Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jumlah angka harapan hidup di Indonesia mengalami peningkatan.
Angka harapan hidup Indonesia pada tahun 2006 adalah 70.2 tahun,
kemudian diperkirakan mengalami sedikit kenaikan menjadi 70.4 tahun pada
tahun 2007. Kondisi ini menunjukkan bahwa anak yang lahir pada tahun
2007 diperkirakan akan hidup rata-rata sampai umur 70.4 tahun.
Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Kementrian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat , trend Usia Harapan Hidup (UHH) rakyat
Indonesia terus meningkat dari 54 pada tahun 1980 menjadi 70 pada tahun
2008. UHH ini semakin meningkat apabila dibandingkan dengan UHH 5
tahun yang lalu sebagai indikator semakin meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat Indonesia.
Derajat kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu
faktor Lingkungan,Pelayanan Kesehatan, Keturunan dan Perilaku
masyarakat. Kementerian Kesehatan sebagai fokal point masalah kesehatan
nasional melalui program PHBS (program hidup bersih dan sehat)
melaksanakan upaya promosi kesehatan merubah perilaku tidak sehat
menjadi perilaku hidup sehat. Selain itu perubahan mendasar dalam
paradigma kebijakan kesehatan nasional seperti yang diamanatkan oleh UU
Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 yaitu lebih memprioritas program Promotif
dan Preventif dari pada program Kuratif dan Rehabilitatif.
Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa pada
tahun 2025. Pada tahun yang sama angka harapan hidup diperkirakan
mencapai 73,7 tahun, suatu peningkatan yang cukup tinggi dari angka 69,0
tahun pada saat ini. Selain itu, dalam periode 20 tahun yang akan datang,
Indonesia diperkirakan dapat menekan angka kelahiran total (Total Fertility
Rate - TFR) dan angka kematian bayi (Infant Mortality Rate - IMR) serta
meningkatkan proporsi penduduk usia lanjut

1
Meningkatnya usia harapan hidup juga berperan dalam hal
meningkatnya prevalensi penderita buta katarak. Jumlah penderita manula di
Indonesia diperkirakan meningkat sebanyak 400% (empat kali lipat) pada
tahun 2020 dibandingkan tahun 2000, sehingga tanpa invervensi program
penanggulangan kebutaan katarak yang tepat akan menimbulkan masalah
yang besar di masa mendatang. Penderita buta katarak di Indonesia juga
cenderung berusia lebih muda (usia produktif) dibandingkan di negara-negara
maju, dimana sebanyak 16% penderita buta katarak di Indonesia masih dalam
usia produktif (dibawah 55 tahun).
Katarak merupakan penyebab kebutaan yang pertama di dunia dimana
menurut survei WHO tahun 2000 diperkirakan ada 25 juta penderita buta
katarak di seluruh dunia, dimana hal ini merupakan 50% dari seluruh
penyebab kebutaan lainnya. Sebagian besar penderita buta katarak berada di
negara-negara berkembang, Indonesia termasuk salah satu negara dengan
angka kebutaan katarak tertinggi. Survei Kesehatan Indera Penglihatan &
Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan 1,5%, dengan
penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%),
kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan
dengan lanjut usia (0,38%).

2
BAB II
KONSEP PENYAKIT

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Mata adalah organ penglihatan. Saraf optikus atau urat saraf kranial kedua
adalah saraf sensorik untuk penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion
dalam retina yang bergabung membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke
belakang secara medial dan melintasi kanalis optikus memasuki rongga kranium,
lantas menuju kiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki 3 pembungkus yang
serupa dengan meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung
dengan skelera. Lapisan tengah halus seperti araknoid, sementara lapisan dalam
adalah vakuler ( mengandung banyak pembuluh darah).
Pada saat serabut-serabut itu mencapai kiasma optikum, separuh serabut-
serabut itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara
separuhnya lagi menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan perantaraan
serabut-serabut ini, setiap serabut nervus optikus dihubungkan dengan kedua sisi
otak. Pusat visual terletak pada korteks lobus oksipitalis otak.
Bola mata adalah organ penglihat. Struktur yang berhubungan dilindungi dan
dilingkupi dalam tulang berongga bulat dianamakan orbita, serta dilindungi
sejumla struktur, seperti kelopak mata,alis, konjungtiva, dan alat-alat lakrimal
(aparatu lakrimalis). Bola mata yang menempati bagian kecil dari orbita,
dilindungi dan dialasi oleh lemak yang terletak di belakang bola mata. Saraf dan
pembuluh darah yang mensuplai nutrisi dan mentransmisikan impuls ke otak juga
dalam orbita. Orbita merupakan rongga berpotensi untuk terkumpulnya cairan,
darah, dan udara karena letak anatominya yang dekat dengan sinus dan pembuluh
darah. Pendesakan komponen lain ke lengkungan orbita dapat menyebabkan
pergseran, penekanan, atau protusi bola mata dan struktur di sekitarnya. Meskipun
ada perbedaan individual pada mata tiap orang, biasanya ukuran dan posisinya
mendekati semetris.

