Anda di halaman 1dari 32

TUGAS

BATUAN KARBONAT
METODE PENAMBANGAN QUARRY MINE

OLEH :

HASRIA SULAIMAN
R1D1 15 037

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat limpahan Rahmat dan karunianya sehingga buku ini terselesaikan tepat
pada waktunya.Dikalangan mahasiswa kebumian khususnya teknik pertambangan
yang sedang memperdalam ilmu pengetahuannya dalam bebagai bidang ilmu masi
merasakan kesulitan karena kurangnya bahan acuan atau referensi untuk
mengembangkan pola pikir masing masing.

Buku ini membahas tentang batubara yang ada di Indonesia, serta genesa
dan pembentukan batubara, manfaat dan kegunaan batubara yang ada di Sulawesi
Tenggara . Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak banyak terima
kasi kepada semua pihak yang telah berpatisipasi untuk membantu menyelesaikan
penulisan buku ini .

Saya menyadari bahwa buku ini masi banyak ter dapat kekurangan dan
kekeliruan maka oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat sangat
saya harapkan .

Kendari, Desember 2017

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Batubara di Indonesia

Batubara adalah salah satu sumber energy di dunia. Batubara adalah


campuran yang sangat komplek dari zat kimia organik yang mengandung karbon ,
oksigen , dan hidrogen dalam sebuah rantai karbon.Menurut undang-undang no 4
tahun 2009 tentang mineral dan batubara, batubara merupakan endapan senyawa
organik karbonat yang terbentuk secara alamiah dari tumbuh-tumbuhan dan bisa
terbakar .Dalam pengertian lain, batubara adalah batuan sedimen (padatan)yang
dapat terbakar , berasal dari tumbuhan ,serta berwarna coklat sampai hitam , yang
sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang menjadikan
kandungan karbonnya kaya .

Endapan batubara Indonesia tersebar sampai Sumatera sampai Papua.


Endapan itu paling banyak ditemukan di cekungan-cekungan besar seperti
Aceh,Sumatera Selatan , Kalimantan Timur , atau Kalimantan Selatan . Menurut
Badan Geologi (2011), jumlah sumber daya batubara mencapai 161 milliarton dan
cadangannya mencapai 28 milliar ton . Dengan jumlah itu , cadangan batubara
Indonesia hanya 0,6% dari jumlah cadangan batubara dunia.

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan


Tersier, yang terletak di bagian barat (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan),
pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan
sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta
tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang
lalu menurut skala waktu geologi .

Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tegolong
kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah
sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi di
mana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem
dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan
menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen.
Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan
sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan .
B. Produksi & Ekspor Batubara Indonesia

Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia.
Sejak tahun 2005, ketika melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi
eksportir terdepan batubara thermal. Porsi signifikan dari batubara thermal yang
diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan
jenis kualitas rendah (di bawah 5100 cal/gram) yang sebagian besar
permintaannya berasal dari Cina dan India. Berdasarkan informasi yang
disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia,
cadangan batubara Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83 tahun
mendatang apabila tingkat produksi saat ini diteruskan.

Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati


peringkat ke-9 dengan sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara global
terbukti berdasarkan BP Statistical Review of World Energy. Sekitar 60 persen
dari cadangan batubara total Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang
lebih murah (sub-bituminous) yang memiliki kandungan kurang dari 6100
cal/gram .

Ada banyak kantung cadangan batubara yang kecil terdapat di pulau


Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, namun demikian tiga daerah
dengan cadangan batubara terbesar di Indonesia adalah :
1. Sumatra Selatan
2. Kalimantan Selatan
3. Kalimantan Timur
Industri batubara Indonesia terbagi dengan hanya sedikit produsen besar dan
banyak pelaku skala kecil yang memiliki tambang batubara dan konsesi tambang
batubara (terutama di Sumatra dan Kalimantan).

Sejak awal tahun 1990an, ketika sektor pertambangan batubara dibuka


kembali untuk investasi luar negeri, Indonesia mengalami peningkatan produksi,
ekspor dan penjualan batubara dalam negeri. Namun penjualan domestik agak
tidak signifikan karena konsumsi batubara dalam negeri relatif sedikit di
Indonesia. Toh dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penjualan
batubara domestik yang pesat karena pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap
program energi ambisiusnya (menyiratkan pembangunan berbagai pembangkit
listrik, yang sebagian besar menggunakan batubara sebagai sumber energi karena
Indonesia memiliki cukup banyak cadangan batubara). Selain itu, beberapa
perusahaan pertambangan besar di Indonesia (misalnya penambang
batubara Adaro energy) telah berekspansi ke sektor energi karena harga
komoditas yang rendah membuatnya tidak menarik untuk tetap fokus pada ekspor
batubara, sehingga menjadi perusahaan energi terintegrasi yang mengkonsumsi
batubara mereka sendiri .

Ekspor batubara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total produksi
batubara, sisanya dijual di pasar domestic .

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013


Produksi
217 240 254 275 353 412 474
(dalam juta ton)

Ekspor
163 191 198 210 287 345 402
(dalam juta ton)

Domestik
61 49 56 65 66 67 72
(dalam juta ton)

Harga (HBA)
n.a n.a 70.7 91.7 118.4 95.5 82.9
(USD/ton)
C. Potensi Batu Bara di Indonesia Menjanjikan

Potensi batubara di Indonesi yang begitu besar menjanjikan untuk terus


dikembangkan . Tingginya cadangan batubara memungkkan pemanfaatannya
untuk dijadikan energi listrik menggantikan minyak bumi . Hal itu terungkap
dalam Seminar Nasional Geologi memperingati Lustrum Teknik Geologi
Universitas Diponegoro, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (6/12).
Bertindak selaku pembicara Ketua Departemen Sertifikasi Masyarakat Geologi
Ekonomi Indonesia Iwan Munajat, Manajer Diklat PT Bukit Asam Muhammad
Hatta , Manajer Sumber Daya Manusia PT Timah R Eko Purwanto, dan
Trijayanto Poespito dari PT Newmont Nusa Tenggara .

Muhammad Hatta mengungkapkan, cadangan batu bara yang terdapat di


Indonesia dan bisa ditambang mencapai 9 miliar ton atau 1,2 persen dari
keseluruhan total cadangan batu bara di dunia . Berdasarkan data dari Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral, produksi batu bara di tahun 2009 mencapai 225
juta ton, yang terbagi atas 75 juta ton untuk pemanfaatan dalam negeri dan 150
juta ton untuk ekspor. Produksi tersebut meningkat dibandingkan tahun 2008 (198
juta ton) dan tahun 2007 (196 juta ton). "Di dalam negeri, batu bara digunakan
untuk energi listrik dan bahan bakar industri," kata Hatta.

