Anda di halaman 1dari 162

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP

DI KAWASAN PERBATASAN KABUPATEN


KEPULAUAN TALAUD

JETI PULU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Kebijakan


Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Perbatasan Kabupaten
Kepulauan Talaud adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2011

Jeti Pulu
NIM C561059094
ABSTRACT

JETI PULU. Fishery Development Policy in Boundary Area of Kepulauan Talaud


Regency. Supervised by MULYONO SUMITRO BASKORO, DANIEL R.
MONINTJA, AKHMAD FAUZI and BUDHI HASCARYO ISKANDAR

The objective of this research is to develop policy for the management of


fisheries resources in border area of Talaud Regency. To achieve such an
objective, the study was carried out to analyze 1) The role of marine fisheries
sector within the Talaud Regency, 2) The optimal utilization of marine fisheries
resources in Talaud. The results of the study showed that 1) The fishing sector
plays a greater role in to economic of Talaud Regency, 2) Optimal fishing effort
under MSY condition is around estimated at 9.610 trip with production level of
5.4448,75 ton. Economic rent under MSY condition is approximately Rp.
34.426,94 billion. If the fishery is managed under maximum economic yield
(MEY), it was found that effort level should be around 8.853 trip with production
level at 5.414,93 ton. Economic rent under MEY condition is approximately Rp.
34.680,52 billion. The study also found some economic performances of fishing
unit operating in Talaud. It shows that “pancing tonda” (troll line) receives highest
surplus, then it followed by “pukat cincin” (purse seine) and the last is “jaring
insang hanyut” (drift gillnet). Based on simulation, it was found that domestic fleet
should be encouraged to increase production so as to offset illegal fishing from
Phillipine vessels. The number of domestic vessels in Talaud will eventually
increase up to 700 fleets as a respond of illegal fishing by foreign fleet. It is also
found that illegal fishing will lead to economic loss between Rp 1 billion to Rp 2
billion per year. While if no illegal fishing economic potential of fishery in Talaud
could reach to Rp 7 billion to Rp 10 billion, if illegal fishing is still rampant, within
20 years economic loss will be much higher which eventually will affect the
economic of Talaud regency as a whole.
Results of Analytical Hierarchy Process (AHP) indicates that to develop
fisheries sector in Talaud, provision of regional budged devoted for fisheries
sector is number one priority followed by regional cooperation and local
empowerment. Other factors such as forming market for fisheries in the Talaud
area and increasing number of fishing units come after those three priorities.
Overall, result of AHP strongly indicates serious political will from local
government to develop fisheries in Talaud.
This study also reveals that based on Linear Goal Programming (LGP) it
needs a total of 1536 fishing units, one unit of coastal fishing port (PPP), one unit
fisheries landing base (PPI) with requires area of 441 m2. LGP also states that it
needs three unit of fish processing and additional labor force of 6524 fishers and
another 1500 for supporting activities.

Key words: Fisheries development, bordered area, economic loss, illegal fishing
RINGKASAN

JETI PULU. Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Perbatasan


Kabupaten Kepulauan Talaud. Dibimbing oleh MULYONO SUMITRO BASKORO,
DANIEL R. MONINTJA, AKHMAD FAUZI dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR,

Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun rancangbangun pengembangan


perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka perlu dilakukan pengkajian terhadap hal-hal sebagai
berikut :
1) Diperkirakan potensi sumber daya ikan utama (layang, tongkol, cakalang,
dan tuna) pada kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 5.448,75 ton
dengan effort maksimum sebanyak 9.610 trip dan rente sebesar Rp. 34.426,94
milyar, sedangkan untuk kondisi Maximum Economic Yield (MEY) produksi
optimumnya sebesar 5.414,93 ton dengan effort sebesar 8.853 trip dan rente
sebesar Rp. 34.680,52 milyar; 2) Hasil analisis finansial dari ketiga jenis unit
penangkapan ikan, yakni pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing tonda
menunjukkan kinerja yang layak untuk diusahakan.
Unit penangkapan ikan yang memberikan nilai keuntungan usaha yang tertinggi
adalah pancing tonda, kemudian diikuti dengan pukat cincin, dan jaring insang
hanyut; 3) Jumlah alokasi unit penangkapan ikan yang optimal untuk memanfaatkan
sumberdaya ikan utama (layang, tongkol, cakalang, dan tuna) di perairan
Kepulauan Talaud adalah pukat cincin sebanyak 19 unit, jaring insang hanyut
sebanyak 685 unit, dan pancing tonda sebanyak 832 unit; 4) Berdasarkan hasil
simulasi didapatkan bahwa jumlah kapal perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud
akan mengalami peningkatan dari sekitar rata-rata 375 kapal yang ada pada saat ini
menjadi lebih dari 700 kapal di masa mendatang. Perkembangan ini selain dipicu
oleh perkembangan penduduk juga sebagai respon dari kemungkinan
meningkatnya pencurian oleh kapal asing sehingga untuk mengkompensasi
kerugian tersebut maka kapal-kapal domestik merespon dengan menambah jumlah
kapal yang beroperasi; 5) Dengan pendekatan model simulasi, kerugian illegal
fishing di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ini diperkirakan antara Rp 1 milyar
sampai Rp 2 milyar untuk skenario intensitas illegal fishing 5% hingga 10 %; 6)
Potensi ekonomi perikanan Talaud jika tidak terjadi illegal fishing mencapai lebih
dari Rp 7 milyar bahkan terus meningkat mencapai hampir Rp 10 milyar, namun jika
terjadi illegal fishing oleh kapal-kapal perikanan dari Filipina, maka potensi ekonomi
tersebut akan menurun hampir separuhnya. Sementara jika illegal fishing semakin
marak seperti kondisi saat ini dan tidak ada langkah pencegahan, maka potensi
ekonomi tersebut akan menjadi negatif pada tahun ke-20.
Rekomendasi dan saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1)
Pembangunan Indonesia diharapkan dapat lebih difokuskan pada daerah-daerah
perbatasan yang rentan terhadap kegiatan illegal fishing, 2) Perlu adanya patroli
terpadu dari pihak terkait seperti TNI AL, POLAIRUD, Kementrian Kelautan dan
Perikanan RI, dan lainnya sehingga mencegah terjadinya illegal fishing di daerah
perbatasan, dan 3) Perlunya percepatan pembangunan fasilitas perikanan tangkap
di Kab. Kepulauan Talaud sebagai salah satu daerah perbatasan yang rentan
dengan kegiatan illegal fishing, agar potensi sumberdaya ikan yang ada dapat
dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin oleh masyarakat setempat serta dapat
mencegah kegiatan illegal fishing.
Disertasi ini juga mencoba menjawab beberapa permasalahan pokok
menyangkut pengembangan perikanan di Kabupaten Talaud. Berdasarkan analisis
kelemahan dan tantangan internal dan eksternal maka strategi yang terbaik dalam
mengembangkan perikanan di Talaud antara lain menyangkut penambahan armada
perikanan, penambahan pelabuhan, pelatihan SDM dalam hal penangkapan,
pengolahan dan pemasaran, sosialisasi peraturan perundangan dan penambahan
kapal patroli perikanan. Salah satu hal yang cukup menonjol juga antara lain
menyangkut prioritas kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
rangka mengembangkan perikanan di Talaud.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan wawancara kepada pejabat
pengambil keputusan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), pengusaha
perikanan, dan Analytical Hirarchy Process (AHP) untuk menangkap aspirasi dari
berbagai pihak terkait dengan pengembangan perikanan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa prioritas pembangunan dengan
menyediakan dana APBD yang lebih besar untuk sektor perikanan merupakan
prioritas utama. Hal ini disebabkan karena APBD merupakan unsur utama modal
pembangunan semua sektor termasuk sektor perikanan. Tanpa alokasi APBD yang
memadai tidak mungkin pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud menjadi
sektor unggulan. Selain itu mengembangkan kerjasama bidang perikanan dengan
negara Philipina merupakan prioritas berikutnya.
Hal ini mengingat posisi Talaud sebagai daerah perbatasan yang berbatasan
langsung dengan Philipina, adalah lebih menguntungkan jika di wilayah perbatasan
tersebut dibentuk kerjasama regional sehingga kebocoran ekonomi wilayah dapat
dihindari karena dengan adanya kerjasama illegal fishing dapat diminimalisir. Kedua
aspek di atas harus ditunjang dengan pemberdayaan masyarakat Talaud setempat.
Komponen ini merupakan komponen pembangkitan ekonomi secara mandiri bagi
masyarakat Talaud. Dengan berkembangnya ekonomi lokal, maka daya tahan
masyarakat terhadap goncangan yang ditimbulkan oleh perbedaan ekonomi daerah
perbatasan juga dapat diminimalisir.
Selain ketiga komponen di atas, komponen yang berturut-turut menjadi prioritas
dalam pembangunan perikanan di wilayah Talaud adalah pembentukan pasar,
peningkatan jumlah unit penangkapan ikan, pendidikan dan pelatihan,
pembangunan industri pengolahan, peningkatan jumlah kapal pengawas,
penyusunan blue print pembangunan perikanan, pembangunan prasarana
pembangunan, pengadaan kapal pengangkutan ikan, sistem informasi perikanan
dan cuaca, pengadaan kapal BBM dan rencana pengelolaan WPP 717.
Pembangunan perikanan Kabupaten Talaud ke depan memerlukan
perencanaan dan penghitungan yang cermat. Dalam disertasi ini perencanaan
pembangunan tersebut dihitung melalui Liniear Gold Programming (LGP) untuk
menentukan kebutuhan sarana dan prasarana yang optimal untuk mengembangkan
perikanan Talaud. Dari hasil LGP diperoleh bahwa dibutuhkan paling tidak 1.500
unit penangkapan ikan yang terdiri dari pukat cincin, jaring insang hanyut dan
pancing tonda untuk mengoptimalkan potensi perikanan di Kabupaten Talaud.
Unit-unit ini seluruhnya berada di bawah 30GT untuk memanfaatkan laut
wilayah kepulauan di Talaud.
Sebagai konsekuensi dari penambahan armada tersebut, maka dibutuhkan
pula infrastruktur perikanan berupa pelabuhan perikanan. Oleh karena sifat Talaud
yang merupakan Kabupaten Kepulauan di daerah yang cukup terpencil, maka tipe
pelabuhan yang sesuai adalah tipe pelabuhan perikanan pantai (PPP) dan
pangkalan pendaratan ikan (PPI). Berdasarkan hasil LGP, Talaud membutuhkan
masing-masing satu PPP dan satu PPI. Pengembangan perikanan juga
memerlukan jaringan pendukung berupa industri pengolahan. Untuk kondisi Talaud
tersedianya 3 (tiga) unit pengolahan ikan sudah cukup optimal untuk
mengembangkan perikanan di daerah ini.
Keseluruhan pengembangan perikanan tersebut tentu saja tidak mungkin
berjalan baik tanpa adanya dukungan tenaga kerja yang memadai. Untuk
mengoptimalkan perikanan di Talaud maka dibutuhkan paling tidak tambahan
sekitar 6500 nelayan dan 1500 pekerja di sektor industri pendukung. Keseluruhan
rencana pengembangan tersebut harus didukung secara penuh dari sisi
kelembagaan baik kelembagaan perikanan seperti pengawasan dan lembaga
keuangan yang memadai.

Kata Kunci : Pengembangan perikanan tangkap kawasan perbatasan, kerugian


ekonomi, pelanggaran penangkapan ikan, optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya perikanan, industri pengolahan, kelembagaan
perikanan.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP
KAWASAN PERBATASAN KABUPATEN KEPULAUAN
TALAUD

JETI PULU

Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Doktor
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. MOHAMMAD IMRON, MSi

2. Dr. EKO SRI WIYONO, S.Pi, M.Si

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr. Ir. CHARLES KEPEL, DEA

2. Dr. HERIE SAKSONO


Judul Disertasi : Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan
Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud
Nama Mahasiswa : Jeti Pulu
NIM : C561059094
Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mulyono Sumitro Baskoro, MSc Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja
Ketua Anggota

Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, MSi Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc
Anggota Anggota

Diketahui

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Ketua,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah rahmat
serta perlindungan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan disertasi
dengan judul ”Kebijakan Pengembangan Perikanan di Kawasan Perbatasan
Kabupaten Kepulauan Talaud” disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian
Program Pendidikan Strata 3 di Sekolah Pascasarjana IPB. Disertasi ini
diharapkan dapat memberikan salah satu alternatif bagi kebijakan Pemerintah
Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Perikanan Tangkap di daerah
Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono Sumitro Baskoro, M.Sc
selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Daniel R. Monintja, Prof. Dr. Ir.
Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si selaku anggota
komisi pembimbing, yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih
kepada yang terhormat Gubernur Sulawesi Utara Bapak Drs. Sinyo Harry
Sarundajang dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara Drs. Djouhari Kansil M.Pd,
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sulawesi Utara Olha Sampel, SE, Bupati
Kabupaten Kepulauan Talaud Bapak dr. Elly Engelbert Lasut, ME, Wakil Bupati
Bapak Drs. Constantine Ganggali ME yang telah memberikan izin dan dorongan
untuk sekolah di IPB pada Program Studi Teknologi Kelautan.
Secara khusus penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada
Ayahanda tercinta Ismael Aemba Poeloe (alm) dan Ibunda tercinta Maritje Woi
Sono yang selalu berdoa untuk penulis.
Terimakasih kepada suami tercinta Robby Agustinus Maxi Manoppo,
SH.,MH dan anak tunggal tersayang Bill Clinton Putra Manoppo yang selalu
memberikan doanya kepada penulis dan juga merelakan waktunya untuk Penulis
sekolah.
Terimakasih kepada yang terkasih saudara-saudara kandung penulis: 1.
Drs. Eddison Pulu, ME, 2. Lenny Sangiang Pulu, SIP., M.Si, 3. Robinson Pulu,
SE, 4. Dra. Nelmin Elvina Pulu, ME, 5. Jasmin Victoria Rumea Pulu, SE,
6)Japson Pulu, SPd, 7)Johnson Pulu, S.Sos.Terimakasih juga kepada pihak
yang berjasa kepada penulis di dalam penulisan disertasi ini diantaranya Shinta,
Julia serta semua pihak yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.
Kami menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna dan masih
harus ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lanjutan. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat baik bagi insan akademis, para pengambil keputusan serta
yang membacanya. Akhirnya semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan karunia dan rahmatnya kepada kita sekalian.

Bogor, Agustus 2011

Jeti Pulu
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kakorotan Kecamatan Nanusa Kabupaten


Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 27 Desember 1968, dari
pasangan Ismael Aemba Poeloe dan Maritje Woi Sono. Penulis telah menikah
dengan Robby Manoppo SH, MH dan dikaruniai anak satu putra bernama
Bill Clinton Putra Manoppo.
Pendidikan sarjana (S1) ditempuh pada Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Merdeka Manado (STISIPOL Merdeka Manado), lulus tahun 1996.
Pendidikan magister sains (S2) ditempuh pada Universitas Samratulangi Manado
(UNSRAT) Program Pasca Sarjana Jurusan Pengembangan Sumberdaya
Pembangunan (PSP), lulus tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program doktor (S3) pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada bulan September
2010.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara pada Kantor Wilayah Departemen Penerangan Deppen
RI Provinsi Sulawesi Utara Bidang Hubungan masyarakat HUMAS (1986 –
2002). Kemudian ditempatkan di Humas Protokol kantor Gubernur Provinsi
Sulawesi Utara pada tahun 2002-2003. Pada tahun 2004-2008 ditempatkan di
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud sebagai Kepala Kantor Perwakilan
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud di Manado. Setelah itu
ditempatkan sebagai Kepala Kantor Perijinan Terpadu di Pemerintah Daerah
Kabupaten Kepulauan Talaud pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2009-2010
dipercayakan memegang jabatan Kepala Pemberdayaan Perempuan Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Talaud, tahun 2011 sampai dengan sekarang Kepala
bagian Humas dan Protokol Pemda Kabupaten Talaud.
Selain bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, penulis aktif dalam kegiatan
organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan :
1. Ketua Umum Persatuan Masyarakat Nanusa Perbatasan Sulawesi
Utara pada tahun 2004 – 2009 dan 2010 – sekarang
2. Ketua umum Persatuan Artis Teater Sulawesi Utara tahun 2006 –
2010
3. Wakil Ketua KNPI Sulawesi Utara tahun 2005 – 2010.
Penulis telah mempublikasikan karya ilmiah berjudul “Pendekatan
Bionomi pada peluang pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Talaud”
pada Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap dan telah diterbitkan
pada Volume I, No. 1 Desember 2010. Karya ilmiah lainnya dengan judul
“Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Talaud“
dipublikasikan pada jurnal yang sama dan telah diterbitkan pada volume II, No. 1
Mei 2011. Kedua publikasi tersebut merupakan bagian dari Program S3 penulis.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................. xii


DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH ................................................................................ xv

1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 6
1.6 Kerangka Pemikiran .................................................................... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 10


2.1 Perikanan tangkap ...................................................................... 10
2.2 Sumberdaya perikanan laut ......................................................... 15
2.3 Prasarana pelabuhan .................................................................. 16
2.4 Usaha perikanan tangkap ............................................................ 17
2.5 Perencanaan produksi perikanan ................................................ 18
2.6 Pengembangan perikanan tangkap ............................................. 20
2.7 Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan secara
berkelanjutan ............................................................................... 22
2.8 Konsep kebijakan perikanan tangkap .......................................... 23

3 METODE PENELITIAN ........................................................................ 25


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 25
3.2 Cara Penentuan Responden ....................................................... 26
3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 26
3.4 Metode Analisis Data................................................................... 28
3.4.1 Analisis sumberdaya ikan ................................................ 29
3.4.1.1 Standardisasi alat tangkap .................................. 30
3.4.1.2 Standardisasi biaya per unit upaya ..................... 31
3.4.1.3 Estimasi parameter ............................................. 31
3.4.2 Analisis finansial .............................................................. 36
3.4.3 Analisis illegal fishing ....................................................... 38
3.4.4 Analisis optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan
tangkap ............................................................................ 40
3.4.5 Analisis strategi pengembangan pembangunan
perikanan tangkap ........................................................... 46

4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .......................................... 53


4.1 Gambaran Wilayah Perbatasan di Provinsi Sulawesi Utara......... 53
4.2 Letak dan Kondisi Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud........... 55
4.3 Kondisi Demografis (kependudukan) ........................................... 61
4.4 Keragaan Perikanan.................................................................... 63

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 77


5.1 Potensi sumberdaya Ikan ............................................................ 77
5.2 Keragaan Finansial Usaha Penangkapan iIkan utama ................ 80
5.3 Illegal fishing di erairan Perbatasan ............................................. 83
5.4 Optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di
kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud .................... 87
5.5 Strategi pembangunan perikanan tangkap di kawasan
perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud ................................... 99
5.6 Dampak yang diharapkan dari implementasi pengelolaan
perikanan tangkap optimum di Kabupaten Talaud ....................... 110
5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 113
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 113
5.2 Saran .......................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 115
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman

1 Potensi perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 .......... 2


2 Jumlah alat tangkap perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud pada
Desember 2007 ................................................................................... 3
3 Jumlah tempat dan alat tangkap serta responden ............................... 27
4 Jumlah stakeholder yang diwawancarai ............................................... 27
5 Metode analisis untuk setiap penelitian ................................................ 29
6 Skala penilaian perbandingan .............................................................. 49
7 Matriks untuk berbanding berpasangan ............................................... 50
8 Nilai indeks acak (r1) matriks berordo 1 sampai 15............................... 52
9 Pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan Filipina ...................... 55
10 Pulau dan gugusan pulau yang terdapat di Kabupaten Kepulauan
Talaud .................................................................................................. 57
11 Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Talaud ....................................... 58
12 Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Talaud tahun
2007 ..................................................................................................... 62
13 PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud atas dasar harga berlaku
menurut lapangan usaha ..................................................................... 63
14 Produksi ikan di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2008 ................. 64
15 Perkembangan rumah tangga perikanan (RTP) di Kabupaten
Kepulauan Talaud tahun 2003-2008 ................................................... 65
16 Perkembangan kapal motor (KM) dari tahun 2003-2008 ...................... 65
17 Kinerja ekonomi Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2008 ................. 66
18 Rumah tangga perikanan (RPP) ......................................................... 66
19 Perkembangan kapal motor . ............................................................... 67
20 Jumlah alat tangkap perikanan Kabupaten Kepulauan Talaud tahun
2008 ..................................................................................................... 68
21 Produksi menurut jenis ikan tahun 2008 ............................................ 69
22 Alat tangkap dan jenis ikan. ................................................................. 70
23 Perkembangan produksi sumberdaya ikan utama di perairan laut
Kabupaten Kepulauan Talaud yang dihasilkan oleh pukat cincin,
jaring insang hanyut dan pancing tonda dari tahun 2003-2008 (dalam
ton) ...................................................................................................... 75
24 Nilai parameter biologi dari sumberdaya ikan utama di perairan
Kabupaten Kepulauan Talaud .............................................................. 77
25 Perbandingan aktual dengan produksi lestari produksi ........................
maximum yang seharusnya dihasilkan agar sumberdaya ikan tetap
lestari ................................................................................................... 77
26 Data runtut waktu jumlah produksi ikan utama, jumlah effort dan nilai
CPUE di perairan Kepulauan Talaud ................................................... 78
27 Kondisi sumberdaya ikan utama saat MSY, MEY dan OA ................... 79
28 Model investasi usaha penangkapan diperairan Kabupaten
Kepulauan Talaud ................................................................................ 81
29 Analisis usaha teknologi pengangkapan ikan yang eksisting di
perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ............................................... 81
30 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan di Kabupaten Kepulauan
Talaud (dalam Rp 000) ........................................................................ 83
31 Alokasi jumlah armada penangkapan yang optimum di perairan
Kabupaten Kepulauan Talaud .............................................................. 92
32 Perbandingan jumlah optimum dan eksisting pada tahun 2008 dari
tiga jenis unit penangkapan ikan terpilih di Kabupaten Kepulauan
Talaud.................................................................................................. 92
33 Jumlah kebutuhan optimum prasarana pelabuhan di perairan
Kabupaten Kepulauan Talaud. ............................................................ 94
34 Nilai koefisien ruang daya tampung produksi (k) berdasarkan jenis
kelompok ukuran ikan ......................................................................... 95
35 Jumlah kebutuhan total luasan tempat pelelangan ikan (TPI) yang
optimum di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud.............................. 96
36 Jumlah kebutuhan luasan tempat pelelangan ikan (TPI) yang optimum
di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud untuk setiap kelas
pelabuhan perikanan ........................................................................... 96
37 Jumlah kebutuhan unit pengolahan hasil perikanan di perairan
Kepulauan Talaud ................................................................................ 97
38 Kebutuhan jumlah nelayan optimum di perairan di kawasan
Kabupaten Kepulauan Talaud .............................................................. 98
39 Kebutuhan jumlah tenaga lain yang terkait dengan pengembangan
perikanan pelagis di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ............... 98
40 Matriks internal factor evaluation (IFE) ................................................. 100
41 Matriks external factor evaluation (EFE) .............................................. 101
42 Matriks SWOT pembangunan perikanan Kabupaten Kepulauan
Talaud.................................................................................................. 103
43 Tabel indikator ekonomi dan masalah .................................................. 104
44 Hasil prioritas alternatif strategi pembangunan perikanan di
Kabupaten Kepulauan Talaud .............................................................. 106
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran ............................................................................. 9


2 Sistem agribisnis perikanan tangkap .................................................... 10
3 Jalur pemasaran perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud . 13
4 Peta Kabupaten Kepulauan Talaud...................................................... 25
5 Model simulasi pengembangan perikanan tangkap di kawasan
perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud ........................................... 39
6 Diagram rancangan analisis AHP ........................................................ 48
7 Desain pukat cincin .............................................................................. 71
8 Desain jaring insang hanyut (soma Giop)............................................. 72
9 Desain pancing tonda .......................................................................... 73
10 Kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield
(MEY), dan Open Acces (OA) untuk pemanfaatan sumber daya ikan
utama di perairan kawasan Kabupaten Kepulauan Talaud .................. 80
11 Model simulasi untuk mengestimasi nilai kerugian akibat illegal fishing 83
12 Grafik tangkapan domestik................................................................... 84
13 Grafik skenario illegal fishing................................................................ 85
14 Grafik upaya ........................................................................................ 85
15 Grafik tingkat kerugian ......................................................................... 86
16 Grafik net surplus setiap skenario ........................................................ 87
17 Hasil analisis model Linear Goal Programming .................................... 91
18 Posisi kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Kepulauan
Talaud .................................................................................................. 102
19 Struktur hirarki dan hasil perhitungan AHP ........................................... 105
20 Pengembangan unit perikanan tangkap di kawasan perbatasan
Kabupaten Kepulauan Talaud .............................................................. 110
21 Rancang bangun pengembangan perikanan tangkap di kawasan
perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud ........................................... 112
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud ......................................... 123


2 Share produksi alat tangkap ................................................................ 124
3 Effort alat tangkap ................................................................................ 125
4 Standardisasi alat tangkap ................................................................... 126
5 Data regresi untuk bioekonomi............................................................. 127
6 Regresi untuk bioekonomik .................................................................. 128
7 Cash flow usaha penangkapan pancing tonda di perairan
Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp.000) ............................................... 131
8 Cash flow usaha penangkapan pukat cincin di perairan Kabupaten
Kepulauan Talaud (Rp.000) ................................................................. 132
9 Cash flow usaha penangkapan jaring insang di perairan Kabupaten
Kepulauan Talaud (Rp.000) ................................................................. 133
10 Gambar Nelayan Kabupaten Kepulauan Talaud yang sedang
mempersiapkan alat penangkapan ...................................................... 134
11 Gambar kapal ikan Negara Filipina yang tertangkap di Pulau Miangas
(Pelaku illegal fishing) .......................................................................... 135
12 Gambar upacara adat MANE’E penangkapan ikan secara tradisional di
Kabupaten Kepulauan Talaud .............................................................. 136
DAFTAR ISTILAH

MSY = Maximum sustainable yield


Nilai potensi lestari maksimum secara biologi dari
suatu jenis sumber daya ikan disuatu perairan
tertentu
MEY = Maximum economic yield
Nilai potensi maksimum lestari secara ekonomi dari
suatu jenis sumbedaya ikan dari suatu perairan
tertentu
Catch = Jumlah hasil tangkapan dari suatu jenis alat
penangkap ikan
Effort = Jumlah upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh
suatu alat penangkapan ikan
Illegal Fishing = Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan tanpa ijin
resmi dari suatu institusi atau negara pengelola
perikanan
SWOT = Strength, Weakness,Opportunities and Threats
Suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan
strategi dengan mempertimbangkan kekuatandan
kelemahan faktor internal dan potensi serta ancaman
dari faktor eksternal
AHP = Analisis hierarki proses
Suatu metode yang digunakan untuk menentukan
urutan prioritas yang terbaik berdasarkan persepsi
dari suatu kelompok responden atau kelompok ahli
WPP = Wilayah pengelolaan perikanan
Daerah perairan laut yang memiliki sebaran
sumberdaya ikan yang diperkirakan dari stok yang
sama, sebagai suatu unit ekologi untuk pengelolaan
perikanan
LGP = Liniear goal programming
Suatu metode yang digunakan untuk melakukan
alokasi biaya dengan mempertimbangkan kendala-
kendala atau batasan-batasan yang ada.
APBD = Anggaran pendapatan belanja daerah
PPP = Pelabuhan perikanan pantai
Pelabuhan perikanan pantai dicirikan dan melayani
kapal ikan 5-15 GT daerah penangkapannya
diperairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut
teritorial, panjang dermaga minimal 100 meter
dengan kedalaman kolam minus 2 meter,
memilikidaya tampung minimal 30 buahkapal atau
300 GT sekaligus. (Kepmen No. 16 Tahun 2006)
PPI = Pangkalan pendaratan ikan dicirikan dengan
melayani kapal ikan ≤ 5 GT daerah penangkapannya
diperairan pedalaman dan perairan kepulauan,
panjang dermaga minimal 50 meter dengan
kedalaman kolam minimal minus 2 meter memiliki
daya tampung minimal 20 buah kapal atau 60 GT
sekaligus. (Kepmen No. 16 Tahun 2006)
NPV = Net present value
Nilai bersih dari nilai investasi atau rupiah yang akan
datang dapat dilihat atau dapat dihitung saat ini
berdasarkan nilai suku bunga.
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data
PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai
sepanjang 95.181 km, serta lautan seluas 5,8 juta km2 yang merupakan 70% dan
seluruh wilayahnya. Sejak dulu, kekayaan sumberdaya pesisir dan lautan
khususnya ikan, telah menjadi sumber makanan dan protein utama bagi rakyat
Indonesia. Fungsi dan peran wilayah pesisir dan lautan kini berkembang pesat
dan lebih bervariasi. Hal ini disebabkan sepanjang garis pantai dan bentangan
perairan laut ini terkandung kekayaan sumber daya alam yang berlimpah, mulai
dari sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable) seperti ikan, rumput laut,
kayu bakau dan hewan karang, sampai yang tidak dapat diperbaharui
(unrenewable) termasuk minyak dan gas bumi, bahan tambang serta mineral.
Jasa-jasa lingkungan (environmental services) berupa pemandangan pantai dan
laut yang indah dalam dekade terakhir juga telah tumbuh sektor baru yaitu
pariwisata.
Krisis multi dimensi yang terjadi dimasa pasca orde baru menunjukkan
bahwa dibutuhkan sektor yang dengan segera menghasilkan devisa dengan
memanfaatkan potensi perikanan dan kelautan, maka roda perekonomian dapat
ditumbuhkan. Permintaan dunia akan ikan yang berasal dari laut Indonesia
merupakan salah satu sumber pemulihan ekonomi nasional yang berasal dari
laut. Paling tidak ada 5 (lima) alasan pokok yang dapat menjadikan perikanan
sebagai andalan untuk pemulihan krisis ekonomi serta mendorong pertumbuhan,
yaitu:
(1) Ketersediaan sumber daya perikanan yang melimpah,
(2) Laju pertumbuhan PDB perikanan menunjukkan trend yang meningkat,
(3) Permintaan dunia akan ikan meningkat sejalan dengan pertambahan
penduduk dunia.
(4) Pergeseran pola konsumsi menuju pada ikan sebagai pilhan utama dan
sehat,
(5) Pasar domestik yang terus meningkat permintaannnya.
Potensi perikanan laut Indonesia cukup besar yang tersebar di berbagai
perairan diperkirakan sebesar 6,7 juta ton per tahun dengan 4,4 juta ton per
2

tahun di perairan teritorial dan perairan Nusantara, serta 2,3 juta ton per tahun di
perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Namun demikian, posisi perairan
Indonesia yang berbatasan dengan berbagai negara seperti India, Thailand,
Malaysia, Singapura, Philipina, Papua New Guinea, Timor Leste, Australia dan
Vietnam menjadikan wilayah-wilayah perbatasan menjadi potensi kegiatan
pencurian ikan oleh negara lain. Sehingga, tingkat pemanfaatan ikan yang masih
rendah di dalam negeri belum menjamin kelestarian ikan jika tingkat pencurian
oleh nelayan asing tinggi. Kondisi ini tentunya perlu mendapatkan perhatian dari
kita semua. Pembangunan di wilayah perbatasan menjadi keharusan agar
potensi sumberdaya alam terjaga.
Salah satu kabupaten yang mempunyai wilayah perairan perbatasan
adalah Kabupaten Kepulauan Talaud. Wilayah perairan Kabupaten Kepulauan
Talaud berbatasan dengan wilayah perairan Philipina. Kabupaten Kepulauan
Talaud memiliki sumber daya alam yang potensial terutama sumber daya
perikanan karena hampir seluruh daerah Kabupaten Kepulauan Talaud
merupakan daerah laut. Potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Kepulauan
Talaud Sulawesi Utara mempunyai cadangan potensi yang masih dapat
dimanfaatkan sangat besar baik untuk ikan pelagis maupun ikan demersal
(Tabel 1).

