Anda di halaman 1dari 25

CKD (Chronic Kidney Disease) / GGK (Gagal Ginjal Kronis)

I. KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI GGK

Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit dimana fungsi organ ginjal

mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu bekerja sama sekali untuk

menyaring pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat

kimia tubuh, seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi

urine,gagal ginjal ada dua yakni : (1) gagal ginjal akut, dan (2) gagal ginjal kronik

(Hermawan, ebooks diakses November 2017). Gagal ginjal kronis adalah

kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta

keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang

progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di

dalam darah (Muttaqin & Sari, 2011). Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal

tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel

dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit yang akan mengakibatkan uremia (retensi

urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah) (Smelter dan Bare, 1997 dalam

Suharyanto & Madjid, 2009).

Gagal ginjal kronik merupakan kondisi dimana ginjal tidak dapat

menjalankan fungsinya untuk mengatur cairan dan zat kimia didalam tubuh.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, berwarna

merah tua, terletak dikedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal terlindung dengan

baik dari trauma langsung karena disebelah posterior dilindungi oleh tulang
kosta, sedangkan dibagian anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.

Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena

tertekan kebawah oleh hati. Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm,

tebalnya 6 cm, dan beratnya 120-150 gram.

Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi

kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan solute dan

air secara selektif. Fungsi vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah

melalui glomelurus diikuti dengan reabsorbsi sejumlah solute dan air dalam

jumlah yang tepat disepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solute dan air akan

diekskresikan keluar tubuh sebagai air kemih melalui sistem pengumpul.

Pembentukan urine dimulai dalam korteks dan berlanjut selama bahan

pembentukan urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus kolektivus.

Urine yang terbentuk kemudian mengalir ke dalam duktus Papilaris Bellini,

masuk ke kaliks minor, kaliks mayor, pelvis ginjal dan akhirnya meninggalkan

ginjal melalui ureter menuju kandung kemih.

Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 , lebar 6 cm, dan berat

antara 120-150 gram.


Struktur Mikroskopik Ginjal

(1) Nefron

unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat 1 juta nefron yang pada

dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri

dari Kapsula Bowman (yang mengitari rumbai kapiler glomerulus), Tubulus

Proksimal, Lengkung Henle, dan Tubulus distal, yang mengosongkan diri ke

dalam Duktus Kolektivus.

(2) Kospuskulus Ginjal

Kospuskulus ginjal terdiri dari Kapsula Bowman dan rumbai kapiler

glomerulus. Istilah glomerulus seringkali digunakan untuk menyatakan

korpuskulus ginjal. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel (sel epitel

parietal dan viseral).

(3) Aparatus Jukstaglomerulus

Setiap nefron, bagian pertama dari tubulus distal berasal dari medula

sehingga terletak dalam sudut yang terbentuk antaraarteriol aferen dan

eferen dari glomerulus nefron yang bersangkutan. Pada lokasi ini, sel-sel

Jukstaglomerulus dinding arteriol aferen mengandung granula sekresi yang

diduga mengeluarkan renin. Renin merupakan suatu enzim yang penting

pada pengaturan tekanan darah.

(4) Sistem Renin-Agiotensin

Pengeluaran renin dari ginjal akan mengakibatkan pengubahan

angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah menjadi

angiotensin II oleh suatu enzim konversi (converting enzyme) yang ditemukan

didalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah


melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan meangsang aldosteron.

Peningkatan kadar aldosteron akan merangsang reabsorbsi (Na+)

mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume

plasma ikut berperan dalam peningkatan tekanan darah yang selanjutnya

akan mengurangi iskemia ginjal.

FISIOLOGI DASAR GINJAL

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan

ekstrasel dalam batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini

dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.

(1) Ultrafiltasi Glomerulus

Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi plasma pada

glomerulus.
(2) Reabsorbsi dan Sekresi Tubulus

zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 kelas, yakni :

a. Elektrolit : (Na+), (K+), (Ca++), (Mg++), (HCO3), (Cl),

(HPO4).

b. Non Elektrolit : glukosa, asam amino, dan metabolit hasil

metabolisme protein (urea, asam urat, dan kreatinin).

c. Air

Setelah filtrasi, langkah kedua dalam proses pembentukan urin adalah

reabsorbsi selektif zat-zat yang sudah difiltrasi melalui mekanisme

transport aktif maupun pasif. Area di nefron melakukan reabsorbsi zat-

zat sebagai berikut :

a. Glukosa dan asam amino (direabsorbsi seluruhnya

disepanjang tubulus proksimal dengan mekanisme

transport aktif).

b. Kalium dan asam urat (hampir seluruhnya direabsorbsi

secara aktif dan keduanya disekresi kedalam tubulus distal).

c. Sedikitnya 2/3 (Na) yang difiltrasi akan direabsorbsi secara

aktif dalam tubulus proksimal yang selanjutnya ke

Lengkung Henle, tubulus distal, duktus kolektivus

d. sebagian besar (Ca) dan fosfat direabsorbsi dalam tubulus

proksimal dengan cara transport aktif.

e. air, klorida, dan urea direabsorbsi ke dalam tubulus

proksimal melalui transport pasif.


Proses sekresi dan reabsorbsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal

dan duktus kolektivus. Fungsi tubulus distal sebagai pengaturan tahap

akhir dari keseimbangan air dan asam basa.

(3) Pengaturan keseimbangan air

(4) Konsentrasi osmotik

menyatakan jumlah partikel yang larut dalam suatu larutan. ADH (Anti

Diuretic Hormon) membantu dalam mempertahankan volume dan

osmolalitas cairan ekstraselluler pada tingkat konstan dengan mengatur

volume dan osmolalitas urine.

Pengeluaran ADH ditingkatkan oleh peningkatan osmolalitas plasma

atau pengurangan volume plasma.Peningkatan atau penurunan

osmolalitas cairan ekstraseluler disebabkan oleh kekurangan air,

muntah, diare, perdarahan, combustio, berkeringat, ascites.

Dalam ginjal, ADH secara tidak langsung meningkatkan proses utama yang

terjadi dalam lengkung henle melalui 2 mekanisme yang berhubungan

antara satu dengan yang lain :

a) aliran darah melalui vasa rekta di medula berkurang bila terdapat ADH,

sehingga memperkecil pengurangan solut dari interstitisl yang selanjutnya

menjadi makin hiprosmotik.

b) ADH meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus dan tubulus distal

sehingga makin banyak air yang berdifusi keluar untuk membentuk

keseimbangan dengan cairan interstisial yang hiperosmotik.


Sebaliknya, osmolalitas plasma yang rendah dan mengalami peningkatan volume akibat

peningkatan asupan air menghambat pengeluaran ADH. Volume akhir urin yang

diekskresi meningkat dan secara osmotik lebih encer

C. ETIOLOGI DAN CKD/GGK

Banyak sekali kondisi klinis yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis,

akan tetapi, apapun penyebabnya respons yang terjadi adalah penurunan fungsi

ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat

mengakibatkan GGK bisa disebabkandari ginjal sendiri dan dari luar ginjal,

seperti :

(1) Penyakit dari ginjal

a). Penyakit pada glomerulus (glomerulonefritis).

b). infeksi kuman (pyelonefritis, ureteritis.

c). batu ginjal: (nefrolitiasis).

d). kista di ginjal: (polcytis kidney).

e). trauma langsung pada ginjal.

f). keganasan pada ginjal.

g). sumbatan: batu, tumor, penyempitan atau striktur.

(2) Penyakit umum diluar ginjal

a). Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

b). Dyslipidemia

c). SLE.

d). Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.

e). Preeklamsi.
f). Obat-obatan, dan

g). Kehilangan banyak cairan yang mendadak (combustio).

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal

gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan

zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang

sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi

klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena sisa nefron-nefron

yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang

tersisa meningkatkan kecepata filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi, serta

mengalami hipertrofi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka

nefron yang tersisa menghadapi tugas yang makin berat sehingga

nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari

siklus kematian ini berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang

ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan

progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran

darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama

dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan

hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan

tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi

akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan

parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi

ginjal menurun drastis denga manifestasi penumpukan metabolit-


metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan

terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi

pada setiap organ tubuh.

E. MANIFESTASI KLINIS

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Laboratorium

1). Laju Endap Darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia

dan hipoalbuminea. Anemia normositer normokrom, dan jumlah

retikulosit yang rendah.


2). Ureum dan kreatinin : meninggi biasanya perbandingan antara

ureum dan kreatinin lebih 20:1.

3). Hiponatremi : karena kelebihan cairan. Hiperkalemia biasanya

terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.

4). Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : berkurangnya sintesis vitamin

D3 pada GGK

5). Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang

terutama, terutama Isoenzim fosfate lindi tulang.

6). Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia ; umumnya disebabkan

karena gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

7). Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat

pada gagal ginjal (retensi terhadap pengaruh insulin pada jarigan

perifer)

8). Hipertrigliserida : akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan

karena meningkatnya hormon insulin dan menurunnya lipoprotein

lipase.

9). Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH

yang menurun, BE menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun yang

disebabkan oleh retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LAIN

1) Foto polos abdomen

melihat bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu

obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh

sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

2) Intra Vena Pielografi (IVP)

menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini memiliki

risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu (usia lanjut, DM,

nefropati asam urat).

3) USG

menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan

parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,

kandung kemih, dan prostat.

4) Renogram

menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskular,

parenkim,ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.

5) EKG

melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia) (Muttaqin

& Sari, 2011).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

CKD mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan

derajat penyakit CKD, tidak hanya penatalaksanaan secara umum, sesuai

dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :


a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.

c. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal.

d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.

e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.

f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

derajat

Derajat LFG Rencana tatalaksana


(ml/mnt/1,73m
1 >90 Terapi penyakit dasar, kondisi
komoroid, evaluasi pemburukan
fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular.
2 60-89 menghambat pemburukan fungsi
ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti
ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal

Sumber : Sudoyo, 2015.

1) cairan

a) Klien yang tidak didialisa

Oliguria, cairan yang diperbolehkan 400-500 ml (untuk menghitung kelebihan cairan

rutin) ditambah volume yang hilang lainya seperti urin, diare, dan muntah selama 24

jam terakhir.

b) Klien dialisis

Pemasukan cairan terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan tidak lebih dari

0,45 kg/hari diantara waktu dialisis hal ini di akibatan karena pemasukan 500 ml sehari

ditambah volume yang hilang melalui urin, diare dan muntah.


2) Elektrolit

a) Klien yang tidak dialisis

Pemasukam kalium harus dibatasi 1,5-2,5 g (38,5-64 mEq)/hari pada dewasa dan

sekitar 50 mg (1,9 mEq)/kg/hari untuk anak-anak.

b) Klien yang didialisis

Dapat diberikan lebih bebas untuk mempertahankan kadar natrium dan kalium

serum normal pada klien dengan dialisis, selama CAPD (chronic ambulatory peritonial

dialysis), kalium yang dapat diberikan sekitar 2,7-3,1 g (70-80 mEq)/kg/hari pada anak,

untuk mempertahankan keseimbangan cairan.

3) Diet rendah protein untuk membatasi akumulasi produk akhir metabolisme protein

yang tidak dapat diekresikan ginjal.

4) Diuretik kuat untuk mempertahankan keseimbangan cairan.

5) Glikosida jantung untuk memobilisasi cairan yang menyebabkan edema.

6) Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengobati osteodistropi ginjal dengan

mengikat fosfat dan menambah kalsium.

7) Anthi hipertensi (ACE inhibitor) untuk mengontrol tekanan darah dan edema.

8) Famotidin dan ranitidin untuk mengurangi iritasi lambung.

9) Suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk anemia.

10) Eritropoitin sintetik untuk menstimulus sumsum tulang, memproduksi sel darah

merah.

11) Suplemen besi, estrogen konjugata, dan desmopresin untuk melawan efek

hematologik.

12) Terapi dialysis (pengganti ginjal)

Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan uremik dari

tubuh karena ginjal tidak mampu melakukanya.


13) Terapi pada pasien dengan gagal ginjal kronik.

Adapun terapi untuk pasien gagal ginjal kronik adalah

sebagai berikut: Terapi pengganti ginjal dilakukan pada

penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG kurang

dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal.

1. Hemodialisis adalah suatu cara untuk

mengeluarkan produk sisa metabolisme

melalui membran semipermeabel atau

yang disebut dialyzer. Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari

peredaran darah manusia itu dapat berupa air, natrium, kalium,

hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zatzat lain. Hemodialisis telah

menjadi rutinitas perawatan medis untuk End Stage Renal Disease

(ESRD). Salah satu langkah penting sebelum memulai hemodialisis

yaitu mempersiapkan access vascular beberapa minggu atau beberapa

bulan sebelum hemodialisis. access vascular memudahkan dalam

perpindahan darah dari mesin ke tubuh pasien. Hemodialisis umumnya

dilakukan dua kali seminggu selama 4-5 jam per sesi pada kebanyakan

pasien ESRD. Menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia

(PERNEFRI) tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah pasien baru yang

menjalani hemodialisis dari tahun ke tahun. Tindakan terapi dialisis

tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan

malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
gagal ginjal kronik yang belum

mencapai tahap akhir dalam

perburukan fungsi ginjal.