Iwan Munajat mengatakan, tingginya produksi batu bara belum diikuiti


dengan optimalisasi pemanfaatannya karena masih tingginya ketergantungan
terhadap minyak bumi sebagai sumber energi. Belum digunakannya sumber
energi lain karena masih terkendala oleh minimnya teknologi pemanfaatan dan
kesadaran yang terlambat muncul .

Sebagian batubara di Indonesia cocok digunakan untuk pembangkit listrik.


Batubara di Indonesia mempnyai pasar tersendiri di dunia . Di pasar dunia,
sebagian batubara di Indonesiar diekspor ke China, India dan Jepang serta
sebagian laagi ke Afrika, Eropa sampai Amerika. Untuk penetapan harga
batubara, pasar dalam negeri menggunakan Indonesia Coal Index atau harga
batubara acuan, sedangkan untuk pasar luar negeri Indonesia menggunakan sistem
yang berlaku secara internasional .
Saat ini hampir 70% produksi batubara Indonesia dalam negeri dimanfaatkan oleh
perusahaan Listrik Negara sebagai bahan bakar pembangkit pembangkit listrik.
Sekitar 10% digunakan untuk pembuatan semen . Sisanya digunakan untuk bahan
bakar industri atau proses metalurgi. Melalui kebijakan energi nasional ,
pemerintah Indonesia mencanangkan peningkatan pemakain baubara untuk
kepentingan dalam negeri dan mengurangi ekspor batubara. Batubara di Indonesia
akan dijadikan sekitar 335 dari totsl energi Indonesia pada tahun 2025.

Pertambangan batubara di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Belanda,


yaitu daerah Sawahlunto. Saat IR. Soekarno menjabat presidien, semua
perusahaan pertambangan dinasionalisasi. Dulu batubara dikuasai oleh Badan
Usaha MIlik Negara (BUMN), yaitu perusahaan Negara Tambang Batuara . Pada
tahun1980an , PN Tambang Batubara mulai menjual konsensi batubara .
Kemudian mulai berdirilah perusahaan swasta seperti PT Arutmin Inndonesia , PT
Kaltim Prima Coal , dan satu perusahaan BUMN PT Bukit Asam . Perjanjian
penambangan batubara dulu dikenal dengan PKP2B ( Perjanjian Karya Pengusaha
Pertambangan Batubara) . Isinya aturan untuk berusaha mulai dari teknis
penambnagan smapai dengan penutupan tambang . Mulai dari berapa royalty yang
dibayarkan ke negara sampai pajak yang dibayarkan ke daerah . Kontrak PKP2B
dimulai dari generasi 1 sampai V11, dan sekarang sudah berganti menjadi Izin
Usaha Pertambangan sesuai UU Minerba yang baru .

Hampir semua mmetode penambangan batubara Indonesia adalah tambang


terbuka . Hal , digunakan karena biaya tambang terbuka lebih murah dibandinkan
tambang bawah tanah . Pemerintah mempunyai regulasi yang ketat terhadap
tambang batubara seperti ini . Diantaranya kewajibaan mereklamasi dan
pengajuan renccana penutupan tambang. Kebijakan ini ada karena adanya
ketakutan masyarakat terhadap efek negatif yang berimbas secara lansung .
Pemerintah mewajibkan perusahaan tambang melakukan corporate social
responsibility ( CSR ) terhadap masyarakat sekitar . Intinya , saat tambang
batubara berdiri dan niatnya ditutup , masyarakat akan menerima manfaat lansung
dari kehadirannya serta tidak merasa linkungannya dirusak saat tambang itu
selasai beroperasi. Dengan kata lain, tambang ikut membnagun darah itu secara
berkelanjutan . Pertambngan tidak hanya mengambil barang tambang , tapi
memajukan daerah itu .

Bila berbicara tentang keamaan energy nasional dari batubara ada beberapa
pokok pikiran. Diantaranya kecukupan sumber daya yang ada untuk
pembangunan, harga batubara , persedian yang terjamin, dan tranportasi serta
kecukupan infrastruktur . Kita bisa berhitung beberapa tahun lagi sumber batubara
kita akan habis. Cdangan batubara Indonesia 28 milliar ton dengan sumber daya
batubara Indonesia161 milliar ton . Saat ini produksi batubara Indonesia
pertahunsekitar 400 juta ton. Berarti cadangan batubara kita habis dalam waktu 70
tahun , dengan asumsi tidak ada peningkatan produksi dan tidak ada kegiatan
eksplorasi yang signifikan . Namun, yang terjadi sekarang adalah peningkatan
produksi yang besar tanpa diiringi kegitan eksplorasi.
Pemerintah sudah menyadari hal ini sebagai sumber masalah. Oleh karenannya,
pemerintah mulai mengatur regulasi agar kita siap bila hal itu terjadi . Lewat
program energy mix , pemerintah mencoba menaikan pemakaian batubara dalam
negeri dengan membatasi eskpor serta meningktkan energi- energi baru seperti
geothermal . Selain itu, pemerintah membuat program coal upgrading . Batubara
yang semula tidak bisa dipakai karena kalorinya terlalu rendah sekarang bisa
dimanfaatkan dan dijual .

Kita mestinya belajar mengelola batubara dari negara lain. Sebagai contoh
India dan Chinaperusaan Negara menguasai industry pertambangan batubara . Hal
ini akan berefek pada jaminan pasokan dalam negeridan jumlah devisa yang
didapatkan negara tersebut. India juga menerapkan kebijakan tidak mengekspor
batubara . Artinya , India memakai hampir 100% batubara di negra untuk
kemajuan bangsanya . Berbeda dengan Kanada , negara ini mengatur sumber
energi negra dengan membuat roadmap energi . Kanada menjamin 100 tahun lagi
batubara masih menjadi sumber energi primer di Negara itu .

Pemerintah harus berindak tegas dalam mengimplementasikan peraturannya .


