PRAKTIS III
MESO
Dosen Pengampu:
Sri Rejeki Handayani, M.Farm., Apt
Sunarti, M.Sc., Apt
Kelompok IV
Anggota:
1. Kris Ayu Wijayaningrum (21154669A)
2. Ariska Maulana (21154672A)
3. Devi Nur Indah Sari (21154684A)
4. Zufrida Alfi Ustadzani (21154685A)
5. Adinda Dwi Rangga W (21154693A)
III. Epidemiologi
Di Indonesia,stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung
dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1di RS
Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Kejadian stroke di Indonesia punselalu
meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 33 % pasien stroke membutuhkan bantuan
orang lain untuk aktivitas pribadi, 20 % membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat
berjalan kaki, dan 75 % kehilangan pekerjaan.
Menurut WHO(2011), Indonesia telah menempati peringkat ke-97 dunia
untuk jumlah penderita stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai
138.268 orang atau 9,70%dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011. Menurut data
tahun 1990-an, diperkirakan ada 500.000 orang penderita stroke di Indonesia, sekitar
125.000 diantaranya meninggal atau cacat seumur hidup. Tetapi jumlah sebenarnya
sulitdiketahui karena banyak yang tidak dibawa ke dokter karena ketiadaan biaya
atau jarak rumah sakit yang jauh dari tempat tinggal. Kasus stroke di Indonesia
menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun 2000
kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, b e b e r a p a penelitian di
sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan stroke berjumlah
23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawake rumah sakit tidak
diketahui jumlahnya (Kompas, 2008)Di Bali jumlah penderita Stroke Hemoragik dan
Stroke Non Hemoragik yangmasuk ke RSUP Sanglah Denpasar tidak bisa dikatakan
sedikit.
Dari data catatanmedik RSUP Sanglah Denpasar didapatkan jumlah penderita stroke
2 tahun terakhir memang mengalami penurunan, namun jumlah kasusnya masih
tergolong banyak.Pada tahun 2011 jumlah penderita stroke yang menjalani perawatan
adalah 848 orangdimana bila dirata-ratakan terdapat 71 kasus per bulan. Sedangkan pada
tahun 2012 menjadi 715 orang dimana bila dirata-ratakan terdapat 60 kasus per bulan.
3. Afasia global:
- Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
- Defisit Kognitif
4. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
5. Penurunan lapang perhatian
6. Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
7. Alasan abstrak buruk
8. Perubahan penilaian
9. Defisit Emosional
10. Kehilangan control diri
11. Labilitas emosional
12. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
13. Depresi
14. Menarik diri
15. Rasa takut, bermusuhan, dan marah
16. Perasaan isolasi
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
o Hemiparese sebelah kiri tubuh
o Penilaian buruk
o Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh
kesisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
o Mengalami hemiparese kanan
o Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
o Kelainan bidang pandang sebelah kanan
o Disfagia global
o Afasia
o Mudah frustasi
Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:
a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
o Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun pagi.
o Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
o Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
o Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
o Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
o Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
o Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
o Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
o Disartria (bicara pelo atau cade)
o Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
o Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
Secara klinis perbedaan stroke iskemik dan hemoragik adalah sebagai berikut :
Gejala Klinis PIS* PSA* Non Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Pada awalnya Sering Tidak, kec lesi di
Sering batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan Ada Ada Tidak ada
kesadaran
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak Sering dari awal
ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan N Tidak ada Bisa ada Tidak ada
III
*: Merupakan Stroke Hemoragik
PIS: perdarahan intra serebral
PSA: perdarahan subarakhnoid (Israr, Yayan. 2008)
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya defisit
neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat
atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila embolus cukup
besar. Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease and Related
Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas :
Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Subaraknoid (PSA)
a) Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal yang tidak
jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat
aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah
sering terjadi ketika pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi
sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65%
terjadi kurang dari setengah jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam, dan 12% terjadi setelah
2 jam, sampai 19 hari).
b) Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA) didapatkan gejala
prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsanga menigeal. Edema pupil dapat terjadi
apabila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans
anterior atau arteri karotis interna.
Gejala Stroke Non Hemoragik :
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
Buta mendadak (amaurosis fugaks).
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan
Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan
dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila
tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit
bicara (disatria).
Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi)
Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola
mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis),
kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
Gangguan pendengaran.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan
isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk
mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan
untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan
perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti,
tergantung dari luasnya kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal
alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf.
Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat
membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang
sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini
sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan
nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang
menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis,
infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan (Arief mansyur, 2000).
X. Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokkan berdasarkan
1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi deformitas, dan
terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala
4. Hidrosepalus (Fransisca B. Batticaca,2008).
Menurut Brunner 7 Suddart,2002 serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak
saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak adalah hal
yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari penyakit stroke, yaitu:
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral.
XI. Pencegahan
1. Hindari merokok, kopi dan alkohol
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal ( cegah kegemukan)
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
4. Batasi makkanan berkolesterol dan lemak (daging,durian,alpukat,keju dan lainnya)
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak mkan buah dan sayuran
Pembahasan Kasus
Anda apoteker di apotek sehat yang akan melakukan monitoring efek samping obat ke
rumah pasien (home care pharmacy). Pasien adalah seorang laki-laki usia 47 tahun yang
sedang menjalani pengobatan stroke pada hari ke 6. Pasien mempunyai riwayat hipertensi.
