Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Keintiman Keluarga

a. Definisi Keintiman Keluarga

Intimasi adalah pengalaman yang ditandai oleh adanya


kedekatan, kehangatan dan komunikasi yang mungkin
disertai atau tanpa melibatkan kontak seksual (Rosen bluth &
Steil, dalam Papalia, Old, & Feldman, 2008). Seseorang akan
menjadi lebih intim, selama ada keterbukaan, saling responsif
pada kebutuhan satu sama lain, serta adanya penerimaaan dan
penghargaan yang saling menguntungkan (Papalia, Old, &
Feldman, 2008). Keintiman juga meliputi kebutuhan untuk
membentuk hubungan bagi tingkah laku manusia dan rasa
memiliki (sense of belonging) [ CITATION Agu15 \l 1057 ].

Keluarga merupakan kelompok individu yang ada


hubungannya, hidup bersama dan bekerjasama di dalam suatu
unit. Kehidupan dalam kelompok tersebut bukan secara
kebetulan, tetapi diikat oleh hubungan darah atau
perkawinan[ CITATION Pur10 \l 1057 ].

Keintiman keluarga adalah perasaan saling percaya,


berbagi, terbuka, perasaan yang dekat, terikat dan saling
berhubungan antara dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan
atau pengangkatan, dan mereka hidupnya dalam suatu rumah
tangga. Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah :
fungsi afektif dan koping, fungsi sosialisasi, fungsi
reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi fisik[ CITATION
Cho15 \l 1057 ].

b. Faktor yang Mempengaruhi Keintiman Keluarga

1. Usia saat menikah

Merupakan faktor utama pada pernikahan, orang yang


menikah pada usia dua puluh tahun memiliki kesempatan
lebih sukses dalam pernikahanya dari pada yang menikah
pada usia muda.

2. Latar belakang pendidikan dan penghasilan

Mereka yang berpendidikan tinggi umumnya


berpenghasilan lebih tinggi dan memiliki cara berpikir
lebih terbuka.

3. Agama

Orang yang memandang agama sebagai hal penting,


relatif jarang mengalami masalah pernikahan dibanding
orang yang memandang agama sebagai hal yang tidak
penting.

4. Dukungan Emosional

Kegagalan dalam perkawinan ini ada kemungkinan


terjadi karena ketidak cocokan secara emosional dan
tidak adanya dukungan emosional dari lingkungan.

5. Perbedaan harapan dan Aktivitas seksual


Perempuan cenderung mementingkan ekspresi emosional
dalam pernikahan, disisi lain suami cenderung puas jika
istri mereka menyenangkan (Wismanto, 2012).

Menurut [ CITATION Muc98 \l 1057 ] dalam pidato


pengukuhan jabatan guru besar pada fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, terdapat beberapa predictor
keintiman keluarga

1. Harta Kekayaan

Harta kekayaan mempunyai hubungan positif terkuat


dengan keintiman keluarga.

2. Tahapan-tahapan keluarga sejahtera

Dalam BKKBN disusun tingkat kesejahteraan


keluarga menjadi lima kelompok :

a. Keluarga Pra-Sejahtera

b. Keluarga Sejahtera tahap I

c. Keluarga Sejahtera tahap II

d. Keluarga Sejahtera tahap III

e. Keluarga Sejahtera tahap III plus (BKKBN,


1993)

Secara individual ada beberapa keluarga Pra-


Sejahtera yang skor keintimannya lebih tinggi dari
atau sama dengan skor keintiman beberapa Keluarga
sejahtera tahap III plus. Hal ini menunjukan
tahapan-tahapan keluarga sejahtera mempunyai
hubungan positif kurang kuat dibanding dengan
harta kekayaan.

3. Perbedaan umur

Predictor lemah terhadap keintiman keluarga.

4. Jumlah anak

Predictor lemah terhadap keintiman keluarga.

c. Aspek Keintiman Keluarga

Aspek keintiman menurut (Wibisono, 2011) dibagi menjadi


5, yaitu :

a) Keintiman emosional

Perasaan yang dekat dan saling mengisi,


adanyanya perasaan saling berbagi, peduli,
berkomunikasi secara intim, dan menghargai
pasangannya.

b) Keintiman sosial

Pengalaman dalam mempunyai teman atau


jaringan sosial yang sama.

c) Keintiman seksual

Pengalaman berbagi kasih sayang dan aktivitas


seksual dengan pasangan.

d) Keintiman intelektual
Pengalaman berbagi ide, diskusi bersama, dan
merencanakan tujuan untuk masa depan dengan
pasangan.

e) Keintiman rekreasi

Melakukan berbagai hal yang disenangi


bersama-sama.

d. Fungsi Keluarga

Pembagian fungsi keluarga menurut Friedman (1998), yang


membedakannya atas 6 macam yakni :

1. Fungsi afektif (affective function)

Yang dimksud dengan fungsi afektif adalah fungsi


keluarga dalam pembentukan kepribadian anak-anak,
pemantapan kepribadian orang dewasa serta pemenuhan
kebutuhan psikologis para anggota keluarga.

2. Fungsi sosialisasi (socialization and social placement


function)

Merupakan proses perkembangan dan perubahan yang


dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan
belajar perperan dalam lingkungan sosialnya.
Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk
membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-
norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya
keluarga.

3. Fungsi reproduksi (reproduction function)


Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.

4. Fungsi ekonomi (economic function)

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan


keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi pemenuhan kebutuhan fisik (provision of


physical necessity)

Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan


anggot keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang
tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga
dibidang ksehatan.