Pengusaha batubara harus mematuhinya , masyarakatpun harus aktif mencari
tahu kondisi ini . Usaha pertambangan batubara masih memiliki prospek yang
bagus karena kebutuhan penggunaanya terus meningkatdan sumber daya serta
cadangan masih cukup besar . Pemerinyah batubara harus harusmengjasilkan
manfaat yang sebesar – besarnya bagi bangsa Indonesia melalui penerapan konsep
‘’sustainable development’’ yang didasari aspek ekonomi, social , dan lingkungan
hidup . Di negeri ini seharunya pertambangan bisa memberikan kontribusi besar
terhadap rencana pembangunan yang berkelanjutan . Harapannya , batubara yang
ada menjadi bahan bakar negeri ini , untuk menghidupkan sektor lain dalam
membangun bangsa .
Peraturan Pemerintah Tentang BatuBara

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk dialam, yang memiliki sifat
fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya
membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
2. Mineral Logam adalah Mineral yang unsur utamanya mengandung logam,
memiliki kilap logam, dan umumnya bersifat sebagai penghantar panas dan
listrik yang baik.
3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara
alamiah dari sisa tumbuhtumbuhan.
4. Steam (Thermal) Coal adalah batubara yang digunakan sebagai bahan bakar
pada pembangkit listrik dan mesin
uap pada industri.
5. Coking (Metallurgical) Coal adalah batubara yang digunakan pada industri
peleburan logam atau
metalurgi.
6. Harga Patokan Mineral Logam yang selanjutnya disebut HPM Logam adalah
harga mineral logam yang ditentukan pada suatu titik serah penjualan (at sale
point) secara Free on Board untuk masing-masing komoditas tambang
Mineral Logam.
7. Harga Mineral Logam Acuan yang selanjutnya disingkat HMA adalah harga
yang diperoleh dari rata-rata publikasi harga Mineral Logam pada bulan
sebelumnya atau harga pada tanggal yang sama dengan transaksi
sesuai dengan kutipan harga dari publikasi harga Mineral Logam.
8. Harga Patokan Batubara yang selanjutnya disingkat HPB adalah harga
Batubara yang ditentukan pada suatu titik serah penjualan (at sale point) secara
Free on Board.
9. Harga Batubara Acuan yang selanjutnya disingkat HBA
adalah harga yang diperoleh dari rata-rata indeks harga Batubara pada bulan
sebelumnya.

Pasal 8

(1) Penetapan HPB untuk Steam (Thermal) Coal atau Coking


(Metallurgical) Coal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan
berdasarkan formula HPB Steam (Thermal) Coal atau Coking (Metallurgical)
Coal.

(2) Formula HPB Steam (Thermal) Coal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan berdasarkan variabel:
a. nilai kalor Batubara (calorific value);
b. HBA Steam (Thermal) Coal;
c. kandungan air (moisture content);
d. kandungan belerang (sulphur content); dan
e. kandungan abu (ash content).

(3) Formula HPB Coking (Metallurgical) Coal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditentukan berdasarkan variabel:
a. HBA Coking (Metallurgical) Coal;
b. Coke Strength after Reaction;
c. kadar zat terbang (volatile matter);
d. kandungan air (moisture content);
e. kandungan belerang (sulphur content); dan
f. kandungan abu (ash content).

(4) Nilai kalor Batubara (calorific value), kadar zat terbang (volatile matter),
kandungan air (moisture content), kandungan belerang (sulphur content), dan
kandungan abu (ash content) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf
c, huruf d, dan huruf e serta ayat (3) huruf c sampai dengan huruf f ditentukan
sesuai dengan certificate of analysis.
(5) Besaran HBA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf
a ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri setiap bulan.

(6) Besaran HBA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan mengacu pada
indeks harga Batubara yang
dikeluarkan, antara lain oleh:
a. Indonesian Coal Index/Argus Coalindo;
b. New Castle Export Index;
c. Globalcoal New Castle Index;
d. Platts Index;
e. Energy Publishing Coking Coal Index; dan/atau
f. IHS Markit Index.

(7) Formula HPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dapat ditinjau kembali secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu
apabila diperlukan.
BAB 11

GENESA PEMBENTUKAN BATUBARA

1. Sejarah Pertambangan Batubara

Batubara adalah penghasil listrik hampir setengah dari listrik dunia. Di


Indonesia, batubara saat ini menjadi komoditi idola dari dunia pertambangan.
Walaupun jumlah batubara di Indonesia hanya sekitar 1% dari jumlah batubara di
dunia, namun saat ini Indonesia adalah pengekspor batubara terbesar di
dunia. Karakteristik batubara indonesia yang berkualitas bituminus - sub
bituminus, sangat cocok untuk bahan bakar PLTU. Oleh karena itu batubara
indonesia banyak diminati juga oleh negara lain. Di samping itu posisi Indonesia
sebagai negara kepulauan cukup strategis untuk pengiriman batubara ke negara
lain melalui transportasi laut. Sejarah pertambangan batubara secara modern
diawali dengan penemuan cebakan batubara di Ombilin tahun 1856, yang
dilanjutkan dengan pekerjaan persiapan selama lebih kurang 36 tahun sebelum
produksi pertama pada tahun 1892 Pekerjaan persiapan tersebut termasuk
membangun rel kereta api dari kota Padang ke Sawahlunto – yang selanjutnya
berperan penting dalam pembangunan Sumatra Barat. Selain di Ombilin,
pertambangan batubara juga dibuka di Tanjung Enim (Sumatra Selatan), tepi s.
Mahakam (Kalimantan Timur), Pulau Laut (Kalimantan Selatan).
Empat phase penting dari perkembangan pertambangan batubara
Indonesia:
1. Sebelum tahun 1941

Awal dibukanya tambang-tambang batubara modern: Ombilin – tambang


bawah tanah Tanjung Enim – tambang terbuka Tepi sungai Mahakam – tambang
bawah tanah Pemakai batubara: transportasi (kereta api), pabrik semen, industri
manufaktur dan industri kecil – terutama di sekitar tambang batubara. Pabrik
Semen Padang dibangun tahun 1910 menggunakan batubara dari
Ombilin. Produksi meningkat hingga mencapai sekitar 2 juta ton/tahun.

2. Antara 1941 sampai tahun 1974

Pendudukan Jepang mengambil alih tambang-tambang yang ada dan


dimanfaatkan untuk keperluan perang. Setelah kemerdekaan dan nasionalisasi
pada pertengahan tahun 50-an, produksi menurun karena pemakai batubara mulai
berkurang dan kekurangan tenaga ahli, walaupun ada bantuan teknik dari Polandia
pd awal tahun 60-an. Batubara mulai ditinggalkan, diganti oleh minyak . Tingkat
produksi mencapai titik terrendah pada tahun 1969 (sekitar 200 ribu ton/tahun).
Awal tahun 70-an krisis minyak membuat perhatian kembali ke batubara.
3. Antara 1974 sampai tahun 1991

Kontrak karya pertama dengan Shell Mijnbouw – di Sumatera Selatan,


sekitar Tanjung Enim pada tahun 1974 – berakhir tahun 1978 tanpa
kelanjutan. Awal 80-an proyek terpadu pengembangan tambang Bukit Asam, jalur
kereta api dari Tanjung Enim ke Tarahan (Lampung) dan PLTU Suralaya. PT
Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) terpisah dari PN Tambang Batubara. PN
Tambang Batubara menandatangani kontrak kerjasama (KKS) dengan perusahaan
asing untuk pengembangan pertambangan batubara di berbagai tempat di
Kalimantan dan Sumatra.