3
Bagian - bagian biji mata mulai dari depan hingga belakang :
1. Kornea, merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan
skelera yang putih dan tidak tembus cahaya, kornea terdiri atas berberapa
lapisan. Lapisan tepi adalah epitelium berlapis yang bersambung dengan
konjungtiva.
2. Bilik anterior ( kamera okuli anterior),yang terletak antara kornea dan iris.
3. Iris adalah tirai berwarna di depan lensa yang bersambung dengan selaput
koroid. Iris berisi 2 kelopak serabut otot tak sadar atau otot polos-kelompok
yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok yang lain
melebarkan ukuran pupil itu.
4. Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris,
tempat cahaya yang masuk guna mencapai retina.
5. Bilik posterior( kamera okuli posterior) terletak di antara iris dan lensa. Bilik
kanan. Baik bilik anterior maupun bilik anterior maupun bilik posterior diisi
dengan akueus humor.
6. Akueus humor. Cairan ini berasal dari korpus siliare dan diserap kembali ke
dalam aliran darah pada sudut antara iris dan kornea melalui vena halus yang
dikenal sebagai saluran schlemm.
7. Lensa adalah sebuah benda transparan bikonveks(cembung depan belakang)
yang terdiri atas berberapa lapisan. Lensa terletak peris di belakang iris.
Membran yang dikenal sebagai ligamentum suspesorium terdapat di depan
maupun dibelakang lensa itu, yang berfungsi mengaitkan lensa itu pada
korpus siliare. Bila legamentum suspensorium mengendur, lensa mengerut dan
menebal, sebaliknya bila ligamen mengendurnya lensa dikendalikan kontraksi
otot siliare.
8. Vitreus humor. Darah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga
retina, diisi cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seprti agar-agar
yaitu vitreus humor. Vitreus humor berfungsi memberi bentuk dan kekokohan
pada mata, serta mempertahankan hubungan antara retina dan selaput koroid
dan sklerotik.

4
B. PENGERTIAN
1. Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran( katarak
kongenital). (brunner& suddarth .2001, keperawatan medikal bedah vol.3,
EGC. Jakarta ).
2. Katarak adalah penurunan progresif kerjernihan lensa. Lensa menjadi keruh,
atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. (
elizabeth J. corwin.2000, buku saku patofisiologi, EGC. Jakarta ).
3. Katarak adalah kekeruhan( bayangan seperti awan) pada lensa tanpa nyeri
yang berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima
cahaya.( barbara C. long. 1996, perawatan medikal bedah vol.2,Yayasan
Alumni Keperawatan. Bandung ).
4. Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
lensa di dalam kapsul lensa.( sidarta ilyas, 1998 )
5. Katarak adalah suatu bagian yang kabur dan keruh pada lensa mata, yang
disebabkan oleh menebalnya zat-zat protein di dalam lensa itu sendiri.
(Clifford R. 1982. Petunjuk Modern Kepada Kesehatan. IPH. Bandung)
6. Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah
gambaran yang diproyeksi pada retina dan merupakan penyebab umum
kehilangan pandangan secara bertahap. (Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Mata/Indrian N. Istiqomah. Jakarta. EGC. 2004)
7. Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa beberapa abad
yang lalu apabila pengurangan visus diperkirakan oleh suatu tabir (layar)
yang diturunkan di dalam mata, agak seperti melihat air terjun. (Perawatan
Mata. Vera H. Darling, Margaret R. Thorpe).
8. Katarak(pasca operasi) adalah terjadinya opasitas progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua
orang lebih dari 65 tahun.( Rencana Asuhan Keperawatan,M.E.Doenges.
Jakarta.EGC.1999).

5
C. ETIOLOGI
Penyebab katarak meliputi:
1. Degeneratif ( ketuaan), biasanya dijumpai pada katarak senilis dikarenakan
proses degenerasi atau kemunduran serat lensa karena proses penuaan dan
kemungkinan besar menjadi menurun penglihatanya.
2. Trauma, contohnya terjadi pada katarak traumatika, seperti trauma tembus
pada mata yang disebabkan oleh benda tajam/ tumpul, radiasi( terpapar oleh
sinar –X atau benda-benda radioaktif).
3. Penyakit mata lain, seperti uveitis.
4. Penyakit sistemik(diabetes militus), contohnya terjadi pada katarak diabetika
dikarenakan gangguan metabolisme tubuh secara umum dan retina sehingga
mengakibatkan kelainan retina dan pembuluh-pembuluh darahnya. Diabetes
akan mengakibatkan kelainan dan kerusakan pada retina.
5. Defek kongenital, salah satu kelainan heriditer sebagai akibat infeksi virus
prenatal)dan katarak developmental terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan
sebagai akibat dari defek kongenital. Kedua bentuk ini mungkin disebabkan
oleh faktor herediter, toksis, nutrisional, atau proses peradangan.

D. KLASIFIKASI
Macam-macam katarak:
1. Katarak senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa
secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-
angsur hingga tinggal proyeksi sinar saja. Katarak senil merupakan katarak
yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
Katarak senil dapat terbagi dalam berberapa stadium :
a. Katarak insipiens, dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi
lensa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak
teratur. Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat
ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini proses degenerasi belum

6
menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata
depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai
dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum
terganggu.
b. Katarak imatur, dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai
terserap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung.
Terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen.
Pada katarak imatur maka penglihatannya mulai berangsur-angsur
menjadi berkurang, hal ini diakibatkan media penglihatan tertutup oleh
kekeruhan lensa yang menebal.
c. Katarak matur, merupakan proses degenarasi lanjut lensa. Terjadi
kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah keadaan
seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi
normal kembali. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya
tinggal proyeksi saja.
d. Katarak hipermatur, dimana pada stadium ini terjadi proses degenerasi
lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa
tenggelam di dalam korteks lensa ( katarak morgagni). Pada stadium ini
terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks
lensa yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada
stadium hipermatur akan terlihat lensa yang lebih kecil dari pada normal,
yang akan mengakibatkan iris trimulans, dan bilik mata depan terbuka.
Perbedaan stadium katarak senil

INSIPIEN IMATUR MATUR HIPERMATUR


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Tremulans (hanya bila
Iris Normal Terdorong Normal
zonula putus
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis, glaukoma

7
2. Katarak kongenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak
lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Katarak
kongenital yang terjagi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah
bayi lahir sampai usia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan
metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat
gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam
kandungan. Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di
depan pupil yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap
bayi dengan lekokoria sebaiknya difikirkan diagnosis bandingan seperti
retinoblastoma, endoftalmitis, fibroplasi retroletal, hiperplastik viterus primer,
dan miopia tinggi disamping katarak sendiri.
Berberapa macam jenis katarak kongenital :
a. Katarak lamelar atau zonular
Bila pada permulaan perkembangan serat lensa normal dan
kemudian terjadi gangguan perkembangan serat lensa. Biasanya
perkembangan serat lensa selanjutnya normal kembali sehingga nyata
terlihat adanya gangguan perkembangan serta lensa pada satu lamel
daripada perkembangan lensa tersebut. Katarak lamelar bersifat herediter
yang diturunkan secara dominan dan biasanya bilateral.Tindakan
pengobatan atau pembedahan dilakukan bila fundus okuli tidak tampak
pada pemeriksaan funduskopi.
b. Katarak polaris posterior
Katarak polaris posterior ini terjadi akibat arteri hialoid yang
menetap (persisten) pada saat tidak dibutuhakan lagi oleh lensa untuk
metabolismenya. Ibu dan bayi akan melihat adanya leukokoria pada mata
tersebut. Pada pemeriksaan akan terlihat kekeruhan di dataran belakang
lensa. Bila dilakukan pemeriksaan funduskopi akan terlihat serat sisa
arteri hialoid yang menghubungkan lensa bagian belakang dengan papil
saraf optik. Adanya arteri hialoid yang menetap ini dapt dilihat dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Bila fundus okuli masih terlihat, maka perlu

8
tindakan bedah pada katarak polar posterior ini karena tidak akan terjadi
ambilopia eksanopsia. Bila fudus okuli tidak tampak, maka dialakukan
tindakan bedah iridektomi optik atau bila mungkin dilakukan lesenktomi.
Ekstrasi linear ataupun disisio lentis merupakan kontra indikasi karena
akan terjadi tarikan arteri hialoid dengan papil yang dapat mengakibatkan
ablasi retina.
c. Katarak polaris anterior
Katarak polaris arterior atau piramidalis arterior akibat gangguan
perkembangan lensa pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada
saat ibu dengan kehamilan kurang dari 3 bulan mendapat infeksi virus,
maka amnionya akan mengandung virus. Plakoda lensa akan mendapat
infeksi virus hingga rubela masuk ke dalam vesikel akan menjadi lensa.
Gambaran klinis akan terjadi ialah adanya keluhan ibu karena anaknya
mempunyai leukokoria. Pada pemeriksaan subjektif akan terlihat
kekeruhan pada kornea dan terdapatnaya fibrosis di dalam bilik mata
depan yang menghubungkan kekeruhan kornea dengan lensa yang keruh.
Kekeruhan yang terlihat pada lensa terletak di polus anterior lensa dalam
bentuk piramid dengan puncak di dalam bilik mata depan. Kekeruhan
lensa pada katarak polar anterior ini tidak progresif.Pengobatan
dilakukan bila kekeruhan mengakibatkan tidak terlihatnya fundus bayi
tersebut.Tindakan bedah yang dilakukan adalah disisio lentis atau suatu
ekstraksi linear.
d. Katarak sentral
Katarak sentral merupakan katarak halus yang terlihat pada bagian
nukleus embrional.Katarak ini terdapat 80% orang normal dan tidak
menggangu tajam penglihatan.Pengobatan tidak dilakukan pada katarak
sentral karena tidak menggangu tajam penglihatan dan fundus okuli dapat
dilihat dengan mudah.

9
3. Katarak traumatic
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma lensa mata,
serta robekan pada kapsul sebagai akibat dari benda tajam. Apabila terjadi
lubang yang besar pada kapsul lensa, maka humor akuosus akan masuk ke
dalam lensa dan menyebabkan penyerapan lensa, serta menyebabkan uveitis.
4. Katarak juvenil adalah katarak yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi
karena:
a. Lanjutan katarak kongenital yang makin nyata.
b. Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat :
1) Penyakit lokal pada satu mata,seperti akibat uveitis anterior,
glaukoma, ablasi retiana, miopia tinggi, ftsis bulbi, yang mengenai
satu mata.
2) Penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotonia
distrofi,yang mengenai kedua mata akibat trauma tumpul ataupun
tajam. Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat
dan banyakdipengaruhi oleh berberapa faktor.

5. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel
lensa faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan
lensa.Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, miopia tinggi,
abalasi retina dan glaukoma. Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan
sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan
mengenai satu mata.
6. Katarak diabetika
Katarak diabetika adalah katarak yang disebabkan oleh penyakit diabetes.

E. Manifestasi klinis
Katarak didiagnosa terutama dengan gejala subyektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi.

