Anda di halaman 1dari 36

TUGAS III MAKALAH

MODEL - MODEL KEPEMIMPINAN DAN


MODELS MENTAL PENDEKATAN
KEPEMIMPINAN DALAM SATUAN PENDIDIKAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN


PERKULIAHAN PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN DAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Disusun Oleh:
IIP ARIPIN
NIM A3K017007
Dosen Pengasuh:
Prof. Dr. Syukri Hamzah, M. Si.

PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini, ilmu kepemimpinan berkembang pesat
seiring dengan tuntutan adanya manajemen pengelolaan organisasi ataupun
perusahaan yang baik. Pada era globalisasi dan era masyarakat informasi yang
berdampak pada persaingan yang ketat terhadap berbagai bidang organisasi.
Suatu organisasi dituntut untuk terus mampu bersaing dan mencapai suatu
tujuan dari organisasi tersebut. Dalam menuju suatu tujuan tersebut suatu organisasi
harus terus-menerus belajar dan meningkatkan kemampuan untuk menciptakan
sesuatu produk unggul. Mendasarkan pada berbagai kondisi perubahan yang cepat
dan faktor persaingan yang tinggi inilah yang kemudian menghasilkan kosa kata
baru dalam ilmu Knowledge Manajemen yang biasa disebut dengan “Learning
Organization”.
Learning Organization adalah usaha yang dilakukan oleh sebuah organisasi
yang melakukan proses pembelajaran. Hal ini ditujukan agar dalam sebuah
organisasi tersebut dapat tetap stabil meskipun banyaknya perubahan yang terjadi.
Dalam mewujudkan Learning Organisation dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti training, kursus, outbond, dan lainnya.
Learning is the power of growth, and individual learning is also the resource of
business growth. (Chang dan Lee, 2007). Kehidupan merupakan suatu proses dari
pertumbuhan, dan kekuatan dari pertumbuhan itu sendiri adalah dengan belajar.
Dengan belajar, seseorang dapat mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik.
Proses belajar itu sendiri tidak akan berhenti karena seseorang akan terus belajar
selama hidupnya. Begitu pula dengan organisasi. Keadaan lingkungan yang terus
berubah, memaksa organisasi untuk terus membenahi diri dan menghadapi
perubahan itu dengan segala kemampuan yang telah disiapkannya. Dengan kata
lain, organisasi secara tidak langsung juga selalu mengalami proses pembelajaran.

2
Learning organization mulai didiskusikan dalam beberapa literatur sekitar tahun
1920. Namun pada tahun 1980 baru sedikit organisasi atau perusahaan yang
menyadari pentingnya learning organization, dalam meningkatkan kinerja organisasi
atau perusahaan. Para pemimpin organisasi atau perusahaan mulai menyadari arti
penting mengkaitkan “learning organization” dengan “corporate performance”,
“Competitiveness”, dan “keberhasilan organisasi”.
Learning organization merupakan salah satu ciri organisasi abad 21, karena
organisasi yang demikian mampu menjawab tantangan yang dihadapi sekaligus
menjamin terciptanya kehidupan dan kelangsungan organisasi. Organisasi yang
memiliki keunggulan di masa depan akan menjadi organisasi yang senantiasa
menumbuhkan komitmen dan kapasitas belajar anggotanya pada semua tingkat
organisasi. Pengetahuan merupakan sub-sistem dari learning organization
(Marquardt & Reynolds ,1996). Paradigma keunggulan dapat dipertahankan dan
dikembangkan manakala organisasi memiliki kemampuan belajar lebih cepat dari
pesaingnya. Majalah Fortune pada salah satu penerbitannya menyatakan bahwa
perusahaan yang paling sukses pada tahun 1990-an adalah perusahaan yang
terbentuk learning organization, yaitu organisasi yang anggotanya mampu
mengembangkan kapasitasnya secara berkelanjutan dalam mewujudkan hasil yang
optimal. Perhatian yang cukup besar yang ditulis oleh beberapa publikasi bisnis
seperti ; Harvard Business Review, The Economist, Business Week, Fortune dan
Asia Week, diarahkan kepada lima disiplin yang diarahkan oleh Peter Senge. Apa
saja lima disiplin itu?. (1) personal mastery (2) mental models (3) shared vision (4)
team learning (5) systems thinking.
Dalam lima disiplin ini mental model menjadi salah satu aspek penting yang
tidak bisa terpisahkan dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini menjadikan mental
model berkaitan erat dengan kepemimpinan (Leadership).
Kepemimpinan (leadership) yang digunakan dalam Learning Organization itu
adalah bukanlah orang yang dominan dalam organisasi, tetapi bagaimana dia bisa
menganggap orang dalam sebuah organisasi sebagai colega, tidak ada yang

3
menonjol sendiri-sendiri, tidak unik yang melebihi dari orang lain yang dapat
berpikir sistem. Dalam konteks ini, maka pemimpin menurut Senge, adalah sebagai
designer, sebagai stewardess (pelayan), teacher, dan kepemimpinan bersama (share
leadership) setiap orang bisa dilatih sebagai pemimpin.
Jika kita melihat dalam organisasi di masyarakat baik formal maupun non
formal selalu ada yang dianggap lebih dari yang lain. Seseorang yang memiliki
kemampuan lebih tersebut diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang dipercaya
untuk mengatur orang lainnya. Orang seperti itul yang disebut pemimpin atau
manajer. Manajer harus dapat memanfaatkan potensi sumber daya manusia yang
dipimpinnya, agar dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, percaya akan
kemampuan anggotanya untuk menyumbangkan kemampuan mereka, mendorong
partisipasi penuh serta pengendalian diri. Pemimpin terampil menggunakan
komunikasi yang efektif yang pada akhirnya dapat mencegah timbulnya suatu
konflik, dapat mengintegrasikan pelaksanaan kegiatan dalam organisasi yang
menjadi tanggungjawab serta mampu dan selektif menyerahkan pekerjaan dan
memberikan kepercayaan kepada bawahan/orang lain untuk mengambil tindakan
yang diperlukan agar tugas dan tanggungjawabnya dapat dilaksanakan dengan baik.
Seorang pemimpin akan memainkan peranan yang sangat dominan dalam
kehidupan organisasinya.
Kepemimpinan dalam Learning Organization ini sangat penting diterapkan
dalam organisasi/institusi di bidang Kesehatan seperti halnya di Satuan pendidikan.
Kepala Satuan pendidikan yang baik tentu saja adalah kepala Satuan pendidikan
yang berhasil mempengaruhi motivasi kerja bawahannya, dengan motivasi kerja
yang baik tentu saja akan mempengaruhi performa atau kinerja dari bawahannya.
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa peran kepala Satuan pendidikan
seperti selalu memberikan pengarahan, motivasi dalam bekerja juga komunikasi
yang harmonis dengan bawahan dapat meningkatkan kinerja dari pegawai.
Dalam hal ini tentu saja akan berhubungan dengan gaya kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh beberapa

4
faktor diantaranya adalah faktor individu itu sendiri seperti nilai dan norma yang
dianut atau dikenal dengan mental models dari pemimpin tersebut.
Mental models adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi (paradigma)
yang terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita memahami,
bersikap dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan
bertindak atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh
asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-
pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk pengetahuan-
pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak.
Dari gambaran diatas dapat dipahami bahwa Mental Models yang baik dari
seorang pemimpin merupakan aspek yang tidak boleh dikesampingkan dalam
pencapaian tujuan organisasi dan dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan
staf atau karyawan.
Dari latar belakang masalah diatas maka makalah ini akan fokus membahas
pada “Models dan Mental Pemimpin (Aplikasi Model Pendekatan
Kepemimpinan di Pendidikan )”.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah berbagai model – model kepemimpinan, dan models Mental
kepemimpinan ; definisi dan terbentuknya Mental Models pada individu
2. Bagaimanakah Mental Models untuk pemimpin
3. Apa saja faktor lain yang mempengaruhi Mental Models seorang pemimpin
4. Apa Model Pendekatan Kepemimpinan dengan Mental Models Positif di
Pendidikan

5
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memahami model dan Mental; definisi dan terbentuknya Mental
Models pada individu
2. Untuk memahami Model dan Mental Models untuk pemimpin.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi Mental
Models pemimpin
4. Untuk mengetahui model pendekatan kepemimpinan dengan Mental Models
positif di Pendidikan

6
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Model-model Kepemimpinan

Para ahli persoalan kepemimpinan menyimpulkan bahwa perilaku pemimpin


ketika mempengaruhi anggotanya terhadap pelaksanaan kerjanya dan kriteria-kriteria
lain sangat dipengaruhi oleh situasi yang tidak tetap. Pentingnya situasi telah banyak
diakui oleh para ahli sangat memberikan pengaruh yang berarti terhadap gaya
kepemimpinan yang ditampilkan seorang pemimpin pada saat mempengaruhi
anggotanya.

Beberapa model kepemimpinan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Model Kepemimpinan Otokratik

Model kepemimpinan otokratik merupakan model kepemimpinan yang paling


tua yang dikenal manusia. Dalam model kepemimpinan ini, pemimpin bertindak
sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak
merupakan pihak yang dikuasai yang disebut bawahan atau anak buah. Pemimpin
memandang dirinya lebih dalam segala hal dibandingkan bawahannya.37

Dari beberapa uraian diatas di sini dapat dibuat identifikasi bahwa seorang pemimpin
otoriter memiliki ciri-ciri sebgai berikut:

a. Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi. b.


Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.

c. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata.

d. Tidak mau menerima pendapat, saran dan kritik dari anggotanya. e. Terlalu
tergantung pada kekuasaan formalnya.

7
f. Caranya menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat mencari
kesalahan/menghukum.38

Model kepemimpinan otokratik dapat dipahami sebagai karakteristik pemimpin


yang negatif. Model ini bisa sesekali digunakan pada saat-saat tertentu dalam mencapai
tujuan dalam waktu cepat.

2. Model Kepemimpinan Militeristik

Seorang pemimpin militeristik memiliki sifat dan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Dalam menggerakkan bawahan sering menggunakan cara perintah.

b. Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung pada pangkat/jabatan. c. Senang


kepada formalitas yang berlebihan.

d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku pada bawahan. e. Sukar menerima kritikkan
atau saran dari bawahannya.

f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

Model kepemimpinan militeristik ini sering digunakan pada zaman dahulu, jarang
sekali pada zaman sekarang model ini digunakan. Tapi model ini bisa digunakan dalam
keadaan tertantu jika memang dituntut keadaan.

3. Model Kepemimpinan Paternalistis

Seorang pemimpin paternalitis memiliki sifat dan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa. b. Bersifat terlalu


melindungi (overprotektif)

c. Jarang memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan.

d. Hampir tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif sendiri.

8
e. Jarang memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kreasi dan
fantasinya.

f. Sering bersikap maha tahu.

Model kepemimpinan paternalistis ini bukan model yang dipakai seseorang


pemimpin untuk memimpin suatu organisasi atau lembaga tetapi lebih kepada sifat
seorang pemimpin yang terbawa dalam menjalankan tugasnya.

4. Model Kepemimpinan Bebas (laissez faire)

Model kepemimpinan bebas (laissez faire) ini merupakan kebalikan dari model
otoriter. Kalau dilihat dari segi perilaku, ternyata model kepemimpinan ini cenderung
didominasi oleh perilaku pemimpin kompromi (kompromiser) dan kepemimpinan
pembelot (deserter). Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinannya
dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam
mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan
kepentingan masing-masing baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok
kecil.