Tahun 1990 – PN Tambang Batubara dibubarkan dan dilebur ke PTBA


Tahun 1990 beberapa tambang KKS telah memasuki tahap operasi produksi

4. Sejak 1991

Produksi batubara Indonesia terus meningkat secara signifikan – terutama


dari tambangtambang milik PTBA dan KKS.
Tahun 1995 PTBA tidak lagi sebagai prinsipal KKS – diambil alih oleh
pemerintah – menjadi PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara).
Sampai saat ini sudah 3 generasi PKP2B
Kebutuhan domestik meningkat dengan dibangunnya PLTU-PLTU baru.
Ekspor juga meningkat dengan pesat sejalan dengan berkembangnya negara-
negara industri baru di Asia Timur

Perkembangan penggunaan batubara di dunia sebagai energi dimulai sejak


revolusi industri di Eropa (abad 19), yaitu untuk menggerakkan lokomotif dan
mesin-mesin uap sehingga disebut zaman keemasan batubara.

Sedangkan pertambangan batu bara di Indonesia dimulai secara terbuka


dibawah pengawasan kesultanan dan sudah mulai beroperasi di Kalimantan
menjelang abad ke-19, yang menghasilkan batubara bermutu rendah dalam jumlah
kecil untuk penggunaan setempat. Tambang kecil milik negara di Palaran dekat
Tenggarang di kesultanan Kutai merupakan suatu contoh yang khas. Tambang
batubara Modern yang pertama di Kalimatan adalah tambang “Oranje Nassau’
yang dibuka oleh Belanda di Pengaron, Kalimantan Selatan pada tahun
1849.Tambang tersebut lebih diarahkan untuk menunjukkan hak Belanda terhadap
kekayaan mineral pulau itu dan bukan karena potensi komeresialnya. Dengan
pertimbangan serupa Inggris mendirikan “British North Borneo Company” untuk
bekerja di Sabah, kerena mereka tertarik kepada tambang batubara di Labuan.

Pada tahun 1888 perusahaan batubara Belanda (Oost-Borneo Maatchappij)


mendirikan sebuah tambang batubara besar di Batu Panggal di tepi sungai
Mahakam. Ada pula kegiatan pribumi secara kecil-kecilan yang dilakukan di
Martapura sepanjang sungai Barito (dari hulu Mahakan dan Sungai Berau).
Pada tahun 1903, dengan penanaman modal Belanda, tambang batubara
terbesar di Pulau Laut mulai berproduksi dan menjelang tahun 1910 telah
menghasilkan kira-kira 25 % dari semua hasil ekspor Indonesia. Produksi
tambang-tambang besar milik Belanda di ekspor, sedangkan kegiatan-kegiatan
produksi yang lebih kecil diarahkan untuk pemasaran setempat.

Kualitas batubara yang rendah dan tersedianya batubara dari Eropa yang
lebih murah, terutama dari Inggris, akhirnya menyebabkan kemunduran pada
pertambangan besar Belanda di Kalimantan. Namun penemuan ladang-ladang
batubara baru akhirnya menyebabkan timbulnya perhatian baru terhadap batubara
Kalimantan.

2. Pengertian Batubara

Batubara adalah termasuk salah bahan bakar fosil . Pengertian umumnya adalah
batuan batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon , hidrogen , dan oksigen . Pembentukan
batubara memiliki kondisi- kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu
sepanjang sejarah geologi Zaman karbon , kira-kira340 juta tahun yang lalu
adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh
deposit batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentu .

3. Genesa Batubara

Batubara adalah sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan yang terhumifikasi, berwarna coklat sampai hitam yang selanjutnya
terkena proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun hingga
mengakibatkan pengkayaan kandungan C (Wolf, 1984 dalam Anggayana 2002).

Cook (1999) menerangkan bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan


yang terakumulasi menjadi gambut yang kemudian tertimbun oleh sedimen,
setelah pengendapan terjadi peningkatan temperatur dan tekanan yang nantinya
mengontrol kualitas batubara.
Pembentukan tanaman menjadi gambut dan batubara melalui dua tahap,
yaitu tahap diagenesa gambut (peatilification) dan tahap pembatubaraan
(coalification). Tahap diagenesa gambut disebut juga dengan tahap biokimia
dengan melibatkan perubahan kimia dan mikroba, sedangkan tahap
pembatubaraan disebut juga dengan tahap geokimia atau tahap fisika-kimia yang
melibatkan perubahan kimia dan fisika serta batubara dari lignit sampai antracit
(Cook, 1982)
Ditinjau dari cara terbentuknya, batubara dapat dibedakan menjadi
batubara ditempat (insitu) dan batubara yang bersifat apungan (drift). Batubara
ditempat terbentuk di tempat tumbuhan itu terbentuk, mengalami proses
dekomposisi dan tertimbun dalam waktu yang cepat, batubara ini dicirikan dengan
adanya bekas –bekas akar pada seat earth serta memiliki kandungan pengotor
yang rendah, sedangkan batubara apingan terbentuk dari timbunan material
tanaman yang telah mengalami perpindahan selanjutnya terdekomposisi dan
tertimbun, pada batubara ini tidak dijumpai bekas-bekas akar pada seat earth dan
memiliki kandungan pengotor yang tinggi.

Diessel (1992, dalam Mendra, 2008) menyatakan enam parameter yang


mengendalikan pembentukan endapan batubara, yaitu : adanya sumber vegetasi,
posisi muka air tanah, penurunan yang terjadi dengan pengendapan, penurununan
yang terjadi setelah pengendapan, kendali lingkungan geoteknik endapan batubara
dan lingkungan pengendapan terbentuknya batubara.

Batubara yang mempunyai rumus kimia C, adalah bahan tambang yang tid
ak termasuk dalam kelompok mineral. Batubara (coal) adalah : bahan bakar hidro
karbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen d
an terkena pengaruh P & T yang berlangsung lama sekali (hingga puluhan-
ratusan juta tahun).

Batubara dapat dikategorikan sebagai salah satu batuan sedimen yang kaya
akan material organik. Cook & Sherwood (1991) mengemukakan bahwa suatu de
posit bisa disebut sebagai batubara jika kandungan material organiknya lebih dari
80%. Deposit batubara merupakan hasil akhir dari suatu efek kumulatif proses
pembusukan dan penguraian tumbuhan, deposisi dan pembebanan sedimen, prose
s endogenik seperti pergerakan kerak bumi dan proses eksogenik contohnya erosi.