2. Perilaku Merokok

a. Perilaku

Sarwono (1993) mendefinisikan perilaku sebagai


sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan individu
lain dan sesuatu itu bersifat nyata.

Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap


stimulus atau rangsangan dari luar (skinner 1938). Perilaku
dapat dibedakan menjadi dua yaitu, perilaku tertutup dan
perilaku terbuka. Perilaku tertutup adalah respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum
dapat diamati secara jelas. Sedangkan perilaku terbuka
adalah respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek dan dengan mudah dapat
diamati atau dengan mudah dipelajari (Skinner 1938)
[ CITATION Ard12 \l 1057 ].

b. Pengertian Perilaku Merokok

Perilaku merokok adalah suatu aktivitas membakar dan


menghisap tembakau kemudian mengeluarkan asapnya
yang dapat terhisap oleh orang di sekitarnya (Sanjiwani &
Budisetyani, 2014).

Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang


sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang di
sekelilingnya. Dilihat dari sisi individu yang bersangkutan,
ada beberapa riset yang mendukung pernyataan tersebut.
Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia
yang dikandung rokok seperti nikotin, CO
(Karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari
susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga
mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung
bertambah cepat (Kendal & Hammen, 1998) (dalam,
Komasari & Helmi, 2000).

Seseorang mengenal rokok dari lingkungannya,


awalnya mengamti orang-orang yng sedang merokok,
setelah mencoba merokok untuk pertama kalinya individu
akan merasa ketagihan untuk merokok lagi dengan berbagai
macam alasan, yaitu untuk menurunkan kecemasan, agar
terlihat lebih jantan dan karena merokok sudah jadi
kebiasaan[ CITATION Ard12 \l 1057 ].

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok


Ada berbagai alasan yang ditemukan oleh para ahli
untuk menjawab mengapa seseorang merokok. Setiap
indivvidu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan
biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok (Levy,
1984). Pendapat tersebut didukung oleh Smet (1994) yang
menyatakan bahwa seseorang merokok karena faktor-faktor
sosio cultural sepert kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi
dan tingkat pendidikan.
Menurut Sarafino (1994) faktor-fakor yang
mempengaruhi perilaku merokok ada tiga yaitu :
1. Faktor Sosial
Faktor terbesar dari kebiasaan merokok adalah faktor
sosial atau lingkungan. Telah diketahui bahwa karakter
seseorang banyak dibentuk oleh lingkungan sekitar baik
keluarga, tetangga, maupun teman pergaulan.
2. Faktor Psikologis
Beberapa alasan psikologis yang menyebabkan
seseorang merokok, yaitu demi relaksasi atau
ketenangan serta mengurangi kecemasan atau
ketegangan.
3. Faktor Genetik
Faktor genetik dapat menjadikan seseorang tergantung
pada rokok. Faktor genetik atau biologis ini
dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lain seperti faktor
sosial dan psikologis.

Kebiasaan merokok didukung oleh beberapa faktor.


Perokok beralasan bahwa dengan merokok akan
mendapatkan :
a. Ketenangan
b. lebih diakui dalam hubungan sosial karena merokok
seringkali merupakan bagian dari aktifitas sosial
c. menghilangkan stress dan perasaan negatif, serta
d. merasa lebih baik (Shuaib dkk, 2010) [ CITATION
Riz12 \l 1057 ].

d. Tipe Perokok

Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah


bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan
selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.
Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan
selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6 - 30
menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 21 batang
dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.
Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang
dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

Ada 4 tipe perilaku merokok adalah :

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.


Dengan merokok seseorang merasakan penambahan
rasa yang positif. Ada 3 sub tipe ini :

1) Perilaku merokok hanya untuk menambah atau


meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat,
misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

2) Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk


menyenangkan perasaan.
3) Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang
rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok
pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa
dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya
hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau
perokok lebih senang berlama-lama untuk
memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama
sebelum ia nyalakan dengan api.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.


Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi
perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah,
rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan
rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar
dari perasaan yang lebih tidak enak.

c. Perilaku merokok yang pecandu, mereka yang sudah


pecandu akan menambah dosis rokok yang digunakan
setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya
berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah
membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia
khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia
menginginkannya.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka


menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar benar
sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat dikatakan pada
orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan suatu
perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan
dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila
rokok yang terdahulu telah benar-benar habis[ CITATION
Nur121 \l 1057 ].

3. Hubungan Antara Keintiman Keluarga dengan Perlaku


Merokok
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, 1988). Keluarga
adalah kelompok yang mempunyai peranan amat penting
dalam mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan atau
memperbaiki masalah kesehatan yang ditemukan dalam
keluarga. Masalah kesehatan anggota keluarga saling terkait
dengan berbagai masalah anggota keluarga lainya, jika ada satu
anggota keluarga yang bermasalah kesehatanyya pasti akan
mempengaruhi dari pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga
tersebut (Azwar, 2007).
B. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi :


a. Usia saat menikah
b. Latar belakang pendidikan dan
penghasilan
Keintiman Keluarga c. Agama
d. Dukungan emosional

e. Perbedaan harapan dan


Aktivitas seksual
Aspek keintiman :
a. Emosional
b. Sosial
c. Seksual
d. Intelektual
e. Rekreasi

Depresi, Stress,
Cemas, Gelisah

Pecandu,
Perilaku Merokok Kebiasaan Merokok

Ditelit

Tidak ditelit
C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara keintiman keluarga dengan perilaku


merokok kepala keluarga.

Anda mungkin juga menyukai