Tekanan darah pasien : 155 mmHg
Tugas :
1. Tetapkan dan tuliskan rencana monitoring efikasi dan keamanan dengan
menggunakan data yang tersedia!
2. Komunikasikan dengan pasien!
Jawab
Rencana monitoring efikasi dan keamanan
Nama pasien : Tn. Robbi
Umur pasien : 47 tahun
Riwayat penyakit : Hipertensi
Tekanan darah pasien : 155 mmHg
Keluhan pasien : Sedang menjalani pengobatan stroke pada hari ke 6
Pasien diberikan obat :
1. Citicoline
2. Cardio aspirin
3. Irbesartan (Seharusnya dikombinasi dengan HCT 12,5 mg)
Langkah awal rencana monitoring efikasi dengan mendiagnosa bahwa pasien adalah
penderita stroke iskemik akut, melakukan pengecekan data klinik pasien meliputi tekanan
darah, denyut nadi, Glasglow Coma Scale (GCS), Respiratory Rate (RR), dan suhu tubuh.
Kemudian melakukan pemeriksaan laboratorium meliputi profil lipid, serum kreatinin, profil
gula darah, serta profil sel darah lengkap. Identifikasi dosis obat yang diberikan dalam 1 kali
pemberian, kemudian Drug Related Problems (DRP).
Dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur seperti
1. faktor-faktor resiko : penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus, harus
dipantau secara teratur.
2. Faktor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet, dan gaya hidup
sehat.
3. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah 140/90 mmHg. Jika
menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis, target tekanan darah 130/80
mmHg.
4. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target HbA1C < 7
%
5. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet dan obat penurun
lemak. Target kadar kolesterol LDL < 100 mg/DL penderita yang beresiko tinggi stroke
sebaiknya target kolesterol LDL < 70 mg/DL.
6. Karena pasien memiliki riwayat hipertensi :
a. Panduan the joint national committee seventh (jnc 7) merekomendasikan skrinning
tekanan darah secara teratur dan penanganan yang sesuai, termasuk modifikasi gaya
hidup dan terapi farmakologi
b. Tekanan darah sistolik harus dikelola mencapai target < 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik < 90 mmHg. Penderita dengan hipertensi dan diabetes atau penyakit
ginjal memiliki sasaran tekanan darah 130/80 mmHg (aha/asa, class 1, level of
evidence A). Hal ini berhubungan dengan resiko yang rendah terjadinya stroke dan
kejadian kardiovaskuler (aha/asa, class 1, level of evidence A).
c. Eso menyebutkan bahwa tekanan darah tinggi harus dikelola dengan pola hidup dan
terapi farmakologi secara individual (eso, class 1, level of evidence A).
Kesimpulan
Untuk obat citikoline dan cardio aspirin merupakan terapi yang cukup baik hanya saja pasien
perlu dilakukan monitoring kesehatan dengan pemeriksaan data klinik dan laboratoriumnya,
sedangkan untuk obat ibesartan penggunaannya perlu dikombinasi dengan HCT agar tidak
memperparah kondisi hipertensi pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang GPDO dalam
Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.
Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : salemba medika
Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Volume 2.
Jakarta: EGC.
Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC). United States
of America: Mosby Elsevier.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Herdman, Heather T.2009. diagnose Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC
Hidayat.A.A (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta: Salemba Medika
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke
2007. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue dkk.2008.NOC.Edisi 4.USA : Mosby
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan/ Jakarta: Salemba medika
Price,Sylvia dkk.2007. patofisiologi “Konep Klinis dan Proses Penyakit. Volume 2.Edisi
6.Jakarta :EGC
Redaksi AgroMedia. (2009). Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
ArifinAchmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985.
Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit
Saraf. 1986.
Sue Moorhead, P., RN dkk. (2004). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States
of America: Mosby Elsevier.
Widjaja, Andreas C., Imam BW, Indranila Ks. 2010.Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-
Dimer Plasma pada Diagnosis Stroke Iskemik. File Type PDF/ Adobe Acrobat. Dari
http://eprints.undip.ac.id/24038/1/Andreas_C._Widjaja-01.pdf Diakses pada tanggal 13
November 2012 Jam 16.00 WIB
Muhammad Aslam Abbasi, Hafeezullah, Jawaid Sammo, Muzafar Sheikh. 2007.Incident of S
troke In Context of Hypertension In Local Population. Pak J physiol 2007;3(2).
www.pps.org.pk/PJP/3-2/08-Allouddin.pdf ( 27 Mei 2018)
Cachofeira, Victoria, María Miana, Natalia de las Heras, Beatriz Martín-Fernández,
sandrabellinosloria Balfagón,and Vicente Lahera. 2009. Inflammation: A Link Betwee
n Hypertens ion and Atherosclerosis . Current Hypertension Reviews, 2009, 5,
4048.www.benthamscience.com/chr/sample/chr-5-1/D0005H.pdf (6 Juni 201)
Gunawan, Lany. 2005. Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisus