TINJAUAN PUSTAKA
Pernafasan dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi.
Gangguan pernafasan bisa terjadi pada ketiga tahap ini secara spesifik atau secara
bersamaan, contohnya seperti pada fibrosis paru, pneumonia, dan gagal jantung.
(Pearce, 2009).
Proses pernafasan dimulai dari masuknya oksigen melalui mulut atau hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli. Dari alveoli oksigen
berdifusi masuk ke dalam darah dan dibawa oleh eritrosit (sel darah merah). Dalam
darah, oksigen dibawa ke jantung kemudian dipompakan oleh jantung untuk
diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan sampai tingkat sel. Oksigen masuk ke
dalam sel dan di dalam mitokondria digunakan untuk proses-proses metabolisme
yang penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan karbon dioksida berjalan arah
sebaliknya dengan oksigen (Guyton dan Hall, 2008).
Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah :
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal,
dan faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru (Guyton dan Hall, 2007). Pergerakan dari dalam ke luar paru
terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah
pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah
pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat
berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan
elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus
( Alsagaff dan Mukty, 2005).
Respirasi adalah suatu proses dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida pada saat terjadi metabolisme sel. Organ vital untuk melakukan
proses respirasi disebut dengan paru-paru. Menurut Moore, Dalley, dan Agur (2006),
fungsi utama paru-paru adalah untuk memasukkan oksigen ke dalam darah
(oksigenasi) dan mendistribusikan darah ke setiap sel dan jaringan di dalam tubuh.
Paru-paru terletak pada rongga dada mediastinum. Mediastinum terbagi menjadi dua
bagian, yaitu bagian lateral kiri dan kanan yang disebut juga dengan kavum
pulmonalis. Kavum pulmonalis dilapisi oleh suatu lapisan yang disebut dengan
pleura. Struktur paru-paru pada manusia hidup biasanya melingkupi kavum
pulmonalis secara keseluruhan, berkonsistensi elastis, lembut dan ringan.
Mediastinum terhubung dengan paru-paru melalui akar paru. Akar paru ini
terdiri atas bronkus utama, pembuluh darah, pembuluh limfatik dan saraf yang keluar
masuk melalui hilum paru. Hilum paru bisa dianalogikan sebagai akar tumbuhan di
dalam tanah.
Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus. Paru-paru kanan memiliki tiga
lobus sedangkan paru-paru kiri memiliki dua lobus. Ditinjau dari massa atau berat
organnya, paru-paru kanan lebih berat serta lebih besar apabila dibandingkan dengan
paru-paru kiri. Tetapi dikarenakan ada liver di bagian bawah paru-paru, maka kubah
diafragma lebih tinggi sehingga menyebabkan paru-paru kanan lebih pendek dan
melebar.
Masing-masing paru mempunyai :
- Apex (bagian superior paru), base (bagian inferior paru yang
berbatasan dengan diafragma)
- Tiga permukaan (permukaan kostal, mediastinal dan diafragmatik)
- Tiga perbatasan (anterior, inferior, dan posterior)
Jaringan paru normal bersifat elastis, licin, berwarna merah dadu tua, dan
tidak mempunyai jaringan partikel-partikel karbon. Sebaliknya, apabila seseorang itu
adalah pecandu rokok, jaringan parunya berwarna kehitaman dan mengandung
partikel-partikel karbon. Hal ini menyebabkan daya keelastisan paru hilang sehingga
pertukaran udara tidak dapat berjalan lancar (Jos Usin, 2000).
Inspirasi (Inspiratory
Reserve Volume, IRV)
2.2.2 Difusi
Setelah alveoli ditukar dengan udara segar, tahapan yang selanjutnya terjadi
dalam proses respirasi adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan
difusi karbondioksida kearah sebaliknya. Dinding alveolus sangat tipis dan di
dalamnya terdapat jaringan kapiler yang padat dan saling berhubungan, sehingga jelas
bahwa gas alveolus berada sangat dekat dengan darah kapiler. Pertukaran gas antara
udara alveolus dan pembuluh darah paru terjadi melalui membran di seluruh bagian
terminal paru, yaitu membran alveolus berkapiler tipis. Yang mendorong untuk
terjadinya pertukaran ini adalah selisih tekanan parsial antara daerah dan fase gas
(Guyton dan Hall, 2007).
Proses difusi ini terjadi melewati dinding alveoli, ruang interstitial, endotel
kapiler, plasma dan dinding eritrosit. Oksigen dari alveoli setelah melewati jaringan
tersebut akan berikatan dengan hemoglobin membentuk HbO2. Setiap gangguan atau
kerusakan pada jaringan yang dilalui pada proses difusi dapat menurunkan difusi
oksigen kedalam darah. Contoh gangguan difusi yaitu apabila terjadi penebalan
dinding alveoli pada fibrosis, terisinya ruang intersistitial oleh cairan edema pada
paru, penebalan endotel kapiler, pengentalan plasma pada hemokonsentrasi (Yunus,
1992).