Tabel 1 Potensi perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007

No. Jenis Potensi Jumlah Cadangan


Komoditi (Ton/Tahun) Eksploitasi Potensi
(Ton) (Ton)
1 Ikan pelagis 38.720 4.896,6 33.823,7
2 Ikan demersal 38.280 893,3 37.389,7
Sumber : Renstra Kabupaten Kepulauan Talaud 2005 – 2009

Jenis alat tangkap dominan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan


sumber daya ikan di perairan kabupaten Kepulauan Talaud adalah pancing
tonda, jaring insang hanyut dan pancing ulur (Tabel 2). Pukat cincin baru mulai
berkembang untuk menangkap ikan pelagis kecil.
3

Tabel 2 Jumlah alat tangkap perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud pada


Desember 2007
No. Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit)
1 Pukat cicin 25
2 Jaring insang
a. Jaring insang hanyut 601
b. Jaring insang lingkar 122
c. Jaring insang tetap 280
3 Pancing
a. Rawai hanyut 316
b. Rawai tetap dasar 55
c. Pancing tonda 1.029
d. Pancing ulur 518
e. Pancing tegak 340
f. Pancing cumi 56
g. Pancing lainnya 450
4 Perangkap
a. Bubu 260
b. Perangkap lainnya 155
5 Alat pengumpul dan alat penangkap
a. Alat penangkap teripang 95
6 Lain-lain
a. Muro ami 2
b. Jala tebar 150
7 Garpu, tombak dan lain-lain 171
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Talaud, 2009

Dalam kondisi potensi sumberdaya yang besar, sementara sistem


pemanfaatan sumberdaya di dalam negeri yang belum baik, menjadikan kondisi
pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Kepulauan Talaud belum optimal.
Kondisi armada dalam negeri yang masih rendah, perdagangan ikan yang
kurang menguntungkan nelayan dan penegakan hukum yang belum sempurna,
pemanfaatan sumberdaya ikan belum mampu memsejahterakan nelayan lokal,
tetapi justru menguntungkan nelayan Philipina. Kerjasama perbatasan Indonesia
dan Filipina sebenarnya telah dirintis sejak 14 September 1965 melalui
penandatanganan Border Crossing Agreement hingga tercapainya Border
Crossing Agreement 1975. Dengan persetujuan tersebut, maka penduduk
perbatasan diberikan kemudahan untuk melakukan kunjungan yang bersifat
sosial–budaya. Kerjasama ini telah diperbaharui beberapa kali, guna
menyesuaikannya dengan situasi dan perkembangan keadaan di lapangan.
Sementara itu, untuk kegiatan perdagangan di daerah perbatasan, kedua negara
pada tahun 1971 telah menyepakati Border Trade Agreement. Pada kedua
4

persetujuan tersebut ditetapkan bahwa sebagian pulau-pulau di Kabupaten


Sangihe dan Kabupaten Talaud sebagai wilayah kerjasama perbatasan
Indonesia dan Filipina. Selain itu, sesuai dengan kesepakatan lintas perbatasan
ini maka ditetapkan 3 Border Crossing Station (BCS) di wilayah Indonesia
(Miangas, Marore, Tarakan) dan 3 Border Station di wilayah Filipina (Tibanban,
Batuganding, Bungau).
Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di
perairan Kabupaten Kepulauan Talaud, timbul permasalahan jika hasil
pembangunan yang dicapai tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan yang
diharapkan. Tujuan pengelolaan yang diharapkan adalah agar sumberdaya yang
ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, dalam arti kesejahteraan
masyarakat dapat meningkat tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan
yang dapat merugikan kelangsungan hidup generasi yang akan datang. Namun
demikian, kondisi perikanan di Kabupaten Talaud belum optimal seperti yang
diharapkan.
Secara umum pemanfaatan sumber daya perikanan di perairan kabupaten
Kepulauan Talaud masih belum optimal dan masih dapat ditingkatkan. Keadaan
masa kini menunjukkan bahwa perikanan tangkap sangat banyak diperhadapkan
pada berbagai permasalahan antara lain illegal fishing, kurangnya sarana produksi
dan belum adanya kebijakan pembangunan perikanan tangkap yang dikaitkan
dengan status kabupaten Kepulauan Talaud sebagai kawasan perbatasan.

1.2 Perumusan Masalah


Hasil pengamatan di wilayah studi menunjukkan bahwa, belum
optimalnya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kepulauan
Talaud hal ini disebabkan : kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah,
lemahnya penegakan hukum, Perda yang belum mendukung, kemiskinan,
sarana dan prasarana masih terbatas dan belum adanya kebijakan perbatasan.
Disamping hal-hal tersebut maka sangat menonjol terjadinya illegal unreported
and unregulated (IUU) fishing atau kegiatan yang tidak dilaporkan dan tidak
diatur di daerah ini. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Kepulauan Talaud
berbatasan langsung dengan perairan Philipina. Perbatasan tersebut dibentuk
oleh Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Philipina. Keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh armada Philipina
5

yang masuk ke daerah ZEE Indonesia termasuk perairan Kabupaten Kepulauan


Talaud. Disisi yang lain, rendahnya kemampuan armada lokal Kabupaten
Kepulauan Talaud menyebabkan armada penangkapan ikan dari Philipina dapat
dengan leluasa melakukan illegal fishing.
Fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan indikasi bahwa keterpaduan
dan koordinasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan
tangkap di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud belum sepenuhnya terlaksana.
Ketidak-terpaduan dan kurangnya koordinasi tersebut antara lain disebabkan
karena pelaksanaan pembangunan dan peraturan perundangan yang digunakan
masih bersifat sektoral serta belum adanya kejelasan fungsi dan wewenang dan
lembaga-lembaga yang terlibat. Kemudian, untuk mengembangkan perikanan
tangkap di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud, tentu akan menghadapi
beberapa kendala atau permasalahan utama yang perlu dianalisis dan dijawab.
Dari latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
(1) Apa jenis atau komoditi sumberdaya ikan yang dominan dimanfaatkan dari
perairan laut Kabupaten Kepulauan Talaud, serta berapa ketersediaan atau
daya dukung optimum dari sumberdaya ikan tersebut?
(2) Apa jenis teknologi penangkapan yang tepat digunakan untuk memanfaatkan
komoditi ikan tersebut dan berapa alokasi optimumnya?
(3) Berapa kerugian yang dialami oleh Pemerintah Kepulauan Talaud yang
disebabkan oleh IUU Fishing dan bagaimana mengatasi kerugian akibat IUU
fishing ?
(4) Bagaimana tahapan pengembangan perikanan tangkap yang optimum dan
komprehensif ?
(5) Komponen apa saja yang menjadi penggerak utama dan yang sangat
menentukan keberhasilan pengembangan sub-sektor perikanan tangkap di
Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara ?
(6) Kebijakan apa saja yang dapat diterapkan untuk pengembangan perikanan
tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan utama adalah menyusun rancangbangun pengembangan
perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud.
Tujuan khusus :
6

(1) Menganalisis kondisi sumberdaya ikan


(2) Menganalisis keragaan finansial perikanan tangkap
(3) Menganalisis illegal fishing
(4) Optimasi perikanan tangkap
(5) Menyusun strategi pembangunan perikanan tangkap di kawasan
perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang didapat dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai
berikut :
(1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kabupaten
Kepulauan Talaud dalam upaya pemberdayaan nelayan dan pembangunan
daerah melalui pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan
Talaud.
(2) Di bidang IPTEK sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang perikanan.
(3) Bagi pelaku bisnis sebagai acuan dalam perencanaan maupun implementasi
investasi di bidang usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan
Talaud.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam rangka melakukan penelitian dengan judul "Kebijakan
Pembangunan Perikanan di Kawasan Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud"
maka penelitian ini dibatasi sampai dengan penyusunan alternatif kebijakan
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud. Selanjutnya
ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada aspek - aspek sebagai berikut:
(1) Inventarisasi terhadap faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud.
(2) Formulasi strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten
Kepulauan Talaud.

1.6 Kerangka Pemikiran


Dalam upaya pemecahan masalah yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka diperlukan satu pemikiran konseptual untuk memberikan
7

solusi optimal terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam


pengelolaan sumberdaya perikanan. Pengelolaan sumberdaya perikanan
merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan
dengan tetap menjaga kelestariannya. Pada umumnya pelaksanaan pengelolaan
sumberdaya perikanan tersebut lebih cenderung pada usaha pengaturan
aktivitas penangkapan dan perbaikan kondisi lingkungan.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan tangkap saat
ini dihadapkan pada kenyataan yang agak sulit dan penuh tantangan. Hal ini
disebabkan sebagian besar sumberdaya perikanan tersebut dimanfaatkan oleh
usaha perikanan berskala kecil atau perikanan rakyat. Keadaan usaha perikanan
rakyat yang pada umumnya masih sangat tradisional tersebut, memiliki
jangkauan usaha penangkapan yang masih terbatas pada perairan pantai,
dimana produktivitas yang dihasilkan sangat rendah. Menurut Barus et al. (1991)
produktivitas nelayan yang masih sangat rendah ini pada umumnya diakibatkan
oleh rendahnya keterampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat tangkap
maupun perahu yang masih sederhana, sehingga efektif dan efisiensi alat
tangkap maupun perahu belum optimal. Keadaan ini berpengaruh terhadap
pendapatan yang diterima nelayan, keadaan ekonomi dan kesejahteraan
nelayan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup atau
pendapatan nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil
tangkapannya. Peningkatan produksi ini sangat erat hubungannya dengan
ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh nelayan dan sarana
penangkapan pendukung lainnya. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi
perikanan tersebut adalah dengan mengusahakan unit penangkapan yang
produktif, yakni yang tinggi dalam jumlah dan nilai hasil tangkapan. Selain itu unit
penangkapan tersebut haruslah bersifat ekonomis dan menggunakan teknologi
yang sesuai dengan kondisi setempat serta tidak merusak kelestarian
lingkungan.
Mengingat begitu kompleksnya permasalahan pengembangan perikanan
tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara, diperlukan kajian
strategi pengembangan perikanan tangkap dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap secara optimal berdasarkan pertimbangan bahwa potensi
sumberdaya perikanan laut yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal.
Dengan adanya suatu studi yang mendasar dan mencakup aspek perencanaan
8

dalam pengembangan usaha perikanan tangkap maka akan didapatkan suatu


strategi pengembangan perikanan tangkap yang matang, sehingga sumberdaya
perikanan laut yang tersedia di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara
dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Sebelum melakukan pengkajian yang mendalam tentang pengembangan
perikanan tangkap untuk menjawab permasalahan yang sedang dihadapi, perlu
disusun suatu diagram alir tahap penelitian agar tujuan dapat dicapai. Diagram
alir tahap penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Langkah pemikiran selanjutnya, dilakukan analisis optimasi untuk kriteria
yang terdiri atas keterlibatan masyarakat, sarana produksi, unit penangkapan,
unit pengolahan, sumberdaya, peraturan, aspek legal dan unit pasarnya.
Optimasi ini menggunakan beberapa analisis dengan tujuan untuk memperoleh
nilai optimal kapasitas atau daya dukungnya dan juga untuk pengambilan
keputusan dalam pola pengembangan perikanan tangkap secara terpadu dan
terarah di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara.
PERMASALAHAN Kinerja Sektor Kelautan dan
- Kualitas sumberdaya manusia yang Perikanan (PDRB, PAD,
masih rendah. Pemanfaatan Sumberdaya Penyerapan Tenaga Kerja,
- Lemahnya penegakan hukum. Devisa)
- Perda yang belum mendukung
- Kemiskinan.
- Sarana dan prasarana masih terbatas.
- Belum adanya kebijakan perbatasan
- IUU Fisheries

Komponen
Komoditi SDI Jenis Teknologi IUU Fisheries Penggerak
Dominan Utama
Perikanan

Perikanan Tangkap Optimum

Penyusunan Kebijakan

RANCANG BANGUN PENGEMBANGAN


mbar 1 Kerangka pemikiran
PERIKANAN TANGKAP

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

9
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Tangkap


Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup
penangkapan/pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut/
perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang
terdiri dari beberapa elemen atau sub sistem yang saling berkaitan dan
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Elemen yang saling berkaitan dan
mempengaruhi satu dengan yang lainnya disebut komponen-komponen
perikanan tangkap. Komponen-komponen perikanan tangkap tersebut terdiri dari
(Monintja 2001a): sarana produksi, usaha penangkapan, prasarana (pelabuhan),
unit pengolahan, unit pemasaran, dan unit pembinaan.
MASYARAKAT

Konsumen
Membangun EKSPOR
Membuat Modal
Membangun
Teknologi
Membuat
PEMBINAAN
Dijual
Kepada

Membayar
Membayar
SARANA PRODUKSI

Galangan Kapal

Pabrik Alat

Diklat UNIT PEMASARAN

Distribusi

UNIT PENANGKAPAN Penjualan


Didaratkan Hasil
Kapal Tangkapan Segmen
Alat
Nelayan Prasarana
Pelabuhan
UNIT SUMBERDAYA
Diolah
Species Diolah UNIT PENGELOLAAN
Habitat
Musim/Lingkungan Fisik Handling

Processing

Packaging

Sumber : Monintja (2001)


Gambar 2 Sistem agribisnis perikanan tangkap
11

(1) Sarana produksi


Salah satu indikator berkembangnya usaha perikanan tangkap sangat
tergantung dari berjalannya fungsi sarana produksi dengan optimal sarana
produksi merupakan salah satu fasilitas yang menunjang berlangsungnya
kegiatan perikanan. Sarana produksi tersebut antara lain penyediaan alat
tangkap, pabrik es, instansi air tawar, instansi listrik, dan pendidikan
pelatihan tenaga kerja (Kesteven 1973).
(2) Usaha penangkapan
Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan dan unit sumberdaya.
Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi
penangkapan yang terdiri kapal, alat tangkap dan nelayan. Unit
sumberdaya terdiri dari spesies, habitat seperti mangrove, terumbu karang
dan padang lamun serta musim.
(3) Pelabuhan
Keputusan bersama Mentan dan Menhub (pasal 1) No. 493/KPTS/
IK.410/7/96 dan No. SK.2/AL106/PNB-96 menyatakan bahwa pelabuhan
perikanan sebagai prasarana perikanan adalah tempat pelayanan umum
bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan
dan peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan
fasilitas di darat dan diperairan sekitarnya, untuk digunakan sebagai
pangkalan operasional, tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil,
penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan.
Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1994) yang diatur dalam Lubis
(2000), pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan ekonomi ditinjau
dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran.
Pembangunan pelabuhan perikanan di Indonesia merupakan tanggungan
pemerintah (UU No.9 th 1985 pasal 18). Pelabuhan perikanan berfungsi
sarana penunjang untuk meningkatkan produksi. Pelabuhan perikanan
berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan. Tempat
berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat
untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran
dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu
hasil perikanan serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan
data. Kesimpulannya pelabuhan adalah prasarana perikanan dan pusat
pengembangan ekonomi dan aspek produksi, pengolahan dan pemasaran.
12

Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan letak dan jenis


usaha penangkapannya. Pelabuhan perikanan pantai (tipe D) memiliki
kriteria sebagai berikut (Lubis 2000): (1) Tersedianya lahan seluas 10 Ha;
(2) Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan <30 GT; (3) Melayani kapal-
kapal perikanan 15 unit/hari; (4) Jumlah ikan yang didaratkan > 10 ton/hari ;
(5) tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan
kawasan industri perikanan ; (6) Dekat dengan pemukiman nelayan.
(4) Unit pengolahan
Unit pengolahan termasuk didalamnya pengawetan bertujuan untuk
mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan
tetap sempurna segar atau dalam wujud olahan, secara ekonomis nilai
tambah produk juga meningkat. Pengolahan tersebut dapat dilakukan
secara tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan
ataupun dengan cara modern (Moeljanto 1996).
(5) Unit pembinaan
Pembinaan merupakan suatu proses untuk peningkatan produksi dan
produktivitas perikanan yang merupakan salah satu tujuan pembangunan
sektor perikanan. Pembinaan tersebut terdiri dari pembinaan usaha
perikanan dan pembinaan mutu hasil perikanan. Pembinaan usaha
perikanan bertujuan untuk pengembangan usaha di bidang perikanan yang
merupakan bagian dari dunia usaha pada umumnya. Pembinaan usaha
perikanan terdiri dari pembinaan kelembagaan usaha perikanan,
perkreditan dan permodalan dan pembinaan perijinan usaha perikanan.
Sedangkan pembinaan mutu hasil perikanan diantaranya adalah
pembinaan unit pengolahan dan pengawasan mutu hasil perikanan.
(6) Unit Pemasaran
Pemasaran merupakan tindakan yang bertalian dengan pergerakan
barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Adapun
skema penyaluran hasil perikanan adalah sebagai berikut:
13

Nelayan

Tempat
Pelelangan Ikan

Grosir Pengelolaan

Pengecer

Konsumen

Gambar 3 Jalur pemasaran perikanan tangkap di Kab. Kepulauan Talaud

Perikanan merupakan harapan masa depan untuk meningkatkan


kesejahteraan bangsa Indonesia melalui pemanfaatan sumberdaya dengan
optimal. Oleh karena itu pembangunan perikanan tangkap sangat urgent karena
perikanan merupakan salah satu sektor pembangunan kelautan yang berperan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan nelayan, perbaikan gizi, meningkatkan kesempatan
usaha dan meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor dan penurunan
impor (Dahuri 1998a).
Kualitas dan kuantitas sumberdaya perikanan sebagai sasaran dari
kegiatan perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan sebagai
tempat hidupnya. Ketersediaan atau stok ikan secara alami di perairan
merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produktifitas usaha
kegiatan penangkapan, sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehan adalah
80 % dari potensi lestari (Dahuri 2002).
Pembangunan perikanan tangkap bersifat komplek sehingga dalam
pengelolaannya membutuhkan perhatian khusus karena memiliki karakteristik
sendiri, yaitu : (1) Sumberdya perikanan merupakan milik bersama (common
resources) dan akses eksploitasi terbuka bagi banyak orang (open access).
Sehingga rentan terhadap masalah over eksploitasi sebagai akibat dari entry
nelayan yang terlalu banyak; (2) Sumberdaya perikanan dan kelautan umumnya
dapat pulih sampai tingkat ekploitasi maksimum tertentu (maximum harvest).
Intensitas panen yang terlalu tinggi dapat mengancam keberlanjutan stok
sumberdaya perikanan; (3) Usaha dibidang perikanan dan kelautan mengandung
eksternalitas kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan perikanan dapat
mempengaruhi profitabilitas perusahaan lainnya atau kualitas lingkungan alam
14

sekitarnya.
Telah tertihat pula bahwa praktek yang demikian itu mengakibatkan
rusaknya sumberdaya hayati laut, seperti gejala tangkap lebih (overfishing),
rusaknya terumbu karang akibat penangkapan ikan secara merusak
(pengeboman), rusaknya hutan mangrove, dsb. Melalui UU No.22/1999 tentang
otonomi daerah pemerintah daerah kini memiliki otoritas yang lebih besar dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung bersifat terbuka (open access).
Pembangunan usaha perikanan tangkap dapat diwujudkan melalui
kebijakan dan program yang berdasarkan pada pendekatan sistem usaha
perikanan tangkap. Pendekatan tersebut menerangkan bahwa ada lima
kebijakan yang dapat ditempuh untuk merealisasikan tujuan industri perikanan
tangkap (Dahuri 2002b): (1) Optimalisasi tingkat penangkapan ikan sesuai
potensi lestari pada setiap wilayah perikanan; (2) Penanganan dan pengolahan
hasil perikanan; (3) Transportasi dan pemasaran hasil perikanan; (4)
Pengembangan prasarana dan sarana; (5) Sistem usaha kemitraan usaha
perikanan secara terpadu dan saling menguntungkan.
Kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan pada
dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat,
terutama di daerah pesisir. Oleh karena itu, kelestarian sumberdaya harus
dilestarikan sebagai landasan utama untuk mencapai kesejateraan tersebut.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan diharapakan tidak
menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground, maupun nursery
ground ikan. Selain itu, tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang,
dan padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologis dengan ikan. Aspek
kelestarian juga berkaitan dengan kegiatan monitoring, controlling dan
surveilance terhadap ketersediaan sumberdaya ikan termasuk kondisi lingkungan
perairan laut dari pencemaran.
Oleh karena itu, solusi jangka pendek yang diperlukan saat ini adalah
disusunnya suatu kerangka umum atau perencanaan yang dapat dijadikan
pegangan dan petunjuk bagi pemerintah provinsi maupun daerah dalam
meregulasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap.
Perencanaan perikanan yang harus diwujudkan adalah sebuah sistim agribisnis
perikanan yang tangguh. Yaitu dapat menghasilkan keuntungan (efisiensi)
secara langgeng sehingga dapat mensejahterakan para pelakunya (terutama
nelayan). Berkontribusi secara signifikan bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan
15

mampu memelihara kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya (Dahuri


2002b). Dengan demikian akan terwujud sebuah sektor perikanan yang terpadu.

2.2 Sumberdaya perikanan laut


Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang didukung oleh
sumberdaya manusia, modal, teknologi dan informasi, yang mencakup seluruh
potensi lautan maupun perairan daratan yang dapat didayagunakan untuk
kegiatan usaha perikanan (Setyohadi 1997). Indonesia memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang relatif besar, akan tetapi sumberdaya ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk
mengolah dan mengeksploitasi sumberdaya tersebut.
Menurut Aziz et al. (1998), potensi lestari sumberdaya perikanan laut
Indonesia adalah sebesar 6,18 juta ton pertahun, yang terdiri dari potensi ikan
pelagis sebesar 975,05 ribu ton, ikan ikan pelagis kecil 3,23 juta ton, ikan
demersal 1,78 juta ton, ikan karang konsumsi 75 ribu ton, udang penaid 74,00
ribu ton, lobster 4,80 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton.
Meskipun secara keseluruhan pemanfaatan sumberdaya perikanan baru
mencapai 58 persen, namun beberapa jenis ikan telah mengalami gejala tangkap
lebih (over fishing) dibeberapa perairan nusantara. Hal ini disebabkan adanya
ketimpangan struktur armada penangkapan yang didominasi oleh perahu kapal
tanpa motor. Dengan komposisi ini, maka kawasan perairan yang mengalami
tekanan eksploitasi yang besar adalah perairan pantai (Dahuri 2002b).
Sumberdaya hayati atau stok mampu tumbuh dalam kelimpahan dan
biomassa, akan tetapi akan sampai pada suatu batas tertentu. Batas-batas
terhadap pertumbuhan, ditentukan oleh ukuran populasi saat ini dalam
hubungannya dalam kelimpahan rata-ratanya dalam keadaan tidak diusahakan.
Sumberdaya perikanan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui, namun demikian pemanfaatan sumberdaya ini harus tetap rasional
untuk menjaga kesinambungan produksi dan kelestarian sumberdaya.
Secara umum sumberdaya perikanan dapat dikelompokkan kedalam empat
kelompok yaitu sumberdaya ikan demersal, sumberdaya pelagis kecil, sumberdaya
pelagis besar dan sumberdaya biota laut (Naamin 1987). Sumberdaya ini apabila
dalam eksploitasinya tidak mematuhi aturan atau melampaui produksi tahunan
bersih, maka kehancuran sumberdaya menjadi tinggi. Hal ini berarti bahwa
sumberdaya tersebut akan menepis atau terkuras dengan berjalannya waktu.
16

Suatu pendekatan di dalam pengelolaan sumberdaya perikanan,


membutuhkan strategi dan rencana pengelolaan yang meliputi pengembangan
pertimbangan yang jelas tentang tindakan bersifat kehati-hatian yang diambil
untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan. Mengingat pengembangan
berlebihan dan kapasitas pemanenan adalah penyebab yang lazim dan akibat
yang tidak diinginkan. Suatu rencana pengelolaan sumberdaya perikanan harus
memasukkan mekanisme pemantauan dan pengendalian kapasitas. Disamping
itu, pertimbangan harus diberikan pada bagaimana ketidakpastian dan kelalaian
diperhatikan dalam mengembangkan dan membuat berbagai langkah
pengelolaan sumberdaya perikanan.
Sumberdaya perikanan laut yang telah dimanfaatkan oleh perikanan
meliputi ikan (pisces), kelompok udang (crustacean), binatang berkulit lunak
(mollusca) dan rumput laut. Sebagai suatu negara yang terletak didaerah tropis,
Indonesia mempunyai beragam spesies. Sumberdaya perikanan dikelompokkan
menjadi kelompok sumberdaya perikanan demersal dan pelagis (Ditjenkan
1991).

2.3 Prasarana pelabuhan


Prasarana yang ada di pelabuhan seperti kapasitas tambat labuh,
ketersediaan air bersih, fasilitas pabrik es, cold storage, dockyard, membengkel
motor kapal, dan lain-lain, dapat menumbuhkan gairah dalam berinventasi.
Karena ketersediaan infrastruktur tersebut merupakan faktor penunjang
keberhasilan dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan dan pasca operasi
penangkapan ikan atau pendaratan ikan.
Pembangunan prasarana pelabuhan merupakan pelabuhan yang
kompleks dan memerlukan biaya yang sangat mahal, karena meliputi pekerjaan
darat da laut serta menyangkut sosial ekonomi masyarakat, sehingga
perencanaannya memerlukan pentahapan yang matang. DJPT (2006)
menetapkan tahapan dan metodologi pembangunan pelabuhan meliputi study,
investigation, detail design, construction, operation and maintenance (SIDCOM)
adalah sebagai berikut :
(1) Study, untuk mengidentifikasi, pelajari dan mengetahui lokasi terbaik bagi
suatu pelabuhan baik secara teknis dan biaya serta parameter makro
(ipoleksosbudhankam).
17

(2) Investigation, untuk menentukan layak/tidaknya rencana pembangunan


pelabuhan dari aspek teknis konstruksi, sosial dan ekonomi.
(3) Detail design, merupakan penyusunan secara detail dari masing-masing
bangunan/infrastruktur pelabuhan berdasarkan perhitungan struktur dan akan
menghasilkan gambar rencana bangunan, rencana kerja dan spesifikasi
teknis, daftar kualitas masing-masing komponen pekerjaan, rencana
anggaran biaya serta komponen lain yang dapat mendukung pelaksanaan
konstruksi.
(4) Construction, merupakan implementasi dari desain yang telah dibuat.
Mengingat banyaknya jenis fasilitas di pelabuhan maka perlu dilakukan
network planning dalam pelaksanaannya agar dapat mengurangi dampak
negatif terhadap aktivitas masyarakat.
(5) Operation and maintenance, fasilitas pelabuhan yang dibangun dengan
spesifikasi tertentu untuk mencapai fungsi pemanfaatan maka pengelola
pelabuhan perlu menyusun petunjuk teknis pemanfaatan, tata tertib
penggunaan, dan petunjuk monitoring kondisi fasilitas, serta metode
perawatan dan pemeliharaannya.

2.4 Usaha perikanan tangkap


Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 pasal 3
bahwa wilayah Daerah Provinsi, sebagaimana yang dimaksud pasal 2 ayat 1,
terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua betas mil laut yang diukur
dari garis pantai kearah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan.
Selanjutnya pasal 10 ayat 2 bahwa kewenangan Daerah di wilayah laut,
sebagaimana dimaksud pasal 3 meliputi hal-hal dibawah ini:
(1) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut
sebatas wilayah laut tersebut
(2) Pengaturan kepentingan administrasi
(3) Pengaturan tata ruang
(4) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah
(5) Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan Negara.
Selanjutnya pasal 10 ayat 3 menjelaskan bahwa kewenangan daerah
kabupaten dan daereah kota di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat 2
18

adalah sejauh sepertiga dari batas laut daerah provinsi. Usaha perikanan
menurut Syafrin (1993) adalah semua usaha perorangan atau badan hukum
untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan penyimpanan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil atau mendapatkan
laba dari kegiatan yang dilakukan. Usaha perikanan laut terbagi dua aspek, yaitu
penangkapan yang dilakukan dilaut, muara sungai, laguna dan sebagainya yang
dipengaruhi pasang surut. Aspek usaha perikanan yang lainnya adalah budidaya
di laut yaitu semua kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dilaut atau perairan
yang terletak dimuara sungai dan laguna.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1985,
penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan
diperairan yang didalam keadaan tidak dibudidayakan dengan alat tangkap atau
cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk menampung,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah dan mengawetkan.
Kegiatan penangkapan ikan ditargetkan pada satu atau lebih spesies
didalam suatu ekosistem. Akan tetapi kegiatan penangkapan ikan sering pula
mempengaruhi komponen lain dari ekosistem, misalnya hasil tangkapan
sampingan dari spesies lain, kerusakan fisik pada ekosistem atau melalui efek
rantai makanan. Pengelolaan perikanan tersebut terhadap ekosistem sebagai
suatu keseluruhan, termasuk keanekaragaman hayatinya dan harus berupaya
untuk penggunaan secara lestari seluruh ekosistem berikut komunitas biologi.
Jumlah total atau massa ikan yang ditangkap dalam suatu periode yang
ditetapkan akan tergantung pada konsentrasi ikan dikawasan penangkapan,
banyaknya usaha penangkapan yang digunakan. Hubungan ini menunjukkan
bahwa ada sejumlah pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatur
pangkapan total yang berarti dapat mengatur moralitas penangkapan.
Sebagian besar usaha penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang
dalam memasarkan hasil tangkapan berada dalam posisi yang lemah sehingga
sering mendapatkan harga yang tidak wajar. Dilain pihak harga ikan ditingkat
konsumen relatif tinggi karena panjangnya mata rantai pemasaran. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan harga yang wajar bagi konsumen dan menguntungkan
bagi nelayan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan usahanya sekaligus
memperpendek rantai pemasarannya dijual melalui pelelangan. Untuk
pemerintah menyediakan tempat pelelangan ikan.
19

2.5 Perencanaan produksi perikanan


Perencanaan produksi berkaitan erat dengan keseluruhan operasi dalam
suatu organisasi pada horizon waktu tertentu. Perencanaan produksi
dimaksudkan untuk menentukan tenaga kerja dan sumber material yang penting
untuk memproduksi output yang diminta dengan cara efisien.
Perencanaan produksi merupakan perencanaan dan pengorganisasian
dari orang-orang, bahan-bahan, unsur-unsur dan modal yang diperlukan untuk
memproduksi barang pada satu periode tertentu dimasa datang sesuai yang
diperkirakan. Perencanaan produksi juga mencakup kegiatan mengawasi apakah
yang sudah direncanakan telah terencana dengan baik (Sukanto 1985).
Menurut Handoko (1997), sistem perencanaan dan pengendalian
produksi yang berkembang saat ini merupakan sistem terpadu yang menyerupai
suatu siklus atau sering disebut siklus tertutup. Bagian-bagian sistem dipadukan
dalam susunan yang tepat, yang dimulai dengan membuat rencana,
mengimplementasikan rencana, mengawasi kegiatan atas dasar rencana dan
memberikan umpan balik untuk proses berikutnya. Kegiatan perencanaan
produksi dimulai dengan melakukan peramalan (forecast) apa dan berapa yang
perlu diproduksi pada waktu akan datang.
Didalam kegiatan berproduksi diperlukan faktor-faktor produksi,
disamping itu juga sangat diperlukan adanya manajemen yang baik agar
pekerjaan dapat berhasil dengan efisien dan memuaskan serta dengan biaya
yang minimum. Menurut Rahardi et al. (1996), hal-hal yang harus menjadi
perhatian dalam persiapan produksi perikanan meliputi perencanaan produk,
perencanaan lokasi usaha, perencanaan standar produksi dan pengadaan
tenaga kerja.
Menurut Rahadi et al. (1996), di dalam perencanaan produk perikanan,
harus diketahui jenis ikan apa yang hendak diproduksi, apakah jenis ikan
tersebut disukai konsumen dan mempunyai pangsa pasar, apakah jenis tersebut
sesuai dengan potensi yang tersedia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu
dipikirkan sebelum mengambil keputusan.
Ada beberapa faktor yang diperlukan dalam memilih jenis produk yang
akan diproduksi antara lain kegunaan, jumlah permintaan pasar, kemungkinan
pengembangan, potensi penjualan, persaingan, distribusi, faktor budidaya dan
umur panen. Gabungan faktor-faktor ini dapat menunjukkan profil ikan yang
sesungguhnya, serta dapat diketahuinya kekuatan dan kelemahan yang akan
20

timbul bila memproduksi ikan tersebut (Rahadi et al. 1996).

2.6 Pengembangan perikanan tangkap


Pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan
manusia untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan dan sekaligus
meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik
(Bahari 1989). Apabila pengembangan perikanan, dari sub-sistem produksi,
pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil), sampai pemasaran dikerjakan
secara professional dan berbasis iptek, maka keunggulan komparatif yang
dimiliki perikanan akan menjelma menjadi keunggulan kompetitif yang
merupakan asset utama bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Keunggulan kompetitif perikanan ini akan terujud apabila lingkungan bisnisnya
yang meliputi kebijakan fiskal dan moneter, prasarana dan sarana, sistem hukum
dan kelembagaan, serta sumberdaya manusia dan iptek, bersifat kondusif bagi
tumbuh suburnya usaha perikanan secara efisien, produktif dan berdaya saing
tinggi (Dahuri 2000).
Bila dilihat dari ekologis proses pengembangan perikanan saat ini, kurang
memperhatikan kelanjutan sumberdaya perikanan itu sendiri. Kondisi tangkap
lebih menimpa pada beberapa stok ikan diperairan pantai utara jawa, samudra
Indonesia, selat malaka dan laut Sulawesi, pencemaran perairan laut, kerusakan
lingkungan dan habitat seperti terumbu karang hampir terjadi disemua wilayah
pesisir Indonesia (Dahuri 2000).
Oleh karena itu, pengembangan perikanan dalam rangka pemanfaatan
sebagaimana yang diharapkan, maka yang pertama harus dilakukan adalah
menyatukan kesamaan visi pembangunan perikanan, yaitu "Suatu pembangunan
perikanan yang dapat memanfaatkan sumberdaya ikan beserta ekosistemnya
secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama
nelayan dan petani ikan secara berkelanjutan".
Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu
diarahkan agar dapat menunjang tujuan umum pembangunan perikanan. Apabila
hal ini dapat disepakati, maka syarat-syarat pengembangan teknologi
penagkapan ikan di Indonesia haruslah memenuhi kriteria berikut:
(1) Menyediakan kesempatan kerja yang baik
(2) Menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan
(3) Menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk penyediaan protein hewani
(4) Mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan biasa diekspor
21

(5) Tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan.


Intensifikasi untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan, pada
dasarya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik
.yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu
ainnya yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing tempat. Namun tidak
moderenisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi, demikian pula tercapai
peningkatan produksi, belum tentu menghasilkan peningkatan tepatan bersih
nelayan. Oleh karena itu, introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru
harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil
yang menyakinkan.
Upaya pengelolaan dan pengembangan perikanan laut dimasa
mendatang memang akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Tetapi dengan pemanfaatan iptek itu
pulalah kita diharapkan akan mampu mengatasi keterbatasan sumberdaya
melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal
dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga
harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial budaya dan ekonomi.
Saat ini, para nelayan Indonesia belum dapat memanfaatkan sumberdaya
laut dengan benar karena terbentur pada kualitas sumberdaya manusia (SDM)
dan teknolgi. Untuk dapat memiliki SDM dibidang kelautan yang handal memang
membutuhkan waktu dan kemauan, karena itu semua pihak diharapkan ikut
berperan. Pengetahuan yang tergolong rendah membuat para nelayan kurang
memiliki daya nalar untuk menyerap teknologi inovasi di bidang IPTEK kelautan,
ditambah lagi dengan keterbatasan modal usaha yang membuat para nelayan
yang terus terbelit dalam kemiskinan.
Untuk pengembangan produksi atau pemanfaatan sumberdaya perikanan
di masa mendatang, langkah-langkah yang harus dikaji dan kemudian
diusahakan pelaksanaannya adalah:
(1) Pengembangan prasarana perikanan
(2) Pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan dibidang
perikanan
(3) Pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluh perikanan
(4) Pengembangan sistem informasi manajemen perikanan
(Ditjen 1990)
Pengembangan perikanan juga tidak dapat dipacu terus tanpa melihat
22

batas kemampuan sumberdaya yang ada ataupun daya dukungnya. Pada


perikanan yang telah berkembang pesat, upaya pengendalian sangat diperlukan
dan upaya ini dilaksanakan maka berarti telah menerapkan pembangunan
perikanan yang berkelanjutan, sehingga kelestarian sumberdaya dan kegiatan
perikanan dapat dijamin keberadaannya.

2.7 Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan secara


berkelanjutan

Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan hal


yang cukup sulit dan menantang tanpa disertai dengan pengelolaan bukan saja
dapat mengabaikan kemunduran kualitas sumberdaya dan lingkungan tetapi juga
berdampak dalam hal distribusi pendapatan dan kesejateraan masyarakat.
Tanpa pengaturan, sektor pembangunan yang tampaknya kuat dapat menjadi
dominan, sebaliknya sektor yang tampaknya lemah akan makin berkurang dan
akhirnya hilang (Nikijuluw 1995). Pengelolaan perikanan yang tidak
bertanggungjawab juga akan mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan
perairan yang akan merugikan perikanan itu sendiri.
Dalam rangka pembangunan dan mempertahankan kehidupan,
sumberdaya alam periu dimanfaatkan secara berkualitas. Sumberdaya alam
adalah tidak tak terbatas, baik jumlah maupun kualitasnya. Dilain pihak,
kebutuhan akan sumberdaya alam semakin meningkat sebagai akibat
pertambahan penduduk serta perubahan gaya hidup, sejalan dengan itu
pemanfaatan sumberdaya secara tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan dan penurunan mutu lingkungan serta daya dukung lingkungan.
Dalam konteks inilah pembangunan perikanan yang berkelanjutan merupakan
suatu keharusan (Charles 1992; Charles dan Reed 1985; Charles 2001).
Dalam memahami sumberdaya alam, terdapat dua pandangan yang
umumnya digunakan. Pertama adalah pandangan konservastif atau sering
disebut juga pandangan pesimis atau prespektif Malthusian. Dalam pandangan
ini risiko akan terkurasnya sumberdaya alam menjadi perhatian utama.
Sumberdaya ini dianggap sebagai sumberdaya tidak terpulihkan (exhaustible)
dimana memiliki supply yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya
tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Dengan demikian dalam
pandangan ini, sumberdaya alam harus dimanfaatkan secara hati-hati karena
adanya faktor ketidakpastian terhadap apa yang akan terjadi untuk generasi
23

mendatang. Pandangan kedua adalah pandangan eksploitatif atau sering disebut


sebagai prespektif Ricardian. Dalam pandangan ini dikenal dengan "flow" atau
sumberdaya yang dapat diperbaharui dimana sumberdaya diasumsikan memiliki
supply yang infinite atau tak terbatas. Dalam pandangan ini sumberdaya ada
yang tergantung pada proses biologi untuk regenerasinya dan ada yang tidak.
meskipun demikian, untuk sumberdaya yang biasa melakukan proses regenerasi
jika telah melewati batas titik kritis kapasitas maksimum secara diagramatik akan
berubah menjadi sumberdaya yang tidak diperbaharui, secara diagramatik
klasifikasi sumberdaya alam dapat dilihat pada Gambar 4 (Anwar 2002; Fauzi
2000a).
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa sumberdaya perikanan
merupakan salah satu sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terhadap
kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu sumberdaya alam yang bersifat
dapat diperbaharui (renewable), pengelolaan sumberdaya ini memerlukan
pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati. Mengingat sifat dari
sumberdaya perikanan yang dikenal dengan akses (open access) yang
memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu merasa memiliki
sumberdaya tersebut secara bersama (common property). Menurut Anwar
(2002), pada keadaan sumberdaya yang bersifat "open access resource" akan
terjadi pengurasan sumberdaya yang pada akhirya akan terjadi kerusakan
sumberdaya. Hal ini terjadi karena semua individu baik nelayan maupun
pengusaha perikanan laut akan merasa mempunyai hak untuk
mengeksploitasi\sumberdaya laut dan memberlakukannya sesuka hati dalam
rangka masing-masing memaksimumkan bagian (share) keuntungan, tetapi tidak
seorangpun mau memelihara kelestariannya. Oleh karena itu, sifat "open access
resource" tersebut dapat dikatakan tidak ada yang punya atau sama saja dengan
tidak ada hak yang jelas atas sumberdaya yang bersangkutan (res commune is
res nullius).

2.8 Konsep kebijakan perikanan tangkap


Kebijakan berasal dari kata policy yang berupa aturan main atau set of
rule of law. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sekalipun pemerintah
misalnya tidak membuat kebijakan namun pemerintah mempunyai peranan untuk
melegimitasinya. Kebijakan dapat berupa formal law (positive law) dan informal
law (Written). Kebijakan dapat ditingkatkan dan disempurnakan dengan
24

melakukan berbagai analisis kebijakan. Terdapat tujuh variasi kebijakan analisis


kebijakan ini sekaligus menggambarkan ruang lingkup (scope) analisis kebijakan
(Hogwood and Gunn 1986) yakni:
(1) Studi-studi isi kebijakan (studies of policy content) maksud studi ini adalah
menggambarkan dan menjelaskan asal mula serta perkembangan kebijakan.
(2) Studi-studi tentang proses kebijakan yang lebih mengutarakan tahap-tahap
yang harus dilalui oleh isu kebijakan pemerintah sebelumnya dengan menilai
pengaruh dari usaha-usaha yang dilakukan dari berbagai faktor terhadap
perkembangan isu.
(3) Studi mengenai output kebijakan (studies of policy output) pada umumnya
mengeluarkan tingkat biaya yang berbeda dari setiap daerah.
(4) Studi-studi evaluasi (evaluation studies) batas-batas antara analisis untuk
melihat kebijakan dampak dari suatu kebijakan terhadap kelompok sasaran.
(5) Informasi untuk pembuatan kebijakan (Information for policy making)
maksudnya penyusunan dan pengumpulan data guna membantu pembuatan
kebijakan dan pengambilan keputusan.
(6) Proses nasehat (process advocacy) yakni proses penasehatan yang
tercermin dalam berbagai upaya yang dilakukan untuk menyempurnakan
mesin pemerintahan melalui relokasi tupoksi guna menetapkan landasan
pemilihan kebijakan.
(7) Nasehat kebijakan (policy advocacy) kegiatan yang melibatkan analisis
dalam pemilihan altematif yang terdesak dalam proses kebijakan baik secara
perorangan maupun kelompok /kerjasama.
Kebijakan yang dilakukan dengan bertolak pada dasar hukum dan
peraturan yang berlaku. Hukum tidak akan terlepas dari roda pemerintahan baik
dalam menjalankan kebijakan maupun dalam pengambilan keputusan. Hukum
adalah seluruh norma-norma hukum yang mengatur hubungan antara
seseorang, sekelompok orang atau badan hukum termasuk lembaga
pemerintahan dengan sumberdaya perikanan tangkap. Hubungan ini meliputi
hubungan fisik (cara pemanfaatan sumberdaya) hubungan administrasi
(perizinan) dan hubungan geografis (lokasi penangkapan ikan). Norma–norma
hukum ini dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif dalam bentuk peraturan
perundang-undangan sesuai tingkatnya dan ditegakan oleh lembaga eksekutif
dan legislatif.
3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan, dengan lokasi penelitian di
Kabupaten Kepulauan Talaud dan di Provinsi Sulawesi Utara. Tahap 1
melakukan pra penelitian mulai tanggal 3 Mei 2007 – 10 Oktober 2007,
sedangkan pada tahap 2 melakukan penelitian mulai pada tanggal 7 September
2009 – 14 November 2009. Kegiatan dimulai dari penyusunan rencana
penelitian, orientasi lapangan, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis
data serta penyusunan disertasi. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 4.
126040’00 BT

GENERAL SANTOS CITY

4001’00” LU

KABUPATEN
KEPULAUAN TALAUD
MELONGUANE

TAHUNA

KABUPATEN SANGIHE

MALUKU UTARA
SULAWESI UTARA

Gambar 4 Peta Kabupaten Kepulauan Talaud.


26

3.2 Cara Penentuan Responden


Penentuan responden dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan teknik
purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku
(individu atau lembaga) yang mempengaruhi pengambilan kebijakan, baik
langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan
perikanan tangkap di Perairan Kabupaten Kepulauan Talaud.
Responden terdiri dari para pejabat dan staf yang menguasai
permasalahan yang berasal dari beberapa instansi/lembaga pemerintah baik
pemerintah Provinsi Sulawesi Utara maupun pemerintah Kabupaten Kepulauan
Talaud, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Tata Ruang dan
Lingkungan Hidup, Bappeda, Kantor Perizinan Terpadu, Bagian Ekonomi Setda,
Dinas Pariwisata, Badan Pusat Statistik, Badan Litbang, Bagian Pembangunan
Setda, Dinas Pendidikan Nasional (Diknas), Dinas Perhubungan, Dinas
Pertanian, Dinas Kimpraswil, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi,
Pengusaha perikanan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), dan unsur
Akademisi.

3.3 Metode Pengumpulan Data


(1) Survei Deskripsi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei
dengan menggali data dan informasi langsung dari lokasi penelitian lapangan.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer
tentang komposisi jenis ikan dan jumlah alat tangkap yang digunakan. Data
Sekunder berupa data statistik produksi perikanan baik provinsi maupun
Kabupaten Talaud. Metode simulasi digunakan untuk mengevaluasi dampak
Illegal Fishing.
27

Tabel 3 Jumlah tempat dan alat tangkap serta responden


TEMPAT JENIS ALAT PENANGKAPAN JUMLAH RESPONDEN
Kec. Salibabu Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut 7 Org
Kec. Moronge Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut 3 Org
Kec. Lirung Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut 3 Org
Kec. Kolongan Pancing ulur, Bubu 3 Org
Kec. Beo Pancing ulur, Jaring insang hanyut 4 Org
Kec. Melonguane Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut 4 Org
Kec. Melonguane Timur Pukat cincin, bubu, pancing ulur, pancing cumi 5 Org
Kec. Pulutan Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut 3 Org
Kec. Rainis Pukat cincin, Pancing tonda, Jala tebar 3 Org
Kec. Nanusa Pukat cincin, pancing tegak, Penangkap taripang 6 Org
Kec. Damau Pukat cincin, pancing tonda, Garpu tombak 3 Org
Kec. Mangaran Pukat cincin, Garpu tombak, muroami 3 Org
TOTAL 47 Org

(2) Survei aspirasi


Jumlah responden yang diwawancarai dalam aspek aspirasi terhadap
pembangunan perikanan adalah 21 orang yang mewakili seluruh stakeholders
perikanan dan kelautan.
Tabel 4 Jumlah Stakeholders yang di wawancarai
STAKEHOLDERS JUMLAH
1. Dinas Kelautan dan Perikanan 2
2. Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 1
3. Badan Perencanaan Pembangunan 1
Daerah
4. Kantor Perizinan Terpadu 1
5. Bagian Ekonomi Setda 1
6. Dinas Pariwisata 1
7. Badan Pusat Statistik 1
8. Badan Litbang 1
9. Bagian Pembangunan Setda 1
10. Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) 1
11. Dinas Perhubungan 1
12. Dinas Pertanian 1
13. Dinas Kimpraswil 1
14. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan 1
Koperasi
15. Pengusaha 2
16. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia 2
(HNSI)
17. Akademisi 2
TOTAL 21

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi struktur biaya dari usaha
penangkapan ikan antar fleet serta pola usaha perikanan dan wilayah tangkapan
yang diperoleh dari dengan teknik wawancara kepada nelayan dan juragan
kapal. Data struktur biaya dibagi kedalam beberapa kelas fleet yang kemudian
28

dilakukan pembobotan untuk memperoleh rataan tertimbang (weighted average).


Penelitian ini banyak menggunakan data sekunder yang urut waktu (time
series) yang meliputi data landing (produksi) dan input yang digunakan (effort),
harga per unit output (harga ikan per kg per tahun), indeks harga konsumen
(consumers price index), gross domestic regional product (PDRB) wilayah
Kabupaten Kepulauan Talaud dan data penunjang lainnya. Data sekunder ini
diperoleh dari penelitian dinas/ instansi/ lembaga terkait dengan pengelolaan dan
penelitian ini.
Data sekunder tersebut diperoleh dari lembaga-lembaga/instansi yang
terkait di tingkat pusat, Provinsi Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Utara, dan
Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Talaud. Lembaga-lembaga Pusat antara
lain Ditjen Bangda Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Tangkap
Departemen Kelautan dan Perikanan, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Lembaga/ Instansi di Tingkat
Provinsi antara lain BAPPEDA Tingkat I, Dinas Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup, Kantor Wilayah Kelautan dan Perikanan, Kantor Wilayah Pariwisata,
Dinas Perikanan Tingkat I dan instansi lainnya yang terkait. Data sekunder dari
lembaga tingkat Kabupaten diperoleh dari BAPPEDA Tingkat II, Dinas Pariwisata
Tingkat II, Dinas Perikanan Tingkat II, dan instansi lainnya yang terkait, di
Kabupaten Kepulauan Talaud.

3.4 Metode Analisis Data


Analisis akan dilakukan dan tujuan dari penelitian ini. Tujuan penelitian ini
antara lain adalah untuk melakukan identifikasi kinerja perikanan, melakukan
simulasi perikanan, identifikasi kebijakan dan menyusun rancang bangun
perikanan tangkap. Jenis analisis untuk tujuan penelitian dapat dilihat pada tabel
5 berikut ini.
29

Tabel 5 Metode analisis untuk tujuan setiap penelitian

TUJUAN ANALISIS KELUARAN


1. Identifikasi potensi ikan
Deskriptif Deskripsi Perikanan

2. Keragaan finansial Bioekonomi (Gordon Schaefer) MSY – CPU


3. Simulasi perikanan Kelayakan usaha
Usaha
daerah perbatasan Model Simulasi
Simulasi Vensim
4. Optimasi penangkapan
Ikan
5. Identifikasi Kebijakan LGP
Alokasi alat tangkap
6. Rekomendasi Kebijakan

SWOT
Kebijakan
AHP
Urutan Prioritas

Survei Lapangan

Analisis kelayakan Analisis illegal Analisis optimasi


Analisis
Sumberdaya Ikan usaha perikanan fishing pemanfaatan sumberdaya
tangkap perikanan tangkap

Analisis SWOT

Analisis AHP

Strategi pembangunan perikanan tangkap di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud

3.4.1 Analisis sumberdaya ikan


Analisis tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dilakukan dengan
menduga terlebih dahulu nilai produksi maksimal lestari atau Maximum
Sustainable Yield (MSY) dengan menggunakan model Schaefer (McConnel dan
Sutinen, 1957, 1979), yaitu dengan memplotkan hasil tangkapan persatuan
upaya yang telah distandardisasi (elf) dalam satuan kg/trip dan upaya
penangkapan yang telah distandardisasi (f) dalam satuan trip kemudian dihitung
30

dengan model regresi linier, sehingga diperoleh nilai konstanta regresi (b) dan
intersep (a). (Gordon, 1983).
Nilai intersep (a) dan konstanta regresi (b) kemudian digunakan untuk
menentukan beberapa persamaan yang diperlukan, yaitu:
(1) Hubungan antara HTSU dan upaya penangkapan standar (/): HTSU = a-bf
atau HTSU = c/f
(2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dan upaya penangkapan: c = af- bf
(3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyatakan
.turunan pertama hasil tangkapan upaya penangkapan sama dengan: c = af-
bf2, c' = a-2bf=0 fopt = a/2b
(4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubstitusi nilai
upaya penangkapan optimum ke dalam persamaan (2) di atas: cmax = a(a/2b)
- b(a2/4b2)
Untuk mendapatkan nilai produksi tuna, cakalang, tongkol yang
sebenarnya maka dilakukan standardisasi produksi, dimana produksi tuna,
cakalang, tongkol terhadap total tangkapan dari alat tangkap pancing tonda dan
pukat cincin, sebagai berikut :
Produksi(ikan j)= (tangkap ikan j/tangkap total)*produktifitas alat tangkap j …(3-1)
Setelah diketahui proporsi produksi ikan tuna, cakalang, tongkol , maka
akan diketahui data terhadap keempat spesies tersebut terhadap total alat
tangkap. Proses dekomposisi untuk menentukan produksi keempat jenis ikan
tersebut dilakukan dengan perhitungan persamaan di bawah ini :
h ijt  ij h it …………...………………………………………………………(3-2a)

hi
ij  ….……………………………………………………….(3-3)
 hi  h j
Total tangkapan ikan dapat dihitung berdasarkan dekompisisi di atas dengan
menjumlahkan tangkapan untuk setiap jenis ikan pada periode waktu yang
berbeda.
h total   hi   h j ..……………………………………………………………….(3-4)
i j

3.4.1.1 Standardisasi alat tangkap


Mengingat beragamnya alat tangkap yang beroprasi di wilayah Perairan
Kabupaten Kepulauan Talaud, maka untuk mengukur dengan satuan yang
setara, dilakukan standardisasi effort antar alat dengan teknik standardisasi
31

sebagai berikut :
E jt   jt D jt ………………………………………………………………….(3-5a)
Dimana untuk:
U jt
 jt  ……………………………………………………………………..(3-5b)
U std
Keterangan:
E jt = Effort alat tangkap j pada waktu t yang distandarisasi

 jt = Nilai fishing power dari alat tangkap j pada periode t

D jt = Jumlah hari laut (fishing days) dari alat tangkap j pada waktu t

U jt = Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap j pada waktu t
U st = Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis
Standardisasi

3.4.1.2 Standardisasi biaya per unit upaya


Standardisasi biaya per unit upaya (unit standardized effort) dalam
penelitian ini dihitung berdasarkan rasio biaya per unit upaya alat tangkap
terhadap biaya per unit upaya alat tangkap standar:
ci / Ei
C*  ( ) * TCi ………………………………(3-6)
cs / E s
Dimana,
C* = Biaya per unit standardized effort pada periode t
TCi = Biaya total untuk alat tangkap i untuk i = 1,2

Ei = Total standardized effort untuk alat tangkap i

Es = Upaya alat tangkap standar

ci = Biaya nominal per unit upaya alat tangkap i

cs = Biaya nominal per unit upaya alat tangkap standar

3.4.1.3 Estimasi parameter


Titik tolak pendekatan pengelolaan perikanan bermula dari publikasi
tulisan Gordon (1954), seorang ekonom dari Kanada. Gordon memulai
analisisnya berdasarkan asumsi konsep produksi biologi kuadratik yang
dikembangkan oleh Verhulst pada tahun 1883 yang kemudian diterapkan untuk
perikanan oleh seorang ahli biologi perikanan, Schaefer, pada tahun 1957 (Fauzi
2010). Dimana fungsi pertumbuhan secara matematik sederhana di modelkan
32

sebagai berikut :
xt 1  xt  F ( xt ) ...…………………………………………………………....(3-7)

Dalam bentuk fungsi kontiyu persamaan di atas di tulis :


x
 F (x)
t ……….……………………………………………………………(3-8)
Dimana F(x) adalah :
x  x
 F ( x)  rx1  
t  K  ……………………………………………………….(3-9)
Dimana :
x = Stok ikan
r = Pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth rate)
K = Daya dukung lingkungan (carrying capacity)
Persamaan di atas merupakan persamaan pertumbuhan stok secara
alamiah, akan tetapi kondisi saat ini pertumbuhan stok dipengaruhi juga oleh
adanya kegiatan produksi (h). Dimana persamaan fungsi pertumbuhan dengan
memasukkan variabel kegiatan produksi adalah sebagai berikut :
x
 F ( xt )  ht ...……………………………………………………………(3-10)
t
Kegiatan produksi stok ikan dipengaruhi oleh fungsi dari upaya (E), stok
ikan (x), dan catchability coeficient atau kemampuan tangkapan (q) sehingga
persamaan dapat ditulis :
x  x
 rx1    qxE ...…………………………………………………….(3-11)
t  K
Dengan demikian dalam keadaan kondisi keseimbangan didapatkan
persamaan :

 x
qxE  rx1   ...…………………………………………………………..(3-12)
 K
Maka akan di dapatkan nilai stok (x) sebagai berikut :

 qE 
x  K 1   ...…………………………………………………………….(3-13)
 r 
Maka dengan memasukkan x ke persamaan h  qxE , maka akan di
dapatkan nilai produksi sebagai berikut :
 qE 
h  qKE 1   ...………………………………………………………….(3-14)
 r 
33

Seperti diketahui bahwa terdapat dua model pertumbuhan yang dapat


menggambarkan stok ikan, dimana persamaan di atas merupakan persamaan
Gordon-Schaefer atau model Logistik dan model pertumbuhan satunya
merupakan model pertumbuhan Gompertz. Dimana model Gompertz adalah
sebagai berikut :
x K
 rx ln   ...…………………………………………………………….(3-15)
t x
Maka dengan memasukkan fungsi produksi adalah sebagai berikut :
x K
 rx ln    qxE ………………………………………………………..(3-16)
t x
Sehingga diperoleh persamaan nilai stok sebagai berikut :
 qE 
 
x  Ke  r 
..………………………………………………………………...(3-17)
Dengan memasukkan persamaan nilai stok di atas ke dalam persamaaan
h  qxE , maka di peroleh nilai produksi:
  qE 
 r 
h  qKEe  
...……………………………………………………………..(3-18)
Untuk memperoleh estimasi parameter r,q dan K untuk kedua persamaan
pertumbuhan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan teknik non-linear.
Dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS), yaitu dengan
membagi fungsi h (q, K, E) tersebut dengan E (Ut=ht/ Et), maka kedua
persamaan tersebut dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear,
sehingga metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan
untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi tersebut di atas.
Dengan memasukkan nilai parameter r,q dan K ke dalam persamaan
fungsi logistik dan fungsi Gompertz maka kita akan memperoleh tingkat
pemanfaatan lestari antar waktu. Adapun nilai produksi (h) dan tingkat upaya (E)
saat Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah sebagai berikut :
rK rK
hMSY  (Logistik) dan hMSY  (Gompertz)……………………….(3-19a)
4 e
r r
E MSY  (Logistik) dan E MSY  (Gompertz)………………………..(3-19b)
2q q
Perhitungan analisis ekonomi pengelolaan sumber daya ikan dilakukan
dengan mengikuti Fauzi (2010) dimana pengelolaan optimum dilakukan dengan
mengasumsikan tiga rezim yakni akses terbuka, dikuasai oleh pemerintah (sole
34

owner) dimana pengelolaan dilakukan pada tingkat Maximum Economic Yield


(MEY) dan rezim lestari atau MSY. Kondisi sumberdaya pada level open access
akan diperoleh pada saat TR=TC, dimana keuntungan yang di peroleh sama
dengan nol (  0) . Bila TR = ph dan TC = cE, maka akan diperoleh persamaan
keundungan sebagai berikut :
  TR  TC ..……………………………………………………………...(3-20a)
  ph  cE .………………………………………………………...…….(3-20b)
π  pqxE  cE ...……………………………………………………..……(3-20c)
Bila keuntungan sama dengan nol (  0) maka dapat diartikan bahwa
keuntungan tingkat biomas (x) sebanding dengan nilai biaya ekstraksi per unit
upaya (c) dibagi dengan harga ikan per satuan berat (p) dan koefisien daya
tangkap (q) atau dapat ditulis seperti persamaan di bawah ini :
c
xOA  .…………………………………………………………………...(3-21)
pq
Dengan mengsubstitusikan persamaan di atas ke dalam persamaan
pertumbuhan fungsi logistik maka akan diperoleh persamaan produksi sebagai
berikut :
rc  c 
hOA  1 ...………………………………………………………(3-22)
pq  pqK 

Tingkat upaya pada kondisi open access adalah sebagai berikut:


 r 
x  K 1  E  ..…………………………………………………………….(3-23)
 q 
c
Maka dengan mengsubstitusikan xOA  ke dalam persamaan di atas maka
pq
akan diperoleh persamaan upaya sebagai berikut :
r c 
EOA  1 ...………………………………………………………..(3-24)
q  pqK 

Estimasi untuk Maximum Economic Yield (MEY) akan mengunakan


asumsi bahwa :
h( x)  F ( x) .………………………………………………………………...(3-25)
Maka rente sumberdaya sebagai berikut :
cF ( x)
  pF ( x)  ..………………………………………………………..(3-26)
qx
35

Persamaan di atas di sederhanakan maka akan diperoleh :


 c 
   p   F (x) ..…………………………………………………………(3-27)
 qx 

Dengan memasukkan persamaan di atas ke persamaan fungsi


pertumbuhan logistik, maka akan diperoleh rente ekonomi lestari sebagai berikut
:
 c   x
   p  rx1   ……………………………………………………..(3-28)
 qx   K 
Dengan menurunkan persamaan di atas terhadap x, maka akan diperoleh :
  2 x  cr
 pr 1     0 …………………………………………………(3-29)
x  K  qK
Persamaan di atas dapat dipecahkan untuk mendapatkan tingkat biomas
yang optimal xMEY  , maka akan diperoleh :

K c 
x MEY  1   ...………………………………………………….…..(3-30)
2 pqK 
Dengan diketahuinya nilai optimal biomass dan dengan disubstitusikan
kembali ke fungsi produksi untuk memperoleh nilai tangkap optimal dan nilai
upaya optimal, maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut :
rK  c  c 
hMEY  1  1   .……………………………………….…(3-31a)
4  pqK  pqK 

r  c 
EMEY  1   ...……………………………………………....……(3-31b)
2q  pqK 
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
diperoleh dengan mempersenkan jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu
dengan nilai produksi maksimum lestari (MSY):
Ci
Tingkat pemanfaatan = x 100% ..………………………………...(3-32)
MSY
keterangan:
Ci = jumlah hasil tangkapan ikan pada tahun ke-1
MSY = maksimum sustainable yield
Dalam penggunaan metode ini, sebagaimana metode-metode yang lain
memiliki kelemahan, karena sangat dipengaruhi keberadaan dan keakuratan
data dan informasi stok biomasa. Oleh karena itu data yang dikumpulkan
36

berorientasi pada data dependen yang meliputi total tangkapan, jumlah upaya
tangkapan dan kombinasi keduanya berupa CPUE. Selanjutnya spesies yang
dideteksi adalah spesies unggulan yang secara tepat dapat dikenali. Oleh karena
itu didalam penggunaan metode ini, beberapa asumsi dasar yang harus
diperhatikan adalah :
(1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak berpedoman
pada struktur populasinya.
(2) Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady state
sesuai model pertumbuhan biomas seperti kurva logistik.
(3) Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat
random.
(4) Hasil tangkapan yang di daratkan berasal dari perairan di kawasan pantai
Kabupaten Kepulauan Talaud dan tidak ada hasil tangkapan yang di
daratkan di luar kawasan.
(5) Teknologi penangkapan tidak ada perubahan secara signifikan.

3.4.2 Analisis finansial


Suatu usaha atau kegiatan ekonomi dianggap dapat dilaksanakan, bila
dapat diharapkan: (1) memberikan keuntungan untuk memenuhi setiap
kewajiban jangka pendek (2) likuiditasnya terpelihara meskipun pada saat-saat
tertentu perusahaan dalam kesulitan (3) berkembang kemampuannya membiayai
operasinya terutama dari modal sendiri dan bukan kredit pada suatu saat dan (4)
dapat membayar semua beban pembiayaan. Dengan demikian, kelayakan
finansial harus mengungkapkan secara terperinci apakah usaha atau kegiatan
akan menguntungkan dalam suasana persaingan, risiko bisnis, kondisi
perekonomian tidak stabil dan lain-lain. Menurut Kadariah (1986), untuk
mengevaluasi kelayakan finansial dapat digunakan 3 (tiga) kriteria investasi yang
penting, yaitu net present value (NPV), net benefit - cost ratio dan internal rate of
return (IRR).
Kriteria investasi yang digunakan untuk pengujian/evaluasi kelayakan
usaha secara finansial didasarkan pada discounted criterion. Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat (benefit) serta biaya-biaya
(cost selama umur ekonomis usaha (in the future) nilai-nilai saat ini (at present
=t0) diukur dengan nilai uang sekarang (present value), yaitu dengan
mengunakan discounting factor. Kriteria tersebut adalah:
37

(1) Perhitungan net present value (NPV)


NPV merupakan jumlah nilai arus tunai pada waktu sekarang setelah dikurangi
dengan modal investasi yang dianggap sebagai ongkos investasi selama waktu
tertentu.
n
Bt  C t
NPV   ……………………………………………………....(3-33)
t 0 (1  i)
Keterangan:
NPV = Nilai Bersih Sekarang
Ct = biaya pada tahun ke-t
Bt = manfaat pada tahun ke –t
i = tingkat diskonto
n = umur ekonomis proyek (tahun)
Suatu proyek dikatakan layak dilaksanakan apabila NPV  1 dan jika NPV = 0
berarti pengembalian proyek persis sebesar social opportunity cost of capital
atau sebesar tingkat suku bunga dan apabila NPV < 0 maka proyek tidak layak
untuk dilakukan.

(2) Perhitungan internal rate of return (IRR)


IRR merupakan nilai tingkat diskonto yang membuat NPV = 0
NPV n
B  Ct
IRR  i' x(i' i' ' ) atau NPV   t  0 .……….(3-34)
NPV' NPV' ' t  0 (1  IRR)
t

Keterangan:
i’ = tingkat diskonto yang menyebabkan NPV bernilai positif
i’’ = tingkat diskonto yang menyebabkan NPV bernilai negatif
NPV’ = NPV dengan tingkat bunga i’
NPV’’ = NPV dengan tingkat bunga i’’
Hasil dari analisis diperoleh nilai IRR > i maka proyek layak untuk dilaksanakan.
Bila nilai IRR < i maka proyek tidak layak dilaksanakan.

(3) Perhitungan net benefit cost ratio (Net B/C)


Net B/C Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value yang
bersifat positif dengan jumlah nilai sekarang yang bersifat negatif.

NetB / C 
 NPV ' ..………………………………………………………(3-35)
 NPV ' '
Keterangan :
38

NPV’ = nilai bersih sekarang yang bernilai positif


NPV’’ = nilai bersih sekarang yang bernilai negatif
Jika Net B/C 1 maka proyek layak untuk dilaksanakan, tetapi bila Net B/C < 1
maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

(4) Payback periods


Masa pengembalian investasi (payback periods) dihitung mulai proyek telah
menghasilkan sampai seluruh ongkos proyek tertutup oleh net cash inflow yang
diterima.
I
PBP  …………………………………………………………………(3-36)

Keterangan:
I = Investasi
 = Net Benefit rata-rata proyek sampai tahun ke-n

Prosedur diskonto dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:


F
P .………………………………………………………………….(3-37)
(1  i) n
Keterangan:
P = nilai sekarang
F = nilai pada masa yang akan dating
i = tingkat suku bunga
N = waktu

3.4.3 Analisis illegal fishing

1. Analisis simulasi nilai kerugian akibat illegal fishing


Analisis simulasi ini dilakukan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi
akibat adanya aktivitas pencurian ikan (illegal fishing) di daerah penelitian yang
merupakan wilayah perbatasan Negara Indonesia. Banyak software yang
menawarkan solusi melalui simulasi namun pada penelitian ini simulasi yang
digunakan adalah software vensim, dimana software tersebut nantinya dapat
menjelaskan bagaimana kondisi penangkapan ikan didaerah perbatasan dan
dampak ekonomi yang diakibatkan dengan adanya aktivitas pencurian ikan
(illegal fishing).
39

Pertama kali dalam penggunaan simulasi ini adalah dengan menentukan


terlebih dahulu faktor independen dan faktor dependentnya, kemudian baru
menyusun skenario struktur hubungan dari kedua faktor tersebut. Tahapan
selanjutnya adalah memasukkan nilai dan model ke dalam struktur simulasi dan
pada akhirnya melakukan running modelling dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan sebelumnya, yang nantinya akan didapatkan nilai dan grafik.