Proses pembentukan batubara memakan waktu hingga puluhan juta tahun,


dimulai dari pembentukan gambut (peat) kemudian menjadi lignite, subbituminou
s, ituminous hingga antrasit. Proses pembentukan batubara/pembatubaraan (koalifi
ka) dapat diartikan sebagai proses pengeluaran secara berangsur-angsur dari zat
terbakar (O2) dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan air (H2O)
hingga akhirnya menyebabkan konsentrasi karbon tetap (fixed carbon) dalam bah
an asal batubara bertambah.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama
– yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari
setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut
berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ –
Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan
batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari
hitam pekat sampai kecoklat-coklatan .
Menjadi batubara, ada beberapa tahapan penting yang harus dilewati oleh
bahan dasar pembentuknya (tumbuhan). Tahapan penting tersebut yaitu :

1. Penggambutan (Peatification)

Gambut merupakan batuan sedimen organik (tidak padat) yang dapat


terbakar dan berasal dari sisa-sisa hancuran atau bagian tumbuhan yang tumbang
dan mati di permukaan tanah, pada umumnya akan mengalami proses
pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu
kemudia tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran
tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh
adanya oksigen dan aktivitas bakteri atau jasad renik lainnya. Jika tumbuhan
tumbang di suatu rawa, dicirikan dengan kandungan oksigen yang sangat
rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri aerob (bakteri yang memerlukan
oksigen) untuk hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami proses
pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga tidak akan terjadi
proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri
anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang kemudian
membentuk gambut (peat). Daerah yang ideal untuk pembentukan gambut
misalnya rawa, delta sungai, danau dangkal atau daerah dalam kondisi
tertutup udara. Gambut bersifat porous, tidak padat dan umumnya masih
memperlihatkan struktur tumbuhan asli, kandungan airnya lebih besar dari 75
% (berat) dan komposisi mineralnya kurang dari 50% (dalam keadaan kering).

Menurut Diessel (1992), untuk dapat terbentuknya gambut, beberapa


faktor yang mempengaruhi yaitu :

1. Evolusi tumbuhan
2. Iklim
3. Geografi dan
4. Tektonik daerah

Syarat untuk terbentuknya formasi batubara antara lain adalah kenaikan


muka air tanah lambat, perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai dan
energi relief rendah. Jika muka air tanah terlalu cepat naik (atau penurunan
dasar rawa cepat) maka kondisi akan menjadi limnic atau bahkan akan
terjadi endapan marin. Sebaliknya kalau terlalu lambat, maka sisa tumbuhan yang
terendapkan akan teroksidasi dan tererosi. Terjadinya kesetimbangan antara
penurunan cekungan atau land-subsidence dan kecepatan penumpukan sisa
tumbuhan (kesetimbangan bioteknik) yang stabil akan menghasilkan gambut
yang tebal (C.F.K Diessel, 1992).

Lingkungan tempat terbentuknya rawa gambut umumnya merupakan


tempat yang mengalami depresi lambat dengan sedikit sekali atau bahkan tidak
ada penambahan material dari luar. Pada kondisi tersebut muka air
tanah terus mengikuti perkembangan akumulasi gambut dan mempertahankan
tingkat kejenuhannya. Kejenuhan tersebut dapat mencapai 90 % dan
kandungan air menurun drastis hingga 60 % pada saat terbentuknya brown-coal.
Sebagian besar lingkungan yang memenuhi kondisi tersebut merupakan topogenic
low moor. Hanya pada beberapa tempat yang mempunyai curah hujan sangat
tinggi dapat terbentuk rawa gambut ombrogenik (high moor) (C.F.K Diessel,
1992).

2. Pembatubaraan (Coalification)

Proses pembatubaraan adalah perkembangan gambut menjadi lignit, sub


bituminous, bituminous, antrasit sampai meta-antrasit. Proses pembentukan
gambut dapat berhenti karena beberapa proses alam, misalnya karena penurunan
dasar cekungan dalam waktu yang singkat. Jika lapisan gambut yang telah
terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka tidak ada lagi bahan
anaerob, atau oksigen yang dapat mengoksidasi, maka lapisan gambut akan
mengalami tekanan dari lapisan sedimen. Tekanan terhadap lapisan gambut akan
meningkat dengan bertambah tebalnya lapisan sedimen. Tekanan yang
bertambah besar pada proses pembatubaraan akan mengakibatkan menurunnya
porositas dan meningkatnya anisotropi. Porositas dapat dilihat dari kandungan
airnya yang menurun secara cepat selama proses perubahan gambut menjadi
brown coal. Hal ini memberi indikasi bahwa masih terjadi proses kompaksi.

Proses pembatubaraan terutama dikontrol oleh kenaikan temperatur,


tekanan dan waktu. Pengaruh temperatur dan tekanan dipercayai sebagai faktor
yang sangat dominan, karena sering ditemukan lapisan batubara high-rank
(antrasit) yang berdekatan dengan intrusi batuan beku sehingga terjadi kontak
metamorfisme. Kenaikan peringkat batubara juga dapat disebabkan karena
bertambahnya kedalaman. Sementara bila tekanan makin tinggi, maka proses
pembatubaraan makin cepat, terutama di daerah lipatan dan patahan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara ‘sub-
bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara
menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau
‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis


tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.


Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur


Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi
antrasit – disebut sebagai pengarangan – memiliki hubungan yang penting dan
hubungan tersebut disebut sebagai ‘tingkat mutu’ batu bara. Berdasarkan tingkat
proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara
umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan
gambut. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar
air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh


karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.

Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.

4. Proses Terbentunya

Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar , terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlansung selama jutaan tannun , Oleh karena , batubara
termasuk dalam kategori bahan bakar fosil . Adapun proses mengubah tumbuhan
menjadi batubara disebut dengan pembatubaraan . Faktor tumbuhan purba yang
jenisnya berbeda- beda sesuai dengan zamaan geologi dan lokasi gtempat tumbuh
dan berkembnagnya , ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi)
tumbuhan , pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi
yang berlansung kemudian , akan menyebabkan terbentunya batuan yang jenisnya
bermacam – macam . Oleh karena itu , karakteristik batubaraberbeda- beda sesuai
dengan lapangan batubara (coal fiel) dan lapisan batubara (coal sean

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan . Jenis_jenis


tumbuhan pembentuk batubara adalaah sebagai berikut :

 Alga, dari zaman prekambrium hingga ordovisumyang bersel tunggal .


Sangat sedikit endapan batubara dari periode ini .
 Silofita , dari zaman Silur hingga Devon Tengah , merupakan turunan dari
alga . Sedikit endapan dari batubra ini.
 Pteridofita , umur Devon atas hingga karbon atas hingga karbon atas.
Materi utama pembentuk batubara berumur karbon di Eropa dan Amerika
Utara . Tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora
dan tumbuhan iklim hangat .
 Gimnospermae , kurun waktu mulai dari zaman Permian hingga kapur
tengah . Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah , semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi, jenis pteridospermaeseperti
gabgamopterisdanglosspterisadalah penyusun utama batubarapermian
seperti di Australia, India, dan Afrika .
 Angiospermae, dari zaman kapur atas hingga kini . Jenis tumbuhan
modern , buah yang menutupi bijih,jantan dan betina dalam satu bunga ,
kurang bergetah disbanding gimnospermae sehinggga secara umum,
kurang dapat terawetkan .