10
Temuan obyektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina hasilnya
adalah pandangan kabur atau redup, menyhilaukan yang menjengkelkan dengan
distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam
akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap
selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi
yang lebih kuatpun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah
arah. Misalnya ada yang mengatur ulang perabot rumahnya. Sehingga sinar tidak
akan langsung menyinari mata mereka (Diambil dari buku Keperawatan Medikal
Bedah jilid 3 hal.1996-1997).
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara
progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-
akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya
apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga
refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan
dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1. Penurunan ketajaman penglihatan
2. Gangguan fungsional
3. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil
4. Pandangan kabur

F. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih(bening),
transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang
besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat

11
nukleus, di ferifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukeus mengalami perubahan
warna menjadi cokelat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti
duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke daerah di luar lensa,misalnya,dapat menyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal
terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan menggangu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dan tidak ada pada pasien yang menderita katarak. Katarak
biasanya terjadi bilateral, namun menpunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun
sebenarnya merupakan proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik dan matang ketika seseorang memasuki dekade
ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasikan awal,
karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen. Faktor yang paling sering menyebaban terjadinya katarak
meliputi sinar UV B,obat-obatan,alkhol,merokok,diabetes,dan asupan vitamin
antioksi dan yang kurang dalam waktu yang lama.

G. PEMERIKSAAN FISIK
Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis
adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik
khusus dan sumber cahaya. Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan
mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga

12
dilakukan untuk mendeteksi secara kasar(jelas terlihat ) tingkat tekanan
intraokuler.
Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan
sitematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata di
evaluasi lebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal. Struktur eksternal
mata diperiksa terutama dengan inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata,
bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea, kamera anterior, iris, dan
pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, perawat :
1. Melakukan obsevasi keadaan umum mata dari jauh.
2. Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata
diinspeksi warna,keadaan kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya
bulu mata.
3. Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan
adanya benda asing.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,lensa,
akueus atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit sistem saraf
atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan: penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, massa
tumor pada hipofisis/ otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
3. Pengukuran tonografi : mengkaji intraorkuler (TIO)(NORMAL 12-25 mm
Hg).Pengukuran gonioskopi : membantu membedakan sudut terbuka
atau sudut tertutup glaukoma.
4. Test provokatif: digunakan dalam menentukan adanya/tipe glaukoma bila
TIO normal atau hanya meningkat ringan.

13
5. Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atropi lepeng optik, papiledema, pendarahan retina,dan mikroaneurisme.
Dilatasi dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
6. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED): menunjukan anemia sistemik/
infeksi.EKG, kolestrol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk
memastikan arterosklerosis, PAK.
7. Test toleransi glaukosa/ FBS: menentukan adanya/kontrol diabetes.

I. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan
pembesaran laser. Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan
prosedur laser baru yang dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum
dilakukan pengisapan keluar melalui kanula (Pokalo, 1992).
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan reflaksi kuat
sampai titik dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka
penanganan biasanya konservatif. pentingnya di kaji efek katarak terhadap
kehidupan sehari-hari pasien. Mengkaji derajat gangguan fungsi sehari-hari,
seperti berdandan, ambulasi, aktifitas rekreasi, menyetir mobil, dan kemampuan
bekerja, sangat penting untuk menentukkan terapi mana yang paling cocok bagi
masing-masing penderita.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan
akut untuk berkerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam
penglihatan yang terbaik dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila
pandangan tajam mempengaruhi keamanan atau kwalitas hidup, atau bila
virsualisasi segmen posterior sangat perlu mengevalusi perkembangan berbagi
penyakit retina atau saraf optikus, seperti pada diabetes dan glaukoma.
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang sering dilakukan pada
orang berusia lebih dari 65. masa kini, katarak paling sering diangkat dengan
anestesia lokal berdasar pasien rawat jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila
ada indikasi medis. Keberhasilan pengembalian penglihatan yang bermanfaat
dapat dicapai pada 95% pasien.

14
Pengamblian keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual
sifatnya. Dukungan finansial dan psikososial dan konsekuensi pembedahan harus
dievaluasi, karena sangat penting untuk penatalaksanaan pasien pasca operasi.
Kebanyakan operasi dilakukan dengan anestesi lokal (retrobulbar atau
peribulbar), yang dapat mengimobilisasi mata. Obat penghilang cemas dapat
diberikan untuk mengatasi perasaan klaustreofobia sehubungan dengan graping
bedah. Anestesi umum diperlukan bagi yang tidak bisa menerima anestesi lokal,
yang tidak mampu bekerjasama dengan alasan fisik atau psikologis, atau yang
tidak berespon terhadap anestesi lokal.
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak:
ekstrasi intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah
hilangnya penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak
yang menyebabakan glaukoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan
okuler lain, seperti retinopatidiabetika.

J. PENCEGAHAN
Perawat sebagai anggota penting tim perawatan kesehatan, dan sebagai
pendidik dan praktiksi kebiasaan kesehatan yang baik, dapat memberikan
pendidikan dalam hal asuhan mata, keamanan mata, dan pencegahan penyakit
mata. Perawat dapat mencegah membantu orang belajar bagaimana mencegah
kontaminasi silang atau penyebaran penyakit infeksi kepada orang lain melalui
praktek higiene yang baik. Perawat dapat mendorong pasien melakukan
pemeriksaan berkala dan dapat merekomendasikan cara mencegah cedera mata.
Kapan dan seringnya mata seseorang harus diperiksa tergantung pada usia
pasien, faktor resiko terhadap penyakit dan gejala orkuler. Orang yang mengalami
gejala orkuler harus segera menjalani pemeriksaan mata. Mereka yang tidak
mengalami gejala tetapi yang berisiko mengalami penyakit mata orkuler harus
menjalani pemeriksaan mata berkala. Pasien yang menggunakan obat yang dapat
mempengaruhi mata, seperti kortekosteroid, hidrokksikloroquin sulfat, tioridasin
HCI, atau amiodarone, harus diperiksa secara teratur. Yang lainya harus menjalani

15
evaluasi glaukoma rutin pada usia 35 dan reevaluasi berkala setiap 2 sampai 5
tahun.