2. Model Simulasi Pengembangan Perikanan Daerah Perbatasan


Pada bagian ini analisis dilakuan dengan melakukan model simulasi
dalam kaitannya dengan wilayah perbatasan. Sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, wilayah Talaud merupakan wilayah daerah terluar yang berbatasan
dengan negara lain seperti Philipina. Sebagai daerah perbatasan yang rawan
dengan pencurian ikan (illegal fishing) maka kebocoran ekonomi terhadap
wilayah akan sangat merugikan pengembangan sumber daya perikanan dan
kelautan di wilayah ini. Untuk melakukan sintesis mengenai aspek di atas, maka
pada bagian ini dilakukan model simulasi dengan menggunakan parameter
bioekonomi yang telah diperoleh sebelumnya. Interaksi antara berbagai
komponen dalam model ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Surplus Surplus
Laju pertumbuhan tangkap Ekonomi
Ilegal fising Asing

Pertumbuhan
SDI Upaya
Talaud ilegal
Hasil
tangkap Harga
Rate perbatasan
Daya dukung Ilegal fising

Koefisien
Daya tangkap
Kerugian Surplus
keuntungan
ekonomi bersih
Laju upaya Upaya

Suku bunga
Kebocoran
Ekonomi Jangka
harga Surplus panjang
biaya Ekonomi
lokal
Laju Kebocoran
Ilegal Fishing Filipina
Perikanan Domestik ekonomi

Gambar 5 Model simulasi pengembangan perikanan tangkap di kawasan


perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud

Simulasi perikanan terdiri dari dua blok. Blok pertama adalah kotak yang
menggambarkan situasi perikanan domestik tanpa adanya illegal fishing,
40

sementara blok kedua adalah kotak yang menggambarkan terjadinya illegal


fishing. Keduanya kemudian dihubungkan dengan variabel ekonomi berupa
kebocoran ekonomi yang diderita oleh perikanan Talaud akibat adanya illegal
fishing oleh kapal asing khususnya dari Filipina.
Sebagaimana terlihat pada gambar di atas, interaksi stok dan effort yang
diukur dari kapal yang beroperasi di wilayah Talaud tergambar di sebelah kiri
Gambar simulasi sementara di sebelah kanan menggambarkan variable dan
parameter yang terkait dengan wilayah perbatas seperti harga ikan di wilayah
perbatasan, illegal fishing dan surplus tangkap yang dapat diperoleh setelah
dikurangi dengan illegal fishing.
PENJELASAN :
Model ini terdiri dari 2 bagian:
Pertama : Bagian sebelah kiri adalah interaksi stock dan effort yang diukur
dari kapal yang beroperasi di Kabupaten Talaud
Kedua : Bagian sebelah kanan adalah blok model illegal fishing

Simulasi ini akan saya gambarkan dalam 4 sistem dinamik yang berinteraksi
secara dinamis.
(1) Ikan adalah sistem sumber daya alam
(2) Upaya adalah sistem sosial (nelayan – kapal)
(3) Tangkap adalah sistem ekonomi (Rp – Biaya)
(4) Keuntungan adalah sistem pasar domestik
(5) Illegal Fishing digambarkan dalam sistem dinamik ini, karena illegal fishing
mempengaruhi dinamika stock dan dinamika nelayan karena adanya
perbedaan harga.

3.4.4 Analisis optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap


Teknik ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan optimum dari suatu
kegiatan dengan tujuan ganda. Analisis linear goal programming merupakan
perluasan dari model linear programing yang ditambah dengan sepasang
variabel deviasional yang akan muncul difungsi tujuan dan difungsi kendala
tujuan (goal constraint). Variabel deviasional berfungsi untuk menampung
penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu
persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Dalam penelitian ini, analisis
41

linear goal programming digunakan untuk menentukan alokasi unit penangkapan


untuk jenis-jenis ikan unggulan atau dominan yang merupakan salah satu
komponen dari perikanan tangkap, yaitu komponen kapal dan alat penangkap
ikan. Model seperti ini pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh onal et al, 1991.

Bentuk umum persamaan matematis dari model ini adalah sebagai berikut
(Lee et al. 1985 dan Muslich 1993):
(1) Fungsi tujuan,
Minimumkan Z=  Wik Pk (d-i – d+i)
(2) Fungsi kendala,
aij Xj + d-i – d+i = bi (i=1,2,3,...,m)
Xj, d-i , d+i ≥ 0
Dimana,
Pk = urutan prioritas (Pk >>> Pk + 1)
Wik- dan Wik +
= bobot untuk variabel simpangan 1 di dalam suatu tingkat
prioritas k
d-i dan d+i = deviasi negatif dan positif
aij = koefisien teknologi
Xj = variabel keputusan
Setiap model linear goal programming paling sedikit terdiri atas tiga
bagian, yaitu sebuah fungsi tujuan, kendala-kendala tujuan dan kendala non
negatif. Selanjutnya, dalam model ini dikenal 3 macam fungsi tujuan, yaitu:
(1) Minimumkan Z=  d-i – d+i
Fungsi tujuan ini digunakan jika variabel simpangan dalam suatu masalah
tidak dibedakan menurut prioritas bobot.
(2) Minimumkan Z= Pk (d-i – d+i) (k= 1,2,..., k)
Fungsi tujuan ini digunakan dalam suatu masalah di mana urutan tujuan
diperlukan tetapi variabel simpangan didalam setiap prioritas memiliki
kepentingan yang sama.
(3) Minimumkan Z= W ik Pk (d-i – d+i) (k= 1,2,..., k)
Dalam fungsi ini, tujuan-tujuan diurutkan dan variabel simpangan pada
setiap tingkat prioritas dibedakan dengan menggunakan bobot yang
berlainan W ik.
42

1. Analisis kebutuhan prasarana pelabuhan


Kebutuhan prasarana pelabuhan (PPa) dapat diestimasi dengan cara
menentukan kelas pelabuhannya berdasarkan ukuran kapal atau unit
penangkapan ikan yang akan dilayani. Kemudian, baru menghitung kebutuhan
jumlahnya dengan cara membagi jumlah total GT kapal ikan yang ada dengan
daya tampung kelas pelabuhan yang telah ditentukan. Klasifikasi pelabuhan
perikanan dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.16/Men/2006. Formulasi matematis untuk mengestimasi kebutuhan
prasarana pelabuhan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):

Keterangan :
PPa = Jumlah prasarana pelabuhan yang dibutuhkan untuk tipe pelabuhan
perikanan ke-a (unit)

TGTa = Total produksi optimum kapal yang mendarat di tipe pelabuhan


perikanan ke-a (ton/tahun)
UPIaj = Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j yang masuk kategori
tipe pelabuhan perikanan ke-a (unit)

GTj = Produktivitas kapal untuk unit penangkapan ikan ke-j (ton/kapal)


DTPa = Total daya tampung produksi untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a
(ton/tahun)
a = Tipe pelabuhan perikanan yang terdiri dari :
1 = Tipe PPI dengan syarat GTj < 5 GT
2 = Tipe PPP dengan syarat GTj : 5-15 GT
3 = Tipe PPN dengan syarat GTj : 15-60 GT
4 = Tipe PPS dengan syarat GTj > 60 GT

2. Analisis kebutuhan sarana pemasaran hasil tangkapan


Kebutuhan unit sarana pemasaran hasil tangkapan (LTPIa), yang
diidentikkan dengan luasan kebutuhan tempat pelelangan ikan/TPI yang
optimum, dapat diperoleh dengan menggunakan formula baku yang ditetapkan
oleh Direktorat Pelabuhan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap,
Kementrian Kelautan dan Perikanan. Formulasi baku untuk menghitung
kebutuhan luasan TPI ini adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
43

Keterangan :
Pi = Jumlah produksi optimum untuk komoditas ikan unggulan ke-i
(ton/tahun)

aij = Nilai produktivitas dari jenis unit penangkapan ikan ke-j untuk komoditas
ikan unggulan ke-i

S = Luas gedung TPI yang dibutuhkan (m2)


k = Koefisien ruang daya tampung produksi (m2/ton);
R = Frekuensi lelang per hari
a = Koefisien perbandingan ruang lelang dngan gedung lelang (0.27-0.394)

Kemudian, asumsi yang digunakan untuk mengestimasi unit sarana


pemasaran hasil tangkapan ini adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
(1) Jumlah hari kerja unit pelelangan ikan di pelabuhan perikanan setiap tahun
adalah 250 hari
(2) Ratio produksi yang didaratkan pada suatu pelabuhan perikanan adalah
sebanding lurus dengan ratio jumlah GT kapal ikan yang dapat dilayaninya.
Dengan menggunakan ratio luasan TPI, yaitu perbandingan antara total GT kapal
yang dilayani pada setiap tipe pelabuhan perikanan terhadap penjumlahan total
GT kapal yang ada, maka dapat diestimasi rata-rata luasan TPI yang dibutuhkan
untuk setiap tipe pelabuhan perikanan. Formulasi untuk estimasi kebutuhan unit
sarana pemasaran hasil tangkap di setiap tipe pelabuhan perikanan adalah
sebagai berikut (Sutisna 2008):

Keterangan :
LTPIa = Kebutuhan rata-rata luasan TPI di setiap tipe pelabuhan perikanan
ke-a (m2)
44

RTPIa = Ratio luasan TPI untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a

TGTa = Total GT Kapal untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (GT)


PPa = Jumlah Prasana Pelabuhan yang dibutuhkan untuk tipe pelabuhan
perikanan ke-a (unit)

S = Luas gedung TPI yang dibutuhkan (m2)

3. Analisis kebutuhan sarana unit pengolahan ikan


Estimasi kebutuhan optimum dari komponen unit pengolahan ikan (PIi)
dilakukan dengan cara pendekatan membagi jumlah produksi optimum yang
didaratkan oleh unit penangkapan ikan dengan rata-rata kapasitas unit
pengolahan ikan yng akan didirikan. Dalam rancang bangun model untuk
komponen unit pengolahan ikan, juga diperlukan beberapa asumsi, sebagai
berikut :
(1) Koefisien pengolahan untuk komoditi ikan idealnya adalah 80% dari produksi
optimum.
(2) Jumlah hari kerja unit pengolahan ikan setiap tahun adalah 250 hari
(3) Kapasitas rata-rata ideal unit pengolahan hasil tangkapan untuk komoditi ikan
adalah 5 ton/hari
Berdasarkan asumsi tersebut, formulasi untuk estimasi kebutuhan unit
pengolahan ikan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):

Keterangan :
Pi = Jumlah produksi optimum untuk komoditas ikan unggulan ke-i
(ton/tahun)

UPIj = Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j (unit)

aij = Nilai produktivitas dari jenis unit penangkapan ikan ke-j untuk
komoditas ikan unggulan ke-i

PIi = Jumlah unit pengolahan ikan yang dibutuhkan untuk komoditas ikan
unggulan ke-i (unit)

kPi = Koefisien pengelolaan untuk komoditas ikan unggulan ke-i


KAPi = Kapasitas rata-rata unit pengolahan untuk komoditas ikan unggulan
ke-i
45

HK = Jumlah hari kerja unit pengolaan ikan setiap tahun (hari)

4. Analisis kebutuhan tenaga kerja (nelayan dan tenaga kerja lain)


Estimasi kebutuhan nelayan (ABK) dapat diperoleh dengan cara
mengalikan jumlah dari setiap jenis armada penangkapan ikan dengan jumlah
nelayan untuk setiap unitnya. Jumlah nelayan setiap unit untuk masing-masing
jenis unit penangkapan ikan diperoleh dari hasil survey lapang atau dapat
berdasarkan nilai teoritis kecukupan nelayan yang ideal per unit penangkapan.
Formulasi kebutuhan nelayan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):

Keterangan :
ABK = Jumlah nelayan yang optimum (orang)

UPIj = Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j (unit)

PNj = Jumlah nelayan per unit penangkapan ikan ke-j

Kemudian, untuk nilai optimum sub-komponen tenaga kerja lain yang


terlibat dalam kegiatan usaha perikanan tangkap dapat diperoleh dengan cara
mengalikan jumlah optimum dari setiap jenis sarana/prasarana yang diperlukan
dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dengan jumlah kebutuhan
tenaga kerja yang ideal untuk setiap unitnya. Jumlah tenaga kerja yang ideal dari
setiap unit untuk masing-masing jenis sarana/prasarana diperoleh dari hasil
survey lapang atau dapat berdasarkan nilai teoritis kecukupan per unit yang
ideal. Formulasi umum yang digunakan untuk mengestimasi kebutuhan tenaga
kerja lain adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):

Keterangan :
TKL = Jumlah tenaga kerja lain yang optimum (orang)

SPk = Jumlah optimum jenis sarana prasarana ke-k

TKk = Jumlah nelayan per unit penangkapan ikan ke-K

k = jenis sarana/prasarana yang terdiri dari tenaga kerja yang terserap


di pelabuhan perikanan dan tenaga kerja yang terserap Industri
pengolahan hasil tangkapan.
46

3.4.5 Analisis Strategi pengembangan perikanan tangkap


1. Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats)
Marimin (2004) menyebutkan bahwa proses yang harus dilakukan dalam
pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu
melalui berbabagi tahapan berikut :
(1) Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. Pada
tahap ini pengambilan data kuantitatif dilakukan secara langsung dari kondisi
pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Evaluasi faktor eksternal
mencakup identifikasi berupa peluang dan ancaman, sedangkan evaluasi
faktor internal mencakup identifikasi berupan kekuatan dan kelemahan.
(2) Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks
SWOT. Langkah-langkah pembuatan matriks internal eksternal adalah
sebagai berikut:
1) Pada kolom pertama dilakukan penyusunan terhadap semua faktor-faktor
yang dimiliki oleh erusahaan dengan membagi menjadi dua bagian yaitu
faktor internal dan eksternal.
2) Pemberian bobot pada masing-masing faktor pada kolom kedua, mulai
dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).
3) Pada kolom ketiga diisi perhitungan rating terhadap faktor-faktor tersebut
berdasarkan pengaruhnya terhadap kondisi pembangunan perikanan di
Kabupaten Talaud.
4) Kolom selanjutnya diisi dengan cara mengalikan bobot pada kolom 2
dengan rating pada kolom 3.
5) Penjumlahan total skor pembobotan untuk masing-masing faktor internal
(kekuatan-kelemahan) dan eksternal (peluang-ancaman). Untuk
memperoleh strategi yang tepat bagi kondisi pembangunan perikanan di
Kabupaten Talaud maka nilai tersebut diletakkan pada kuadran yang
sesuai untuk kemudian dilakukan pembuatan matriks SWOT yang akan
menjelaskan alternatif strategi yang dapat dilakukan.
47

peluang

Kuadran III Kuadran I


(mendukung strategi turn- (mendukung strategi
around) agresif)
kelemahan kekuatan
Kuadran IV Kuadaran II
(mendukung strategi (mendukung strategi
defensif) diversifikasi)
ancaman

(3) Tahap pengambilan keputusan. Setelah melihat kuadran dari kondisi


pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud, dapat diketahui kombinasi
strategi yang paling tepat.
IFA/EFA Strengths (S) Weakness (W)
Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO
Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang
menggunakan keuatan untuk meminimalkan kelemahan
memanfaatakan peluang. untuk memanfaatkan
Digunakan jika kondisi di peluang, Digunakan jika
kuadran I kondisi di kuadran III
Threats (T) Strategi ST Strategi WT
Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk meminimalkan kelemahan
mengatasi ancaman. dan menghindari ancaman,
Digunakan jika kondisi di Digunakan jika kondisi di
kuadran II kuadran IV
48

2. Analytical hierarchy process (AHP)


Penentuan kebijakan pembangunan perikanan tangkap kawasan perbatasan
Kabupaten Kepulauan Talaud menggunakan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP), dimana variabel-variabel dimasukkan kedalam suatu susunan
hirarki. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara masing-masing aktor
yang terlibat pada penentuan kebijakan tersebut.
Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap
elemen lain maka digunakan pembobotan berdasarkan skala proses AHP yang
disarankan oleh Saaty (1993) seperti pada Tabel 3. Dalam kondisi pembangunan
yang makin kompleks analisis sistematis sangat diperlukan, bahkan sedapat
mungkin faktor lain, seperti faktor politis harus dapat dijadikan bagian internal
keseluruhan analisis. Dengan menggunakan metode AHP permasalahan yang
kompleks tersebut akan dapat dirangkum sepenuhnya.

Gambar 6. Diagram rancangan analisis AHP


49

Tabel 6 Skala penilaian perbandingan.

Intensitas
Definisi Penjelasan
kepentingan

Kedua elemen sama Dua mempunyai pengaruh yang


1
pentingnya (equal) sama besar terhadap tujuan.
Elemen yang satu sedikit
Pengalaman dan penilaian sedikit
lebih penting daripada
3 mendukung satu elemen
elemen yang lainnya
dibandingkan elemen lainnya.
(moderate)
Elemen satu lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat
5 dari pada elemen lainnya kuat mendukung satu elemen
(stong) dibandingkan elemen lainnya.
Satu elemen jelas lebih
Satu elemen yang kuat didukung
mutlak penting daripada
7 dan dominan terlihat dalam
elemen lainnya (very
praktek.
srtong)
Bukti yang memdukung elemen
Satu elemen mutlak satu terhadap elemen lain
9 penting dari pada elemen memiliki tingkat penegasan
lainnya (extreme) tertinggi yang mungkin
menguatkan.
Nilai-nilai antara dua nilai
2, 4, 6, dan Nilai ini diberikan bila ada dua
pertimbangan yang
8 kompromi diantara dua pilihan.
berdekatan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka jika dibandingkan
Kebalikan dengan aktivitas y maka j mempunyai nilai kebalikkannya
dibanding dengan i.

Prinsip-prinsip dasar menggunakan AHP yaitu :


(1) Menyusun hierarki
(2) Menetapkan prioritas dan
(3) Konsistensi logis
Membuat matriks banding berpasang:
• Matriks banding berpasang dibuat dari puncak hierarki, kemudian satu tingkat
dibawahnya dan seterusnya dibuat untuk keseluruhan tingkatan hierarki.
• Matriks banding berpasang dapat berdasarkan pendapat perseorangan
(matriks individu), dapat pula berdasarkan pendapat dari beberapa orang
(matriks gabungan)
• Matriks banding berpasang diisi dengan bilangan yang menggambarkan relatif
pentingnya suatu elemen atas elemen yang lainnya.
50

Tabel 7 Mariks untuk berbanding berpasangan.

C A1 A2 A3 A4 … An

A1 1 a12 a13 a14 … a1n


A2 1/a12 1 a23 a24 … a2n
A3 1/a13 1/a23 1 a34 … a3n
A4 1/a14 1/a24 1/a34 1 … a4n
. . . . . … .
. . . . . … .
. . . . . … .
An 1/a1n 1/a2n 1/a3n 1/a4n … 1

Keterangan :
C : Kriteria atau sifat yang digunakan untuk pembandingan
A1, A2, ... Cn : Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat dibawah C.
a12, a13 …1 : Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan
nilai kepentingan Ai terhadap Aj

Formulasi untuk menentukan vektor prioritas dari elemen-elemen pada


setiap matriks:
1) Formulasi dengan menggunakan rata-rata aritmetik
Menjumlahkan nilai-nilai dalam setiap kolom (Nkj).
n
Nkj   aij (k )
kj 1

Keterangan :
Nkj : Nilai kolom ke j
aij : Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j
n : jumlah elemen
• Membagi setiap entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom
untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Ndij).
aij
Ndij 
Nkj
Keterangan :
Ndij : Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan
kolom j
Aij : Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j
Nkj : Nilai kolom ke j
51

• Vektor prioritas dari setiap elemen, diperoleh dengan merata-ratakan nilai


sepanjang baris (Vpi).
n
Ndij
Vpi   n
j 1
 Ndij
j 1

Keterangan :
Vpi : Vektor prioritas dari elemen i
Ndij : Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris
i dan kolom j

2) Formulasi dengan menggunakan rata-rata geometrik


• Perkalian baris (Zi) dengan menggunakan rumus.

Zi  n aij (k )
Keterangan :
Zi : Perkalian baris
n : Jumlah elemen
aij : Nilai entri setiap matriks pada baris i dan kolom j
k : Kolom pertama
• Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector)
n
n   a ij k 
j 1 Zi
eVPi  
  n

 Zi
n n

 n   a ij (k ) 
i 1  j 1  i 1

Keterangan :
Vpi : Vektor Prioritas elemen i
Zi : Perkalian baris I
3) Pendapat gabungan dengan menggunakan rumus:
m
gij  m  aij(k )
k 1

Keterangan :
M : Jumlah responden
aij : Pendapat individu
52

4) Rasio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut :


Perhitungan akar ciri atau nilai eigen (eigen value) maksimum (α maks)
dengan rumus :
VA = aij x Vp dengan VA = (V aij)
Dimana : VA adalah vektor antara
VA
VB  dengan VB = Vbi
VP
Dimana : VB adalah nilai eigen
n

VB
 max  i 1

n
 max
Perhitungan Indeks Konsistensi (CI), dengan rumus : CI 
n 1
CI
Perhitungan Rasio Konsistensi (CR), dengan rumus : CR 
RI

Tabel 8 Nilai indeks acak (RI) matriks berordo 1 sampai 15


n RI n RI n RI
1 0,00 6 1,24 11 1,51
2 0,00 7 1,32 12 1,48
3 0,58 8 1,41 13 1,56
4 0,90 9 1,45 14 1,57
5 1,12 10 2,49 15 1,59
Sumber : Saaty (1993)
4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Wilayah Perbatasan di Provinsi Sulawesi Utara


Luas Provinsi Sulawesi Utara adalah 15.472,98 kilometer, terdiri dan
beberapa pulau, diantaranya adalah Pulau Manado Tua, Pulau Bangka, Pulau
Talise, Pulau Bunaken, Pulau Mantehage, Pulau Lembeh, Pulau Siau, Pulau
Tagulandang, Pulau Biaro, Pulau Karakelang, Pulau Kabaruan dan Pulau
Salibabu. Sedangkan untuk panjang garis pantai Sulawesi Utara 1.837 km
dengan luas daratan sekitar 2.200 km persegi. Wilayah perairan laut Sulawesi
Utara memiliki 124 pulau yang terdiri atas tiga gugusan kepulauan, yaitu : (1)
Gugusan Kepulauan Talaud yang letaknya paling utara masuk dalam wilayah
administratif Kabupaten Kepulauan Talaud, (2) Gugusan Pulau Sangir Besar
masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan (3)
Gugusan Siau Tagulandang dan Biaro (disingkat Sitaro) masuk dalam wilayah
administratif Kabupaten Sitaro. Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten
Kepulauan Talaud merupakan 2 (dua) wilayah Provinsi Sulawesi Utara yang
secara geografis dan administratif terletak di wilayah perbatasan negara.
Provinsi Sulawesi Utara yang beribukota di Manado, terletak pada posisi
0 30 - 5035’ Lintang Utara dan 123030 - 127000’ bujur timur dengan batas wilayah
0

sebagai berikut:
 Sebelah utara berbatasan dengan Filipina;
 Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tomini
 Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo; dan
 Sebelah timur berbatasan dengan Laut Maluku
Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara berada di ujung utara
kepulauan nusantara sehingga berperan sebagai pembatas RI dengan negara
Filipina. Hal ini menjadikan Provinsi Sulawesi Utara memiliki nilai strategis antara
lain: (1) berada di bibir asia pasifik yang memungkinkan wilayah ini menjadi salah
satu pusat kegiatan ekonomi regional kawasan timur Indonesia; (2) berada pada
jalur lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI 2 dan ALKI 3; (3) didukung
oleh pelabuhan.
Dalam program pembangunan perekonomian Filipina Selatan, Filipina
telah mengembangkan program pembangunan Mindanau Selatan yang dikenal
dengan program “Mindanan 2000” atau Mindanau Economic Development
Council”, yaitu program pembangunan dan pengembangan wilayah Mindanau
Selatan sebagai pusat pengembangan agroindustri, pertanian, dan pariwisata.
54

Filipina menganggap wilayah di selatan Mindanau (perairan KTI) merupakan


hinterland-nya. Pusat pengembangan Mindanau Selatan adalah Davao dan
General Santos. Kota General Santos yang lebih dikenal sebagai Kota Tuna
(Tuna Capitol) merupakan pusat industri pengolahan hasil pertanian dan hasil
laut (ikan tuna) yang berasal dan perairan Indonesia (perairan KTI). Semua
produk dan Mindanau Selatan ini akan di eksport melalui General Santos. Dan
aspek geografi dan ekonomi regional, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan
Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara sebagai kabupaten
perbatasan mempunyai peran strategis. Jalur Sulawesi Utara ke Filipina Selatan
(Davao, General Santos) melalui 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Marore (Kepulauan
Sangihe) dan Pulau Miangas (Kepulauan Talaud). Kedua pulau terluar ini
sekaligus menjadi pintu gerbang bagi Indonesia dengan Filipina melalui jalur laut.
Adapun wilayah kecamatan yang berbatasan laut dengan Filipina
terdapat di 2 (dua) kabupaten, yaitu Kabupaten Kepulauan Talaud (Kecamatan
Essang, Rainis, Beo, Lirung dan Nanusa); dan Kabupaten Kepulauan Sangihe
(Kecamatan Manganitu, Manganitu Selatan, Kendahe, Tamako dan Tabukan
Utara) bertaraf internasional. Dengan beberapa nilai strategis tersebut,
menjadikan Provinsi Sulawesi Utara mempunyai kesempatan luas untuk
mengembangkan potensi sumber daya alamnya, seperti pariwisata.
Wilayah perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kabupaten
Kepulauan Sangihe mempunyai predikat sebagai wilayah yang rawan bencana
alam karena memiliki karakteristik sebagai berikut:
 Wilayah ini merupakan gugusan pulau-pulau yang terletak pada
rangkaian alur gunung api sehingga membentuk struktur tanah yang lebih
hampir di seluruh wilayah, sehingga frekuensi gempa relatif tinggi
disamping sangat rawan terhadap bahaya erosi dan abrasi.
 Profil daratan yang sebagian besar adalah perbukitan/pegunungan
dengan tingkat kemiringan curam menyulitkan masyarakat menentukan
alternatif pilihan.
Wilayah perbatasan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten
Kepulauan Talaud pada posisi paling utara di nusantara, karena berbatasan
dengan Filipina. Sesungguhnya kedua wilayah ini memiliki arti yang sangat
penting bagi keutuhan dan kedaulatan NKRI. Pada sisi lain secara alamiah
wilayah ini memiliki keunikan lokal yang sangat produktif dan memiliki daya saing
yang tinggi (regional competitiveness), jika dibandingkan dengan daerah lainnya
55

di tanah air. Indonesia dengan Filipina telah mengembangkan kerjasama


subregional dibawah payung Border Crossing Agreement (BCA) yang berfungsi
memfasilitasi kunjungan kekeluargaan antara masyarakat pulau-pulau
perbatasan di wilayah RI dengan wilayah Filipina bagian selatan. Ternyata
kemudian telah berkembang secara negatif karena aturan-aturan yang disepakati
dalam perjanjian lintas batas dimaksud antara pemerintah RI-Filipina yang
menjadi subjek dan obyek kerjasama bilateral ini sehingga lalulintas orang,
barang dan uang telah menjadi suatu kegiatan yang melanggar hukum (kegiatan
illegal). Walaupun harus diakui bahwa melalui praktek perdagangan bebas illegal
itu sangat merugikan Indonesia, namun di sementara penduduk wilayah BCA
dan juga sebagian penduduk di wilayah perbatasan justru memperoleh manfaat
ekonomi.
Tabel 9 Pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan Filipina
No Nama Pulau Kabupaten Batas Negara
1 Pulau Bangkit Kepulauan Sangihe Filipina
2 Pulau Manterawu Kepulauan Sangihe Filipina
3 Pulau Makalehi Kepulauan Sangihe Filipina
4 Pulau Kawaluso Kepulauan Sangihe Filipina
5 Pulau Kawio Kepulauan Sangihe Filipina
6 Pulau Marore Kepulauan Sangihe Filipina
7 Pulau Batu Bawaikang Kepulauan Sangihe Filipina
8 Pulau Miangas Kepulauan Talaud Filipina
9 Pulau Marampit Kepulauan Talaud Filipina
10 Pulau Intata Kepulauan Talaud Filipina
11 Pulau Kokorotan Kepulauan Talaud Filipina

4.2 Letak dan Kondisi Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud


Kabupaten Kepulauan Talaud adalah bagian integral dan Provinsi
Sulawesi Utara yang merupakan pulau-pulau kecil terluar bagian utara NKRI dan
berbatasan langsung dengan Pulau Mindanao, Negara Filipina. Kabupaten
Kepulauan Talaud mengalami pemekaran wilayah dari Kabupaten Kepulauan
Sangihe Talaud pada tanggal 2 Juli 2002 melalui UU Nomor 8 tahun 2002
sebagai tindak lanjut dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah (sekarang telah diperbaharui dengan UU No 33 Tahun
2004).
Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan wilayah Indonesia yang paling
Utara yang berbatasan langsung dengan negara Phillipina. “Talaud” disebut-
sebut diturunkan dari kata “malaude” yang berarti “tak jauh dari laut”. Kata ini
muncul pertama kali dalam catatan ekspedisi Loyasa 1537, yaitu kata “Talao”.
Sebelumnya pada catatan pigaffeta yang muncul adalah nama-nama pulau di
56

Talaud. Begitupun pada catatan Huan (Salindeho 2008). Dulu nama lain Talaud
yang disebut-sebut adalah talloda atau, taroda, atau talauda. Kabupaten
kepulauan Talaud terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Talaud di Provinsi
Sulawesi Utara. Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki luas wilayah 27.061,16
km2 terdiri dari luas Perairan 25.772,22 km2 atau 95% dan Daratan 1.288,94 km2
atau 4,76% yang tersebar pada enam belas pulau.
Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan daerah kepulauan yang memiliki
16 pulau yang terdiri dari 9 pulau tidak berpenghuni dan 7 pulau berpenghuni.
Pulau-pulau tersebut adalah pulau Karakelang, pulau Salibabu, pulau Kabaruan
serta pulau Karatung dan pulau-pulau terluar yaitu (menurut Perpres No. 78
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil (PPK) yaitu: pulau Miangas,
pulau Marampit, pulau Intata dan pulau Kakorotan. Dari empat pulau tersebut
terdapat dua pulau paling rawan di Indonesia yaitu pulau Kakorotan dan pulau
Miangas (Perbatasan Indonesia-Filipina). Adapun nama-nama pulau dan luas
wilayah seperti tertera pada Tabel 4. Wilayah administratif Kabupaten
Kepulauan Talaud terletak antara 4001’Lintang Utara dan 1260 40’ Bujur Timur,
dan berbatasan dengan :
 Sebelah utara berbatasan dengan Negara Filipina;
 Sebelah timur berbatasan dengan Lautan Pasifik;
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kepulauan Sangihe; dan
 Sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi.
Tabel 10 Pulau dan gugusan pulau yang terdapat di wilayah Kabupaten
Kepulauan Talaud

No Gugusan Pulau Nama Pulau Luas Pulau (KM2) Keterangan


1 Karakelang 1. Karakelang 1.000,07 Dihuni
2. Nusa Dolom 0,25 Tidak dihuni
3. Nusa Topor 1,01 Tidak dihuni
2 Salibabu 4. Salibabu 98,07 Dihuni
5. Sara Besar 2,03 Tidak dihuni
6. Sara Kecil 1,02 Tidak dihuni
3 Kabaruan 7. Kabaruan 115,61 Dihuni
8. Napombalu 0,02 Tidak dihuni
4 Nanusa 9. Miangas 3,15 Dihuni
10. Marampit 34,15 Dihuni
11. Karatung 12,00 Dihuni
12. Kakorotan 7,00 Dihuni
13. Malo 0,40 Tidak dihuni
14. Mangupung 1,80 Tidak dihuni
15. Intata 0,15 Tidak dihuni
16. Garat 1,30 Tidak dihuni
Sumber: Kepulauan Talaud dalam Angka (2008)
57

Jumlah penduduk : 83.758 jiwa


Jumlah KK : 21.950 KK
- Laki-laki : 42.580 jiwa
- Perempuan : 41.508 jiwa
Jumlah KK Miskin :
Tahun 2005 : 12.077 KK (59,0% )
Tahun 2006 : 10.698 KK (48,27%)
Jumlah pencari kerja tahun 2006 : 3.145 Orang
Jumlah Pencari Kerja tahun 2008 :1.720 Orang.
- Jumlah TKK : 81 Unit
- Jumlah SD : 114 Unit
- Jumlah SMP : 30 Unit
- Jumlah SMU : 9 Unit
- Jumlah SMK : 5 Unit
- Jumlah Perg. Tinggi : 2 Unit
(Community College Talaud atau Sekolah Tinggi Ilmu Komputer dan
Universitas Terbuka)
Kabupaten Kepulauan Talaud berasal dari sebagian wilayah Kabupaten
Kepulauan Sangihe dan Talaud, Ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu
Melonguane yang berada di Pulau Karakelang. Secara administratif kabupaten
ini terdiri atas 19 kecamatan yaitu:
Tabel 11 Kecamatan di Kabupaten Talaud
No Nama Kecamatan
1 Kecamatan Melonguane
2 Kecamatan Melonguane Timur
3 Kecamatan Pulutan
4 Kecamatan Rainis
5 Kecamatan Tampa’namma
6 Kecamatan Essang
7 Kecamatan Essang Selatan
8 Kecamatan Gemeh
9 Kecamatan Beo
10 Kecamatan Beo Utara
11 Kecamatan Torohan
12 Kecamatan Lirung
13 Kecamatan Moronge
14 Kecamatan Salibabu
15 Kecamatan Kolongan
16 Kecamatan Kabaruan
17 Kecamatan Damau
18 Kecamatan Nanusa
19 Kecamatan Miangas
58

Kabupaten Kepulauan Talaud sebagai perbatasan Negara Kesatuan


Republik Indonesia dengan Negara Filipina dan Negara-Negara lainnya di
kawasan Asia dan Pasifik sekaligus tentunya sebagai salah satu beranda depan
NKRI di kawasan Asia Pasifik. Karakteristik ini telah dilandasi dan dipertegas
dalam Peraturan Presiden Nomor Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang dinyatakan bahwa Kabupaten
Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara adalah Kabupaten Perbatasan antar
Negara (BAPPEDA 2005-2009).
Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud terdiri atas gugusan pulau-pulau
yang ukurannya sangat variatif. Terdapat tiga gugusan pulau besar utama yaitu
Pulau Karakelang, Pulau Salibabu dan Pulau Kabaruan, sedangkan untuk pulau-
pulau kecil ada sebagian yang menyatu dengan gugusan pulau besar, ada
sebagian yang lagi yang tergabung dalam satu gugusan yaitu gugusan Pulau
Nanusa. Salah satu gugusan Pulau Nanusa yaitu Pulau Miangas memiliki letak
yang lebih dekat Pulau Mindanao, Filipina dibandingkan ke pusat Kepulauan
Talaud yaitu Melonguane. Gugusan pulau-pulau kecil nanusa yang sebagian
berpenghuni dan sebagain lainya kosong berada pada posisi yang sangat
strategis sebagai kawasan perbatasan negara namun karena letak yang sangat
jauh dan berjauhan antar pulau maka rawan terhadap beberapa kegiatan illegal,
penyelundupan dan penyusupan.
Secara umum wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki
karakteristik yang unik dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia yaitu
selain sebagai wilayah perbatasan dan kepulauan, Kabupaten Kepulauan Talaud
juga sebagai wilayah tertinggal/terisolasi dan rawan bencana alam. Kondisi ini
menjadi nilai strategis dan dilematis dalam pengembangan wilayah Kabupaten
Kepulauan Talaud.
Kabupaten Kepulauan Talaud masih menghadapi berbagai keterbatasan
terutama keterbatasan sarana dan prasarana bidang sosial, ekonomi,
perhubungan (darat, laut, udara), telekomunikasi dan informasi serta keamanan
dan pertahanan. Secara keseluruhan mengakibatkan wilayah kabupaten
Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi utara dikategorikan sebagai wilayah
tertinggal/terisolasi. Kondisi ini telah diidentifikasi secara ilmiah dan ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat melalui Keputusan Menteri Pembangunan daerah
Tertinggal Nomor 1 Tahun 2005. Semua wilayah tertinggal di Indonesia
umumnya adalah wilayah yang masih terisolasi seperti pulau-pulau kecil terluar
59

sehingga perlu segera dilakukan pengelolaan serius secara keseluruhan dan


berkelanjutan. (BAPPEDA 2005-2009).
Selain sebagai wilayah terisolir, Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan
wilayah rawan bencana alam karena terdiri dan pulau-pulau kecil yang memiliki
daya dukung lingkungan daratan yang sangat terbatas, sementara jumlah
penduduk semakin bertambah secara periodik dan dibarengi dengan dinamika
pembangunan daerah yang makin meningkat namun dibalik itu kesadaran dan
komitmen masyarakat, pemerintah dan pelaku usaha terhadap pentingnya
kelestarian lingkungan terutama pada kawasan lindung yaitu kawasan sepadan
pantai dan sepadan sungai, kawasan mata air, kawasan terjal, kawasan hutan
suaka margasatwa serta hutan lindung relatif makin menurun yang semuanya
telah berakibat pada kerusakan lingkungan. Hal ini telah diindikasikan dengan
makin tingginya frekuensi terjadinya banjir besar, tanah longsor, menurunnya
debit air, kritisnya lahan akibat pengikisan lapisan tanah dan meningkatnya suhu
udara, serta bergesernya musim tanam. (BAPPEDA 2005-2009).
Pada sisi lainnya dengan keterbatasan infrastruktur terutama transportasi
darat, laut, dan udara serta infrastruktur usaha perikanan seperti alat tangkap
yang masih tradisional (perahu berukuran kecil dan tanpa peralatan modern),
tidak seimbang dengan gelombang laut di perairan Kapulauan Talaud yang
sering bergelombang besar mengakibatkan tingginya kecelakaan laut
(tenggelam, hanyut, terdampar dan hilang di tengah laut). Berdasarkan BMG
(Badan Meteorologi dan Geofisika) bahwa secara alamiah posisi Wilayah
Kabupaten Kepulauan Talaud berada pada posisi yang rawan bencana alam
badai, tsunami dan gempa bumi maka wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud
dikategorikan sebagai wilayah rawan bencana alam baik yang disebabkan oleh
kelalaian manusia (human error) maupun karena proses alam. (BAPPEDA 2005-
2009).
1. Iklim
Iklim di daerah ini dipengaruhi oleh angin muson. Pada bulan Juli sampai
dengan September terjadi musim kemarau dan pada bulan September sampai
dengan bulan Nopember terjadi musim penghujan. Tipeiklim di Kabupaten
Kepaluan Talaud menurut Schmidt and Ferguson adalah tipe A (iklim basah).
Antara curah hujan dan keadaan angin berhubungan erat satu dengan
lainnya. Walaupun demikian, hubungan tersebut agaknya tidak selalu ada.
Keadaan angin pada musim hujan biasanya lebih kencang dan angin bertiup dari
60

barat dan barat laut. Oleh karena itu musim tersebut dikenal juga dengan musim
barat.
2. Topografi
Kondisi topografi Kabupaten Kepulauan Talaud ada sebagian wilayah
yang datar dan berbukit. Topografi berbukit terdapat di tiga pulau utama yaitu
Pulau Karakelang, Pulau Salibabu dan Pulau Kabaruan. Pulau Karakelang
topografi berbukit terdapat dibagian Utara, yaitu tepatnya di wilayah Kecamatan
Tampanamma, Essang dan Gemeh serta di sebagian wilayah Kecamatan Rainis
dan Beo. Puncak tertinggi terletak di Gunung Piapi, Kecamatan Rainis yaitu
dengan tinggi sekitar 864 m. Kemudian topografi datar di Pulau Karakelang ada
di wilayah Kecamatan Melonguane dan sebagian wilayah Kecamatan Rainis dan
Beo. Di Pulau Salibabu sebagian besar wilayah memiliki topografi datar. Untuk
topografi berbukit terdapat di wilayah Kecamatan Salibabu tepatnya di bagian
selatan Pulau Salibabu yang sebarannya tidak terlalu luas dan topografi datar
tersebar di wilayah Kecamatan Lirung dan Kalongan. Selanjutnya topografi
berbukit di Pulau Kabaruan terdapat di tengah pulau dan topografi datar berada
di sekelilingnya hingga kawasan pesisir. Kerapatan penutupan vegetasi pada
wilayah berbukit cukup tinggi sehingga erosi relatif rendah. Wilayah berbukit di
Kabupaten
Kepulauan Talaud merupakan kawasan lindung yang masih alami yaitu
hutan lindung dan hutan suakamargasatwa. Wilayah yang datar penyebarannya
cukup luas yang sebagian besar merupakan dataran alluvial yang umumnya oleh
penduduk digunakan untuk kegiatan perkebunan kelapa, sedangkan kegiatan
pertanian tanaman pangan jarang diusahan oleh penduduk setempat. Untuk
kegiatan permukiman pada topografi datar tersebar di kawasan pesisir.

3. Hidrologi
Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki 13 aliran sungai yaitu sungai
Lobbo (16,80 km), sungai Kuma (8,65 kin), sungai Binalang (7,90 km), sungai
Essang (7,60 km), sungai Teling (6,95 kin), sungai Tatou (6,80 kin), sungai
Ammat (6,35 kin), sungai Buure (5,95 kin), sungai Awula (5,85 kin), sungai Tarun
(5,85 1cm), sungai Dapihe (5,80 km), sungai Rawirung (5,75 km) dan sungai
Lalue (5,55 km). Sebagian aliran sungai oleh penduduk digunakan sebagai
sumber kebutuhan air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
61

4.3 Kondisi Demografis (Kependudukan)


Penduduk merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam
perencanaan karena penduduk merupakan subyek dan obyek pembangunan
suatu wilayah. Selain itu, gambaran mengenai karakteristik penduduk merupakan
aspek penting dalam melakukan tinjauan tentang potensi sumberdaya manusia
(SDM). Karakteristik kependudukan yang akan diuraikan adalah jumlah dan
kepadatan penduduk serta komposisi penduduk menurut mata pencaharian.
1. Jumlah, kepadatan dan distribusi penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Talaud pada tahun 2006 adalah
83.325 jiwa. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 mengalami penurunan
sebesar 0,6 %, dimana jumlah penduduk tahun 2005 adalah 83.373 jiwa. Untuk
kepadatan penduduk di Kabupaten Kepulauan Talaud mencapai 66,6 1 jiwa/km2.
distribusi penduduk di 12 Kecamatan terlihat bervariasi, jumlah penduduk
tertinggi berada di Kecamatan Beo, yaitu 12.554 jiwa atau sekitar 15,07 % dan
jumlah penduduk keseluruhan. Lain halnya dengan jumlah penduduk yang
menempati jumlah tertinggi, tingkat kepadatan di Kecamatan Beo cukup rendah,
yaitu 45 jiwa/km2. Jumlah penduduk yang tinggi di Kecamatan Beo disebabkan
oleh luas wilayah yang mencapai 279,65 km2. Luas wilayah ini merupakan luas
wilayah Kecamatan terbesar di Kabupaten Kepulauan Talaud.
Di Pulau Karakelang yang merupakan pulau terluas di Kabupaten
Kepulauan Talaud didiami oleh sekitar 60,98 % dan total penduduk dengan
tingkat kepadatan mencapai 52,03 jiwa! km2. untuk jumlah penduduk terendah
berada di Kecamatan Kalongan yaitu 2.995 jiwa dengan tingkat kepadatan
penduduk mencapai 68,81 jiwa/km2. selanjutnya untuk tingkat kepadatan
tertinggi berada di Kecamatan Lirung yaitu mencapai 298,80 jiwa/km2.
Kepadatan penduduk yang tinggi ini disebabkan oleh kecilnya luas
wilayah Kecamatan Lirung yang tidak sebanding dengan penduduk yang
mendiami wilayah tersebut. Sedangkan untuk tingkat kepadatan terendah berada
di Kecamatan Essang, yaitu 37,61 jiwa/km2. Tingkat kepadatan yang rendah di
wilayah ini karena memiliki luas wilayah yang luas tetapi penduduk yang
mendiami berjumlah sedikit. Namun saat ini Kabupaten Talaud telah
memekarkan diri menjadi 13 kecamatan. Tabel-9 berikut memperlihatkan
persebaran jumlah dan kepadatan penduduk di setiap Kecamatan di Kabupaten
Kepulauan Talaud.
62

Tabel 12 Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Talaud 2007


No Kecamatan Luas Jumlah Penduduk Kepadatan
2
Wilayah Laki-Laki Perempuan Total (jiwa/km )
2
(km ) (jiwa) (jiwa) (jiwa)
1 Kabaruan 66,03 2.869 2.705 5.574 84,42
2 Damau 19,58 2.242 2.093 4.335 87,43
3 Lirung 33,36 5.098 4.870 9.968 298,80
4 Salibabu 21,80 2.755 2.678 5.433 249,22
5 Kalongan 42,90 1.551 1.444 2.995 69,81
6 Melonguane 125,74 5.515 5.534 11.049 87,87
7 Beo 279,65 6.504 6.050 12.554 44,89
8 Rainis 139,49 4.798 4.429 9.227 66,15
9 Tampanamma 124,18 3.027 2.927 5.954 47,95
10 Essang 169,78 3.158 3.228 6.386 37,61
11 Gemeh 137,71 2.825 2.819 5.644 40,98
12 Nanusa 60,79 2.073 2.133 4.206 69,19
Jumlah 2006 1.251,02 42.415 40.910 83.325 66,61
2005 1.251,02 42.440 40.933 83.373 66,64
2004 1.251,02 40.486 38.329 78.815 63
2003 1.251,02 38.826 37.648 76.474 61
Sumber: Kabupaten Kepulauan Talaud dalam Angka 2007

2. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian


Sebagian besar penduduk di Kabupaten Kepulauan Talaud
bermatapencaharian di sektor pertanian, khususnya pada kegiatan perkebunan
dan perikanan dengan persentase sebesar 73,32%. Pada sektor jasa juga
menempati nilai tertinggi kedua yaitu sekitar 12,05%. Untuk selanjutnya secara
berurutan berdasarkan persentase terbesar sampai terkecil mata pencaharian
penduduk adalah kontruksi, perdagangan, hotel dan restoran, komunikasi,
industri, keuangan, listrik, gas dan air minum dan lainnya seperti terlihat pada
Tabel-7. Penduduk yang bekerja di sektor formal seperti PNS tercatat pada tahun
2006 sebanyak 2.849 orang yang tersebar di 12 Kecamatan. Selain itu, jumlah
PNS pusat terbanyak 179 orang yang tersebar di instansi vertikal non TNT/P
OLRI di wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud. Jumlah anggota POLRI di
Kabupaten Kepulauan Talaud sebanyak 280 orang. Untuk anggota TNT AD yang
bertugas di Kabupaten Kepulauan Talaud berjumlah 113.

3. PDRB Kabupaten Talaud


Pendapatan Domestik Regional Bruto untuk sektor perikanan menempati
posisi urut dua sesudah perkebunan dengan jumlah 38.150 lihat Tabel 10. Hal
ini mendorong pemerintah untuk mengembangkan perikanan sebagai salah satu
sektor unggulan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di
Kabupaten Keplualaun Talaud.
63

Tabel 13: PDRB Kabupaten Talaud atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha
1. PERTANIAN : 293.721.400
a. Tabama : 35.810.000
b. Perkebunan : 210.351.000
c. Peternakan : 8.283.000
d. Kehutanan : 1.156.000
e. Perikanan : 38.150.000
2. Pertambangan dan Penggalian : 13.693.000
3. Industri pengolahan : 13.158.000
4. Bangunan : 65.162.000
5. Listrik / Jasa : 1.835.000
6. Perdagangan hotel dan restoran : 63.054.000
7. Pengangkutan dan komunikasi : 33.288.000
8. Keuangan persewaan dan jasa perusahaan : 39.537.000
9. Jasa – jasa : 83.964.000
TOTAL : 607.438.000
Sumber : BPS Talaud Kabupaten Kepulauan Talaud (2008)

4.4 Keragaan Perikanan


1. Sumberdaya ikan
Sumberdaya ikan di perairan Kepulauan Talaud banyak di dominasi dari
jenis ikan layang dan ikan tongkol, ikan tuna dan ikan cakalang dari hasil
produksi tahun 2008 didapatkan bahwa produksi ikan layang sebanyak 2.479,8
ton atau sebesar 32,41% dari total produksi ikan di perairan Kepulauan Talaud
dan ikan tongkol sebanyak 2.139,9 ton atau sebesar 27,96% dari total produksi
ikan. Adapun komposisi ikan berdasarkan jenis ikan pada tahun 2008 dapat
dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Produksi ikan di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2008


Jenis Ikan Produksi Persentase
Cendro 34,5 0,45
Ekor kuning 78,3 1,02
Selar 383,8 5,02
Kuwe 22,8 0,30
Layang 2.479,8 32,41
Lencam 23,1 0,30
Tetengkek 0,5 0,01
Bawal hitam 3,2 0,04
Japuh 0,9 0,01
Tembang 1,2 0,02
Lemuru 0,6 0,01
Lemadang 72,0 0,94
Teri 2,1 0,03
Kakap merah 27,9 0,36
Belanak 1,1 0,01
Biji Nangka 19,8 0,26
Kurisi 58,4 0,76
64

Jenis Ikan Produksi Persentase


Swangi 2,6 0,03
Gulamah 1,5 0,02
Cakalang 771,5 10,08
Kembung 3,0 0,04
Tenggiri 24,2 0,32
Tuna 353,3 4,62
Tongkol abu-abu 2.139,9 27,96
Kerapu karang 19,1 0,25
Kerapu sunu 3,9 0,05
Baronang 66,5 0,87
Senuk 0,7 0,01
Cucut botol 323,8 4,23
Pari 0,9 0,01
Lainnya 731,5 9,56
Jumlah 7.652,4 100,00
Sumber: Laporan akhir tahun 2008 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sulawesi Utara

2. Karakteristik nelayan di Kepulauan Talaud


Berdasarkan data statistik, tahun 2003-2008 jumlah Rumah Tangga
Perikanan (RTP) di Kabupaten Kepulauan Talaud sebanyak 5.887 nelayan. Dari
jumlah RTP tersebut pada umumnya memiliki kondisi social yang masih dibawah
garis kemiskinan bila disbanding dengan masyarakat lainnya.
Kemiskinan yang dihadapi tersebut meliputi material, pendidikan dan
status sosial yang semua itu bukan disebabkan karena terbatasnya sumber daya
ikan tetapi erat hubungannya dengan terjadinya perubahan ekonomi, belum
meratanya pembangunan serta disebabkan oleh perilaku budaya sebagian besar
nelayan yang belum mendukung kearah perubahan yang positif.
Jumlah nelayan perikanan laut berdasarkan RTP menurut Katgori Usaha
di Kabupaten Kepulauan Talaud disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Perkembangan rumah tangga perikanan (RTP) di Kepulauan Talaud


tahun 2003-2008
Jumlah Rumah Kategori
Tangga
Tahun Tanpa Dengan Perahu Perahu dengan
Perikanan
Perahu Tanpa Motor Motor Tempel
(RTP)
2003 5.415 1.308 3.685 422
2004 5.418 1.246 3.691 481
2005 5.478 1.246 3.732 540
2006 5.538 1.180 3.866 592
2007 5.588 1.130 3.876 632
2008 5.887 1.113 3.876 640
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi
Utara, tahun 2003-2008.
65

Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) pada tahun 2008 naik menjadi
5.887 RTP dibandingkan pada tahun 2007 yang berjumlah 5.588 RTP.
Perkembangan jumlah RTP di Kabupaten Talaud terus meningkat hal ini
dikarenakan potensi perikanan yang ada di kabupaten ini sangat besar. Adapun
perkembangan kemampuan kapal motor dari tahun 2003-2008 disajikan pada
Tabel 16. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun 2003-2008
Tahun Kapal Motor (GT)
0-5 6-10 11-20 21-30 Total
2003 10 10 5 1 26
2004 10 12 0 0 22
2005 11 141 1 0 26
2006 12 14 2 0 28
2007 12 14 2 0 28
2008 9 10 1 0 20
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Talaud (2008)

3. Kinerja Ekonomi dan Identifikasi Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan


Tahun 2008

Berdasarkan data BPS Kabupaten Kepualuan Talaud pada tahun 2008


disebutkan sebagai berikut
Tabel 17 Kinerja ekonomi Kabupaten Kepulauan Talaud
Item Seluruh Sektor Sektor Perikanan
Pendapatan perkapita 8.110.856 3.497.000
PDRB 607.438.300.000 38.150.500
PAD 6.000.000.000 47.000.000
Penyerapan tenaga kerja 1.720 orang 625 orang
Dalam Tabel ini dapat dilihat bahwa pendapatan perkapita sektor
perikanan 0.043% dari pendapatan perkapita total daerah, PDRB sektor
perikanan adalah 6.28% daripada PDRB total daerah, pendapatan asli daerah
(PAD) sektor perikanan 0.78% dari pendapatan perkapita total daerah,
sedangkan penyerapan tenaga kerja daerah secara keseluruhan berjumlah 1720
orang dan khusus untuk sektor perikanan penyerapan tenaga kerjanya berjumlah
625 orang atau kurang lebih 0.36% namun dibandingkan dengan sektor lainnya
(tabel 10) sektor kelautan perikanan sangat potensial unruk dikembangkan dalam
meningkatkan kinerja ekonomi.
66

4. Rumah Tangga Perikanan (RTP)


Adapun data Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Talaud tahun
2003-2008 dengan kategori perahu tanpa motor dan perahu dengan motor
tempel dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 18 Rumah tangga perikanan (RTP)
Jumlah Rumah Kategori
Tangga
Tahun Tanpa Dengan Perahu Perahu dengan
Perikanan
Perahu Tanpa Motor Motor Tempel
(RTP)
2003 5.415 1.308 3.685 422
2004 5.418 1.246 3.691 481
2005 5.478 1.246 3.732 540
2006 5.538 1.180 3.866 592
2007 5.588 1.130 3.876 632
2008 5.887 1.113 3.876 640
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi
Utara, tahun 2003-2008.
Dari tabel 15 ini kita dapat melihat jumlah rumah tangga perikanan
meningkat dari tahun ke tahun, jumlah perahu motor tempel terlihat cenderung
meningkat, pemilikan perahu bertambah dan pemilikan motor tempel meningkat
juga dari tahun ke tahun.
5. Perkembangan Kapal Motor
Kategori perahu yang banyak digunakan di Kabupaten Talaud yaitu
perahu tanpa motor 3,86 unit (tahun 2008) dan perahu dengan motor yang
banyak temple 640 unit 9tahun 2008). Sedangkan kapal motor yang banyak
digunakan adalah yang berukuran 6-10 GT yaitu 10 unit (2003) dan 12 unit
(2004), 14 unit (2005, 2006, 2007) sedangkan tahun 2008 menjadi 20 unit.
Selengkapnya perkembangan kapal motor di Kabupaten Talaud disajikan pada
Tabel 19.

Tabel 19 Perkembangan Kapal Motor


Tahun Kapal Motor (GT)
0-5 6-10 11-20 21-30 Total
2003 10 10 5 1 26
2004 10 12 0 0 22
2005 11 141 1 0 26
2006 12 14 2 0 28
2007 12 14 2 0 28
2008 9 10 1 0 20
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Talaud (2008)
Di Kabupaten Talaud secara umum dikenal 3 (tiga) tipe perahu kapal yaitu :
67

1) Kapal/Perahu Purse Seine (Pajeko) terbuat dari kayu dengan konstruksi


sebagai berikut:
 Jenis/tipe : Kapal Purse seine
 Ukuran Perahu (PxLxD) : 9-13 m x 2,0 m x 1,3 m
 Tenaga Penggerak
- Ukuran mesin : 45 Pk
- Merk : Mitsubishi
- Bahan bakar : Bensin-solar
 Alat tangkap yang digunakan disesuaikan dengan musim ikan, sehingga
kapal ini menggunakan berbagai jenis alat tangkap dan sesuai target
spesies ikan yang ditangkap yaitu: Poll and Line spesial menangkap
cakalang, Pure seine spesial menangkap layang dan tongkol, Long line
spesial menangkap tuna.

2) Kapal/Perahu Pan boat terbuat dari kayu mempunyai konstruksi sebagai


berikut:
 Jenis/tipe : Panboat (Longline)
 Ukuran perahu (PxLxD) : 7-9m x 60 cm x 70 cm
 Tenaga penggerak Mesin :
- Ukuran mini : 15 Pk
- Bahan bakar : Bensin, solar, minyak tanah
3) Perahu Tanpa Motor terbuat dari kayu dengan konstruksi sebagai berikut:
 Jenis/tipe : Londe/ katinting
 Ukuran perahu (PxLxD) : 4,5 x 45 x 50 cm x 60 cm
 Tenaga penggerak :
- Layar
- Penggayung (Punda)

6. Jumlah alat tangkap perikanan Kabupaten Talaud 2007-2008


Alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Talaud
adalah: Pancing Tonda (1.137 unit), Pukat Cincin (47 unit), Jaring insang hanyut
(718 unit) (tahun 2008). Selengkapnya jumlah alat tangkap dapat dilihat pada
Tabel 20.
68

Tabel 20 Jumlah Alat Tangkap Perikanan Kabupaten Talaud 2008


JUMLAH (UNIT)
JENIS ALAT TANGKAP
2007 2008
1. PUKAT CINCIN 25 47
2. JARING INGSANG
- Hanyut 601 718
- Lingkar 122 180
- Tetap 280 470
3. PANCING
- Rawai Hanyut selain 316 480
rawai Tuna
- Rawai tetap Dasar 55 208
- Pancing Tonda 1.029 1.137
- Pancing Ulur 518 650
- Pancing Tegak 340 470
- Pancing Cumi 56 20
- Pancing Lainnya 450 50
4. PERANGKAP
- Bubu 260 62
- Lainnya 155 30
5. ALAT TANGKAP
LAINNYA
- Muro Ami 95 2
- Jala Tebar 2 20
- PenangkaP Teripang 150 10
- Garpu Tombak 171 780
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Talaud (2008)

Peningkatan jumlah alat tangkap yang distandarisasi terlihat pada tabel 20


dimana pukat cincin tahun 2007 berjumlah 25 unit tahun 2008 menjadi 47 unit,
jaring insang hanyut tahun 2007 berjumlah 607 pada tahun 2008 meningkat jadi
718 unit, demikian juga alat tangkap pancing tonda pada tahun 2007 berjumlah
1.029 unit menjadi 1.1.37 unit.

7. Produksi menurut jenis ikan tahun 2007-2008


Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Talaud data tahun 2008 dari
Dinas kelautan Perikanan digambarkan oleh jumlah produksi perikanan tangkap
menurut jenis ikan, seperti disajikan pada Tabel 21.
69

Tabel 21 Produksi menurut Jenis Ikan Tahun 2008


JENIS IKAN PRODUKSI (TON)
Pelagis Besar
• Tenggiri (Scomberomorus) 24,2
• Ikan Layaran (Istiopharus Platypterus) 12,9
• Tuna (Madidihang) (Thannus albacores) 353,3
• Cakalang (Katsunlonus pelamis) 771,5
• Lemadang (Cory phaenahippurus) 72,0
• Sunglir (Elagatis bipinnuiatus) 42,5
Pelagis Kecil
• Tongkol (Auxis thazard) 2.139,9
• Kembung (Rastrelliger brachysoma) 3,0
• Cendro (Belonidae Tilosurus) 34,5
• Ekor Kuning (Caesio cuning spp) 78,3
• Selar (Seloroides spp) 383,8
• Kuwe (Caranx spp) 22,8
• Layang (Decapterus spp) 2.479,8
• Japuh (Dussumieria acuta) 0,8
• Tembang (Sardinella fimbriata) 1,3
• Lemuru (Sardinella lemuru) 0,6
• Teri (Stolephorus spp) 2,1
• Ikan Terbang (Cypselurus spp) 102,8
• Julung-julung (Hemirhampus spp) 112,6
Demersal
 Gerot – gerot (Pomadasys maculatus) 7,6
 Lancam (Lethrinus spp) 23.1
 Kakap Merah (Lutjamus spp) 27.9
 Belanak (Mugil chephalus) 1.1
 Biji Nangka (Parupeneus indicus) 19.8
 Kurisi (Nemimterus hexodon) 58.4
 Swangi (Priacanthus tayenus) 2.6
1.5
 Gulamah (Nibea albiflora)
1.2
 Bawal Hitam (Formio niger)
0.5
 Tetengkek (Megalaspis cordyla) 19.1
 Kerapu Karang (Chephalohodis boenack) 3.9
 Kerapu Sunuk (Plectropomus leopardus) 6.5
 Beronang Senuk (Sphyraena jello) 0.7
 Cucut (Careharhinus spp) 328.8
 Pari (Mobulla spp) 0.9
Jenis Ikan Lainnya
 Udang – Udangan (Panulirus versicolor) 731.5
 Udang Karang (Panulirus versicolor) 83.1
 Udang Lainnya (Panilirus versicolor) 103.0
Moluska
 Cumi – Cumi (Loligo spp) 1,9
 Gurita (Octopus spp) 1,7
 Sotong (Sepia spp) 1,6
 Teripang (Stechopus spp) 1,7
Sumber : DKP Kabupaten Talaud (2008)

8. Sumberdaya ikan utama


Dari seluruh jenis ikan yang diproduksi perikanan tangkap Kabupaten
Talaud, terpilih 4 jenis ikan unggulan:
(1) Cakalang (Katsuwonus pelanis)
(2) Tuna (Madidihang) (Thunnus albacares)
(3) Tongkol (Enthynnus spp)
(4) Layang (Decapterus spp)
Keempat jenis ikan tersebut ditangkap oleh alat utama:
70

Tabel 22 Alat tangkap dan jenis ikan


ALAT TANGKAP JENIS IKAN
1. Pukat cincin (Purse seine) - Cakalang
- Layang
- Tongkol
2. Jaring insang hanyut (Gill nets)
Mata jaring besar - (Cakalang, Madidihang, Tongkol)
Mata jaring kecil - Layang

3. Pancing tonda (Troll line) - Cakalang


- Tuna ( Madidihang)
- Tongkol

9. Alat Penangkapan Ikan yang menangkap Jenis Ikan Unggulan


Alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan Kabupaten
Kepulauan Talaud adalah pukat cincin (Purse seine), jaring insang hanyut (Gill
net) dan pancing tonda (Troll line).
Spesifikasi dari ukuran masing-masing alat tangkap dapat dijelaskan
sebagai berikut:
71

(1) Pukat cincin (Purse Seine)

Gambar 7 Desain Pukat Cincin


(Sumber : Drs. Waluyo Subani dan Ir. H.R. Barus)

Alat tangkap purse seine yang umum digunakan oleh nelayan Kabupaten
Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara mempunyai konstruksi sebagai
berikut:
 Panjang pukat cincin : 382.5 m, lebar 99 m
 Bahan jaring : Polyethylene dan Polyamida
 Ukuran mata jaring : 1 inci dan 2 inci
 Ukuran benan : PA D9, PE D9 danPE D12
 Panjang tali ris atas : 422.5 m Ø 5 mm
 Panjang tali ris bawah : 422.5 m Ø 5 mm
 Panjang tali pelampung : 382.5 m Ø 5 mm
72

 Pelampung:
- Tipe pelampung : pisang
- Bahan pelampung : plastik
- Ukuran pelampung : Ø 10 cm panjan 15 cm
 Sinker/pemberat
- Ukuran pemberat : Ø 10 cm
- Bahan pemberat : timah hitam
- Berat : 333 gram/timah
- Ukuran cincin : Ø dalam 4 cm, Ø luar 8 cm
- Bahan cincin : kuningan
 Panjang tali kerut (purse line) : 600 m Ø 30 mm
 Bunt (kantong):
- Ukuran mata : 0.5 inci dan 1 inci
- Panjang kantong : 22.5 m

(2) Jaring insang hanyut (Drift Gill net

Gambar 8 Desain Jaring Insang Hanyut atau Soma giob


(Sumber : Drs. Waluyo Subani dan Ir. H.R. Barus
73

Alat tangkap gillnet yang umum digunakan oleh nelayan mempunyai


berbagai variasi konstruksi antara lain, sebagai berikut:
 Ukuran jaring (PxL) : 1.500 m x 18 m
 Bahan jaring : poliamida (D12) multifilamen
 Ukuran mata (mesh size) : 5 inci
 Panjang tali ris : 1.520 m bahan Polyethylene Ø 0,8 cm
 Pelampung :
- Bentuk pelampung : pisang
- Pelampung besar : 30 bh dari PVC Ø 30 cm
- Pelampung kecil : 525 bh dari sintetik Rubber Ø 6 cm
- Jarak antar pelampung : 60 cm
 Pemberat : 70 kg dari batu kali

(3) Pancing Tonda (Troll line)

Gambar 9 Desain Pancing Tonda


(Sumber : Drs. Waluyo Subani dan Ir. H.R. Barus
74

Banyak bentuk dan macam dari pancing tonda (troll line) mungkin terlalu banyak
untuk disebutkan satu per satu namun pada prinsipnya adalah sama. Yaitu
pancing tonda terdiri dari :
 Tali utama, bahan umumnya dari benang plastik, panjang tali bervariasi
tergantung keadaan, umumnya antara 50-100 m
 Kili-kili (swivel)
 Tali kawat (stainless steel)
 Mata pancing (hook) mata pancing ini bisa tunggal bias juga ganda.
 Umpan tiruan.

10 Sumber Daya Ikan Utama


Berdasarkan data produksi tahun 2008, sumber daya ikan di perairan
Kepulauan Talaud didominasi oleh kelompok jenis ikan pelagis, utamanya adalah
ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna. Jumlah produksi dari keempat jenis
ikan tersebut mencapai 5.129,4 ton atau sekitar 62,1% dari total produksi ikan
yang didaratkan di Kabupaten Kepulauan Talaud. Kontribusi terbesar berasal
dari jenis ikan layang yakni 27,3%, kemudian tongkol sebesar 22,3%, cakalang
sebesar 8,9%, dan tuna sebesar 3,6% dari total produksi ikan yang dihasilkan
tersebut.
Selain itu, keempat jenis ikan pelagis ini juga memiliki nilai ekonomis yang
tinggi dan potensial sebagai komoditi ekspor. Dengan dasar dan fakta sepeti
tersebut diatas, maka jenis sumber daya ikan utama yang terdapat di perairan
laut Kepulauan Talaud adalah ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna.
Selanjutnya, untuk pengelolaan yang berkelanjutan perlu diketahui mengenai
potensi dari keempat jenis ikan pelagis tersebut, guna mengetahui seberapa
besar tingkat pemanfaatan yang telah dilakukan terhadap keempat jenis ikan
tersebut.
Dari hasil pengamatan dilapang, diketahui bahwa keempat jenis ikan
pelagis ini dihasilkan dari 3 jenis unit penangkapan ikan yang utama, yakni pukat
cincin (purse seine), jaring insang hanyut (drift gillnet) dan pancing tonda (troll
line). Secara umum, ketiga jenis unit penangkapan ikan tersebut beroperasi
secara one day trip atau 1 kali dalam sehari. Waktu operasi penangkapannya,
umumnya dilakukan antara pukul 05.00 sampai jam 14.00 untuk yang beroperasi
pada siang hari dan antara pukul 18.00 sampai jam 03.00 dinihari untuk yang
beroperasi pada malam hari. Sementara jumlah nelayannya setiap kapal
75

tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan. Untuk ketiga jenis alat
tangkap tersebut berkisar anatar 6 sampai 10 orang. Ukuran armada kapal yang
digunakan antara 5-10 Gross Tonage (GT). Namun demikian, untuk
mendapatkan keseluruhan jumlah effort dari ketiga jenis unit penangkapan ikan
tersebut, perlu dilakukan standardisasi terlebih dahulu karena ketiga jenis unit
penangkapan ikan yang dianalisis ini mempunyai kemampuan tangkap yang
berbeda.

11. Produksi sumber daya ikan utama


Perkembangan jumlah produksi ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna
yang dihasilkan oleh alat tangkap pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing
tonda selama 6 tahun dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Perkembangan produksi sumber daya ikan utama di perairan laut


Kepulauan Talaud yang dihasilkan oleh pukat cincin, jaring insang
hanyut, dan pancing tonda tahun 2003-2008 (dalam ton)
Tahun Pukat Jaring insang Pancing Total
cincin hanyut tonda produksi
2003 3367,0 130,7 862,4 4360,1
2004 3400,0 140,0 893,8 4433,8
2005 4402,6 152,5 957,4 5512,5
2006 4298,0 191,9 999,5 5489,4
2007 4412,5 186,7 836,6 5435,8
2008 4013,4 198,4 917,3 5129,1
Rata-rata 3982,3 166,7 911,2 5060,1
Sumber data: diolah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara

Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa produksi sumber daya ikan


utama, yakni: ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna memiliki trend produksi
dari tahun 2003-2008 yang berfluktuasi naik turun dari hasil tangkapan ketiga alat
tangkap pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing tonda, dimana pada
tahun 2005 produksi mengalami kenaikan yang tertinggi selama 6 tahun terakhir.
Namun setelah tahun 2005 tersebut, jumlah total produksinya mengalami trend
penurunan.
Secara rata-rata dalam 6 tahun terakhir produksi yang dihasilkan purse
seine sebesar 3.982,3 ton/tahun, jaring insang hanyut sebesar 166,7 ton/tahun,
dan pancing tonda sebesar 911,2 ton/tahun. Adapun untuk total tangkapan rata-
rata pertahunnya dari ketiga jenis alat tangkap tersebut adalah sebesar
5.060,1 ton.
76

Kemudian jenis alat tangkap yang menghasilkan produksi tertinggi adalah


alat tangkap purse seine, namun sebagian besar produksinya adalah ikan layang
(Gambar-8). Sementara, alat tangkap yang secara spesifik khusus untuk
menangkap ikan tongkol, cakalang, dan tuna adalah pancing tonda.
77

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Potensi Sumberdaya Ikan

1. Estimasi parameter biologi dan nilai tangkapan lestari


Ada beberapa cara untuk mengetahui parameter biologi, adapun dalam
penelitian ini digunakan cara dengan meregresikan CPUE dengan effort untuk
mendapatakan nilai dan , sehingga rumus model regresi yang digunakan
adalah Y= – E. Adapun =qK, = q2K/r dan parameter ekonomi seperti
terlihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Nilai parameter biologi dan ekonomi dari sumber daya ikan utama di
perairan Talaud

Parameter Biologi Tanpa Pencemaran


Parameter Nilai
= 1.133978
= 0.000059
Cost = 7.5 Juta Rupiah
Price 0,67 Juta Rupiah

Setelah tahapan awal nilai parameter biologi diketahui, maka dapat


diestimasi nilai tangkapan lestari (produksi maksimum yang seharusnya
dihasilkan agar sumberdaya ikan tetap lestari) di perairan Kepulauan Talaud dan
kemudian dapat membandingkannya dengan hasil tangkapan aktual. Adapun
perbandingan produksi aktual dengan estimasi jumlah tangkapan atau produksi
lestari dengan pendekatan model logistic dan Gompertz untuk 6 tahun terakhir
dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Perbandingan produksi aktual dengan produksi lestari (produksi


maksimum yang seharusnya dihasilkan agar sumberdaya ikan tetap
lestari)
Tahun Prod. Lestari (ton)
Effort Prod. Aktual (ton)
Logistik Gompertz
2003 5.296 4.360,1 3.651,06 4.358,08
2004 4.491 4.433,8 3.652,55 4.373,83
2005 8.809 5.512,5 2.518,01 5.226,00
2006 8.772 5.489,4 2.387,13 5.248,18
2007 8.408 5.435,8 2.761,96 5.174,74
2008 10.602 5.129,1 1.727,20 5.323,36
Sumber: data diolah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Utara.
78

Berdasarkan Tabel 25 didapatkan bahwa semua jumlah produksi aktual


sudah berada diatas jumlah produksi lestari (produksi maksimum yang
seharusnya dihasilkan agar sumberdaya ikan tetap lestari), baik dengan fungsi
Logistik maupun Gompertz. Hal ini berarti bahwa jumlah produksi ikan di
Kabupaten Kepulauan Talaud diduga telah mengalami kegiatan tangkap berlebih
(overfishing). Dengan demikian, dalam 6 tahun terakhir (2003-2008) di perairan
Kabupaten Kepulauan Talaud ini diduga telah terjadi kegiatan penangkapan ikan
utama yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya overfishing.

2. Estimasi sustainable yield


Potensi lestari sumber daya ikan utama di perairan laut Kepulauan Talaud
diestimasi dengan pendekatan model Schaefer untuk kondisi Maximum
Sustainable Yield (MSY) dan model Gordon-Schaefer untuk kondisi Maximum
Economic Yield (MEY), dan Open Acces (OA). Model Schaefer menggunakan
hubungan antara upaya penangkapan (effort) standar dengan catch per unit effort
(CPUE)-nya. Sementara untuk model Gordon-Schaefer menggunakan hubungan
antara effort standar dengan nilai penerimaan (revenue) dan biaya (cost)-nya,
sehingga memerlukan tambahan data biaya per upaya penangkapan dan harga
ikan. Data runtut waktu jumlah produksi ikan utama dan effort standar serta nilai
CPUE dari aktivitas penangkapan di perairan Kepulauan Talaud dapat dilihat pada
Tabel 26.
Tabel 26 Data runtut waktu jumlah produksi ikan utama, jumlah effort dan nilai
CPUE-nya di perairan Kepulauan Talaud

Tahun Produksi Effort standar CPUE


(ton) (trip) (ton/trip)
2003 4360,1 5.439 0,80
2004 4433,8 5.477 0,81
2005 5512,5 8.765 0,63
2006 5489,4 8.940 0,61
2007 5435,8 8.623 0,63
2008 5129,1 9.713 0,53

Secara umum nilai CPUE dalam 6 tahun terakhir (2003-2008) mengalami


penurunan. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah upaya (effort)
penangkapan ikan utama (layang, tongkol, cakalang, dan tuna) tidak diikuti
dengan peningkatan produksinya. Berdasarkan kondisi ini, dapat diduga bahwa
pemanfaatan sumberdaya ikan utama di perairan Kepulauan Talaud sudah mulai
79

jenuh. Kemudian, karena yang digunakan sebagai alat standardisasi adalah


purse seine, maka nilai biaya upaya penangkapan yang digunakan untuk
mengestimasi nilai MEY adalah biaya per trip dari unit penangkapan purse seine.
Rata-rata biaya penangkapan ikan per trip yang dikeluarkan kapal purse seine di
Kepulauan Talaud adalah sebesar Rp 1.500.000,-, sedangkan rata-rata harga
ikan hasil tangkapan yang digunakan adalah sebesar Rp 6.000,- per kg.
Kemudian, hasil perhitungan berdasarkan tiga rezim pengelolaan yaitu pada saat
Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), dan Open
Access (OA) dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Kondisi sumber daya ikan utama saat MSY, MEY dan OA.

Estimasi Nilai
Keterangan
MSY MEY Open Access
Effort 9.610 8.853 17.706
Produksi (Ton) 5.448,75 5.414,93 1.581,72
TR (Juta Rupiah) 40.865,63 40.611,98 11.862,90
TC (Juta Rupiah) 6.438,69 5.931,46 11.862,91
Rente (Juta Rupiah) 34.426,94 34.680,52 0

Berdasarkan Tabel-27 di atas maka didapatkan bahwa kondisi


sumberdaya ikan saat MSY effort sebanyak 9.610 trip dan produksi MSY sebesar
5.448,75 ton sedangkan rente saat MSY sebesar Rp. 34.426,94 juta. Saat
kondisi MEY, dimana untuk effort sebesar 8.853 trip dan kondisi produksi
sebanyak 5.414,93 ton dan rente saat MEY sebesar Rp. 34.680,52 juta. Dalam
kondisi open access maka diperoleh nilai effort sebesar 17.706 trip dan produksi
sebanyak 1.581,72 ton dan rente saat open access sebesar Rp. 0 artinya bahwa
nelayan akan terus menangkap ikan hingga tidak mendapatkan keuntungan.
Kemudian, bila nilai MEY dan MSY ini dibandingkan dengan kondisi data
aktual yang ada (Gambar 10), maka dapat dinyatakan secara umum bahwa
pemanfaatan sumberdaya ikan utama di perairan Talaud sudah mengindikasikan
telah terjadi overfishing secara ekonomi (MEY) dan biologi (MSY).
80

Gambar 10. Kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic


Yield (MEY), dan Open Acces (OA) untuk pemanfaatan sumber
daya ikan utama di perairan kawasan Kabupaten Kepulauan
Talaud.

5.2 Keragaan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Utama


Usaha Perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud secara umum
menguntungkan, tetapi untuk membuktikannya secara ilmiah perlu dilakukan
analisis finansial terhadap usaha perikanan tangkap tersebut, utamanya dari alat
tangkap utama yang menangkap sumber daya ikan utama, yakni pukat cincin,
jaring insang hanyut, dan pancing tonda. Dalam analisis finansial ini akan
dibahas mengenai analisis usaha dan analisis kelayakan pengembangan usaha
alat penangkapan ikan tersebut.

1. Keragaan Usaha
Pengembangan suatu usaha harus diketahui dana yang diperlukan. Pada
studi ini, modal investasi yang dibutuhkan untuk suatu usaha penangkapan
berbeda-beda tergantung dari jenis perahu dan alat tangkap yang akan
diusahakan. Modal investasi usaha penangkap terdiri atas pembelian kapal,
mesin, alat tangkap dan perlengkapan lainnya. Rincian besarnya modal investasi
usaha penangkapan di perairan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud
disajikan pada Tabel 28.
81

Tabel 28 Modal investasi usaha penangkapan di perairan Kabupaten Kepulauan


Talaud

Jenis Investasi
Jenis Alat
Tangkap Alat Total
Perahu Mesin
Tangkap Investasi
Pancing Tonda 9,000,000 12,000,000 2,000,000 23,000,000
Jaring Insang
9,000,000 12,000,000 5,000,000 26,000,000
Hanyut
Pukat Cincin 12,000,000 20,000,000 15,000,000 47,000,000
Sumber : Data primer (2008)

Berdasarkan Tabel 28 diatas, diketahui bahwa usaha perikanan tangkap di


Kabupaten Kepulauan Talaud membutuhkan modal investasi antara Rp.
23,000,000 hingga Rp 47,000,000 dan biaya yang paling tinggi pada alat tangkap
Pukat Cincin. Untuk besarnya biaya usaha, penerimaan, keuntungan,
pendapatan ABK dan R/C ratio dari setiap jenis teknologi penangkapan ikan di
perairan Kabupatan Kepulauan Talaud dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Analisis usaha teknologi penangkapan ikan yang eksisting di perairan


Kabupaten Kepulauan Talaud

Analisis Usaha (Rp.)


Jenis Alat
Tangkap Biaya Nilai Pendapatan
Investasi Penerimaan Keuntungan R/C
Gabungan ABK
Pancing 23,000,000 36,000,000 25,412,700 10,587,300 4,600,100 1.42
Tonda
Jaring Insang 26,000,000 35,000,000 28,422,000 6,578,000 4,201,000 1.23
Hanyut
Pukat Cincin 47,000,000 56,000,000 47,460,000 8,540,000 4,870,000 1.18
Sumber : Data Primer (2008)
Keuntungan usaha penangkapan ikan alat tangkap Pancing Tonda memberi
keuntungan yang tertinggi yaitu sebesar Rp. 10,587,300. Sedangkan tingkat
pendapatan ABK yang paling tinggi ada pada jenis alat tangkap Pukat cincin,
yaitu sebesar Rp. 4,870,000. Besarnya pendapatan ABK tentunya dipengaruhi
oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh, biaya usaha yang dikeluarkan,
sistem bagi hasil dan jumlah ABK yang teribat dalam operasi penangkapan.
Selanjutnya untuk nilai imbangan penerimaan-biaya (R/C) usaha penangkapan
ikan di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud, alat tangkap Pancing Tonda
memiliki nilai R/C yang tertinggi, yaitu sebesar 1.42. Besarnya nilai R/C ini
dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh, harga ikan dan biaya
82

usaha yang dikeluarkan.

2. Keragaan Kelayakan Usaha


Analisis kelayakan usaha ini meliputi perkiraan cash flow dan analisis
kriteria investasi, sebagai berikut :
(1) Analisis Perkiraan Cash Flow
Dalam menganalisis aspek finansial dilakukan perhitungan cash flow dari
usaha yang direncanakan, dengan beberapa asumsi :
1) Umur proyek selama 5 tahun
2) Nilai hasil tangkapan pada tahun 1 sampai tahun ke-5 diperkirakan tetap
3) Nilai sisa investasi sebesar 10% sesuai dengan umur teknisnya
4) Pajak penghasilan sebesar 15% per tahun
5) Dicount rate tetap yaitu sebesar 18%
Tabel analisis cash flow dari masing-masing alat tangkap dilokasi penelitian
disajikan pada Lampiran 1sampai dengan Lampiran 5.
(2) Analisis Kriteria Investasi
Untuk menganalisis kelayakan atau kemungkinan pengembangan usaha
penangkapan dari aspek finansial digunakan kriteria investasi yaitu Net
Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate
Return (IRR).
NPV merupakan jumlah net benefit yang diperoleh selama umur proyek yang
dihitung berdasarkan nilai saat ini. Net B/C merupakan perbandingan antara
Nilai Gabungan sekarang dari penerimaan yang bersifat positif dengan Nilai
Gabungan sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif. IRR merupakan
nilai keuntungan internal dari investasi dari investasi yang ditanamkan.
Perhitungan kriteria investasi pada Tabel-30 menunjukkan bahwa usaha
penangkapan di Kepulauan Talaud memungkinkan atau layak untuk
dikembangkan. NPV yang diperoleh dalam mlakukan penangkapan ikan di
Kabupaten Kepulauan Talaud berkisar antara Rp. 6,666,000 sampai dengan
Rp. 15,013,000, dimana alat tangkap yang memiliki NPV tertinggi adalah
Pukat Cincin. Namun, kriteria investasi usaha lain (Net B/C dan IRR) yang
tertinggi ada pada alat tangkap jaring insang hanyut, sedangkan yang
terendah ada pada pancing tonda.
83

Tabel 30 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan di Kabupaten Kepulauan


Talaud (dalam Rp. 000)
Nilai Kriteria Investasi
Jenis Alat Tangkap
NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Kelayakan
Pancing Tonda 6,666 1.29 30.45% Layak
Jaring Insang 11,722 1.45 36.13% Layak
Pukat Cincin 15,013 1.32 31.45% Layak

5.3 Illegal Fishing di Perairan Perbatasan


Salah satu dampak adanya illegal fishing di wilayah perbatasan adalah
hilangnya sumberdaya karena ditangkap oleh nelayan asing. Untuk itu, dalam
kajian ini akan dilakukan estimasi kerugian akibat illegal fishing. Estimasi nilai
kerugian akibat terjadinya kegiatan illegal fishing di perairan Kepulauan Talaud
dalam kaitannya sebagai wilayah perbatasan dilakuan dengan menggunakan
simulasi. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, wilayah Talaud merupakan
wilayah daerah terluar yang berbatasan dengan negara lain seperti Philipine.
Sebagai daerah perbatasan yang rawan dengan pencurian ikan (illegal fishing)
maka kebocoran ekonomi terhadap wilayah akan sangat merugikan
pengembangan sumber daya perikanan dan kelautan di wilayah ini. Untuk
melakukan sintesis mengenai aspek di atas, maka pada bagian ini dilakukan
model simulasi dengan menggunakan parameter bioekonomi yang telah
diperoleh sebelumnya. Interaksi antara berbagai komponen dalam model ini
dapat dilihat pada Gambar 11.

Surplus Surplus
Laju pertumbuhan tangkap Ekonomi
Ilegal fising Asing

Pertumbuhan
SDI Upaya
Talaud ilegal
Hasil
tangkap Harga
Rate perbatasan
Daya dukung Ilegal fising

Koefisien
Daya tangkap
Kerugian Surplus
keuntungan
ekonomi bersih
Laju upaya Upaya

Suku bunga
Kebocoran
Ekonomi Jangka
harga Surplus panjang
biaya Ekonomi
lokal
Laju Kebocoran
Ilegal Fishing Filipina
Perikanan Domestik ekonomi

Gambar 11 Model simulasi untuk mengestimasi nilai kerugian akibat illegal


84

fishing
Simulasi perikanan terdiri dari dua blok. Blok pertama adalah kotak yang
menggambarkan situasi perikanan domestik tanpa adanya illegal fishing,
sementara blok kedua adalah kotak yang menggambarkan terjadinya illegal
fishing. Keduanya kemudian dihubungkan dengan variabel ekonomi berupa
kebocoran ekonomi yang diderita oleh perikanan Talaud akibat adanya illegal
fishing oleh kapal asing khususnya dari Filipina.

Sebagaimana terlihat pada Gambar-11 di atas, interaksi stok dan effort


yang diukur dari kapal yang beroperasi di wilayah Talaud tergambar di sebelah
kiri gambar simulasi sementara di sebelah kanan menggambarkan variable dan
parameter yang terkait dengan wilayah perbatas seperti harga ikan di wilayah
perbatasan, illegal fishing dan surplus tangkap yang dapat diperoleh setelah
dikurangi dengan illegal fishing. Hasil dari simulasi dapat dilihat pada Gambar 13
berikut ini.
Tangkap (Produksi) Domestik (ton)

Tahun

Gambar 12 Grafik tangkapan domestik

Gambar 12 di atas menunjukkan bahwa produksi perikanan yang dapat


dilakukan oleh armada domestik Talaud mengalami peningkatan pada sepuluh
tahun pertama dengan meningkatan yang tajam sampai mencapai lebih dari
30000 ton. Produksi ini kemudian meski masih tetap mengalami peningkatan
namun relative stabil dengan tingkat peningkatan yang relative tidak terlalu tajam.
Hal ini mungkin dikarenakan meningkatnya scenario pencurian ikan oleh kapal-
kapak di luar Talaud yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun
sebagaimana terlihat pada Gambar 13 di bawah ini. Dengan scenario illegal
fishing sebesar 10% maka terjadi peningkatan yang tajam pada 10 tahun
85

pertama yang kemudian mengalami stagnasi atau cenderung konstan setelah


periode tahun kesepuluh.
Tangkap (Produksi) illegal (1000 ton)

Tahun

Gambar 13 Grafik skenario illegal fishing

Dalam model ini juga diperoleh informasi mengenai perkembangan upaya


penangkapan yang diukur dari jumlah kapal yang beroperasi. Sebagaimana
terlihat pada Gambar 14.

Upaya
800
700
600
Kapal
Upaya (kapal)

500
400
Upaya

Upaya
300
200
100
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49

Tahun

Gambar 14 Grafik upaya

Seperti terlihat pada Gambar 14 nampak bahwa jumlah kapal di Talaud


akan mengalami peningkatan dari sekitar rata-rata 500 kapal yang ada pada saat
ini menjadi lebih dari 700 kapal di masa mendatang. Perkembangan ini selain
dipicu oleh perkembangan penduduk juga sebagai respon dari kemungkinan
86

meningkatnya pencurian oleh kapal asing sehingga untuk mengkompensasi


kerugian tersebut maka kapal-kapal domestik merespon dengan menambah
jumlah kapal yang beroperasi.
Sebagai wilayah perbatasan, terjadinya perbedaan harga ikan antara
wilayah Talaud dengan daerah lain di Philipina selatan menyebabkan terjadinya
kebocoran ekonomi yang tidak sedikit. Berdasarkan simulasi dari model ini dapat
diketahui seberapa besar kebocoron ekonomi tersebut. Gambar 16 di bawah ini
menunjukkan scenario kebocoran ekonomi akibat kerugian yang ditimbulkan oleh
illegal fishing tersebut.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 15 kerugian ini berkisar antara Rp 1
milyar sampai Rp 2 milyar. Peningkatan kerugian ekonomi terjadi pada awal-awal
periode 10 tahun pertama. Hal ini sejalan dengan tingkat terjadinya illegal fishing
di wilayah Talaud yang cenderung meningkat pada periode awal. Kerugian ini
kemudian cenderung constant pada periode selanjutanya pada kisaran Rp 2
milyar untuk scenario illegal fishing 10% dan sekitar Rp 1 milyar untuk kisaran
illegal fishing 5 persen.

Gambar 15 Grafik tingkat kerugian

Pada model ini dapat pula diperoleh informasi mengenai surplus yang
seharusnya diperoleh jika sumber daya perikanan di Talaud dikelola dengan
baik. Surplus ini merupkan selisih anatara manfaat ekonomi yang diperoleh dari
87

armada domestik dengan kebocoran akibat illegal fishing. Gambar 16 di bawah


ini menunjukkan surplus ekonomi tersebut.

Gambar 16 Grafik net surplus setiap skenario

Pada Gambar 16 netsurplus1 menunjukkan surplus ekonomi jika tidak


terjadi illegal fishing, sementara netsurplus 2 menunjukan surplus yang terjadai
pada rate illegal fishing 5% sementara net surplus 3 menunjukkan surplus
ekonomi yang diperoleh ketika terjadi illegal fishing pada rate 10%. Berdasarkan
Gambar 16 terlihat pada potensi ekonomi perikanan Talaud jika tidak terjadi
illegal fishing mencapai lebih dari Rp 7 milyar bahkan terus meningkat mencapai
hamper Rp 10 milyar, namun jika terjadi illegal fishing oleh kapal-kapal perikanan
dari Philipina, maka potensi ekonomi tersebit akan menurun hamper separuhnya.
Sementara jika illegal fishing semakin marak dengan rate yang meningkat
potensi ekonomi tersebut akan negative pada tahun ke-20 yang tentu saja sudah
pada taraf yang merugikan potensi perikanan Talaud itu sendiri.

5.4 Optimasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Daerah


Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud

Perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan usaha yang kompleks,


dimulai dari kegiatan praproduksi (identifikasi dan estimasi sumberdaya ikan;
88

penyediaan sarana penangkapan ikan) dan pascaproduksi (pemasaran dan


pengolahan hasil tangkapan). Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap harus dilakukan secara terintegrasi dan menyeluruh yang
mencangkup seluruh komponen atau sub-sistem terkait di dalamnya. Menurut
Kesteven (1973) dan Monintja (2001), komponen utama dari system perikanan
tangkap adalah sumberdaya ikan, unit penangkapan ikan, masyarakat (nelayan),
prasarana pelabuhan,sarana penunjang (galangan kapal), bahan alat tangkap
ikan dan mesin kapal), unit pemasaran dan unit pengolahan. Keseluruhan
komponen perikanan tangkap tersebut, sangat menentukan dalam upaya
pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan, sebagaimana
yang diamanatkan dalam Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code
of Conduct for Responsible Fisheries/CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO
tahun1995.
Fauzi dan Anna (2005) mengemukakan bahwa apabila dalam
mengembangkan perikanan tangkap tidak memperhatikan kaidah-kaidah
berkelanjutannya, tangkapan berlebih dan praktek-praktek penangkapan ikan
yang merusak. Hal ini dipicu karena keinginan untuk memenuhi kepentingan
sesaat atau masa kini, sehingga tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan
sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dalam
waktu yang singkat. Akibatnya, kepentingan lingkungan diabaikan dan
penggunaan teknologi yang menghasilkan secara cepat( quick yielding) yang
bersifat merusak dapat terjadi.
Pegembangan perikanan tangkap pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,khususnya nelayan,dan sekaligus
untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya. Sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Perikanan No. 31 tahun 2004 pasal 3,
yaitu: 1) meningkatkan taraf hidup nelayan 2) meningkatkan penerimaan dan
devisa Negara, 3) mendorong perluasan kerja, 4) meningkatkan ketersediaan
dan konsumsi sumberdaya ikan, 5) mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya
ikan,6) meningkatkan produktivitas,mutu,nilai tambah dan daya saing,7)
meningkatkan ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan,8) mencapai
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan secara optimal,9) menjamin
kelestarian sumberdaya ikan.
Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan akan
terwujud dengan baik, apabila komponen-komponen utamannya berjalan secara
89

optimum dan terintegrasi. Pengadaaan dan penyediaan sarana produksi harus


mampu mendukung kebutuhan kegiatan produksi atau sebalikya. Demikian pula
dalam kegiatan produksi selain memperhatikan kondisi ekosistem perairan dan
sumberdayanya, juga harus mengaitkan dengan kegiatan pengolahan dan
pemasaran hasil perikanan. Belum tercapainya tingkat produktivitas dan efisiensi
usaha perikanan tangkap yang optimum, disebabkan oleh belum terintegrasinya
perencanaan pengembangan antara komponen produksi hingga paskaproduksi,
sehingga sering terjadi ketidakseimbangan atau ketimpangan nilai kecukupan
diantara komponen tersebut.
Walaupun setiap komponen utama ini memiliki fungsi dan peran berdiri
sendiri, karena adanya saling keterkaitan antara satu dengan lainnya. Oleh
karena itu, untuk mewujudkan pengembangan kegiatan perikanan tangkap
bertanggung jawab dengan hasil yang optimum di kawasan perbatasan di
Kabupaten Kepulauan Talaud, perlu diakukan estimasi nilai optimum dari setiap
komponen perikanan tangkap tersebut. Selanjutnya, dengan melihat kondisi
perikanan tangkap yang ada di kawasan perbatasan di Kabupaten Kepulauan
Talaud ini, dapat diformulasikan suatu rekomendasi kebijakan pengelolaan
perikanan tangkap yang tepat.

1. Optimasi unit penangkapan ikan


Linear Goal Programming dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengalokasikan jumlah unit penangkapan ikan yang optimum di perairan laut
Kepulauan Talaud. Berdasarkan analisis sebelumnya, unit penangkapan ikan
yang menangkap sumber daya ikan utama adalah: pukat cincin, jaring insang
hanyut, dan pancing tonda. Untuk pengolahan data, unit penangkapan pukat
cincin disimbolkan dengan X1, jaring insang hanyut disimbolkan dengan X2, dan
pancing tonda disimbolkan dengan X3.
Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis ini antara lain adalah:
(1) Mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya ikan utama atau unggulan di
perairan laut Kabupaten Talaud.
Sumberdaya ikan dominan dan unggulan di Kabupaten Talaud yang
dioptimumkan adalah kelompok ikan pelagis yang terdiri dari ikan layang,
tongkol, cakalang, dan tuna. Kemudian nilai produktivitas rataan dari ketiga
jenis alat tangkap yang menangkap ikan utama tersebut, berturut-turut
sebesar 125 ton/kapal/tahun untuk pukat cincin, 1,5 ton/kapal/tahun untuk
90

jaring insang hanyut, dan 2 ton/kapal/tahun untuk pancing tonda. Sementara


untuk nilai potensi yang digunakan sebagai nilai pembatasnya adalah nilai
MEY, yakni sebesar 5145.21 ton/tahun. Persamaan kendala tujuan dari
permasalahan ini adalah sebagai berikut:
DB1 - DA1 + 125 X1 + 1.5 X2 + 2 X3 = 5145.21

(2) Memaksimumkan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Talaud.


Untuk mengalokasikan tenaga kerja (nelayan) di Kabupaten Talaud, maka
diperlukan data jumlah nelayan. Jumlah nelayan di Kabupaten Talaud
adalah sebanyak 5174 orang. Dari hasil wawancara dan pengamatan di
lapangan diketahui bahwa alat tangkap pukat cincin rata-rata membutuhkan
24 tenaga kerja/unit, alat tangkap jaring insang hanyut rata-rata memerlukan
4 tenaga kerja/unit, dan alat tangkap pancing tonda rata-rata membutuhkan 4
tenaga kerja/unit. Dengan demikian, persamaan kendala tujuan yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut:
DB2 + 24X1 + 4X2 + 4X3 ≥ 5174

(3) Meminimumkan penggunaan BBM di Kabupaten Talaud.


Untuk mengetahui pengalokasian BBM di Kabupaten Talaud maka perlu
diketahui ketersediaan BBM disana, serta penggunaan BBM pada masing-
masing alat tangkap. BBM dalam hal ini dibagi dalam dua kategori, yakni
solar dan minyak tanah.
1) Solar
Berdasarkan data dari Kantor Cabang Pertamina Kabupaten Talaud,
ketersediaan solar di Kabupaten Talaud adalah sebesar 134000 kiloliter.
Persamaan kendala tujuan dari permasalahan ini adalah sebagai berikut:
64,20X1 + 13,52X2 + 10,80X3 – DA3 ≤ 134.000
2) Minyak tanah
Berdasarkan data dari Kantor Cabang Pertamina Kabupaten Talaud,
ketersediaan minyak tanah di Kabupaten Talaud adalah sebesar 612.000
kiloliter. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan tersebut adalah
sebagai berikut :
3,71X1 + 31,55X2 + 5,40X3 – DA4 ≤ 612.000

(4) Memaksimumkan nilai produksi usaha penangkapan ikan yang optimal di


Kabupaten Talaud.
Berdasarkan hasil analisis bio-ekonomik dengan pendekatan model Gordon-
91

Schaefer, diperoleh nilai estimasi penerimaan (revenue) yang optimum lestari


dari pemanfaatan sumberdaya ikan utama di perairan Kepulauan Talaud
adalah sebesar Rp 30. 871.280.000. Persamaan kendala tujuan dari
permasalahan ini adalah (dalam ribuan Rp):
DB5 + 600.000 X1 + 6.000 X2 + 18.000 X3 >= 30.871.280
Hasil analisis linear goal programming (LGP) dari persamaan-persamaan diatas
dengan alat bantu software LINDO disajikan dalam Gambar 16.

Gambar 16 Hasil analisis Linear Goal Programming

Berdasarkan Gambar 16 diatas diketahui bahwa semua tujuan yang


diinginkan dapat tercapai. Hal ini ditunjukkan dari nilai variabel deviasional (DA
atau DB) yang sama dengan nol. Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya
ikan utama (laying, tongkol, cakalang, dan tuna) sebesar nilai MEY dapat
tercapai, penyerapan tenaga kerja sebanyak 5.174 juga tercapai, penggunaan
bahan bakar minyak juga tidak melebihi kapasitas yang tersedia, dan
92

penerimaan nilai sumberdaya ikan yang optimal juga dapat terpenuhi.

Pengalokasian unit penangkapan ikan yang optimal di perairan Kepulauan


Talaud dari hasil analisis ini adalah sebagai berikut: pukat cincin sebanyak 19
unit, jaring insang hanyut sebanyak 685 unit, dan pancing tonda sebanyak 832
unit (Tabel 31).

Tabel 31 Alokasi jumlah armada penangkapan yang optimum di perairan


Kepulauan Talaud

Jumlah
No. Unit penangkapan ikan Ukuran
(unit)
1. Pukat cincin 15 GT 19
2. Jaring insang hanyut 4 GT 685
3. Pancing tonda 7 GT 832
Jumlah 1.536

Bila membandingkan hasil analisis alokasi ini dengan jumlah unit


penangkapan yang ada pada tahun 2008, maka perlu ada penyesuaian
komposisi jumlah dari ketiga unit penangkapan tersebut seperti disajikan pada
Tabel 32. Ada jenis unit penangkapan yang disarankan untuk ditambah atau
ditingkatkan, yaitu: unit penangkapan pukat cincin dan pancing tonda, dan ada
yang dikurangi, yaitu: unit penangkapan jaring insang hanyut. Hal ini secara
umum disebabkan oleh pengalokasian yang memperhitungkan beberapa aspek,
yaitu aspek efektivitas, penyerapan tenaga kerja dan efisiensinya, sehingga unit
penangkapan yang kurang efektif, ketersediaan SDI nya sedikit, jumlah
penyerapan tenaga kerjanya minim dan kontribusi usahanya yang tidak tinggi,
tentu jumlah yang akan dialokasikannya sedikit, bahkan mungkin tidak
dialokasikan.

Tabel 32 Perbandingan jumlah optimum dan eksisting pada tahun 2008 dari 3
jenis unit penangkapan ikan terpilih di perairan Kepulauan Talaud
Estimasi jumlah Jumlah yang ada
No. Unit penangkapan ikan yang optimum pada tahun 2008
(unit) (unit)
1. Pukat cincin 19 47
2. Jaring insang hanyut 685 718
3. Pancing tonda 832 208
Jumlah 1.536 973
93

Selanjutnya, untuk mengimplementasikan hasil ini, tentunya tidak


langsung melakukan pembatasan atau pengurangan secara drastis bagi unit
penangkapan yang berlebih tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
rasional dan bertahap, seperti melakukan pengalihan usaha dari unit
penangkapan yang berlebih ke unit penangkapan yang belum optimal jumlahnya,
dan menutup atau tidak memperpanjang ijin usaha unit penangkapan yang
jumlahnya berlebih hingga mencapai titik optimalnya.

2. Optimasi prasarana pelabuhan perikanan


Prasarana pelabuhan atau yang biasa disebut dengan pelabuhan
perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang kegiatan
usaha perikanan tangkap, karena kegiatan proses produksi dapat terhambat atau
bahkan sulit dilakukan bila tidak tersedia komponen ini. Tanpa pelabuhan
perikanan, kegiatan bongkar muat tidak mungkin dilakukan dengan baik dan
lancar.
Pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan menjadi 4 kelas
berdasarkan ukuran GT kapal yang dilayani, daerah penangkapan armadanya,
panjang dermaga dan kedalaman kolamnya, produksinya, tujuan pemasarannya,
dan fasilitas kawasan industrinya (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.16/Men/2006). Pembagian kelas pelabuhan perikanan tersebut adalah:
(1) Pelabuhan Perikanan Samudera atau PPS, dicirikan dengan melayani kapal
ikan ≥ 60 GT, daerah penangkapannya di laut teritorial, ZEE Indonesia dan
laut lepas, panjang dermaga minimal 300 m dengan kedalam kolam minimal
minus 3 m, memiliki daya tampung produksi hasil tangkapan sekitar 100 -
200 ton/hari atau sekitar 40.000 ton/tahun, hasil tangkapannya untuk ekspor,
dan memiliki kawasan industri.
(2) Pelabuhan Perikanan Nusantara atau PPN, dicirikan dengan melayani kapal
ikan 15 - 60 GT, daerah penangkapannya di di laut teritorial dan ZEE
Indonesia, panjang dermaga minimal 150 m dengan kedalam kolam minimal
minus 3 m, memiliki daya tampung produksi hasil tangkapan sekitar 40 - 50
ton/hari atau sekitar 8.000 – 15.000 ton/tahun, dan memiliki kawasan industri.
(3) Pelabuhan Perikanan Pantai atau PPP, dicirikan dengan melayani kapal
ikan 5 - 15 GT, daerah penangkapannya di perairan pedalaman, perairan
kepulauan dan laut teritorial, panjang dermaga minimal 100 m dengan
94

kedalam kolam minimal minus 2 m, memiliki daya tampung produksi hasil


tangkapan sekitar 15 - 20 ton/hari atau sekitar 4000 ton/tahun.
(4) Pangkalan Pendaratan Ikan atau PPI, dicirikan dengan melayani kapal ikan ≤
5 GT, daerah penangkapannya di di perairan pedalaman dan perairan
kepulauan, panjang dermaga minimal 50 m dengan kedalam kolam minimal
minus 2 m, memiliki daya tampung produksi hasil tangkapan sekitar 10
ton/hari atau sekitar 2.000 ton/tahun.