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hinggga batubara disebut


dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2v tahap yaitu :

 Tahap diagenetik atau biokimia , dimulai pada saat material tanaman


terdoposissi hi ggga lignit terbentuk . Agen utama yang berperan dalam
proses perubahan ini daalah kadar air , tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabbkan proses pembusukan (dekomposisi) dan
kompaksi material organik.
 Tahap maluihan atau geokimia , meliputi proses perubahan dari lignit
menjadi bituminusdan akhirnya antrasit .

Teori berdasrkan tempat terbentuknya :

 Teori Insitu : bahan – bahan pembentuk lapisan batubaraterbentuk tempat


dimana tumbuh – tumbuhan asal itu berada . Dengan demikian setelah
tumbuhan mati , belum mengalami proses tranportasi segera tertup oleh
lapisa sedimen dan menghasilkan proses coalification . cirri dari teori ini
adalah : penuebaran luas dan merata serta kualitas lebih baik contohnya
muara enim .
 Teori Drif : bahan – bahan pembentuk batubaraterjadi di tempat yang
berbeda dengan ditempat tumbuh semulahidup dan berkembeang . Dengan
demikian tumbuhan yang telah lama mati mengalami tranportasi oleh
media air dan terakumukasi di suatu tempat , tertutp oleh lapisan sedimen
dan mengalami coalification . Ciri-cirinya adalah penyebaran tidal luas
tetapi banyak dan kualitas kurang baik ( mengandung pasir pengotor ) ,
contohnya pengendapan sungai deltadi aliran sungai Mahakam .
Tumbuhan primatif pembentuk batubara

Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon


(Carboniferous Period) – dikenal sebagai zaman batubara pertama – yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap
endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya, endapan
tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi
batubara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal)

Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.


Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus (Gambar 8)
selama jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara
bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi
batubara sub-bituminus (sub-bituminous).
Preses terbentuknya batubara

Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih
keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau
antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik
yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit .

Reaksi pembentukan batubara :

5 (C6H1005) → C20H22O4 + 3 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO


Cellulosa lignit gas metan
5 (C6H1005) → C20H22O4 + 3 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO
Cellulosa bitumine gas metan

Cellulosa (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur C dalam
lignit sedikit dibanding bitumine. Semakin banyak unsur C lignit maka semakin baik
mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bitumine. Semakin
banyak unsur H lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa CH4 (gas metan) dalam
lignit lebih sedikit dibandingkan dalam bitumine. Semakin banyak CH4 lignit semakin
baik kualitasnya .

5. Lingkungan Pengendapan Batubara

Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada


kondisi lingkungan pengendapan tertentu tertentu. Akumulasi tersebut telah
terkena pengaruh-pengaruh syn-sedimentary dan post-sedimentary. Akibat
pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkan batubara dengan tingkat (rank) dan
kerumitan struktur yang bervariasi. Lingkungan pengendapan batubara dapat
digunakan untuk menentukan penyebaran lapisan, cara terjadinya, serta kualitas
batubara. Namun sering kali masih belum dapat menghasilkan yang prediksi yang
akurat

Gambar sekuen batubara.

makna genesa dan lingkungan pengendapan batubaraterhadap kegiatan eksplorasi


batubara, memerlukan adanya suatu model geologi . Model geologi untuk
pengendapan batubara adalah menerangkan hubungan antara genesa
batubara dengan batuan di sekitarnya, dengan menggunakan perbandingan antara
sekuen gambut yang sekarang terbentuk dengan sekuen batuan yang
mengandung batubara dan telah terbentuk pada masa lampau .

Lingkungan pengendapan batubara erat kaitannya dengan fisiografi cekungan


pengendapan . Cekungan pengendapan bagi perkembangan endapan gambut
sebagai bahan asal pembentuk batubara dipengaruhi :
 Kenaikan muka air tanah yang lambat atau dasar cekungan mengalami penurunan
yang lambat, sehingga endapan gambut terhindar dari abrasi air laut.
 Adanya penghalang rawa-rawa seperti penghalang pantai, gosong pasir atau
tanggul alam untuk melindungi endapan gambut dari banjir air sungai dan abrasi
air laut.
 Energi yang rendah dari hinterland (daerah dengan morfologi yang relatif datar
dan perbedaan topografi yang kecil) sehingga tidak ada sedimen fluviatil (kasar)
yang diendapkan .
Berdasarkan posisi geografinya, lingkungan pengendapan batubara dibedakan
menjadi zona paralik (tepi pantai) dan limnik (daratan). Batubara di dunia lebih
dari 90% terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan
dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, lagun, delta,
atau juga fluvial. Selanjutnya pembahasan masing-masing lingkungan
pengendapan batubara lebih mengacu pada pembagian yang dikemukakan
oleh Horneetl(1978) yaitu :

a. Lingkungan Pengendapan Barrier : Barrier terbentuk selama delta mengalami


progadasi, dan lalu terjadi pengisian suplai sedimen dari darat dan laut hingga
meluas ke daerah rawa back-barrier (Galloway dan Hobday, 1983). Lingkungan
barrier mempunyai peran penting, yaitu menutup pengaruh oksidasi dari air laut
dan mendukung pembentukan gambut di bagian dataran.

b. Lingkungan Pengendapan Back-Barrier ; Karakteristik batuan sedimen pada


lingkungan back barrier adalah mengalami coarsening upward, terdapat serpih
abu-abu gelap yang kaya bahan organik, batulanau dan mengandung batubara
yang tipis dengan penyebaran secara lateral yang tidak menerus serta konkresi
siderit. Batubara di daerah lingkungan back–barrier umumnya tipis, tidak
menerus, mengandung banyak sulfur, dan seringkali juga disebut shale hitam atau
bone coal Lempung pada daerah back-barrier tidak memiliki struktur laminasi dan
banyak mengandung kaolin karena adanya pencucian montmorilinit oleh air asam
pada gambut .

c. Lingkungan Pengendapan Lower Delta Plain ; Lingkungan lower delta plain


didominasi oleh sekuen coarsening upward yang terdiri dari batulumpur dan
batulanau, memiliki ketebalan antara 15-55 m dan penyebaran lateral 8 hingga 10
km. Bagian bawah dari sekuen sedimen ini adalah batulumpur abu-abu gelap
hingga hitam dan terdapat siderit dan batugamping dengan sebaran yang tidak
teratur. Pada bagian atas sekuen ini sering dijumpai batupasir, menunjukkan
adanya peningkatan energi transportasi pada daerah perairan dangkal ketika teluk
terisi endapan sedimen . Bila teluk telah cukup terisi maka tumbuhan akan dapat
tumbuh, sehingga dalam kurun waktu tertentu batubara dapat terbentuk. Namun
demikian, tetapi bila teluk tidak terisi penuh, organisme, batupasir, dan siderit
akan terbentuk. Pola umum coarsening upward atau mengkasar keatas pada
interbutary bar di beberapa tempat dapat terputus .

d. Lingkungan Pengendapan Upper Delta Plain – Fluvial ; Upper delta plain


merupakan daerah akumulasi gambut dalam jumlah yang tidak banyak,
namun lingkungannya relatif stabil. Endapannya didominasi oleh bentuk linier,
tubuh batupasir lentikuler yang memiliki ketebalan hingga 25 m dan lebar 11 km.
Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-
pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky, sedangkan tumbuhan
pada lower delta plain didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang
menghasilkan batubara berlapis.

e. Lingkungan Pengendapan Transitional Lower Delta Plain ; Zona diantara lower


dan upper delta plain adalah zona transisi yang mengandung karakteristik
litofasies dari sekuen tersebut yang merupakan juga sekuen bay-fill yang
dicirikan oleh litologi yang berbutir halus dan lebih tipis (1,5 – 7,5 m) daripada
sekuen lower delta plain (Horne et al, 1978). Perkembangan rawa pada
lingkungan transisi lower delta plain sangat intensif, karena adanya pengisian
sedimen pada daerah "interdistributary bay" sehingga dapat terbentuk lapisan
batubara yang tersebar luas dengan kecenderungan agak memanjang sejajar
dengan jurus perlapisan.

litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat dengan lingkungan


pengendapannya. Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe adalah
sebagi berikut :
1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi
perubahan muka air laut.
2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan
rendah, yaitu lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan
3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan
lingkungan laut dangkal.

Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe yaitu :


1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan
Lingkungan rawa berhutan .
2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan
terbentuk pada linkungan rawa
3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk
pada lingkungan laut dangkal.
4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan
yang kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan
inertinit terbentuk dekat daratan.
Lingkungan Pengendapan Batubara
Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa
lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik.
Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, laguna, delta, dan
fluviatil.
Di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di
lelakang pematang pasir pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke
arah darat. Di daerah ini tidak berhubungan dengan laut terbuka sehingga
efek oksidasi au laut tidak ada sehingga menunjang pada pembentukan
batubara di daerah rawa-rawa pantai.
Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain.
Se-dangkan di delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara
disebabkan oleh adanya pengaruh air laut yang besar clan berada di bawah
permulcaan air laut.
Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-
alplain dan belakang tanggul alam atau natural levee dari sistem sungai
yang are-ander. Umumnya batubara di lingkungan ini berbentuk lensa-
lensa karena membaii ke segala arah mengikuti bentuk cekungan
limpahnya.

1. Endapan Batubara Paralik

Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan


lmuhara belakang pematang (back barrier), endapan batubara delta,
endapan Dwubara antar delta dan dataran pantai (Bustin, Cameron,
Grieve, dan Kalkreuth,
Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada ,
BAB I

PENDAHULUAN

A. Penjabaran Batubara

Batubara merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaanya


melimpah di Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Geologi,
Kementerian ESDM tahun 2009, total sumber daya batubara yang dimiliki
Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total cadangan sebesar 21.13
Milyar Ton. Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan
batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral.
Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam
suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut
yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian
mengalami proses perubahan menjadi batubara.

Gambar 1 Batubara diIndonesia

Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan


juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini
biasanya kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada
umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut,
bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora
yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi iklim
setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan
dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga
karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.

Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi
tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya
terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun
terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses
umunya tipis-tipis, tidak menerus secara lateral, mengandung kadar
sulfur, abu dar. nitrogen yang tinggi.

2. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier)


Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau
pcmatang (barrier island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk
sebagai ai.:hat dari pengisian laguna. Kemudian terjadi proses
pendangkalan cekungan antar pulau-pulau bar sehingga material yang
diendapkan pada umumnya tergolong ke dalam klastika halus seperti
batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Selanjutnya terbentuk
rawa-rawa air asin dan pada keadaan ini cn.iapan sedimen dipengaruhi
oleh pasang surut air laut sehingga moluska dapat berkembang dengan
baik sebab terjadi pelemparan oleh ombak dari laut terbuka le laguna yang
membawa materi organik sebagai makanan yang baik bagi penghuni
laguna. Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada umumnya
tcrdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara
dan batugamping. Struktur sedimen yang berkembang ialah lapisan
bersusun, silang siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk
akibat dari meluasnya Nrmukaan rawa dari pulau-pulau gambut (marsh)
yang ditumbuhi oleh tumbuhan air tawar.

3. Endapan Batubara Delta


Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada
beberapa sub lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang
pasang surut. dataran delta bawah dan atas, dan dataran aluvium.
Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh pada penyebaran dan
ketebalan endapan batubara. Batubara daerah ini tidak menerus secara
lateral akibat dari perubahan fasies yang relatif pendek dan cepat yang
disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga ketebalan dan
kualitasnya bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut berasal dari
alang-alang dan tumbuhan paku.

4. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai

Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah
pantai yang tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik
sangat kecil. Daerah rawa pantai biasanya banyak ditumbuhi oleh
:umbuhan air tawar dan air payau. Batubara ini pada umumnya tipis-tipis
dan secara lateral tidak lebih dari 1 km . Batubara lingkungan ini kaya
akan abu, sulfur, nitrogen, dan mengandung fosil laut. Di daerah tropis
biasanya terbentuk dari bakau dan kaya sulfur. Kandungan sulfur tinggi
akibat oleh naiknya ion sulfat dari air laut dan oleh salinitas bakteri
anaerobis

6. Industri Dalam Batubara


industri batubara Indonesia memperlihatkan pertumbuhan yang terus
meningkat. Produksinya mengalami peningkatan yang tajam. Kemampuan
menembus pasar ekspor maupun memenuhi kebutuhan dalam negeri terus
bertambah. Padahal, dibanding negara lain industri batubara Indonesia belakangan
berkembangnya yakni dimulai sekitar akhir tahun 1980-an. "Selama tiga tahun
belakangan ini Indonesia menempati posisi eksportir batubara terbesar setelah
Australia dan Afrika Selatan," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Purnomo Yusgiantoro saat memberikan sambutan pembukaan pada acara
CoalTrans ke 13 di Bali, Senin (4/6). Perkembangan ini antara lain dipicu oleh
menurunnya ekspor batubara China dan meningkatnya harga minyak mentah.
Selama tahun 2006, diungkapkan produksi batubara mencapai 170 juta
ton. Sebesar 127 juta ton untuk memenuhi pasar ekspor dan 45 juta ton untuk
memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Angka ini jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan kondisi tahun 1996. Saat itu produksi batubara sekitar 12,1
juta ton, sebesar 9,7 juta ton untuk ekspor dan 3,3 juta ton untuk kebutuhan
domestik.
Berdasarkan data dari World Coal Institute pada tahun 2006 volume
pengapalan batubara dalam perdagangan internasional mencapai 508 juta ton.
Dari jumlah tersebut kontribusi batubara asal Indonesia mencapai 21 %. Sedang
jika untuk perdagangan kawasan Asia batubara Indonesia memiliki kontribusi
sebesar 36%. "Melihat permintaan yang terus bertambah, produksi tersebut juga
akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan," papar Menteri ESDM
Purnomo Yusgiantoro. Pada tahun 2010 diperkirakan akan mencapai lebih dari
240 juta ton sebesar 150 juta ton diantaranya untuk memenuhi pasar ekspor.
Sedang untuk kebutuhan dalam negeri mulai tahun 2009 akan meningkat tajam
menjadi sekitar 75 juta ton dengan adanya program pembangunan PLTU 10 ribu
MW.
Diingatkan oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, pertumbuhan yang
terus meningkat itu akan memiliki konsekuensi persoalan dan tantangan yang
tidak ringan. Antara lain masalah pengangkutan serta penanganan produksi.
Untuk itu kalangan pelaku industri batubara diminta untuk bersama-sama
mengatasi masalah transportasi maupun pembangunan terminal batubara, baik di
Kalimantan maupun di Sumatera. Melonjaknya harga bahan bakar minyak (BBM)
akibat meroketnya harga minyak mentah dunia hingga melampaui US$ 60/barel
telah memaksa pemerintah untuk meluncurkan program penghematan energi
sekaligus mengkaji penggunaan berbagai sumber energi alternatif yang
ketersediaannya cukup melimpah di dalam negeri, antara lain batubara. Karena
itu, pemerintah mendorong kalangan industri di dalam negeri untuk menggunakan
batubara sebagai sumber energi alternatif pengganti BBM.
Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif BBM perlu
dilakukan mengingat Indonesia memiliki cadangan sumber batubara yang cukup
banyak, yaitu mencapai sekitar 19,3 miliar ton, sementara cadangan dan produksi
minyak bumi nasional dari tahun ke tahun cenderung menurun. Namun ternyata
porsi pemanfaatan batu bara di dalam negeri selama ini masih relatif kecil. Dari
produksi batubara nasional rata-rata per tahun sebesar 131,72 juta ton, yang
dimanfaatkan di dalam negeri baru 32,91 juta ton/tahun, sedangkan selebihnya,
yaitu sebanyak 92,5 juta ton diekspor ke luar negeri. Kondisi tersebut sangat
ironis mengingat biaya penggunaan batubara sebetulnya jauh lebih murah
ketimbang penggunaan BBM. Sebagai perbandingan, untuk memproduksi 1 ton
steam jenuh 5 bar/jam dengan menggunakan batubara sebagai bahan bakar akan
menghemat pengeluaran perusahaan sebesar Rp 415.119.048/tahun (20 jam
produksi/hari, 300 hari operasi /tahun).

Berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pemanfaatan


batubara sebagai sumber energi alternatif dari BBM, maka pada hari Senin, 1
Agustus 2005, Menteri Perindustrian (Menperin) Andung A. Nitimihardja
bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar
mengadakan temu wicara dan diskusi dengan kalangan dunia usaha di PT. Pan
Asia Indosyntec Bandung Jawa Barat dalam rangka mencari masukan dan untuk
mengetahui lebih jauh permasalahan yang dihadapi dunia usaha. Seusai temu
wicara, dilanjutkan dengan meninjau Boiler milik perusahaan tersebut yang sudah
menggunakan bahan bakar batu bara. Dalam sambutannya, Menperin yang
didampingi Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka Deperin, Ansari
Bukhari mengatakan bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan
salah satu sektor industri yang banyak menggunakan energi. Industri TPT yang
paling banyak menggunakan energi adalah industri serat sintetis.

Pada saat ini, industri serat sintetis yang menggunakan energi dari PLN
(40%) dan dari pembangkit listrik sendiri (60%) namun sebagian besar dari
pembangkit listrik tersebut masih menggunakan BBM. Untuk memenuhi
kebutuhan 15 perusahaan serat sintetis anggota APSyFI (Asosiasi Produsen Serat
Sintetis Indonesia) diperlukan 225.000 kilo liter solar dan 800.000 kilo liter
minyak diesel per tahun.

Dengan semakin mahalnya harga BBM, beberapa perusahaan industri


serat sintetis telah mendiversifikasikan sumber energinya ke batubara.
Penggunaan batubara pada industri serat sintetis untuk boiler dapat menurunkan
biaya energi sebesar 30%, sedangkan untuk pembangkit listrik dapat menurunkan
biaya energi sebesar 40%.
Menperin mengatakan langkah ke depan yang akan dilakukan pemerintah
adalah mendorong industri TPT untuk melakukan konservasi energi dan
diversifikasi energi. Program konservasi energi akan dimulai dengan mendorong
dunia usaha untuk melakukan audit energi, sedangkan program diversifikasi
energi dilaksanakan dengan mendorong dunia usaha menggunakan batubara
sebagai sumber energi alternatif. Terhadap kemungkinan adanya permasalahan
yang muncul karena limbah batubara termasuk B3 (Bahan Beracun Berbahaya),
tidak perlu dikhawatirkan mengingat saat ini sudah tersedia teknologi untuk
menanggulanginya.

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Perindustrian dan Kementerian


Lingkungan Hidup akan mendorong terus upaya konservasi energi dan
diversifikasi sumber energi dari BBM ke batubara, dan akan memberikan
bimbingan serta fasilitasi kepada industri. Sebagai tambahan informasi, industri
TPT nasional selama ini memiliki kinerja yang cukup baik. Nilai ekspor TPT
nasional pada tahun 2004 mencapai US$ 7,75 miliar atau naik sekitar 10,24% jika
dibandingkan dengan nilai ekspor TPT Tahun 2003 yang mencapai US$ 7,03
miliar.

Total nilai investasi yang telah ditanamkan di sektor industri TPT ini
sampai tahun 2004 mencapai Rp 132,36 triliun atau sedikit mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2003 yang mencapai Rp 132,35 triliun. Sementara itu, jumlah
tenaga kerja yang terserap industri TPT (skala menengah dan besar) sampai tahun
2004 mencapai 1.184.079 orang, naik dari tahun 2003 yang mencapai 1.182.871
orang.

Anda mungkin juga menyukai