K. KOMPLIKASI
Ambliopia sensori, penyulit yang terjadi berupa : visus tidak akan
mencapai 5/5. Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus dan bila
katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan
komplikasi berupa glukoma dan uveitis.

16
BAB III
ASKEP KATARAK

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Tn.
Usia : Bisa terjadi pada semua umur
Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan
Alamat :
Dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada katarak kongenital
biasanya terlihat pada usia dibawah 1 tahun, sedangkan pasien dengan katarak
juvenile terjadi pada usia <40 tahun, pasien dengan katarak persenil terjadi
pada usia sesudah 30 – 40 tahun,dan pasien dengan katarak senilis terjadi
pada usia >40 tahun.

2. Keluhan utama:
- Penglihatan kabur
- Persepsi warna turun
- Diplopia dan visus menurun
- Ada hailo
- Penglihatan memburuk pada siang hari/silau
- Mata basah
Perawat harus menentukan apakah masalahnya hanya mengenai satu atau dua
mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.

3. Riwayat penyakit dahulu


- Akibat trauma
- Akibat radasi
- Penggunaan kortikosteroid yang lama
- Kelainan congenital

17
- Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya , dan penyakit metabolic lainya
yang memicu resiko katarak.

4. Riwayat penyakit sekarang


- Penglihatan kabur
- Persepsi warna turun
- Diplopia dan visus menurun
- Ada hailo
- Penglihatan memburuk pada siang hari
Merupakan penjelasan dari keluhan utama.

5. Riwayat keluarga
- Katarak bisa karena kongenital
- Adanya riwayat kelainan mata famili derajat pertama.
Pemahaman pasien mengenai perawatan harus digali untuk mengidentifikasi
kesalahan konsepsi atau kesalahan informasi yang dapat dikoreksi sejak awal.

B. DATA DASAR PENGKAJIAN


1. Aktifitas/istirahat
Gejala: perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
2. Makanan/cairan
Gejala : muntah/mual (glaukoma akut ).
3. Neurosensori
Gejala: gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotopobia (glaukoma akut ). Perubahan kacamata/
pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.

18
Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil
menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan (glaukoma
darurat).Peningkatan air mata.
4. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-
tiba/ berat menetap atau tekanan pada sekitar mata,sakit kepala (glaukoma
akut).
5. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor,(contoh peningkatan tekanan
vena), ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma). Terpajan pada
radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.

C. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori atau status organ indera.
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat,
keterbatasan kognitif.
4. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan
5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

b. Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif
insisi jaringan tubuh

19
3. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori atau status organ indera.
4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan visus
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup untuk menurunkan faktor
resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi Rasional
1. Diskusi tentang pembatasan aktivitas 1. Membantu mengurangi rasa takut dan
meningkatkan kerja sama dalam
pembatasan yang diperlukan
2. Ambulasi dengan bantuan berikan 2. Memerlukan sedikit dari pada pispot
kamar mandi khusus yang dapat menyebabkan TIO
3. Dorong nafas dalam bentuk untuk 3. Batuk meningkatkan TIO
bersihan paru
4. Anjurkan menggunakan teknik 4. Meningkatkan relaksasi dan koping
manajemen stres, contoh bimbingan menurunkan TIO
imajinasi, visualisasi, nafas dalam
dan latihan relaksasi 5. Digunakan untuk melindungi dari
5.Pertahankan perlindungan mata cidera dari kecelakaan untuk
sesuai indikasi menurunkan gerakan mata
6. Berikan obat sesuai indikasi 6. Mual/muntah dapat meningkatkan
antiemetic TIO, memerlukan tindakan segera
untuk mencegah cidera okuler

20
Diagnosa 2
Infeksi resiko tinggi terhadap prosedur invasif
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup dan meningkatkan
penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam serta
mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan 3. Menurunkan jumlah bakteri pada
sebelum menyentuh/mengobati mata tangan, mencegah area kontaminasi
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat area operasi
untuk membersihkan mata dari dalam ke 4. Teknik aseptic menurunkan resiko
luar dengan tisu basah/bola kapas untuk penyebaran bakteri dan kontaminasi
tiap usapan, ganti balutan, dan masukkan silang
lensa kontak bila menggunakan.
3. Tekankan pentingnya tidak
menyentuh/menggaruk mata yang 5. Mencegah kontaminasi dan kerusakan
dioperasi. sisi operasi
4. Observasi tanda terjadinya infeksi
contoh kemerahan, kelopak bengkak, 6. Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah
drainase purulen. Identifikasi tindakan prosedur dan memerlikan upaya
kewaspadaan bila terjadi ISK. intervensi. Adanya ISK meningkatkan
Kolaborasi adanya resiko kontaminasi silang.
1. Berikan obat sesuai indikasi:
Antibiotik (topical, parenteral, atau 1. Topikal digunakan secara profilaksis,
subkonjungtival) dimana terapi lebih agresif diperlukan
2. Steroid bila terjadi infeksi.
2. Digunakan untuk menurunkan
inflamasi.