2.2.3 Perfusi
Proses perfusi adalah penyebaran darah yang sudah teroksigenasi ke seluruh
paru dan jaringan tubuh. Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru,
oksigen terutama ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler
jaringan dimana oksigen dilepaskan untuk dipergunakan oleh sel. Adanya hemoglobin
di dalam sel darah merah memungkinkan darah mengangkut 30 sampai 100 kali
jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk oksigen terlarut di dalam cairan
darah (plasma). Dalam sel jaringan oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan
membentuk sejumlah besar karbondioksida. Karbondioksida ini masuk ke dalam
kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru. Karbondioksida, seperti oksigen,
juga bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam darah yang meningkatkan
transportasi karbondioksida 15-20 kali lipat. Gangguan perfusi terjadi apabila ada
emboli pada pembuluh darah (Guyton dan Hall, 2007).
1). Kapasitas Vital Paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari
udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh
ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk
pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru
dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan
aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap
mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP 1/KVP < 70% dan
menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai KVP < 80% dibanding dengan
nilai standar (Alsagaff dan Mukty, 2005). Prosedur yang paling umum digunakan
adalah subjek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat
mungkin dan nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal.
Keadaan fungsi paru seseorang dapat diketahui dengan pengukuran kapasitas
vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa satu detik (VEP 1). Penurunan nilai
kapasitas vital paksa dan volume ekspirasi paksa satu detik merupakan salah satu
indikator terjadinya gangguan fungsi paru (Astrand, 2003).
ekspirasi maksimal. Kapasitas vital dapat digunakan untuk menilai VO2 maks,
dimana terdapat hubungan penting antara kapasitas vital paru dengan pengambilan
oksigen maksimal. Pengukuran kapasitas vital merupakan salah satu pemeriksaan
yang dapat memberi informasi, khususnya mengenai daya regang dan sistem
respirasi. Kapasitas vital dalam keadaan normal, nilainya lebih kurang sama dengan
kapasitas vital paksa (KVP), yaitu hasil yang diperoleh bila seseorang melakukan
inspirasi maksimal kemudian mengeluarkan nafas sebanyak-banyaknya dan secepat
mungkin ke dalam spirometri.
Nilai kapasitas vital sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik seperti usia,
jenis kelamin, tinggi badan, berat badan dan kekuatan otot. Selain bentuk anatomi
seseorang, faktor-faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah (1) posisi
seseorang selama pengukuran kapasitas vital (2) kekuatan otot pernapasan (3)
pengembangan paru dan rangka dada yang disebut compliance paru. Faktor yang
seseorang. VEP1 menunjukkan ada atau tidaknya gangguan paru yang berat dan nilai
ini akan menurun pada orang yang mengalami obstruksi jalan nafas.
VO2 maks adalah suatu area dimana terdapat konsumsi oksigen yang stabil
dan tidak menunjukkan suatu peningkatan (hanya meningkat sedikit apabila beban
kerja ditambah). Nilai VO2 maks menggambarkan kapasitas seseorang untuk
melakukan resintesis ATP secara aerob dan juga kemampuan tubuh untuk
mengangkut dan menggunakan oksigen (Wardhana, 2001).
1) Karbon Monoksida
Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang
menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO
dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun.
Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang
menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari
sumber tidak bergerak seperti pembakaran batu bara dan minyak dari
industri dan pembakaran sampah domestik. Di dalam laporan WHO
(1992) dinyatakan paling tidak 90 % dari CO di udara perkotaan
berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga
mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya
sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya.
VEP1
KVP
atau normal
Selanjutnya, masa kerja dapat mempengaruhi tenaga kerja baik positif maupun
negatif. Masa kerja dapat memberikan pengaruh positif kepada tenaga kerja bila
dengan lamanya seseorang bekerja maka dia akan semakin berpengalaman dalam
melakukan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin
lamanya seseorang bekerja maka akan menimbulkan kebosanan. Secara garis besar
masa kerja dapat di kategorikan dikategorikan menjadi 3 yaitu:
1. Masa kerja baru : < 6 tahun
2. Masa kerja sedang : 6-10 tahun
3. Masa kerja : >10 tahun (Tulus, 1992)
Menurut Suma’mur (2009) semakin lama seseorang dalam bekerja maka
semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja
tersebut. Pada tenaga kerja di perusahaan meubel semakin lama terpapar debu dan
terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan terutama saluran pernafasan.
saluran pernafasan. Keadaan ini akan lebih parah bila reaksi sinergistik dengan SO 2.
Selain itu, partikel debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan
menyebabkan iritasi pada mata. Partikel debu juga dapat menyebabkan kanker,
memperberat penyakit jantung dan pernafasan dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) (Depkes RI, 1993).