Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan

Masa kejayaan Indonesia sebagai pengekspor minyak telah usai. Beberapa tahun
terakhir Indonesia harus mengimpor minyak bumi dari berbagai negara untuk memenuhi
kebutuhan energi nasional. Di sisi lain, ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk
mengembangkan energi dari sumber terbarukan demi masa depan energi Indonesia.
Pemanfaatan sumber yang belum termanfaatkan dengan baik adalah tandan kosong kelapa
sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan minyak
sawit. Namun, industri hilir minyak sawit belum berjalan optimal dan dibutuhkan investasi
untuk pembangunan industri hilir yang besar. Hilirasasi industri minyak sawit dapat didorong
dengan mengembangkan produk yang bernilai tinggi, salah satunya adalah mengkonversi
TKKS menjadi bahan bakar alternatif yaitu bioavtur (aviation biofuel). Avtur diperoleh dari
proses kilang minyak bumi sedangkan bioavtur diproduksi dari biomassa melalui beberapa
proses.

Data dari Ditjen Migas Kementrian ESDM menunjukkan bahwa konsumsi avtur meningkat
setiap tahunnya. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi avtur
pada tahun 2007 mencapai 14.845.000 barel dan konsumsi avtur pada tahun 2011mengalami
kenaikan sebesar 20.945.000 barel. Kenaikan ini diakibatkan oleh meningkatnya pembelian
pesawat baru oleh maskapai penerbangan dan masuknya maskapai internasional sehingga
penggunaan avtur dalam negeri meningkat pesat.

Jika pemerintah tidak melakukan tindakan untuk mengantisipasi hal tersebut maka produksi
dalam negeri tidak akan bisa memenuhinya sedangkan cadangan minyak bumi semakin
menipis. Penggunaan bioavtur merupakan salah satu cara alternatif untuk mengatasi
permasalahan tersebut dan juga dengan diproduksinya bioavtur dapat mengolah biomassa
(limbah TKKS) menjadi produk yang bernilai jual tinggi. International Civil Aviation
Organization(ICAO) telah memasukkan kebijakan penggunaan bioavtur dan beberapa
maskapai sudah melakukan uji coba penerbangan menggunakan bioavtur 5 -- 10%. Selain itu
pihak ICAO telah mencanangkan efisiensi bahan bakar pesawat minimal 1,5% per tahun
dengan target pada tahun 2020 dapat mencapai carbon neutral growth.

Bioavtur

Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia karena didukung oleh
iklim dan tersedianya lahan yang sangat luas. Selain menghasilkan minyak sawit, pengolahan
kelapa sawit juga menghasilkan produk samping yaitu limbah cair (POME), cangkang sawit,
sabut, dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Jumlah terbesar produk samping pengolahan
kelapa sawit adalah TKKS dengan menghasilkan 230 kg dari setiap ton tandan buah segar
(TBS) yang diproduksi. Maka, limbah TKKS harus diolah lebih lanjut jika tidak ingin
mencemari lingkungan. Hal ini didukung dengan meluasnya lahan perkebunan kelapa sawit.
Hampir seluruh hasil perkebunan kelapa sawit diolah menjadi minyak sawit dan
menghasilkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai produk samping. Pada Tabel 1
menunjukkan data luas area, produksi kelapa sawit dan TKKS yang dihasilkan di beberapa
daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia.

Tabel 1. Data luas area, produk kelapa sawit dan produk TKKS di beberapa wilayah
Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik

Dalam dunia penerbangan, bahan bakar yang digunakan adalah avtur jenis Jet-A sehingga
bioavtur yang diproduksi dari biomassa harus memiliki karakteristik yang menyerupai avtur
jet-A. Perbandigan komposisi hidrokarbon dari bioavtur dan avtur jet-A ditunjukkan oleh
Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan komposisi hidrokarbon bioavtur dan avtur jet-A

bioav2-jpg-59a2dfeaf3f0430bc84e8ff2.jpg

Sumber : Aditya

Proses pembuatan bioavtur terbagi menjadi empat, diantaranya Hydroprocessed


Esters and Fatty Acids (HEFA), Biomass To Liquid(BTL), Alcohol To Jet(ATJ), dan
Pirolisis. Pada proses HEFA, bahan baku biomassa diekstrak kandungan minyaknya. Bahan
baku yang digunakan adalah alga, jatropha, dan carmelina. Minyak hasil ekstraksi masuk ke
proses degumming dan bleaching sebagai persiapan bahan baku. Proses ini terdiri dari dua
tahap reaksi hydrotreating dan hydroprocessing. Reaksi ini berlangsung pada tekanan 1.379 -
- 13.790 KPa dengan temperatur 150 -- 454oC menggunakan katalis NiMo/Al2O3. Akan
tetapi, proses pembuatan bioavtur menggunakan proses HEFA masih dalam skala kecil
sehingga sulit untuk di scale-up ke skala industri (Aditya). Proses Biomassa To Liquid(BTL)
mengkonversi biomassa menjadi gas sintesis berupa CO dan H2 yang kemudian dicairkan
menggunakan proses Fischer-Tropsch (FT) pada temperatur 250 -- 350oC dan tekanan 3,14
dan 8,62 MPa dengan katalis berbasis Fe dan Co. Hasil proses FT yaitu bioavtur dan
hidrokarbon fraksi ringan. Proses BTL dapat dilakukan pada skala industri.

Proses Alcohol To Jet(ATJ) merupakan proses fermentasi selulosa dan gula untuk
menghasilkan senyawa alkohol (C1-C6) menggunakan bantuan bakteri, ragi atau mikroba.
Proses ini beroperasi pada temperatur 30oC dan tekanan atmosfir selama 14 jam (Aditya).
Alkohol hasil fermentasi akan masuk ke reaktor fixed bed turbularmenghasilkan n-alkena.
Selanjutnya, n-alkena akan masuk ke reaktor fixed bed continuous flowdan tahap akhir proses
ini adalah proses hidrogenasi pada temperatur 150oC dan tekanan 1.013,25 KPa
menggunakan katalis Pd/Alumina. Alternatif terakhir proses pembuatan bioavtur adalah
pirolisis. Pirolisis menggunakan biomassa sebagai bahan baku dan kondisi operasi proses ini
adalah temperatur 200 -- 500oC dan tekanan atmosfir. Produk samping proses ini adalah
arang, abu dan pyrolysis oil. Pyrolisis oil kemudian dimasukkan ke tahap pemisahan sehingga
menghasilkan bioavtur. Pada Tabel 3 menunjukkan perbandingan beberapa proses pembuatan
bioavtur.

Tabel 3. Perbandigan proses Pembuatan Bioavtur

bioav3-jpg-59a2dff4f121d46d4d5bbf24.jpg

Sumber : Aditya
Dari tabel diatas terlihat bahwa proses BTL merupakan proses yang paling menguntungkan
untuk memproduksi bioavtur. Bahan baku proses tersebut dapat menggunakan TKKS sebagai
biomassa. Selain itu, proses BTL memberikan yield bioavtur yang tinggi dan teknologinya
sudah banyak digunakan pada skala industri.

Penutup

Indonesia memiliki sumber biomassa yang melimpah seperti TKKS yang perlu
dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku energi terbarukan. Dengan keluarnya kebijakan
dari ICAO tentang penurunan emisi bahan bakar penerbangan, maka Indonesia harus
mengambil langkah cepat untuk menerapkan regulasi dari ICAO. Industri bioavtur baru ada
di Brazil dan Amerika Serikat sehingga hal ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk
memproduksi bioavtur dari biomassa. Hal ini tidak hanya sebagai wujud memenuhi
kebutuhan avtur domestik tetapi juga jika semua negara menerapkan regulasi tentang
penggunaan bioavtur maka bioavtur yang dihasilkan Indonesia dapat menyuplai kebutuhan
bioavtur negara lain. Pada tahun 2017, PT Pertamina bersama Wilmar Group akan
membangun industri bioavtur dengan nilai investasi sebesar US$ 450 -- 480 juta dengan
kapasitas produksi sebanyak 260 juta liter bioavtur per tahun. Pasar domestic diperkirakan
baru bisa menyerap 10% dari total produksi (CNN Indonesia, 2015).

Referensi

Daryanto, Cecep E. Rustana, dan Sabar P Simanungkalit. 2016. Studi Karakteristik Bioavtur
Getah Pinus Berbasis Hidrogenasi. Universitas Negeri Jakarta dan LIPI

Erwinsyah, Atika Afriani dan Teddy Kardiansyah. 2015. Potensi dan Peluang Tandan
Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas : Studi Kasus di Indonesia. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit dan Balai Besar Pulp dan Kertas

Masri, Aditya Febrian. Pra Rancangan Pabrik Bioavtur (Aviation Biofuel) Dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Produksi 35.500 Ton/Tahun. Banda Aceh :
Universitas Syiah Kuala

Setyawan, Dimas. 2016. BAB I Strategi Perancangan. Diambil dari


: https://www.scribd.com/document/326357488/Bab-i-Bioavtur (27Agustus 2017)

Primadhyta, Safyra. 2015. Gandeng Wilmar, Pertamina Bangun Pabrik Bioavtur US$ 480
Juta. Diambil dari : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150812150523-85-
71662/gandeng-wilmar-pertamina-bangun-pabrik-bioavtur-us--480-juta/ (27 Agustus 2017)

Anda mungkin juga menyukai