2. Akhir-akhir ini sudah populer

CAPD di pusat ginjal dan luar

negeri. CAPD dapat digunakan

sebagai terapi alternatif dialisis

untuk penderita ESRD dengan 3-4

kali pertukaran cairan per hari. 14

Pertukaran cairan terakhir

dilakukan pada jam tidur sehingga

cairan peritoneal dibiarkan

semalam. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien dialisis

peritoneal. Indikasi dialisis peritoneal yaitu pasien anak-anak dan orang

tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita

penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal

ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup dan pasien nefropati

diabetik disertai comorbidity dan co-mortality .

3. Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai

untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan

transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada

dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang memiliki
kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini membatasi transplantasi

ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh pasien. 2 Kebanyakan ginjal

diperoleh dari donor hidup karena ginjal yang berasal dari kadaver tidak

sepenuhnya diterima karena adanya masalah sosial dan masalah budaya.

Karena kurangnya donor hidup sehingga pasien yang ingin melakukan

transplantasi ginjal harus melakukan operasi diluar negeri.

Transplantasi ginjal memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta

sumber daya manusia yang memadai. Transplantasi ginjal ini juga dapat

menimbulkan komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan

tubuh.

H. KOMPLIKASI

1) Anemia

2) Komplikasi kardiopulmonal

3) Komplikasi saluran cerna

4) Disfungsi saraf motorik

5) Parestesia

6) Fraktur patologik

7) Neuropati perifer

8) Disfungsi seksual

9) Defek skeletal (Lippincott, Williams, & Wilkins. 2013).


I. KLASIFIKASI

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : (Sudoyo, 2015)

II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CKD (Chronic Kidney Disease) /

GGK (Gagal Ginjal Kronis)

A. Pengkajian Primer

Airway

1) Lidah jatuh kebelakang

2) Benda asing atau darah pada rongga mulut

3) Adanya sekret

Breathing

1) Pasien sesak nafas dan cepat letih

2) Pernafasan kusmaul

3) Dispnea

4) Nafas berbau amoniak

Circulation

1) TD meningkat

2) Nadi kuat

3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP

5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan edema anasarka

6) CRT >3 detik

7) Akral dingin

Disability

A : pasien sadar pebuh, berespon bagus

V : berespon terhadap suara

P : berespon terhadap rangsangan nyeri

U : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, tidak berespon terhadap nyeri.

B. Pengkajian Sekunder

1. Keluhan utama

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output

sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,

anoreksia, mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau

(ureum), dan gatal pada kulit.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Kaji onset penurunan output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,

kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau amonia, dan

perubahan pemenuhan nutrisi.

Kaji pasien sudah melakukan pengobatan kemana saja untuk mengatasi

masalah dan medikasi apa yang sudah dikonsumsi.


3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, ISK, payah jantung,

penggunaan obat-obat nefrotoksik, BPH, dan prostatektomi. Kaji adanya

riwayat penyakit batu saluran kemih, ISK berulang, DM, riwayat hipertensi

yang menjadi predisposisi penyebab.

4. Psikososial

Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan

menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.

Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri, dan

gangguan peran pada keluarga.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum dan TTV

keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran

menurun sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi SSP.

Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat. Tekanan

darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

2. B1 (Breathing)

klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase

ini. Respons uremia didapatkan adanya pernapasan kusmaul. Pola nafas

cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan CO2

yang menumpuk di sirkulasi.

3. B2 (Blood)

pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan

adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pleura perikardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral

dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas,

gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dan

penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi

elektrikal otot ventrikel.

pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia

sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal

uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya

dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari

trombositopenia.

4. B3 (brain)

didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral. klie sering

didapatkan adanya kejang, neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg

syndrome, kram otot, dan nyeri otot.

5. B4 (bladder)

penurunan urine output <400 ml/hari sampai anuri,, terjadi penurunan

libido berat.

6. B5 (bowel)

mual, muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut amonia,

peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering

didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

7. B6 (bone)

nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam

hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,


dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit, defosit fosfat kalsium, dan

keterbatasan gerak sendi.

didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan

penurunan perfusi perifer dari hipertensi ((Muttaqin & Sari, 2011).

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

2)Kelebihan volume cairan berhubungan dengan udem sekunder, gangguan

filtrasi glomerulus

3) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konse

ntrasi Hb dalam darah

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan den

gan mual dan muntah/anoreksia

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Ketidakefektifan pola nafas l Respiratory status ventilation’ Airway Management

l Respiratory status: Airway patency 1) Atur posisi yang ny

l Vital sign status aman bagi klien yaitu s

emi fowler

Indikator 2) Kaji faktor penyeba

- Tidak sesak napas lagi b asidosis metabolik

- Pernafasan kembali normal 16-24 x/menit 3) Memonitor tanda –

- menunjukkan jalan nafas yang faten tanda vital

- tanda vital dalam rentang normal 4) Ciptakan lingkunga

n yang tenang dan bat

asi pengunjung
5) Monitor frekuensi d

an irama pernafasan

6) Pantau laboratoriu

m analisa gas darah b

erkelanjutan

7) Berikan terapi O2 ta

mbahan dengan kanul

a nasal/ masker sesuai

indikasi

2 Ketidakefektifan perfusi jaringan lpCirculation status Peripheral Sensation

erifer l Tissue perfusion : cerebral Management

Indikator : 1). Kaji secara konpre

- Tekanan systole dan diastole hensif sirkulasi perifer

dalam rentang nomal (nadi, perifer, edema,

- CRT < dari 2 detik kapilary refil)

- Suhu kulit hangat 2). Monitor suhu, war

- warna kulit normal na dan kelembaban ku

- tidak ada edema perifer lit

3)Evaluasi nadi perifer

dan edema

4). Ubah posisi klien

minimal setiap 2 jam s

ekali

5). Monitor status cair

an masuk dan keluar

6). Dorong latihan RO

M selama bedrest
7). Diskusikan menge

nai penyebab perubah

an sensasi

3 Kelebihan volume cairan l Electrolit and acid base balance Fluid Management

l Fluid balance 1) Kaji adanya edema

l hydration ekstremitas termasuk

Indikator : kedalaman edema

a.Edema berkurang 2) Istirahatkan / anjur

b.Keseimbangan antara input dan output kan klien untuk tirah b

c.Pitting edema tidak ada lagi aring pada saat edema

d. Produksi urine >600 ml/hari masih terjadi

3) Monitor vital sign

4) Ukur intake dan out

put secara akurat

5) pasang kateter urine

jika diperlukan

6) Berikan oksigen ta

mbahan dengan kanul

a nasal/masker sesuai i

ndikasi

7) Kolaborasi :

- - Berikan diet tanpa gara

- - Berikan diet rendah pro

tein tinggi kalori

- - Berikan diuretik, Conto

h : Furosemide,

spironolakton.
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurangl Nutritional status Nutritional Manage

dari kebutuhan tubuh tubuh l Nutritional status : food and fluid intake ment

l Weight Control 1). Kaji adanya alergi

Indikator : makanan

- adanya peningkatan berat badan 2). Kolaborasi dengan

- tidak ada tanda-tanda mal nutrisi ahli gizi untuk menent

- menunjukkan peningkatan fungsi pengecap ukan jumlah kalori da

an dari menelan n nutrisi yang dibutuh

kan pasien

3) anjurkan pasien unt

uk meningkatkan prot

ein dan vitamin c

4) yakinkan diet yang

dimakan mengandung

tinggi serat untuk men

cegah konstipasi

5) berikan makanan te

rpilih (sudah di konsul

kan dengan ahli gizi)

Nutrition monitoring

6) monitoring adanya

penurunan berat bada

7) monitoring lingkun

gan selama makan

8) monitoring turgor k

ulit

9) monitoring makana

n kesukaan
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan. ebooks diakses pada 15 November 2017

Lippincott, Williams, & Wilkins. (2013). Buku Saku Patofisiologi Edisi 2. Jakarta : EGC.

Muttaqin, A & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta: Salemba Medika.

Sudoyo. (2015). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Suharyanto, T & Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta : TIM.

Anda mungkin juga menyukai