21
Diagnosa 3
Intoleransi aktivitas berhubunan denan peningkatan TIO
Tujuan : menyatakan pemahaman faktor yang terlibat kemungkinan cedera
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan apa yang terjadi pada pasca 1. Membantu mengurangi rasa takut dan
operasi tentang nyeri pembatasan meningkatkan kerja sama dalam
aktivitas, penampilan, balutan mata pembatasan yang diperlukan
2. Beri pasien posisi bersandar, atau 2. Istirahat beberapa menit sampai
miring ke sisi yang tidak sakit sesuai beberapa jam pada bedah rawat jalan
keinginan atau menginap semalam bila terjadi
komplikasi. Menurunkan tekanan pada
mata yang sakit, meminimalkan resiko
perdarahan atau stres pada jahitan
terbuka
3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan 3. Menurunkan stress pada area
kepala tiba-tiba, menggaruk mata, operasi/menurunkan tio
membungkuk
4. Ambulasi dengan bantuan : berikan 4. Memerlukan sedikit regangan dari
kamar mandi khusus bila sembuh dari pada penggunaan pispot yang dapat
anestesi meningkatkan tio
5. Dorong nafas dalam, batuk untuk 5. Meningkatkan relaksasi dan koping,
bersih paru menurunkan TIO
6. Pertahankan perlindungan mata sesuai 6. Digunakan untuk melindungi dari
indikasi cedera kecelakaan dan menurunkan
gerakan mata
7. Minta pasien untuk membedakan antara 7. Ketidaknyamanan mungkin karena
ketidaknyamanan dan nyeri mata prosedur pembedahan, nyeri akut
tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, menunjukkan TIO atau perdarahan,
disorientasi, gangguan balutan. terjadi karena regangan .
Observasi hipema (perdarahan pada

22
mata) pada mata dengan senter sesuai
indikasi.
8. Observasi pembengkakan luka, bilik 8. Menunjukkan proptar iris atau rupture
anterior kempes, pupil berbentuk buah luka disebabkan oleh kerusakan jahitan
pir. atau tekanan mata.

Kolaborasi
1. Berikan antiemetik sesuai indikasi 1. Mual/muntah dapat meningkatkan
TIO, memerlukan tindakan segera
untuk mencegah cedera intraokuler.
2. Berikan analgesic 2. Digunakan untuk ketidaknyamanan
ringan, meningkatkan
istirahat/mencegah gelisah yang dapat
mempengaruhi TIO.

Diagnosa 4
Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada
lensa mata.
Tujuan : klien akan mendemontrasikan peningkatan kemampuan untuk
memproses rangsangan visual dan mengomunikasikan pembatasan pandangan.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan dokumentasikan ketajaman 1. Menentukan seberapa bagus visus klien
penglihatan (visus) dasar
2. Dapatkan deskripsi fungsi tentang apa 2. Memberikan data dasar tentang
yang bisa dan tidak bisa dilihat oleh pandangan akurat klien dan bagaimana
klien hal tersebut memengaruhi perawatan
3. Adaptasikan lingkungan dengan 3. Memfasilitasi kebebasan bergerak dengan
kebutuhan visual klien dengan cara aman
orientasikan klien padalingkungan
4. Letakkan alat-alat yang sering 4. Mengemambangkan tindakan indevenden

23
digunakan dalam pandangan klien dan meningkatkan keamanan
(seperti, tv control, teko, tisu) 5. Meningkatkan penglihatan klien lokasi
5. Berikan pencahayaan yang paling sesuai katarak akan memengaruhi apakah
dengan klien cahaya gelap atau terang yang lebih baik
6. Mencegah distres. Katarak akan
6. Cegah glare (sinar yang menyilaukan) memecah sinar lampu yang akan
menyebabkan distres
7. Kehilangan pengihatan terjadi lambat
7. Tentukan ketajaman penglihatan, catat dan progresif, tiap mata dapat berlanjut
apakah satu atau kedua mata terlibat dengan laju yang berbeda, tetapi biasanya
hanya satu mata yang diperbaiki per
prosedur.
8. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, 8. Memberikan rangsangan sensori tepat
birara dan menyentuh sering terhadap isolasi dan menurunkan bingung
9. Orientasikan pasien terhadap 9. Memberikan peningkatan kenyamanan,
lingkungan dan orang lain di areanya menurunkan cemas dan disorientasi
pascaoperasi
10.Ingatkan pasien menggunakan 10. Perubahan ketajaman penglihatan dan
kacamata katarak yang tujuannya kedalaman persepsi dapat menyebabkan
memperbesar kurang lebih 25%, bingung penglihatan/ meningkatkan
penglihatan ferifer hilang. Dan buta resiko cedera sampai pasien belajar untuk
titik mungkin ada mengkompensasi

11.Perhatikan tentang suram atau 11. Gangguan penglihatan iritasi dapat


penglihatan kabur dan iritasi mata, berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata
dimana dapat terjadi bila menggunakan tetapi secara bertahap menurun dengan
tetes mata penggunaan

12. Letakkan barang yang dibutuhkan 12. Memungkinkan pasien melihat objek
dalam jangkauan pada sisi yang tak lebih mudah
dioperasi

24
Diagnosa 5
Ansietas berdasarkan kehilangan penglihatan
Tujuan : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat ansietas derajat 1. Faktor ini mempengaruhi persepsi
pengalaman nyeri/timbulnya secara pasien terhadap ancaman diri,
tiba-tiba dan pengetahuan kondisi potensial siklus ansietas dan dapat
saat ini mempengaruhi upaya medik untuk
mengontrol TIO
2. Dorong pasien untuk mengukur 2. Memberikan kesempatan untuk
masalah dan mengekspresikan pasien menerima situasi nyata
perasaan mengklasifikasi salah satu konsepsi
dan pemecahan masalah
3. Identifikasi sumber orang yang 3. Memberikan keyakinan bahwa
mendorong pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah

Diagnosa 6
Kurang pengetahuan berhubungn dengan perawatan/pengobatan
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji informasi tentang kondisi 1. Meningkatkan pamahaman dan
individu, prognosis, tipe prosedur kerja sama dengan program pasca
lensa operasi
2. Informasikan pasien untuk 2. Dapat bereaksi silang campur
menghindari tetes mata yang dijual dengan obat yang diberikan
bebas
3. Anjurkan pasien menghindari 3. Aktivitas yang menyebabkan mata

25
membaca, berkedip, mengangkat lelah atau regang atau
berat, mengejan saat defekasi, meningkatkan TIO dapat
membongkok pada panggul, meniup mempengaruhi hasil bedah dan
hidung, penggunaan sprey, bedak mencetuskan perdarahan
bubuk, merokok
4. Tekankan kebutuhan untuk 4. Mencegah cedera kecelakaan pada
menggunakan kaca pelindung selama mata dan menurunkan resiko
hari pembedahan atau penutup padaa peningkatan TIO sehubungan
malam dengan berkedip atau posisi kepala
5. Anjurkan pasien tidur telentang 5. Mencegah cedera kecelakaan pada
mengatur intensitas lampu dan mata
menggunakan kaca mata gelap bila
keluar atau dalam ruangan terang,
batuk dengan mulut atau mata
terbuka

Diagnosa 7
Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketekutan dan depresi : penerimaan
pembedahan dan pemahaman instruksi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. 1. Informasi dapat menghilangkan
Dorong percakapan untuk mengetahui ketakutan yang tidak diketahui.
keprihatinan pasien, perasaan, dan Mekanisme koping dapat membantu
tingkat pemahaman. Jawab pasien berkompromi dengan kegusaran,
pertanyaaan, memberi dukungan, ketakutan, depresi, tegang,
membantu pasien melengkapi metode keputusasaan, kemarahan, dan
koping. penolakan.
2. Orientasikan pasien pada lingkungan

26
yang baru. 2. Pengenalan terhadap lingkungan
3. Jelaskan rutinitas perioperatif. membantu mengurangi ansietas dan
- Preoperatif: tingkat aktivitas, pembatasan meningkatkan keamanan.
diet, obat-obatan. 3. Pasien yang telah mendapat informasi
- Intraoperatif : pentingnya berbaring banyak informasi lebih mudah
diam selama pembedahan atau memberi menerima penaganan dan mematuhi
peringatan kepada ahli bedah ketika intruksi.
terasa akan batuk atau akan berganti
posisi. Muka ditutup dengan kain, dan
diberikan O₂. Suara bising dan 4. Pasien yang mengalami ganguan visual
peralatan yang tak biasa. Pemantauan, bergantung pada masukan indera yang
termasuk pengukuran tekanan darah lain untuk mendapatkan informasi.
yang sering.
- Pasca operasi : pemberian 5. Perawatan diri dan kemandirian akan
posisi,pembalutan, tingkat aktivitas , meningkatkan rasa sehat.
pentingnya bantuan untuk ambulasi
sampai stabil dan adekuat secara visual.
4. Jelaskan intervensi sedetil-detinya ;
perkenalkan diri anda pada setiap
interaksi ; terjemahkan setiap suara
asing; pergunakan sentuhan untuk 6. Pasien mungkin tak mampu melakukan
membantu komunikasi verbal. semua tugas sehubungan dengan
5. Dorong untuk menjalankan kebiasaaan penanganan dan perawatan diri.
hidup sehari-hari bila mampu. Pesan
makanan yang bisa diamakan dengan 7. Isolasi sosial dan waktu luang yang
tangan bagi mereka yang tak dapat terlalu lama dapat menimbulkan
melihat dengan baik atau tak dapat perasaan negatif.
melihat dengan baik atau tak
mempunyai keterampilan koping untuk
menggunakan peralatan makan.
6. Dorong partisipasi keluarga atau orang

27
yang berarti dalam perawatan pasien.

7. Dorong partisipasi dalam aktivitas


sosial dan pengalihan bila
memungkinkan ( pengunjung, radio,
rekaman audio, TV, kerajinan tangan
permainan)

Diagnosa 8
Resiko terhadap cedera dan yag berhubugan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan.
Tujuan : pencegahan cedera.
INTERVENSI RASIONAL
1. Bantu pasien ketika mampu melakukan 1. Menurunkan resiko jatuh atau cedera
ambulasi pasca operasi sampai stabil dan ketika langkah sempoyongan atau tidak
mencapai penglihatan dan keterampilan mempunyai keterampilan koping untuk
koping yang memadai. Ingat bahwa kerusakan penglihatan.
balutan bilateral menjadikan pasien tak
dapat melihat, mengunakan tekhnik
bimbingan penglihatan.
2. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan 2. Memfasilitasi kemandirian dan
mengubah penataaan meja-kursi tanpa menurunkan resiko cedera.
pasien diorentasi terlebih dahulu.
3. Orintasikan pasien pada ruangan. 3. Meningkatkan keamanan mobilitas dalam
lingkungan.
4. Bahas perlunya penggunaan perisai 4. Temeng logam atau kaca mata
metal atau kaca mata bila diperintahkan. melindungi mata terhadap cedera.
5. Jangan memberikan tekanan pada mata 5. Tekanan pada mata dapat mengakibatkan
yang terkena trauma. kerusakan serius lebih lanjut.

28
6. Gunakan prosedur yang memadai ketika 6. Cedera dapat terjadi bila wadah obat
memberikan obat mata. menyentuh mata.

E. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien dan tergantung pada kondisinya.
Sasaran utama pasien meliputi peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pencegahan
deteriosasi visual yang lebih berat , pemahaman dan penerimaan penanganan,
pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan isolasi
sosial, dan tanpa komplikasi.

F. Evaluasi
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan yang
telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien.
Hasil yang diharapkan:
1. Mengalami peredaan nyeri.
2. Tampak tenang dan bebas dari ansietas.
3. Menghadapi keterbatasan dalam persepsi sensori.
4. Menerima program penanganan dan menjalankan anjuran secara aman dan
tepat.
5. Mempraktikan aktifitas perawatan diri secara efektif.
6. Berpartisipasi dalam aktifitas diversional dan sosial.
7. Mengucapkan pemahaman program terapi, perawatan tindak lajut, dan
kunjungan ke dokter.

29
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK PADA Ny A

1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Ny. A
Umur : 50 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : islam
Status Perkawinan : kawin
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
Tgl masuk RS : 25 februari 2018
No. Register : 15665

B. Penanggung Jawab
Nama : Tn. B
Umur : 36 th
Pekerjaan : swasta
Alamat : Empat Lawang

C. Keluhan utama
Klien mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan
kabur, kesulitan melihat dari jarak jauh ataupun dekat.

D. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan
penglihatannya kabur, penglihatan kabur dirasakan sejak kurang

30
lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti
ada kabut serta terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya.
Klien juga mengalami kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat,
pandangan ganda, susah melihat pada malam hari. Setelah
dilakukan pengkajian pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil,
nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak,
retina sulit dilihat, terdapat gangguan keseimbangan pada susunan
sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi sehingga kejernihan lensa
berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk dilakukan tindakan
pembedahan atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat
sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-
hari.klien jg mengalami hiperglikemia karena panyakit diabetis
yang dideritanya.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus,
didiagnosis sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit
Diabetes Melitus /gejala-gejala yang sama seperti yang diderita
oleh pasien saat ini.

E. Pemeriksaan Fisik
1. Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan
berharap agar bisa cepat sembuh .Penggunaan tembakau
(bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berheti) : tidak
menggunakan tembakau Alkohol : tidak mengkonsmsi alcohol
Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan

31
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Diet/suplemen khusus : tidak ada
Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual
muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
Gigi : Lengkap
Frekuensi makan : 1-2x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi : ikan

3. Pola eliminasi

BAB :
Frekuensi : lebih dari 3x sehari
Warna : kuning
Waktu : tidak teratur
Konsistensi : cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) :
inkontinensia
BAK :
Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan
kejang
Kesulitan : inkotinensia

4. Pola aktivitas dan latihaN


Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara
menyeluruh

Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak


Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat
berktivitas

32
5. Pola istirahat dan tidur

Lama tidur : 4-6 jam sehari


Waktu : malam
Pola kognitif dan persepsi
Bicara : normal
Kemampuan memahami : Normal
Tingkt ansietas : berat
Penglihatan : pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik

6. Persepsi diri dan konsep diri


Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa
malu dan minder
7. Pola peran hubungan

Pekerjaan : swasta
Sistem pendukung : keluarga

8. Pola koping dan toleransi aktivitas

Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan


orang terdekat atau keluarga
Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang

9. Keyakinan dan kepercayaan

Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu
dalam kehidupannya diserahkan pada agamanya

10. Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung


11. Penampilan umum : bersih dan rap
12. Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
13. Kesadaran : composmetis

BB : 50 kg
TB : 155 cm

33
Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S : 36,5 derajat celcius

14. Kulit

Warna kulit : tidak sianosis


Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema : ada oedema
Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan

15. Mata

Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa


mata. Pada inspeksi visual katarak Nampak abu-abu atau putih
susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi
merah.
Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva : anemis
Sklera : putih

16. Telinga

Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran


Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada

17. Hidung dan sinus

Fungsi penciuman : baik


Pembekakan : tidak ada

34
Perdarahan : tidak ada
Kebersihan : bersih
sekret : tidak ada

18. Mulut dan tenggokan

Membran mukosa : kering


kebesihan mulut : bersih
Keadaan gigi : lengkap
Tanda radang : Lidah
Trismus :tidak ada
Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada

19. Leher
Trakea : simetris

Kelenjar limfe : ada


Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran

20. Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu
pernafasan

Perkusi :tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan


produksi mukus
Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)

21. Jantung

Inspeksi : iktus kordis terlihat

22. Abdomen

Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites

23. Ekstremitas

Ekstremitas atas : pergerakan normal

35
Ekstremitas bawah : pergerakan normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot

24. Neurologis

Kesadaran (GCS) : 4,5,6


Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur
pengelihatan silau dan gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon
stimulus

36
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer,dkk.(1999). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta

Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta

Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta

Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC :


Jakarta

Dorland. (1998).Kamus Saku Kedokteran Dorland.Edisi 25. EGC : Jakarta

Darling,H Vera dan Thorpe, R Margaret. (1996) “ Perawatan Mata”. Yayasan


Essentia Medica dan Andi : Yogyakarta

Ilyas Sidarta, dkk.(2008). Sari Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia : Jakarta

Juall Lyanda Carepnito.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. EGC:


Jakarta

N, Indriana Istiqomah.(2004). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. EGC


: Jakarta

Pearce C, Evelyn.(2009).” Anatomi dan fisiologi”. Gramedia : Jakarta

Smeltzer, Suzanne C.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC :


Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai