masyarakat untuk meningkatkan angka klien
Individu yang tidak dapat menghadapi setresor yang ada pada diri sendiri maupun pada
lingkungan sekitarnya dan tidak mampu mengendalikan diri termasuk dalam individu yang
mengalami gangguan jiwa (Nasir dan Muhith, 2011). Beberapa jenis gangguan jiwa yang
sering kita temukan di masyarakat salah satunya adalah skizofrenia. (Nasir dan Muhith, 2011).
Halusinasi merupakan salah satu tanda gejala dari skizofrenia positif. Ada 5 jenis
halusinasi yang terjadi pada pasien skizofrenia yaitu: halusinasi pendengaran, halusinasi
2
& Rusdi, 2013). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) (Kusumawati &Hartono,
2012). Menurut penelitian yang dilakukan yaitu 50% sampai 70% pasien skizofrenia
Halusinasi pendengaran biasanya auskustik dan suara auditif seperti mendengar bisikan
manusia, hewan, ataupun kejadian alamiah dan suara musik (Maramis, 2009).
Menurut Yosep (2009) penyebab halusinasi ada beberapa faktor, seperti faktor
perkembangan, faktor sosiokultural, faktor biokimia, factor psikologis, faktor genetik dan
pola asuh. Karena rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress, selain itu seseorang yang merasa tidak diterima di lingungannya akan merasa
diasingkan, kesepian, tidak percaya diri dan malas untuk mencari pekerjaan atau karena faktor
kesehatan jiwa yaitu asuhan keperawatan jiwa (Stuart, 2007). Peran perawat jiwa dalam
instruksi atau langkah – lagkah kegiatan yang dibakukan. Hal ini bertujuan agar
Standar Oprasional Pelaksanaan (SOP) yang digunkan adalah (SOP) tentang Strategi
standar model pendekatan asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan jiwa yang salah
satunya adalah pasien yang mengalami masalah utama halusinasi (Fitria, 2009).
3
Akibat dari halusinasi yang tidak ditangani juga dapat muncul hal – hal yang tidak
diinginkan seperti halusinasi yang menyuruh pasien untuk melakukan sesuatu, seperti
membunuh dirinya sendiri, melukai orang lain, atau bergabung dengan seseorang di
kehidupan sesudah mati. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang
berbicara. Ketika berhubungan dengan orang lain, reaksi emosional mereka cenderung tidak
stabil, intens dan di anggap tidak dapat di perkirakan. Melibatkan hubugan intim dapat
memicu respon emosional yang ekstrim, misal ansietas, panik, takut, atau teror (Videbeck,
2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Elyani (2011) di Rumah Sakit
Jiwa Surakarta, menunjukan adanya perubahan yang signifikan antara frekuensi halusinasi
sebelum diberikan terapi individu dengan pendekatan strategi pelaksanaan dengan sesudah
diberikan terapi. Didapatkan nilai p = 0,00 (p<0,05) Ho ditolak. Dari hasil penelitian yang
sudah dilakukan bahwa nilai rata-rata frekuensi halusinasi sebelum diberikan terapi individu
dengan pendekatan strategi pelaksanaan yaitu sebesar 5,15. Nilai rata-rata frekuensi
halusinasi setelah diberikan terapi individu dengan pendekatan strategi pelaksanaan yaitu
sebesar 2,46. Adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum diberikan terapi dan sesudah
dibrikan terapi. Dengan demikian perawat diharapkan dapat menerapkan terapi individu
dengan strategi pelaksanaan sesuai dengan standar asuhan keperwatan (SAK) yang telah
ditetapkan. Bagi keluarga diharapkan juga memberi dukungan secara positif kepada pasien
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Umum
2. Khusus
1. Bagi Klien
Dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan klien dengan masalah utama
halusinasi pendengaran
5
2. Bagi penulis
pendengaran
3. Bagi institusi
6
2. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definis
Halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran
dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua sistem penginderaan (Dalami et al 2009). Menurut Varcolis (2006, dalam Yosep
eksternal (dunia luar), klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
adalah salah satu gelaja gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
2009,; Fitri 2009; Yosep & Sutini 2014) adalah sebagai berikut :
7
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
2) Faktor Sosiokultural
3) Faktor Biokimia
akan menimbulkan zat yang bersifat halusiogenik yang dihasilkan oleh tubuh
4) Faktor Psikologis
Seseorang yang lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
8
b. Faktor Presipitasi
1) Perilaku
dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
2) Stress lingkungan
Lingkungan yang penuh kritik, membuat seseorang stress dan cemas yang
3) Biologi
Seseorang yang mangalami gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
3. Jenis-jenis Halusinasi
Jenis-jenis halusinasi menurut Stuart and Sundeen (1998, dalam Dalami dkk 2009)
adalah :
Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara
dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai klien,
klien mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien
dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang-kadang melakukan hal yang
berbahaya.
9
b. Halusinasi penglihatan atau visual
gambaran geometris, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks.
Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang menjijikan
seperti darah, urin atau feses. Halusinasi penghidu khususnya berhubungan dengan
d. Halusinasi pengecap
Halusinasi yang seolah-olah meraskan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan
Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Merasa seakan sensasi listrik dating dari tanah, benda mati atau orang
lain.
4. Tahap Halusinasi
Tahap - tahap halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien yang
mengalami halusinasi menurut (Dalami dkk 2009; Fitria 2009) adalah sebagai berikut :
a. Tahap I
Tahap ini, halusinasi memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang secara
10
o Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
2) Perilaku klien
b. Tahap II
Tahap ini, biasanya klien bersikap menyalahkan, tingkat kecemasan berat dan
2) Perilaku klien
11
c. Tahap III
Tahap ini, klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
2) Perilaku klien
o Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata, tampak tremor dan berkeringat.
d. Tahap IV
Tahap ini, klien sudah dikuasi oleh halusinasi, biasanya klien tampak panik.
2) Perilaku klien
o Perilaku panik
12
5. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh normanorma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli
4. Perilaku cocok adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5. Hubungan sosial harmonis adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
13
b. Respon psikososial meliputi :
2. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerpan yang benar-
4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran
5. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain.
c. Respon maladaptif
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif
ini meliputi :
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakan yang negatif
14
6. Manifestasi Klinik
Perilaku yang dapat teramati menurut Dalami dkk (2009) adalah sebagai berikut:
d. Halusinasi Penglihatan
1. Melirikkan mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang
dibicarakan
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
3. Telihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak
e. Halusinasi Pendengaran
1. Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati atau
f. Halusinasi Penciuman
4. Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah
5. Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang memadamkan
api.
g. Halusinasi Pengecapan
15
3. Tiba-tiba meninggalkan meja makan
7. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi
2. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
keracunan persepsi)
3. Menarik diri, reaksi yang ditampilan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, sedangkan reaksi
psikologis diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan (Dalami dkk
2014).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes keperawatan
terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data
pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,
16
a. Identitas klien
b. Faktor predisposisi
1. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan
c. Faktor Presipitasi
penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak, kekerasan dalam keluarga,
atau adanya kegagalan kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau
tuntutan dalam keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta
d. Fisik
e. Psikososial
1) Genogram
17
2) Konsep diri
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri : klien biasanya
mampu menilai identitasnya, peran diri klien menyadari peran sebelum sakit, saat
dirawat peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak
sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien biasanya menjalankan
ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
f. Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan
3) Aktifitas motorik
abnormal.
4) Alam perasaan
18
5) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
7) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan
menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata, tidak
8) Proses pikir
logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien ini sering
9) Isi pikir
waktu.
19
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek, mudah
lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah disepakati, tidak
perhatian.
dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu melaksanakan keputusan
yang telah disepakati. Sering tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah
salah.
disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa
kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif
klien
20
g. Aspek medis
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan antipsikotik
seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti
21
h. Skema Maslah Halusinasi
22
2. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi sensori
c. Isolasi sosial
3. Intervensi keperawatan
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar atau dilihat),
23
dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam
halusinasinya.
untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai progam dan
berkelanjutan.
orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang
orang lain.
24
(4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien tidak
halusinasi. Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk
untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga keluarga mampu
1) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
fasilitas kesehatan
teratur.
Tindakan keperawatan :
25
Tahapan sebagai berikut :
(gunakan booklet)
halusinasi
26
(4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama saat
halusinasi
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Resiko perilaku 1. Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen perilaku:
kekerasan keperawatan diharapkan control menyakiti diri sendiri
terhadap diri diri terhadap impuls dapat a. Tentukan motif atau
sendiri dilakukan dengan kriteria hasil : alasan tingkah laku
a. Secara konsisten menunjukkan b. Kembangkan harapan
mengidentifikasi perilaku tingkah laku yang tepat
impulsive yang berbahaya dan konsekuensinya,
b. Secara konsisten menunjukkan berikan pasien tingkat
mengidentifikasi perasaan yang fungsi kognitif dan
mengarah pada tindakan kapasitas untuk
impulsif mengontrol diri
c. Secara konsisten menunjukkan c. Pindahkan barang yang
mengidentifikasi konsekuensi berbahaya dari
dari tindakan impulsif lingkungan dari
d. Secara konsisten menunjukkan lingkungan sekitar pasien
menghindari lingkungan yang d. Instrusikan pasien untuk
berisiko tinggi melakukan strategi
e. Secara konsisten menunjukkan koping (mislnya latihan
mengontrol impulsif asertif, impuls kontrol
training, relaksasi otot
27
f. Secara konsisten menunjukkan progresif) dengan cara
mempertahankan kontrol diri yang tepat
tanpa pengawasan e. Antisipasi situasi pemicu
yang mungkin membuat
2. Setelah dilakukan tindakan pasien menyakiti diri
keperawatan diharapkan control f. Bantu pasien untuk
diri terhadap distorsi pemikiran mengidentifikasi situasi
dapat dilakukan dengan kriteria atau perasaan yang
hasil : mungkin memicu perilaku
a. Secara konsisten menunjukkan menyakiti diri
mengenali halusinasi atau delusi g. Lakukan kontrak dengan
yang sedang terjadi pasien untuk tidak
b. Secara konsisten menunjukkan menyakiti diri, dengan
menahan diri dari mengikuti cara yang tepat
halusinasi atau delusi h. Ajarkan dan kuatkan
c. Secara konsisten menunjukkan pasien untuk melakukan
menahan diri dari bereaksi tingkah laku koping yang
terhadap halusinasi atau delusi efektif dan untuk
d. Secara konsisten menunjukkan mengekspresikan
monitor frekuensi halusinasi perasaan dnegan cara
atau delusi yang tepat
i. Monitor pasien untuk
adanya impuls menyakiti
diri jika mungkin
memburuk menjadi
pikiran atau sikap bunuh
diri
2. Manajemen Halusinasi
a. Bangun hubungan
interpersonal dan saling
percaya dengan klien
b. Monitor dan atur tingkat
aktivitas dan stimulasi
lingkungan
c. Pertahankan lingkungan
yang aman mengalihkan
perhatian dari halusinasi
3. Manajemen lingkungan :
pencegahan kekerasan
a. Singkirkan senjata
potensial dari lingkungan
(misalnya, objek yang
tajam yang mirip tali
seperti senar gitar)
b. Periksa lingkungan secara
rutin untuk memastikan
bebas dari bahan
berbahaya
28
c. Monitor pasien selama
penggunaan barang yang
bias digunakan menjadi
senjata (misalnya pisau
cukur)
d. Tempatkan pasien di
ruangan yang mudah
diamati sehingga mudah
dilakukan observasi
sesuai kebutuhan
e. Gunakan alat makan dari
plastik dan kertas
f. Lakukan pengawasan
terusmenerus terhadap
semua area yang bias
diakses pasien untuk
menjaga keamanan pasien
dan pemberian intervensi
terapeutik jika diperlukan
2 Resiko perilaku 1. Setelah dilakukan tindakan 1. Bantuan control marah
kekerasan keperawatan diharapkan menahan a. Bangun rasa percaya dan
terhadap orang diri dari kemarahan dapat hubungan yang dekat dan
lain dilakukan dengan kriteria hasil : harmonis dengan pasien
a. Dilakukan secara konsisten b. Gunakan pendekatan
mengidentifikasi kapan (merasa) yang tenang dan
marah menyakinkan
b. Dilakukan secara konsisten c. Tentukan harapan
mengidentifikasi tanda-tanda marah mengenai tingkah laku
c. Dilakukan secara konsisten yang tepat dalam
mengidentifikasi situasi yang dapat mengekspresikan
memicu amarah perasaan marah, tentukan
d. Dilakukan secara konsisten fungsi kognitif dan fisik
mengidentifikasi alasan marah pasien
e. Dilakukan secara konsisten d. Monitor potensi agresi
bertanggung jawab terhadap yang diekspresikan
perilaku diri dengan cara tidak tepat
f. Dilakukan secara konsisten dan lakukan intervensi
mencurahkan perasaan negative sebelum (agresi ini)
dengan cara yang tidak mengancam diekspresikan
g. Dilakukan secara konsisten e. Cegah menyakiti secara
menggunakan aktivitas fisik untuk fisik jika marah diarahkan
mengurangi rasa marah yang pada diri sendiri atau
tertahan orang lain
h. Dilakukan secara konsisten f. Berikan pendidikan
membagi perasaan marah dengan mengenai metode untuk
orang lain secara baik mengorganisir
i. Dilakukan secara konsisten pengalaman emosi yang
menggunakan strategi untuk sangat kuat
mengendalikan amarah g. Sediakan umpan balik
pada perilaku (pasien)
untuk membantu pasien
29
2. Setelah dilakukan tindakan mengidentifikasi
keperawatan diharapkan menahan kemarahannya
diri dari agresifitas dapat dilakukan h. Bantu pasien
dengan kriteria hasil : mengidentifikasi sumber
a. Dilakukan secara konsisten dari kemarahan
mengidentifikasi tanggung jwab i. Identifikasi konsekuensi
untuk mempertahankan kendali diri dari ekspresi kemarahan
b. Dilakukan secara konsisten yang tidak tepat
mengidentifikasi saat merasa j. Bantu pasien terkait
agresif dengan strategi
c. Dilakukan secara konsisten perencanaan untuk
menunjukkan perasaan negative mencegah ekspresi
dengan cara yang tidak merusak kemarahan yang tidak
d. Dilakukan secara konsisten tepat
menahan diri dari memaki/berteriak k. Berikan model peran
e. Dilakukan secara konsisten yang bias
menahan diri dari menyerang orang mengekspresikan marah
lain dengan cara yang tepat
f. Dilakukan secara konsisten l. Dukung pasien untuk
menahan diri dari membahyakan mengimplementasikan
orang lain strategi mengontrol
g. Dilakukan secara konsisten kemarahan dengan
menahan diri dari menghancurkan menggunakan ekspresi
barang-barang kemarahan yang tepat
h. Dilakukan secara konsisten m. Sediakan penguatan
mengendalikan rangsangan untuk ekspresi kemarahan
i. Dilakukan secara konsisten yang tepat
menggunakan teknik untuk 2. Manajemen perilaku
mengendalikan amarah a. Berikan pasien tanggung
jawab terhadap
perilakunya (sendiri)
b. Komunikasi harapan
bahwa pasien dapat tetap
mengontrol
(perilakunya)
c. Komunikasikan dengan
keluarga dalam rangka
mendapatkan (informasi)
mengenai kondisi kognisi
dasar klien
d. Tingkatkan aktivitas fisik
dengan cara yang tepat
e. Gunakan suara bicara
yang lembut dan rendah
f. Jangan memojokkan
pasien
g. Turunkan (motivasi)
perilaku pasif agresif
h. Acuhkan perilaku yang
tidak tepat
30
i. Berikan penghargaan
apabila pasien dapat
mengontrol diri
3 Isolasi sosial 1. Setelah dilakukan tindakan 1. Peningkatan sosialisasi
keperawatan diharapkan a. Anjurkan peningkatan
keparahan kesepian dapat keterlibatan dalam
dilakukan dengan kriteria hasil : hubungan yang sudah
a. Tidak ada rasa perasaan mapan
terisolasi b. Tingkatkan hubungan
b. secara social dengan orang-orang yang
c. Tidak ada kesulitan dalam memiliki minat dan tujuan
membuat kontak dengan orang yang sama
lain c. Anjurkan kegiatan sosial
d. Tidak ada rasa keputusasaan dan masyarakat
e. Tidak ada rasa kehilangan d. Anjurkan partisipasi
harapan dalam kelompok dan/atau
kegiatankegiatan
2. Setelah dilakukan tindakan meminiscence individu
keperawatan diharapkan e. Bantu meningkatkan
keterlibatan social dapat kesadaran pasien
dilakukan dengan kriteria hasil : mengenai kekuatan dan
a. Secara konsisten menunjukkan keterbatasan keterbatasan
berinteraksi dengan teman dekat dalam berkomunikasi
b. Secara konsisten menunjukkan dengan orang lain
berinteraksi dengan tetangga f. Anjurkan pasien untuk
c. Secara konsisten menunjukkan mengubah lingkungan
berinteraksi dengan keluarga seperti pergi ke luar untuk
d. Secara konsisten menunjukkan jalan-jalan
berpatisipasi dalam aktivitas 2. Peningkatan keterlibatan
waktu luang dengan orang lain keluarga
a. Bangun hubungan pribadi
dengan pasien dan
anggota keluarga yang
akan terlibat dalam
perawatan
b. Identifikasi kemampuan
anggota keluarga untuk
terlibat dalam perawatan
pasien
3. Terapi aktivitas
a. Kembangkan
kemampuan klien dalam
berpatisipasi melalui
aktivitas spesifik
b. Bantu klien utuk
mengeksplorasi tujuan
personal dari aktivitas-
aktivitas yang biasa
dilakukan (misalnya,
31
bekerja dan aktivitas-
aktivitas yang disukai)
c. Bantu klien memilih
aktivitas dan pencapaian
tujuan melalui aktivitas
yang konsisten dengan
kemampuan fisik,
fisiologis dan social
d. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang diinginkan
e. Bantu klien untuk
menjadwalkan waktu
waktu spesfik terkait
dengan aktivitas harian
f. Instrusikan klien dan
keluarga untuk
melaksanakan aktivitas
yang diinginkan maupun
yang (telah) diresepkan
g. Bantu dengan aktivitas
fisik secara teratur
(misalnya berpindah,
berputar dan kebersihan
diri) sesuai dengan
kebutuhan
h. Berikan pujian positif
karena kesediannya
untuk terlibat dalam
kelompok
i. Berikan kesempatan
keluarga untuk terlibat
dalam aktivitas, dengan
cara yang tepat
j. Bantu klien untuk
meningkatkan motivasi
dri dan penguatan
k. Monitor respon emosi,
fisik, social dan spiritual
terhadap aktivitas
l. Bantu klien dan keluarga
memantau
perkembangan terhadap
pencapaian tujuan (yang
diharapkan)
Sumber : Nursing Intervention Classification (NIC). 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). 2016. NANDA. 2016.
32
4. Implementasi keperawatan
dilakukan implementasi pada klien dengan halusinasi dilakukan secara interaksi dalam
2015):
apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya
(here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal,
intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (Dalami, dkk, 2014).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif,
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan
33
dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan (Afnuhazi,
2015).
pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan sebagai berikut (Dalami, dkk,
2014) :
A : Analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada yang kontradiksi dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
34
3. BAB III
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi yang dipilih oleh peneliti
dalam upaya menjawab masalah penelitian. Desain penelitian yang yang dipilih harus dapat
Dalam penelitian ini design penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian
deskriptif yang berbentuk studi kasus. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang
Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara
fenomena yang diselidiki, dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan
B. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah klien dengan gangguan jiwa halusinasi
35
C. Lokasi dan Waktu
Tugas Akhir diawali dengan penyusunan usulan Tugas Akhir dengan menggunakan
metode laporan kasus. Setelah disetujui oleh penguji proposal maka Tugas Akhir dilanjutkan
dengan kegiatanlaporan kasus. Data Tugas Akhir berupa hasil pengukuran, observasi,
1. Wawancara adalah cara pengumpulan data penelitian melalui pertanyaan yang diajukan
secara lisan kepada responden untuk menjawabnya. Wawancara bisa dilakukan secara
tatap muka antara peneliti dengan responden atau cara lain, misalnya telepon (Supardi,
2013).
2. Observasi adalah cara pengumpulan data penelitian melalui pengamatan terhadap suatu
objek atau proses, baik secara visual maupun alat. Kelebihan observasi adalah mudah,
(Supardi, 2013).
menggunakan alat ukur tertentu, misalnya berat badan dengan timbangan badan, tensi
36
4. Dokumentasi adalah cara pengumpulan data penelitian dengan menyalin data tersedia ke
dalam form isian yang telah disusun Dokumentasi dapat berupa rekam medik hasil rumah
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas klien, factor predisposisi, fisik,
pengetahuan, aspek medik, analisa data, daftar masalah, pohon masalah, diagnosa
keperawatan.
4. Format implementasi dan evaluasi keperawatan terdiri dari: hari, tanggal, jam, diagnosa
G. Analisa Data
intervensi, implementasi, dan evaluasi yang dijelaskan secara deskriptif. Dari data yang
dikumpulkan dan didokumentasikan dalam format pengkajian kesehatan jiwa, maka perawat
melakukan analisa data berupa data objektif dan data subjektif, lalu merumuskan diagnosa
keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Setelah itu membuat intervensi
37
keperawatan berdasarkan prinsip strategi pelaksanaan, kemudian melakukan implementasi
38
4. DAFTAR PUSTAKA
Burnelin, J., Mondimo, M., Gassab, L., Haesebaert, F., Gaha, L., Chagny, M. F. S., …Poulet, E.
(2012). Examining Transcranil Direc-Current Stimulation (tD C S) asa Treatment for
Hallucinations in Schzophrenia. (Am J Psychiartry, 719-724)
Dalami, E. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : Trans Info
Media.
Depkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional u2013, badan peneliti
& pegembangan Depkes RI. Jakarta
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Dinkes Jawa Barat . (2016). Profil Kesehatan Jawa Barat. Dinkes Jawa Barat
Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed. 1. Nuha Medika:
Yogyakarta.
Elyani. (2011). Penelitian yang terkait dengan pengaruh terapi individu halusinasi.
Fitria Nita, 2009, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Maramis, Willy F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University
Press.
Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, Gall W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Hal 3. EGC : Jakarta
Yosep Iyus dan Sutini Titin, 2014, Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health
nursing, PT Refika Aditama, Bandung.
39
Yosep, I.FDG. (2007). Keperawatan jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
40