Kebutuhan minimal prasarana pelabuhan di perairan Kepulauan Talaud


dapat diestimasikan dengan menggunakan pendekatan klasifikasi diatas dan
jumlah alokasi armada yang optimum. Tahap pertama dalam estimasi adalah
menentukan kelas pelabuhannya berdasarkan ukuran kapal atau armada yang
akan dilayani. Setelah itu menghitung kebutuhan jumlahnya dengan cara
membagi perkiraan jumlah produksi kapal ikan yang ada dengan daya tampung
kelas pelabuhan yang telah ditentukan. Berdasarkan pendekatan ini, ada 2 kelas
pelabuhan yang dibutuhkan, yaitu pelabuhan perikanan pantai (PPP) untuk
menampung dan melayani armada pukat cincin dan tonda, dan pangkalan
pendaratan ikan (PPI) untuk menampung dan melayani armada jaring insang
hanyut. Selanjutnya, hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah prasarana
pelabuhan perikanan yang optimum untuk mendukung pemanfaatan sumberdaya
ikan pelagis di Kepulauan Talaud adalah 1 unit PPP dan 1 unit PPI. Rincian
perhitungan jumlah kebutuhan prasarana pelabuhan diperairan Kepulauan
Talaud ditunjukkan pada Tabel 33.

Tabel 33 Jumlah kebutuhan optimum prasarana pelabuhan di perairan


Kepulauan Talaud
Jumlah Jumlah
Unit Jumlah
Produktivitas Estimasi Klasifikasi kebutuhan
penangkapan kapal
(ton/kapal/tahun) Produksi per Pelabuhan Pelabuhan
ikan (unit)
tahun (ton) (unit)
Pukat cincin 125,0 19 2.375,0 PPP 1
Pancing 2,0 1.664,0 PPP
tonda 832
Jaring insang 1,5 1.027,5 PPI 1
hanyut 685
Keterangan:
Estimasi jumlah optimum prasarana pelabuhan =
[Jumlah Estimasi Produksi per tahun / Daya tampung tipe pelabuhan]
95

3. Optimasi sarana pemasaran hasil tangkapan


Pemasaran merupakan salah satu tindakan atau keputusan yang
berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen, pedagang,
pengolah sampai konsumen (Hanafiah dan Saefudin, 1983 dalam Sutisna, 2007).
Seharusnya semua kegiatan pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan oleh
nelayan harus dilaksanakan secara lelang di tempat pelelangan ikan (TPI) yang
merupakan bagian dari fasilitas fungsional pada prasarana pelabuhan perikanan.
Aktivitas pelelangan ikan bertujuan untuk memperoleh harga ikan yang optimum
bagi kedua belah pihak, yaitu nelayan dan pedagang/pembeli ikan. Agar proses
pemasaran ikan melalui pelelangan ini dapat berjalan lancar, tentu diperlukan
suatu kapasitas atau luasan tempat pelelangan ikan (TPI) yang cukup untuk
menampung semua produksi hasil tangkapan yang didaratkan.
Estimasi kebutuhan luas gedung TPI yang ideal diperlukan di perairan
selatan Kepulauan Talaud, dapat didekati dengan formula baku dalam pokok-
pokok desain pelabuhan perikanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pelabuhan
Perikanan, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan
P.k
Perikanan, yakni: S 
R.
keterangan: S = Luas gedung TPI (m2)
P = Jumlah produksi yang didaratkan per hari (ton/hari)
k = Koefisien ruang daya tampung produksi (m2/ton)
R = Frekuensi lelang per hari
a = Koefisien perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang
(0,27-0,394)
Untuk nilai koefisien ruang daya tampung produksi (k), digunakan nilai
yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan di Indonesia seperti terilhat pada
Tabel 34.

Tabel 34 Nilai koefisien ruang daya tampung produksi (k) berdasarkan jenis
kelompok ukuran ikan

Jenis kelompok Nilai koefisien


Cara Penyusunan
ukuran ikan ruang (k)

Udang Dalam peti disusun 10 lapis 1,56


Ikan kecil, cumi, lobster Dalam keranjang ditumpuk 3 lapis 6,00
Ikan sedang dan besar,
seperti: tongkol, cakalang, Dijejer/ disusun di lantai 15,00
layang, dll
96

Kemudian, untuk mengestimasi kebutuhan luasan TPI tersebut juga


diperlukan 3 (tiga) asumsi, yaitu:
(1) Jumlah hari kerja unit pelelangan ikan di pelabuhan perikanan setiap tahun
adalah 250 hari.
(2) Dalam setiap hari kerja dilakukan 2 kali pelelangan.
(3) Ratio produksi yang didaratkan pada suatu pelabuhan perikanan adalah
berbanding lurus dengan ratio jumlah estimasi produksi optimum dari kapal
ikan yang dapat dilayaninya.
Berdasarkan pendekatan rumus, nilai-nilai koefisien dan asumsi diatas,
jumlah luasan TPI yang minimum dibutuhkan untuk melayani pelelangan hasil
tangkapan yang didaratkan di perairan Kepulauan Talaud adalah sebesar 441
m2, dengan rincian di setiap PPN memerlukan luasan TPI minimum sebesar 352
m2, sedangkan di setiap PPI memerlukan luasan TPI minimum sebesar 89 m2.
Secara lengkap hasil estimasi disajikan pada Tabel 35 dan 36.
Tabel 35 Jumlah kebutuhan total luasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang
optimum di perairan Kepulauan Talaud

Luas
Produksi Produksi per Koefisien
Jenis Ikan optimum / hari tempat kebutuhan
Gedung TPI
MEY (ton/thn) (ton/hari) (m2/ton)) (m2)

Layang
Tongkol 5.145,21 20,58 15,00 441
Cakalang
Tuna
441

Tabel 36 Jumlah kebutuhan luasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang


optimum di perairan Kepulauan Talaud untuk setiap kelas pelabuhan
perikanan
Luasan TPI
Jumlah Jumlah rata-rata
Kelas Ratio Luasan
Pelabuhan Produksi disetiap kelas
Pelabuhan luasan total TPI
Perikanan optimum Pelabuhan
Perikanan TPI (m2)
(unit) (unit) Perikanan
(m2)
PPP 1 4039,0 0,80 352
441
PPI 1 1027,5 0,20 89
Keterangan:
Ratio luasan TPI =
[ Jumlah produksi optimum disetiap kelas pelabuhan perikanan / Total produksi ]
Luasan TPI rata-rata disetiap kelas pelabuhan perikanan =
[ (Ratio luasan TPI x Total luasan TPI) / Jumlah unit disetiap kelas pelabuhan perikanan ]
97

4. Optimasi unit pengolahan ikan


Unit pengolahan ikan hasil tangkapan yang merupakan kegiatan pasca
produksi dalam sistem perikanan tangkap, berperan untuk mempertahankan
mutu ikan hasil tangkapan, daya awetnya dan juga guna meningkatkan nilai
tambahnya. Kebutuhan jumlah unit pengolahan ikan yang ideal diperlukan dalam
menunjang kegiatan pengembangan perikanan tangkap di perairan selatan
Kepulauan Talaud, dapat diestimasi dengan menggunakan asumsi:
(1) Koefisien pengolahan untuk komoditi layang, tongkol, cakalang dan tuna
diasumsikan idealnya adalah 70% dari produksi optimum.
(2) Jumlah hari kerja unit pengolahan ikan setiap tahun adalah 250 hari.
(3) Kapasitas rata-rata ideal unit pengolahan ikan diasumsikan sebesar 5
ton/hari.
Berdasarkan asumsi tersebut dan menggunakan nilai produksi optimum,
maka kebutuhan jumlah unit pengolahan ikan yang ideal untuk perairan
Kepulauan Talaud dapat diestimasi, yaitu sebanyak 3 unit. Secara lengkap hasil
perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37 Jumlah kebutuhan unit pengolahan hasil perikanan di perairan
Kepulauan Talaud
Produksi Koefisien Jumlah Kapasitas unit Jumlah unit
optimum /
Jenis Ikan MEY untuk bahan baku pengolahan pengolahan
pengolahan (ton/tahun) (ton/tahun/unit) (unit)
(ton/thn)

Layang
Tongkol 5.145,21 70% 3.601,65 1.250 3
Cakalang
Tuna
Keterangan:
Estimasi jumlah optimum unit pengolahan ikan =
[ (Jumlah produksi optimum x Koef. Pengolahan) / Kapasitas unit
pengolahan ]

5. Optimasi jumlah tenaga kerja (nelayan dan tenaga kerja lain)


Para tenaga kerja perikanan tangkap yang biasa disebut dengan istilah
nelayan merupakan komponen yang sangat penting dan strategis dalam
kegiatan operasi penangkapan ikan. Bahkan, komponen ini tidak dapat
dipisahkan dengan komponen kapal/perahu dan alat tangkap yang menyatu
dalam satu unit penangkapan ikan.
Jumlah nelayan dari unit penangkapan ikan yang terpilih di perairan
Kepulauan Talaud berdasarkan hasil observasi lapang dan wawancara
menunjukkan bahwa setiap pukat cincin atau purse seine dapat menyerap rata-
rata 24 orang/unit, pancing tonda rata-rata sebanyak 4 unit/orang, dan jaring
98

insang hanyut rata-rata sebanyak 4 orang/unit. Kemudian, dengan


menggunakan hasil analisis alokasi unit penangkapan ikan yang optimum, maka
dapat diestimasikan bahwa kebutuhan jumlah nelayan optimum untuk
memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis utama di perairan Kepulauan Talaud
adalah sebanyak 6.524 orang. Jumlah nelayan yang tercatat di perairan
Kepulauan Talaud adalah sebanyak 5.174 orang, sehingga dengan
pengalokasian ini masih dapat menyerap jumlah tenaga kerja nelayan sebanyak
1.350 orang. Kebutuhan jumlah nelayan optimum menurut jenis unit
penangkapan ikan terpilih di perairan Kepulauan Talaud disajikan pada Tabel 38.

Tabel 38 Kebutuhan jumlah nelayan optimum di perairan selatan Kepulauan


Talaud menurut jenis unit penangkapan ikan terpilih.
Unit penangkapan Jumlah Jumlah nelayan Jumlah
No. Kapal per unit kapal Nelayan
ikan (unit) (orang) (orang)
1. Pukat cincin 19 24 456
2. Pancing tonda 832 4 3.328
3. Jaring insang hanyut 685 4 2.740
Jumlah 6.524

Selain itu, kebutuhan tenaga kerja lain yang terkait dengan kegiatan
perikanan tangkap dalam upaya memenfaatakan sumberdaya ikan pelagis utama
di perairan Kepulauan Talaud dapat diestimasi dengan pendekatan yang
sederhanai, yaitu dengan cara mengalikan jumlah optimum dari setiap jenis
sarana/prasarana yang diperlukan dalam pengembangan perikanan tangkap di
perairan Kepulauan Talaud dengan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang ideal
untuk setiap unitnya. Data kebutuhan jumlah tenaga kerja rata-rata atau yang
ideal per unit untuk setiap jenis sarana/prasarana dari komponen perikanan
tangkap diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pihak terkait. Hasil
estimasi menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja lain (diluar nelayan) yang
dapat terserap dengan pola pengembangan ini adalah 1.500 orang. Rincian
lengkap perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 39.

Tabel 39 Kebutuhan jumlah tenaga kerja lain yang terkait dengan


pengembangan perikanan pelagis di perairan Kepulauan Talaud.
Jumlah Tenaga Kebutuhan
Jumlah
Sarana/Prasarana Kapasitas Kerja per unit Tenaga Kerja
(unit)
(orang/unit) (orang)

PPP 4000 ton/thn 1 500 500


PPI 2000 ton/thn 1 200 400
Unit Pengolahan Ikan 1250 ton/thn/unit 3 200 600
Total Kebutuhan Tenaga Kerja (orang) 1.500
99

5.5 Strategi Pembangunan Perikanan Tangkap di Kawasan Perbatasan


Kabupaten Kepulauan Talaud

1. Alternatif strategi
Dari hasil analisis bioekonomi dan model simulasi dapat dilihat bahwa
meski Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki potensi sumber daya ikan yang
dapat dimanfaatkan serta memiliki potensi untuk meningkat penerimaan daerah,
kondisi wilayah perbatasan menyebabkan terjadinya kebocoran ekonomi dari
sektor perikanan ke wilayah atau negara lain seperti Philipina. Kebocoran
ekonomi merupakan potensi ekonomi yang hilang yang menjadi “korbanan” bagi
masyararakat nelayan di wilayah Talaud. Dengan demikian diperlukan beberapa
terobosan kebijakan untuk mengurangi dampak kebocoran tersebut. Untuk
mendapatkan strategi yang tepat maka perlu dikaji terlebih dahulu faktor-faktor
yang akan memberikan pengaruh terhadap pengambilan suatu kebijakan seperti
faktor kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang.

1) Faktor lingkungan strategis


Sebelum menentukan strategi pengembangan yang tepat, perlu untuk
mengidentifikasi dan menilai faktor-faktor lingkungan strategis yang berperan
nyata dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Talaud terlebih
dahulu. Faktor-faktor lingkungan strategis baik internal maupun eksternal
diperoleh melalui pendapat/wawancara dengan sejumlah responden dan
hasilnya akan dianalisis dengan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan
External Factor Evaluation (EFE).

(1) Analisis matriks IFE (Internal Factor Evaluation)


Matriks IFE diperoleh dari hasil analisis lingkungan internal yaitu
mencakup identifikasi faktor-faktor kunci internal berupa kekuatan dan
kelemahan pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud.
Hasil analisis matriks IFE pada pembangunan perikanan di Kabupaten
Talaud yang meliputi seluruh faktor kunci internal (kekuatan dan kelemahan)
adalah nilai skor sebesar 2,593. Total nilai tersebut menunjukkan bahwa
pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud berada pada level rata-rata di
dalam kekuatan internal seluruhnya. Sehingga dalam pembangunan perikanan di
Kabupaten Talaud tersebut diperlukan adanya optimalisasi dalam memanfaatkan
kekuatan yang dimiliki serta mereduksi kelemahan yang ada dalam mencapai
keberhasilan pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Lebih rinci
100

mengenai besarnya skor pada matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 40.

Tabel 40 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor Internal Bobot Rating Skor


Kekuatan (Strength) :
1. Potensi SDI yang belum mencapai titik
MSY 0.0908 4.000 0.363
2. Kedekatan secara geografis dengan pasar 0.0905 3.333 0.302
3. Komitmen PEMDA terhadap
pengembangan kawasan perbatasan 0.0912 3.857 0.352
Kelemahan (Weaknessess) :
1. Unit penangkapan masih kurang 0.0907 2.952 0.268
2. Kemampuan SDM masih rendah 0.0906 2.000 0.181
3. Infrastruktur belum memadai 0.0910 2.000 0.182
4. Jumlah dan kemampuan kapal patroli
belum memadai 0.0912 1.857 0.169
5. Alokasi dana perikanan belum masuk skala
prioritas APBD 0.0908 1.952 0.177
6. Belum adanya industri pengolahan 0.0911 2.429 0.221
7. Sulitnya mendapatkan BBM 0.0913 1.619 0.148
8. Belum adanya rencana pengelolaan
perikanan di daerah 0.0909 2.524 0.229
Total 1,0000 2.592
Sumber: Data Primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 40 dapat dilihat bahwa faktor kunci internal yang


memiliki skor kekuatan tertinggi adalah potensi sumberdaya ikan yang belum
mencapai titik MSY, Hal ini ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,0908 dengan
rating 4 dan skor sebesar 0,363; Komitmen PEMDA terhadap pengembangan
kawasan perbatasan, Hal ini ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,0912 dengan
rating 3,857 dan skor sebesar 0,352; dan Kedekatan secara geografis dengan
pasar, Hal ini ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,0905 dengan rating 3,333
dan skor sebesar 0,302; dimana potensi tersebut dapat dikembangkan untuk
meningkatkan pembangunan perikanan di kawasan perbatasan. Faktor kunci ini
merupakan peluang utama dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud.
Selain mengidentifikasi kekuatan internal pada pembangunan perikanan
di Kabupaten Talaud, matriks IFE juga menunjukkan berbagai kelemahan dalam
pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Faktor internal yang memiliki skor
kelemahan terbesar adalah sulitnya mendapatkan BBM, yang memiliki bobot
0,0913 dengan rating 1,619 sehingga skornya menjadi 0,148; dan Jumlah dan
kemampuan kapal patroli belum memadai, yang memiliki bobot 0,0912 dengan
rating 1,857, sehingga skornya menjadi 0,169. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
101

pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud kebijakan yang dikeluarkan harus


berupaya memperbaiki ketersediaan BBM dan jumlah kapal patroli, sehingga
pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud dapat memaksimalkan kekuatan
yang dimiliki.

(2) Analisis matriks EFE (External Factor Evaluation)


Matriks EFE mengidentifikasi faktor-faktor kunci eksternal berupa peluang
dan ancaman yang dihadapi dalam pembangunan perikanan di Kabupaten
Talaud pada kondisi aktual saat ini. Dalam pembangunan perikanan di
Kabupaten Talaud dapat memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman
pengaruh lingkungan eksternal untuk menuju optimalisasi pembangunan
perikanan di Kabupaten Talaud. Peluang dan ancaman yang dihadapi dalam
pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud dapat dilihat pada Tabel 41.

Tabel 41 Matriks External Factor Evaluation (EFE)


Faktor Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang (Opportunities)
1. Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan 0,1242 3,095 0,385
negara tetangga Filipina (BIMP-EAGA)
2. Kebijakan nasional untuk percepatan 0,1253 2,571 0,322
pembangunan KTI
3. Deklarasi Manado (WOC) 0,1263 2,714 0,343
4. Perpres No. 78 Tahun 2005 tentang Pulau- 0,1252 2,190 0,274
pulau kecil Perbatasan
Ancaman (Threats)
1. Illegal market (transhipment) 0,1258 1,190 0,150
2. Illegal fishing 0,1254 2,190 0,275
3. Faktor cuaca 0,1241 1,333 0,166
4. Tingkat kesenjangan kesejahteraan penduduk 0,1235 2,381 0,294
lokal dengan negara tetangga sangat
signifikan
Total 1,0000 2,208
Sumber: Data Primer (diolah)
Tabel 41 menunjukkan bahwa faktor kunci eksternal yang memberikan
peluang terbesar bagi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud adalah
Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan negara tetangga Filipina (BIMP-
EAGA). Hal ini ditunjukkan oleh nilai skor terbesar yang dimiliki faktor kunci
eksternal ini yaitu sebesar 0,1242 dengan bobot sebesar 0,385 dan rating
sebesar 3,095. rating yang diberikan pada peluang tersebut sebesar 3,095
menunjukkan bahwa selama ini pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud
telah memberikan respon yang baik terhadap keadaan peluang-peluang tersebut.
Faktor eksternal yang memberikan ancaman terbesar bagi pembangunan
perikanan di Kabupaten Talaud adalah Tingkat kesenjangan kesejahteraan
102

penduduk lokal dengan negara tetangga sangat signifikan. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai bobot sebesar 0,1235 dengan rating sebesar 2,381 dan skor 0,294.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ancaman Tingkat kesenjangan kesejahteraan
penduduk lokal dengan negara tetangga akan memberikan dampak terhadap
pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Selain itu faktor eksternal yang
memberikan ancaman kedua terbesar adalah terjadinya illegal fishing. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,1254 dengan rating sebesar 2,190 dan
skor 0,275. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya illegal fishing akan
memberikan dampak terhadap pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud.
Hasil matriks EFE pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud yang
meliputi faktor peluang dan ancaman memiliki skor sebesar 2,208. Total nilai
tersebut menunjukkan bahwa pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud
berada pada level rata-rata dalam upayanya untuk menjalankan strategi yang
memanfaatkan peluang eksternal atau menghindari ancaman yang ada dalam
mencapai optimalisasi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud.

7
Peluang
6

5
Kelemahan

Kekuatan

0 1 2 33 4 5 6 7
Strategi
2
Defensif
1

0
Ancaman
Gambar 17 Posisi kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud

2) Perumusan strategi pembangunan perikanan tangkap


Dalam analisis ini dilakukan pemanduan antara elemen kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dengan menggunakan matriks SWOT.
Tujuan dari pemanduan atau pencocokan ini adalah untuk menentukan alternatif
strategi yang dipilih. Berdasarkan hasil analisis internal (kekuatan dan
kelemahan) dan analisis eksternal (peluang dan ancaman) pembangunan
103

perikanan di Kabupaten Talaud, maka strategi-strategi yang dapat dirumuskan


adalah sebagai berikut (Tabel 34).
Strategi ini disusun dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki dan
memanfaaatkan peluang yang ada. Berdasarkan uraian di atas maka dapat
dibentuk matriks SWOT pembangunan perikanan Kabupaten Talaud seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 42.

Tabel 42 Matriks SWOT pembangunan perikanan Kabupaten Talaud


Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Faktor Internal 1. Potensi SDI yang belum 1. Unit penangkapan masih kurang
mencapai titik MSY 2. Kemampuan SDM masih rendah
2. Kedekatan secara 3. Infrastruktur belum memadai
geografis dengan pasar 4. Jumlah dan kemampuan kapal
3. Komitmen PEMDA patroli belum memadai
terhadap pengembangan 5. Alokasi dana perikanan belum
kawasan perbatasan masuk skala prioritas APBD
6. Belum adanya industri pengolahan
7. Sulitnya mendapatkan BBM
8. Belum adanya rencana
Faktor Eksternal pengelolaan perikanan di daerah
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
1. Kerjasama bilateral antara 1. Kerjasama di bidang 1. Penambahan jumlah unit
Indonesia dengan negara penangkapan ikan penangkapan
tetangga Filipina (BIMP- 2. Kerjasama di bidang 2. Melakukan pendidikan dan
EAGA) pemasaran pelatihan
2. Kebijakan nasional untuk 3. Menyusun blue print 3. Pembangunan pelabuhan
percepatan pembangunan pembangunan perikanan perikanan
KTI di kawasan perbatasan 4. Penambahan jumlah kapal patroli
3. Deklarasi Manado (WOC) (mendukung RPJM & 5. Prioritasi alokasi anggaran APBD
4. Perpres No. 78 Tahun 2005 RPJP) untuk pembangunan perikanan
tentang Pulau-pulau kecil 6. Pembangunan industri
Perbatasan pengolahan
7. Pengadaan kapal khusus
pengangkut BBM untuk kawasan
perbatasan
8. Penyusunan Rencana
Pengelolaan Perikanan (WPP
718) (?)
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
1. Ilegal fishing 1. Pengadaan kapal patroli 1. Penambahan unit penangkapan
2. Ilegal market (transhipment) milik PEMDA yang legal
3. Faktor cuaca 2. Membangun sistem 2. Pelatihan SDM dalam bidang
4. Tingkat kesenjangan informasi peramalan penangkapan ikan, pengolahan
kesejahteraan penduduk cuaca dalam kaitan ikan, dan pemasaran
lokal dengan negara dengan musim 3. Sosialisasi peraturan dan
tetangga sangat signifikan penangkapan perundang-undangan yang
3. Pembangunan industri berkaitan dengan ilegal fishing
perikanan untuk 4. Penambahan jumlah kapal patroli
peningkatan
kesejahteraan masyarakat
lokal
104

2. Prioritas strategi dan program pembangunan perikanan di kawasan


perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud

(1) Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan


(2) Peningkatan jumlah kapal pengawas
(3) Pendidikan dan Latihan (DIKLAT)
(4) Pembangunan prasarana pelabuhan
(5) Pembangunan industry pengolahan
(6) Pembentukan pasar
(7) Pemberdayaan masyarakat lokal
(8) Menyusun blueprint pembangunan perikanan
(9) Sistem informasi perikanan dan cuaca
(10) Prioritas APBD untuk kelautan dan perikanan
(11) Pengadaan kapal BBM
(12) Pengadaan kapal pengangkut ikan
(13) Penyusunan rencana pengelolaan WPP 717
(14) Kerjasama di bidang bisnis perikanan dengan Filipina

Tabel 43 Indikator ekonomi dan masalah


Indikator Ekonomi Masalah
SPR = Suplai Protein SDN = Sumber dana ILF = Ilegal Fishing
PNL = Pendapatan Nelayan SDM = Sumberdaya manusia ILM = Ilegal market
PRS = Profit usaha KLB = Kelembagaan KKS = KEsenjangan kesejahteraan
DVS = Devisa PRU = Prasarana umum KPI = Kapal Penangkut Ikan
PAD = Pendapatan Asli PHK = Penegakan Hukum BBM = Bahan Bakar Minyak
Daerah
PTK = Penyerapan Tenaga
Kerja

Aktor
PSH = Pengusaha AKA = UNSRAT PBT = Kepala Perbatasan
PNH = PNHDA KET = KAPET BAP = BAPPEDA Provinsi
DPK = Dinas Perikanan dan
Kelautan

Alternatif Kebijakan
1 = Peningkatan Jml UPI 6 = Pembentukan pasar 11 = Peng Kapal BBM
2 = Peningkatan jumlah kapal 7 = pPemberdayaan Masyarakat 12 = Peng Kapal Pengangkut ikan
pengawas lokal 13 = menyusun rencana
3 = Diklat 8 = Menyusun blue print pengelolaan WPP717
4 = Pembangunan prasarana pembangunan perikanan 14 = Kerjasama di bidang bisnis
pelabuhan 9 = Sistem informasi perikanan perikanan dgn Filipina
5 = Pembangunan indAKAri dan cuaca
pengolahan 10 = prioritas APBD untuk K&P
Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap Kawasan Perbatasan
Kabupaten Kepulauan Talaud

PSH PNH DPK AKA KET KPT BAP BPLH DKPT IZIN
0,118 0,036 0,211 0,016 0,022 0,036 0,211 0,022 0,211 0,118
Aktor

SPR PNL PRS DVS PAD PTK


0,107 0,315 0,210 0,103 0,091 0,174
Indikator ekonomi

SDN SDM KLB PRU PHK ILF ILM KKS KPI BBM
0,143 0,158 0,139 0,095 0,074 0,071 0,072 0,092 0,098 0,058

Masalah
1 2 3 4 5 6 7 8
0,077 0,061 0,072 0,051 0,068 0,084 0,099 0,058

Alternatif
9 10 11 12 13 14
0,045 0,157 0,040 0,050 0,036 0,103

Gambar 18 Struktur hirarki dan hasil perhitungan AHP

105
106

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi


yang dapat diandalkan sebagai sumber pemasukan daerah. sehingga
penyusunan strategi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud merupakan
hal yang sangat penting. Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud perlu dilakukan.
Faktor-faktor tersebut diperoleh dari data sekunder maupun data primer serta
wawancara dengan responden. Pemilihan prioritas strategi pembangunan
perikanan di Kabupaten Talaud dilakukan dengan menggunakan AHP. Hasil dari
teknik analisis AHP ini berupa pendapat gabungan responden menghasilkan
penilaian seperti disajikan pada Gambar 18 dan Tabel 44.

Tabel 44 Hasil prioritas alternatif strategi pembangunan perikanan di Kabupaten


Talaud

No Alternatif Bobot Urutan


Prioritas
1 Prioritas APBD untuk kelautan dan perikanan 0,157 1
2 Kerjasama bisnis perikanan dengan Negara 0,103 2
Filipina
3 Pemberdayaan masyarakat lokal 0,099 3
4 Pembentukan pasar 0,084 4
5 Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan 0,077 5
6 Pendidikan dan latihan (DIKLAT) 0,072 6
7 Pembangunan industri pengolahan 0,068 7
8 Peningkatan jumlah kapal pengawas 0,061 8
9 Menyusun blueprint pembangunan perikanan 0,058 9
10 Pembangunan prasarana pelabuhan 0,051 10
11 Pengadaan kapal pengangkut ikan 0,050 11
12 Sistem informasi perikanan dan cuaca 0,045 12
13 Pengadan kapal BBM 0,040 13
14 Penyusunan rencana pengelolaan WPP 717 0,036 14

Hasil prioritas analisis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. APBD


merukan prioritas pertama karena komponen financsal merupakan unsur utama
modal pembangunan semua sektor, termasuk sektor perikanan. Tanpa alokasi
APBD yang memadai tidak mungkin pembangunan perikanan di daerah terisolasi
dan jauh dari daratan ini dapat dikembangkan. Alokasi APBD untuk merupakan
prasyarat utama untuk dicapainya pembangunan perikanan yang berkelanjutan
dan menuju sektor unggulan. Jika komponen ini tidak terpenuhi, maka sektor
perikanan dan kelautan akan tetap terpinggirkan dan akan lebih terpuruk lagi di
masa mendatang. Memang tidak ada rumusan yang tepat mengenai besaran
APBD yang dapat dialokasikan untuk perikanan, karena pada prinsipnya lebih
107

banyak, lebih baik. Diperkirakan bahwa alokasi antara 5% sampai 10% dari
APBD untuk pengembangan perikanan akan mampu memberikan dampak
pengganda yang cukup signifikan pada pembangunan perikanan di daerah
tertinggal seperti Talaud.
Prioritas berikutnya adalah kerjasama dengan Filipina. Sebagai daerah
perbatasan yang langsung berhubungan dengan Filipina, pasar terdekat bagi
produk-produk perikanan di daerah Talaud adalah melalui pasar terdekat yakni
Filipina. Jika tidak ada perjanjian kerja sama maka penjualan produk perikanan
ke Talaud dianggap illegal dan ini akan merupakan kebocoran ekonomi wilayah.
Namun jika dilakukan kerjasama maka kedua belah pihak akan diuntungkan
karena arus barang dan jasa yang mendukung sektor perikanan akan dengan
mudah diterima di daerah Talaud dan sebaliknya. Salah satu bentuk kerja sama
yang dapat dilakukan adalah melalui kerjasama pembebasan bea tariff masuk.
Dengan demikian harga barang-barang dari kedua belah tidak akan mengalami
perbedaan yang jauh. Perbedaan harga yang besar akan memicu aliran asset
dari satu daerah ke daerah yang lain. Bentuk kerja sama lainnya adalah melalui
kerja sama alih teknologi, dimana teknologi yang dikembangkan di daerah lain
khususnya Filipina dapat di transfer ke Talaud dengan biaya yang lebih murah.
Alih teknologi ini harus diimbangi pula dengan pengembangan sumber daya
manusia melalui pengiriman tenaga-tenaga trampil di kedua belah pihak. Bentuk
lain yang juga sangat relevan adalah menjadikan daerah perbatasan sebagai
daerah otorita, dengan demikian diperlukan kerja sama menyangkut aspek politik
seperti patroli bersama dalam mencegah terjadinya pencurian ikan dan
pembebanan bersama pembiayaan pengawasan illegal fishing dengan Filipina
melalui nota kesepahaman. Selanjutnya kesepakatan untuk melakukan relokasi
pabrik pengolahan/pengalengan ikan yang ada di General Santos dipindahkan
ke Talaud atau dengan membuka cabang pabrik pengolahan/pengalengan ikan
di Kabupaten Talaud. Kerjasama di bidang industri pengolahan/pengalengan
ikan ini akan mengungtukan kedua belah pihak karena selain bahan bakunya
dekat berada di sekitar Kabupaten Kepulauan Talaud juga jarak yang ditempuh
lebih dekat ke General Santos daripada ke Bitung. Pembagian hasil atau hal-hal
lain akan diatur tersendiri dalam nota kesepahaman.
Komponen berikutnya yang juga sangat penting yakni menjadi prioritas
ketiga adalah pemberdayaaan masyarakat. Komponen ini merupakan
pembangkitan ekonomi secara mandiri dari wilayah Talaud sendiri. Dengan
108

diberdayakanna masyarakat lokal maka mereka akan memiliki nilai tawar yang
lebih baik dan memiliki kemampuan daya beli yang lebih baik sehingga produk
perikanan juga diserap untuk konsumsi domestic. Selain itu pemberdayaan
masyarakat memiliki keuntungan untuk menangkal gangguan-ganggan dari
daerah perbatasan yang tidak menguntungkan Indonesia khususnya wilayah
Talaud sendiri. Pemberdayaan masyararakat akan memberikan efek ganda
berupa penciptaan kegiatan ekonomi lainnya dan membantu mengembangkan
pasar produk-produk perikanan.
Prioritas berikutnya yang penting dalam pembangunan sektor perikanan
dan kelautan di Talaud adalah pembentukan pasar khususnya pasar domestik.
Pembangkitan pasar ini selain akan menyerap produk perikanan secara
domestik, juga akan memperkuat ekonomi wilayah secara keseluruhan dan
meningkatkan permintaan akan produk-produk perikanan. Pasar yang kuat juga
akan menjadi faktor penarik bagi konsumen dari wilayah sekitar dan juga dari
wilayah perbatasan dengan Filipina.
Kompnen berikutnya yang menjadi pendukung dalam prioritas
pembangunan perikanan di Talaud adalah peningkatan jumlah unit penangkapan
ikan, Diklat dan pengolahan perikanan. Ketiganya akan membantu mendukung
sektor perikanan dari sisi industry hillir, sehingga selain penguatan pada industry
hulu, industry hilir juga perlu diperkuat sehingaa sistim usaha perikanan di Talaud
dapat terintgerasi dengan baik. Diklat akan sangat membantu memenuhi
kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga akan menunjang
kelancaran industri perikanan di daerah ini. Tanpa dukungan tenaga kerja yang
terampil, daya saing perikanan di Talaud akan kalah bersaing dengan wilayah
perbatasan (Filipina) dan tidak akan memberikan nilai tambah yang lebih baik
dari wilayah sekitarnya.
109

Prioritas strategi dari analisis AHP :


1. Prioritas APBD untuk kelautan dan perikanan
2. Kerjasama bisnis perikanan dengan Negara Filipina
3. Pemberdayaan masyarakat lokal
4. Pembentukan pasar
5. Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan
6. Pendidikan dan latihan (DIKLAT)
7. Pembangunan industri pengolahan
8. Peningkatan jumlah kapal pengawas
9. Menyusun blueprint pembangunan perikanan
10. Pembangunan prasarana pelabuhan
11. Pengadaan kapal pengangkut ikan
12. Sistem informasi perikanan dan cuaca
13. Pengadan kapal BBM
14. Penyusunan rencana pengelolaan WPP 717

Berdasarkan hasil analisis optimasi pada sub-bab diatas, keragaan nilai


kapasitas yang optimal untuk pengembangan perikanan pelagis di perairan
Kepulauan Talaud dapat disatukan menjadi suatu pola pengembangan perikanan
pelagis di perairan Kepulauan Talaud untuk masa mendatang seperti terlihat
pada Gambar 19.
110

Gambar 19 Pengembangan unit perikanan tangkap kawasan perbatasan


Kabupaten Kepulauan Talaud

5.6 Dampak yang diharapkan dari implementasi pengelolaan perikanan


tangkap optimum di Kabupaten Kepulauan Talaud

Pengelolaan perikanan tangkap di perairan pantai Kabupaten Kepulauan


Talaud harus memperhatikan 7 komponen utama perikanan tangkap, yaitu:
sumberdaya ikan, armada penangkap ikan, masyarakat, sarana penunjang
produksi, pelabuhan perikanan, unit pemasaran hasil tangkapan, dan unit
pengolahan ikan. Prinsip utama dari pengembangan perikanan tangkap
berkelanjutan adalah dengan pengoptimalan nilai kapasitas dari semua
komponen utama tersebut, dengan tujuan agar kegiatan usaha penangkapan
ikan di pantai perairan Kabupaten Kepulauan Talaud akan berjalan optimal dan
berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengelolaan perikanan
tangkap perlu diimplementasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan
Talaud.
Selanjutnya, dengan mengimplementasikan pola pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap pantai Kabupaten Kepulauan Talaud, diharapkan
akan memberikan dampak positif bagi peningkatan beberapa aspek, seperti:
111

1) Pendapatan nelayan, 2) PDRB, 3) kualitas lingkungan hidup, 4) lapangan


kerja, 5) kelestarian sumberdaya ikan, 6) penurunan IUU fishing, dan 7) indek
pembangunan manusia (index kesehatan, index pendidikan, index standar
hidup). Aspek-aspek ini dapat menjadi cerminan mengenai tingkat kualitas hidup
suatu masyarakat.
Sedangkan output yang tak terkendali yang perlu mendapatkan perhatian
untuk dikendalikan adalah: 1) terjadinya overfishing di daerah perbatasan 2)
kesejahteraan masyarakat menurun, 3) pengangguran meningkat, dan 4)
kerusakan ekosistem perairan. Untuk mengendalikan output yang tidak
terkontrol maka diperlukan kebijakan pembangunan perikanan tangkap di
kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud. Pola pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap ini, bila diimplementasikan diharapkan dapat
memberi kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten
Kepulauan Talaud. Secara ringkas dampak implementasi dari implementasi pola
pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di pantai perairan Kabupaten
Kepulauan Talaud bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat di lihat
pada Gambar 20.
112

Gambar 20 RANCANGBANGUN PENGEMBANGAN PERIKANAN


TANGKAP KAW ASAN PERBATASAN KABUPATEN
KEPULAUAN TALAUD
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1 Jenis ikan unggulan yang dapat dikembangkan di kawasan perbatasan Kab.
Talaud adalah: cakalang, tuna (madidihang), tongkol, dan layang.
2 Jenis alat tangkap ikan yang layak dikembangkan di kawasan perbatasan
Kab. Talaud adalah: Pancing tonda, Jaring insang hanyut, dan Pukat cincin.
3 Pemanfaatan sumber daya ikan utama (cakalang, tuna, tongkol, dan layang)
di Kab. Kepulauan Talaud diduga sudah mulai berlebih (jenuh).
4 Hasil Simulasi menunjukan bahwa:
1) Masih ada peluang untuk mengoptimumkan nilai ekonomi yang diperoleh
dari perikanan tangkap di Kab. Kepulauan Talaud, bila masalah illegal
fishing dapat diatasi.
2) Pengelolaan perikanan di Talaud, baik melalui rezim MEY maupun MSY,
masih memungkinkan dihasilkannya manfaat ekonomi (rente) yang positif
5 Untuk mengembangkan Perikanan Tangkap yang optimum di Kab.
Kepulauan Talaud adalah sbb:
1) Jumlah ikan utama (cakalang, tuna, tongkol, dan layang) yang boleh
dimanfaatkan sebesar 5.145,21 ton/tahun (kondisi MEY)
2) Jumlah alokasi alat tangkap utama yang optimum adalah 832 pancing
tonda (8 GT), 685 jaring insang hanyut (4 GT), 19 unit (15 GT)
3) Jumlah Prasarana Pelabuhan Perikanan yng diperlukan 1 unit PPP dan 1
unit PPI
4) Jumlah Tenaga Kerja yang diperlukan sebanyak 4.985 orang nelayan dan
1.500 orang tenaga kerja penunjang
5) Unit pengolahan Ikan yang diperlukan sebanyak 3 unit (berkapasitas 5
ton/hari)
6) Luasan TPI yg dibutuhkan sebesar 352 m2 di PPP dan 89 m2 di PPI
114

6 Urutan Prioritas Strategi untuk Pengembangan Perikanan Tangkap di Kab.


Kep. Talaud adalah:
1) Prioritas APBD untuk pengembangan kelautan dan perikanan
2) Kerjasama di bidang bisnis perikanan dan Philipina
3) Pemberdayaan masyarakat lokal
4) Pembentukan pasar
5) Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan
6) Pendidikan dan latihan
7) Pembangunan industri pengolahan

5.2 Saran
1 Perlu pengembangan infrastuktur perikanan
2 Perlu perbaikan akses terhadap pasar (selisih harga domestik dan harga
perbatasan tidak terlalu tinggi)
3 Perlu penguatan program pemberdayaan masyarakat lokal untuk menekan
illegal fishing
4 Perlu Keberpihakan Kebijakan Politik terhadap pengembangan perikanan
tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud
DAFTAR PUSTAKA

Anwar A 2002. Ekonomi Organisasi: Konsep Pilihan Aktivitas Ekonomi melalui


Kelembagaan pasar atau Organisasi. Bahan perkuliahan Sistem
Organisasi. Ekonomi dan Sosial Pedesaan. Program Studi llmu
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Program
Pascasarjana IPB. Bogor. hal 7.

Anwar A dan Setiahadi 1996. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan


Pedesaan. Prisma No. Khusus 25 Tahun 1971 -1996. LP3ES. Jakarta,
hal. 16-18.

Andrianto L. 2006. Agenda Makro Revitalisasi Perikanan yang Berkelanjutan.


Inovasi, Vol 6/XVII. Jepang,. pp: 23-29.

Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan-


Pencemaran. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut PErtanian Bogor.
Bogor.

Atmaja S.B dan Haluan J. 2003. Perubahan Hasil Tangkapan Lestari Ikan
Pelagis di Laut Jawa dan Sekitarnya. Bulletin PSP, Vol. XII No.2.
Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. hal: 31-40.

Ayodhyoa AU. 1981. Metode penangkapan ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 97
hal.

Aziz KA Boer M, Widodo J, Naamin N, Amrullah, Bidawi MH, Djamali A, Priyono


BE. 1998. Potensi Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan
Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian
Sumberdaya Perikanan Laut (KOMNAS KAJISKANLUT). Jakarta, hal 23.

Aziz KA. 1989. Pendugaan Stok Populasi Ikan Tropis. Pusat Antar Universitas
llmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 251 hal.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan


Talaud. 2009. Monografi Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 1999.
Bappeda Kabupaten Kepulauan Talaud. hal 111

Bahari R. 1989. Peran Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan


Rakyat. Presiding Temu Karya llmiah Perikanan Rakyat, Jakarta, 18 - 19
Desember 1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan perikanan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian .
Jakarta, hal 3 dan 7

Baskoro MS Sudirman, Purbayanto Ari 2004. Analisis Hasil Tangkapan Dan


Keragaman Spisies Setiap Waktu Hauling Pada Bagan Rambo di
Perairan Selat Makasar. Buletin PSP Volume XIII. No 1. April.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hal 15
116

Border Crossing Agreement (BCA) 1975. BAPPEDA, RENSTRA Tahun (2000-


2004).

Bland SJR. 1986. The Use of Surplus Production Models In Assesing the State of
Indonesia Fish Stocks an Example of A Whole System Model Approach to
the Problems of Multi-Species, Multi-Gear Fisheries. Proceeding of
Seminar. Universitas Diponegoro. Semarang. p: 17-26

[BRKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan 2002. Pengkajian stok ikan di
perairan indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 78 hal.

Bryson JM. 2000. Perencanaan Strategis, Terjemahan. PT Prenhallindo,


Yogyakarta. hal 231.

Charles A. 2001. Sustainable Fisheries System. Oxford: Blackwell Science.


London. 370 p.

Charles AT and Reed WJ. 1985. A Bioeconomic Analysis of Sequential


Fisheries: Competition, Coexistence and Optimal Harvest Allocation
between Inshore and Offshore Fleets. Can. J. Fish. Aquat. Sci., Vol. 42,
1985.

Charles AT. 1992. Canadian Fisheries: Paradigms and Policy. Jurnal Canadian
Ocean Law and Policy. Part one: Living Resources Development and
Management.

Dahuri R. 1996. Kebutuhan Riset untuk mendukung Implementasi Pengelolaan


Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara terpadu. Jurnal Pesisir. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hal 9
dan 12

Dahuri R. 1998a. Pembangunan Kawasan Pesisir dan Lautan, Tinjauan Aspek


Ekologis dan Ekonomi. Makalah Pada Diskusi Agama dan Lingkungan,
Kantor Menteri Lingkungan Hidup. Jakarta, hal 8

Dahuri R. 1998b. Kebutuhan Riset untuk Mendukung Implementasi Pengelolaan


Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara terpadu. Makalah disampaikan
pada Teknologi Kelautan (PUSPITEK KELAUTAN)" Diselenggarakan
oleh Puslitbang Oseanologi - LI PI . Jakarta, 16 Maret 1998. ha!8

Dahuri R. 1999. Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu


Berbasis Masyarakat. Presiding Rapat Koordinasi Proyek dan Kegiatan
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Indonesia, Jakarta 18
Me! 1999. DITJEND BANGDA, DEPDAGRI. Jakarta, hal 38

Dahuri R. 2002. Manajemen Sumberdaya Alam dan Desentralisasi : Peranan


Institui Lokal Dalam Pemecahan Konflik-konflik Sumberdaya Alam
Wilayah Pesisir. hal 98-2002b. Suatu Arah tentang Analisis Institusi
Sistem Kontrak Pertanian di Wilayah Perdesaan. Materi Kuliah Program
studi PWD. Program Pascasarjana IPB Bogor. hal 5
117

Dahuri R. 2002a. Kebijakan dan Program Pengembangan Sumberdaya Kelautan


dan Perikanan. Jumal Pesisir dan Lautan. Pusat kajian sumberdaya
Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. hal 47

Dahuri R. 2002b. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia berbasis Kelautan.


Orasi llmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan. Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. hal 168

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya


Wilayah Pesisir Secara terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta, hal 32

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, dan Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramitha,
Jakarta, hal 101.

David FR. 1998. Manajemen strategis terjemahan. PT. Prenhallindo, Jakarta, hal
98

Desniarti. 2006. Ahalisis kapasitas perikanan tangkap ikan pelagis di perairan


pesisir propinsi sumatera barat. Desertasi Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. hal 162

[Ditjenkan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Perumusan "National Workshop


on Fisheries Policy and Planing" tanggal 26 - 30 November 1990. Jakarta,
hdl 97

[Ditjenkan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Pedoman pengenalan


sumberdaya perikanan laut, bagian i (jenis-jenis ikan ekonomis penting).
Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. 104 hal.

[Ditjenkan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Petunjuk teknis pengelolaan


pelabuhan perikanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan,
Departemen Pertanian. 85 hal.

[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan


Perikanan Rl. 2001 Perkembangan Perikanan Tangkap tahun 2002. hal
153

[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2004. Pencapaian pembangunan


perikanan tangkap tahun 2001-2003. Jakarta: Departemen Kelautan dan
Perikanan. 135 hal.

[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2006. Program pengembangan


pelabuhan perikanan tahun 2006. Jakarta: Departemen Kelautan dan
Perikanan. 56 hal.

[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2006. Statistik perikanan tangkap


indonesia tahun 2004. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 128
hal
118

[FAO] Food and Agriculture Organization, United Nation Organization 1995.


Code of Conduct For Responsible Fisheries. Rome. 41 p.

Fatchudin 2006. Analisis Kebijakan Perkreditan untuk Pengelolaan Perikanan


Tangkap Yang Berkelanjutan. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. hal 239.

Fauzi A 2000b. An Overview of Sosioeconomic aspect of Indonesian Marine


Protected Area: A Perspective from Kepulauan Seribu Marine Park. Paper
presented at the International Conference on Economic Of Marine
Protected Area (MPA) Vancouver, Canada, July. 2000. hal 216

Fauzi A 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Melalui


pendekatan Multi Criteria Decision Making (MCDM). Working Paper,
Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu
Kelautan IPB. Bogor. hal 32

Fauzi A. 2001. Menimbang Untung Rugi Kapal Ikan Asing di ZEE. PILARS No.
16 Thn IV.

Fauzi A dan Simanjuntak S. 2001. Telaah Kritis Strategi Kebijakan Kapal Asing
di Perairan ZEE. Seminar Nasional Strategi Kebijakan Kapal Asing.

Fauzi A. 2002. Menggagas Penerimaan Negara melalui “Fishing (User) Fee”.


Warta PEsisir 04/III/2002 ISSN: 1410-9514.

Fauzi A dan Anna S 2002a. Data Envelopment Analysis (DEA) Kapasitas


Sumberdaya Perikanan Pesisir. Jurnal Pesisir dan Lautan (forthcoming),
hal 34.

Fauzi A dan Anna S 2002b. Evaluasi Keberlanjutan Pembangunan Perikanan :


Aplikasi Pendekatan Rapfish (Studi Kasus Perairan Pesisir OKI Jakarta).
Jurnal Pesisir dan Lautan, Vol. 4 (3): 43-45. hal 21.

Fauzi A dan Anna S 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan


Perikanan: Aplikasi Pendekatan RAFISH (Studi Kasus Perairan Pesisir
DKI Jakarta). Jumal Pesisir dan Lautan Indonesia 4: 36-49.

Fauzi A dan Buchary E 2002. A Socio-economic Pespective of environmental


degradation at Kepulauan Seribu National Marine Park, Indonesia. J
Coastal Management 30: 167-181.

Fauzi A. 2004. Pengembangan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan:


Perspektif Ekonomi Kelembagaan. April, 2004. Makalah disampaikan
pada Seminar Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Kelautan Perikanan
dalam Mewujudkan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan Perikanan bagi
KEsejahteraan Bangsa.

Fauzi A dan Suzy A 2005. Pendekatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan


untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 343 hal.
119

Gordon JA 1983. Fish Stock Assessment: A Manual of Basic Methods. Wiley


&Sons. Rome. 223pp.

Haluan J dan Nurani T 1998. Penerapan Metode Skoring dalam Penelitian


Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai untuk Dikembangkan di Suatu
Wilayah Perairan. Bulletin Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan Vol. II, No. 1. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor: Hal
3-16.

Handoko TH. 2001. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. BPFE.


Yogyakarta. 260 hal.

Hermawan M, Sondita MFA, Fauzi A, Monintja DR 2006. Status Keberlanjutan


Perikanan Tangkap Skala Kecil. Buletin PSP Volume XV. No 2. Agustus.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hal 1.

Hogwood and Gunn 1986. Policy Analysis for the Real World. Oxford University
Press. 289 p.

Iskandar BH. 2003. Peluang Terbaliknya Kapal Purse Seine Sibolga Akibat
Gelombang Laut Regular: Studi Pendahuluan Terhadap Keselamatan
Kapal Ikan Berukuran Kecil di Indonesia. Buletin PSP Volume XII. No 1.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hal 11.

Ihsan. 2000. Kajian Model Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Dalam


Rangka Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Secara Optimal di
Daerah Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Thesis Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 57

Kadariah 1986. Evaluasi proyek: Analisa ekonomis. Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 184 hal.

Kaleka DMW 2006. Analisis Pengembangan Armada Perikanan Tangkap Di


Perairan Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Disertasi Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 213

[Komnasjaskan] Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan. 1997.


Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan
(JTB) di Perairan Indonesia Tahun 1997. Komisi Nasional Pengkajian
Stok Sumberdaya Ikan. Jakarta. 33 hal.

Lubis E. 2000. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Jurusan Pemanfaatan


Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. hal 54

McConnell KE and Sutinen JG. 1979. Bioeconomic Model of Marine


Recreational Fishing. Journal of Environmental Economics and
Management 6, 127-139.
120

Mardjana. 1993. Autonomy and Bureaucratic Control of Indonesia Public


Enterprises. A Principle - Agent Approach. PhD. Dissertation Monash
University. Australia, hal 28

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


PT. Gramedia Widyasarana Indonesia, Jakarta.

Masyhudzulhak 2004. Pengelolaan Wilayah Pesisir Dalam Perspektif Otonomi


Daerah di Propinsi Bengkulu. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. hal 32

Monintja D. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Dalam Bidang Perikanan


Tangkap. Presiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
hal 31

Monintja DR. 2001. Pelatihan untuk pelatih pengelolaan wilayah pesisir terpadu.
presiding pusat kajian sumberdaya pesisir dan lautan, Bogor. Bogor:
Institut Pertanian Bogor. 156 hal.

Monintja DR. 2003. Strategi pengembangan sumber daya perikanan tangkap


berbasis ekonomi kerakyatan. seminar nasional strategi pengembangan
sumber daya perikanan dan kelautan berbasis kerakyatan. Riau. 12 hal.

Moeljanto. 1996. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit


Swadaya Jakarta.

Muslich M. 1993. Metode kuantitatif. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia. Jakarta. 445 hai

Naamin N. 1987. Perikanan Laut di Indonesia: Propek dan Problema


Pengembangan Sumberdaya Perikanan Laut. Seminar Laut Nasional II.
Jakarta 27 - 30 Juli 1987. hal 67

Nikijuluw VPH. 1995. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R dan


Pustaka Ceidesindo. Jakarta. 254 hal.

Mulyono S. 2000. Teori Pengambilan Keputusan. Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta, hal 32

Novita Y. 2003. Perbandingan Stabilitas Statis antara Kapal Purse Seine di


Pantai Barat dan Timur Sumatera Utara. Buletin PSP Volume XII. No
I.April Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 1.

Onal H., Mc.Carl BA., Griffin WL, Matlock G and Clark J. 1991. A Bioeconomic
Analysis of the Texas Shrimp Fishery and Its Optimal Management.
Jurnal American Agricultural Economics Association.

Paul D. 1983. Some Simple Methods fos Assesment of Tropical Fish Stock. FAO
Fish. Tech. Pap. Rome. 134 p.
121

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/Men/2006 tentang Pelabuhan


Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 12 hal.

Purwaka T and Sunoto M. 1999. Coastal and Marine Resources in Indonesia.


Legal and Institutional Aspect. PRIAP-ICLARM, Working Paper No.2,
Manila, Phitipines. 103 p.

[PUSRIPT-BRKP] Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan


Perikanan. 2001. produksi ikan dari hasil penangkapan di laut. Jakarta:
PUSRIPT-BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. 113hal.

[PUSRIPT-BRKP] Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan


Perikanan. 2003. Presiding Pengkajian Stok Ikan Laut di Perairan
Indonesia. Jakarta: PURISPT-BRKP, Departemen Kelautan dan
Perikanan. 155hal.

Rangkuti F. 1999. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta, hal 135

Rahadi F, Kristiawati R, Nazarudin. 1996. Agribisnis Perikanan. PT. Penebar


Swadaya Jakarta, hal 96

Saaty L. 1993. Pengambilan keputusan bagi para pemimpin, PT Pustaka Binaan


Pressindo, Jakarta hal 45

Salindeho. 2008. Daerah Perbatasan Keterbatasan Pembatasan.

Schaefer M 1957. Some Consideration ofPupulation Dynamic and Economic in


Relation to the Management of the Commercial Marine Fisheres. Journal
of Fisheries Research Board Of Canada, 14(5):669-081.

Setyohadi T. 1997. Pemberdayaan Nelayan dan Petani Ikan Dalam Rangka


Konsepsi Benua Maritim. Makalah. Disampaikan pada symposium
Perikanan II. Hotel Sahid Makasar, Ujung Pandang, 2-3 Desember 1997.
hal 38

Siagian S. 1998. Manajemen Strategik, Sinar Grafik Offset. Jakarta, hal 143.

Soede CP. 2000. Co-management of an Indonesian coastal fishery. Jurnal


pesisir dan lautan vol. 3 no. 1 : 24-35.

Soekartawi. 1995. Programasi Tujuan Ganda Teori dan Aplikasinya Penerbit PT


Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta 1995. hal 234

Sorensen JC, McCreary ST, Hersman MJ. 1984. Institutional Arrengement for
management of Coastal Resources Research Planning Institute. Inc
Colombia, South California, hal 9

Sukanto M. 1985. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbitan fakultas Ekonomi


UGM. Yogyakarta. hal 67
122

Supardan A, Haluan J, Manuwoto, Soemokaryo S. 2006. Maximum Sustainable


Yeild (MSY) Dan Aplikasinya Pada Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya
Ikan Di Teluk Lasongko Kabupaten Buton.Buletin PSP FPIK Volume No.
2 I PB hal 35

Sutisna D. 2007. Model Pengembangan Perikanan Tangkap di Pantai Selatan


Provinsi Jawa Barat.

Suwarsono. 1996. Manajemen Strategik Konsep dan Kasus. Akademi


Manajemen Perusahaan, YKPN. Yogyakarta. hal 139

Syafrin N. 1993. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha


penangkapan ikan (tidak dipublikasikan), Program Pascasarjana IPB
Bogor. hal 23.

Sylvia G. 1992. Concepts in Fisheries Management: Interdisciplinary Gestalts


and Socioeconomic Policy Models. Jurnal Society and Natural
Resources, Vol. 5, pp. 116-133.

Undang-Undang Republik Indonesia No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.


Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 56 hal.

Widodo J. 2003. Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Laut Indonesia tahun 2002.
In: Widodo J., Wiadnyana N.N. & Nugroho D. (Eds). Prosiding Forum
Pengkajian Stok Ikan Laut 2003. Jakarta, 23-24 Juli 2003. PUSRIPT-
BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta, pp: 1-12.

Wiyono ES. 2006. Mengapa Sebagian Besar Perikanan Dunia Overfishing ?


Suatu Telaah Manajemen Perikanan Konvensional. Inovasi, Vol 6/XVII.
Jepang,. pp: 33-36.

Yulistyo, Baskoro MS,. Monintja DR, lskandar BH 2006. Analisis Kebijakan


Pengembangan Armada Penangkapan Ikan Berbasis Ketentuan
Perikanan yang Bertanggung Jawab di Ternate, Maluku Utara. Buletin
PSP Volume XV. No 1. April. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. hal 70

Zamdial T. 2000a. Mencari Solusi Penanggulangan Masalah Trawl. Marian


Semarak, 29 April 2000. hal 3

Zamdial T. 2000b. Menyikap Dilematis trawl: "Kontroversial Yang


Berkepanjangan". Marian Semarak, 2 Juni 2000.

Zulkarnain dan Darmawan. 1997. Penggunaan Model Schaefer dan Model Fox
untuk Pendugaan Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Layang (Decapterus sp) di Perairan Eretan Wetan, Indramayu. Bulletin
PSP, Vol. VI No.3. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. hal: 31-40.
123

LAMPIRAN
123

Lampiran 1 Peta wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud

126040’00 BT

GENERAL SANTOS CITY

KABUPATEN
KEPULAUAN TALAUD
4001’00” LU
MELONGUANE

TAHUNA

KABUPATEN SANGIHE

MALUKU UTARA
SULAWESI UTARA
124

Lampiran 2 Share produksi alat tangkap

Produksi (Ton)
Tahun PUKAT J. INSANG PANCING Jumlah
CINCIN HANYUT TONDA
2003 3367,0 130,7 862,4 4360,1
2004 3400,0 140,0 893,8 4433,8
2005 4402,6 152,5 957,4 5512,5
2006 4298,0 191,9 999,5 5489,4
2007 4412,5 186,7 836,6 5435,8
2008 4013,4 198,4 917,3 5129,1
Jumlah 23893,5 1000,2 5467,0 30360,7
Rata-rata 3982,3 166,7 911,2 5060,1
Persentase 78,7 3,3 18,0 100,0
125

Lampiran 3 Effort alat tangkap

Upaya (Trip)
Tahun PUKAT J. INSANG PANCING
CINCIN HANYUT TONDA
2003 4200 26800 118200
2004 4200 26800 118200
2005 7000 28000 92000
2006 7000 28000 92000
2007 7000 28000 92000
2008 7600 28000 92000
Jumlah 37000 165600 604400
Rata-rata 6167 27600 100733
126

Lampiran 4 Standardisasi alat tangkap

CPUE Indeks Standardisasi Total


J. J. J.
PUKAT PANCING PANCING PUKAT PANCING
Tahun INSANG INSANG INSANG Effort
CINCIN TONDA TONDA CINCIN TONDA
HANYUT HANYUT HANYUT (trip)
2003 0,80 0,005 0,007 0,01 0,01 4200 163 1076 5439
2004 0,81 0,005 0,008 0,01 0,01 4200 173 1104 5477
2005 0,63 0,005 0,010 0,01 0,02 7000 242 1522 8765
2006 0,61 0,007 0,011 0,01 0,02 7000 313 1628 8940
2007 0,63 0,007 0,009 0,01 0,01 7000 296 1327 8623
2008 0,53 0,007 0,010 0,01 0,02 7600 376 1737 9713
127

Lampiran 5 Data rRegresi untuk bioekonomik

Tahun Produksi Effort CPUE


2003 4360.1 5439 0.801636
2004 4433.8 5477 0.809531
2005 5512.5 8765 0.628922
2006 5489.4 8940 0.614027
2007 5435.8 8623 0.630384
2008 5129.1 9713 0.528065
128

128
Lampiran 6 Regresi untuk bioekonomik

Regression Statistics
Multiple R 0.989167
R Square 0.978451
Adjusted R
Square 0.973064
Standard Error 0.01847
Observations 6

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 0.061958 0.061958 181.6275 0.000175393
Residual 4 0.001365 0.000341
Total 5 0.063323

Standard
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%
Intercept 1.133978 0.035333 32.09361 5.62E-06 1.035876592 1.232079379 1.035876592 1.232079379
-4.71975E- -7.16901E- -4.71975E-
X Variable 1 -5.9E-05 4.41E-06 -13.4769 0.000175 -7.16901E-05 05 05 05
129

>
>

>

>

>

>

>

>

>

>
130

>

>

>

>

>

>

>

>
131

Lampiran 7 Cash flow usaha penangkapan pancing tonda di perairan


Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp. 000)

Account / Periode 0 1 2 3 4 5
A. Penerimaan
HasilPenjualan - 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000
NilaiSisa -
Total Penerimaan - 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000
B. Biaya
1. BiayaInvestasi
Perahu 9,000
Mesin 12,000
AlatTangkap 2,000 2,000 2,000
Total BiayaInvestasi 23,000 - 2,000 - 2,000 -
2. BiayaVariabel
BahanBakar 14,200 14,200 14,200 14,200 14,200
Perbekalan 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600
Retribusi 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350
BagiHasil 4,600 4,600 4,600 4,600 4,600
Total BiayaVariabel 21,750 21,750 21,750 21,750 21,750
3. BiayaTetap
Pemeliharaan 2,300 2,300 2,300 2,300 2,300
Total Biaya 23,000 24,050 26,050 24,050 26,050 24,050
C. PendapatanSebelumPajak (23,000) 11,950 9,950 11,950 9,950 11,950
D. PPh (15%) - 1792.485 1492.485 1792.485 1492.485 1792.485
E. Net Benefit (23,000) 10,157 8,457 10,157 8,457 10,157
F. Discount Factor 18% 1 0.847458 0.718184 0.608631 0.515789 0.437109
18%
Present Value (23,000) 8,608 6,074 6,182 4,362 4,440
Net Present Value 6,666
G. Discount Factor 18% 1 0.763359 0.582717 0.444822 0.339559 0.259205
31%
Present Value (23,000) 7,754 4,928 4,518 2,872 2,633
Net Present Value (295)
H. Internal Rate of Return 30.45%
J. Net Benefit/Cost 1.3
132

Lampiran 8 Cash flow usaha penangkapan pukat cincin di perairan


Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp. 000)

Account / Periode 0 1 2 3 4 5
A. Penerimaan

HasilPenjualan - 56,000 56,000 56,000 56,000 56,000

NilaiSisa -

Total Penerimaan - 56,000 56,000 56,000 56,000 56,000


B. Biaya
1. BiayaInvestasi

Perahu 12,000

Mesin 20,000

AlatTangkap 15,000

Total BiayaInvestasi 47,000 - - - - -


2. BiayaVariabel
BahanBakar 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000
Perbekalan 3,200 3,200 3,200 3,200 3,200
Retribusi 1,900 1,900 1,900 1,900 1,900
BagiHasil 4,870 4,870 4,870 4,870 4,870
Total BiayaVariabel 27,970 27,970 27,970 27,970 27,970
3. BiayaTetap
Pemeliharaan 4,700 4,700 4,700 4,700 4,700

Total Biaya 47,000 32,670 32,670 32,670 32,670 32,670


C.
PendapatanSebelumPaja
k (47,000) 23,330 23,330 23,330 23,330 23,330

D. PPh (15%) - 3499.5 3499.5 3499.5 3499.5 3499.5


E. Net Benefit (47,000) 19,831 19,831 19,831 19,831 19,831

F. Discount Factor 18% 1 0.847458 0.718184 0.608631 0.515789 0.437109


18%
Present Value (47,000) 16,806 14,242 12,069 10,228 8,668

Net Present Value 15,013

G. Discount Factor 18% 1 0.760456 0.578294 0.439767 0.334424 0.254315


32%
Present Value (47,000) 15,080 11,468 8,721 6,632 5,043
Net Present Value (56)
H. Internal Rate of Return 31.45%
J. Net Benefit/Cost 1.3
133

Lampiran 9 Cash flow usaha penangkapan jaring insang hanyut di


perairan Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp. 000)

Account / Periode 0 1 2 3 4 5
A. Penerimaan
HasilPenjualan - 35,000 35,000 35,000 35,000 35,000

NilaiSisa - 4,500

Total Penerimaan - 35,000 35,000 35,000 39,500 35,000


B. Biaya
1. BiayaInvestasi

Perahu 9,000

Mesin 12,000

AlatTangkap 5,000
Total
BiayaInvestasi 26,000 - - - - -
2. BiayaVariabel
BahanBakar 11,500 11,500 11,500 11,500 11,500
Perbekalan 2,100 2,100 2,100 2,100 2,100
Retribusi 1,150 1,150 1,150 1,150 1,150
BagiHasil 4,201 4,201 4,201 4,201 4,201
Total
BiayaVariabel 18,951 18,951 18,951 18,951 18,951
3. BiayaTetap
Pemeliharaan 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600
Total Biaya 26,000 21,551 21,551 21,551 21,551 21,551
C.
PendapatanSebelumP
ajak (26,000) 13,449 13,449 13,449 17,949 13,449

D. PPh (15%) - 2017.35 2017.35 2017.35 2692.35 2017.35


E. Net Benefit (26,000) 11,432 11,432 11,432 15,257 11,432
F. Discount Factor
18% 1 0.847458 0.718184 0.608631 0.515789 0.437109
18%
Present Value (26,000) 9,688 8,210 6,958 7,869 4,997
Net Present
Value 11,722
G. Discount Factor
18% 1 0.734214 0.539071 0.395794 0.290597 0.213361
36%
Present Value (26,000) 8,393 6,162 4,525 4,434 2,439
Net Present
Value (47)
H. Internal Rate of
Return 36.13%
J. Net Benefit/Cost 1.5
134

Lampiran 10 Gambar Nelayan Kabupaten Kepulauan Talaud yang sedang


mempersiapkan alat penangkapan
135

Lampiran 11 Gambar kapal ikan Negara Filipina yang tertangkap di


Pulau Miangas (Pelaku illegal fishing)
136

Lampiran 12 Gambar upacara adat MANE’E penangkapan ikan secara


tradisional di Kabupaten Kepulauan Talaud

Anda mungkin juga menyukai