Pemimpin tipe ini bekerja tanpa rencana, karena ia berpendapat bahwa suatu
rencana akan mengekang kebebasan bawahannya. Oleh karena itu, bimbinganpun tidak
diberikan kepada mereka. Pemimpin bersikap acuh tak acuh terhadap tugas dan
kewajibannya. Tipe pemimpin yang memiliki sikap ini sebenarnya bukan pemimpin
karena semua bekerja tanpa tujuan bersama.

5. Model Kepemimpinan Kharismatik

Seorang pemimpin kharismatik memiliki sifat dan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Mempunyai daya tarik yang sangat besar, karena itu umumnya mempunyai pengikut
yang besar jumlahnya.

9
2. Pengikut tidak dapat menjelaskan mengapa mereka tertarik mengikuti dan mentaati
pemimpin itu.

3. Dia seolah-olah memiliki kekuatan gaib (supernatural power)

4. Kharisma yang dimilikinya tidak tergantung pada umur, kekayaan,


kesehatan, ataupun ketampanan pemimpin.

Model kepemimpinan kharismatik ini adalah model yang tidak bisa dibuat- buat
oleh seorang pemimpin. Kharismatik ini adalah daya tarik dari seseorang yang tidak
bisa dijelaskan. Aura yang terpancar dari dalam dari diri seorang pemimpin tersebut.

6. Model Kepemimpinan Demokratis

Model kepemimpinan ini diarahkan untuk bekerja mencapai tujuan bersama.


Semua keputusan diambil melalui musyawarah dan mufakat serta harus ditaati.
Pemimpin menghormati dan menghargai pendapat bawahan dan memberi kesempatan
untuk mengembangkan inisiatif dan daya kreatif. Pemimpin mendorong bawahannya
dalam mengembangkan keterampilannya. Model kepemimpinan ini, bawahannya
bekerja dengan suka cita untuk memajukan organisasinya. Semua pekerjaan
dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Akhirnya
tercapailah suasana sasana kekeluargaan yang sehat dan menyenangkan.

Dalam model kepemimpinan demokratis ia tidak bertindak diktator sebagaimana


model kepemimpinan otoriter, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah bawahan
dan anggota-anggotanya. Ia tidak menempatkan dirinya sebagai majikan
sedangkan bawahannya sebagai buruh, melainkan sebagai saudara tua di antara
teman-temannya.

Pemimpin demokratis melaksanakan tugas secara bersama-sama dan bersifat


bijaksana dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Di dalam kepemimpinannya
berusaha supaya bawahannya kelak dapat menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.

10
Dari beberapa uraian di atas di sini dapat dibuat identifikasi bahwa seorang pemimpin
demokratis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Dalam menggerakkan bawahan ia bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia


itu makhluk yang termulia di dunia.

b. Selalu berusaha menyingkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dngan


kepentingan dari tujuan pribadi bawahan.

c. Senang menerima saran, pendapat, dan kritik dari bawahan. d. Mengutamakan


kerjasama dalam mencapai tujuan.

e. Memberi kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya. f.


Mengusahakan agar bawahan dapat lebih sukses daripada dirinya.

g. Selalu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.45

7. Model Kepemimpinan Kontingensi Fielder

Teori ini dikembangkan oleh Fiedler dan Chemers. Keberhasilan


pemimpin bergantung pada diri pemimpin maupun kepada keadaan organisasi. Menurut
Fiedler tak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi, serta ada tiga
faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu hubungan antara pimpinan dan bawahan,
struktur tugas serta kekuasaan yang berasal dari organisasi.

Berdasarkan tiga dimensi tersebut, Fiedler menentukan dua jenis gaya


kepemimpinan dan dua tingkat yang menyenangkan.; Pertama, gaya
kepemimpinan yang mengutamakan tugas, yaitu ketika pemimpin merasa puas jika
tugas bisa dilaksanakan. Kedua, gaya kepemimpinan yang mengutamakan pada
hubungan kemanusiaan, hal tersebut menunjukkan bahwa efektifitas kepemimpinan
bergantung pada tingkat pembauran antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kondisi
yang menyenangkan dalam situasi tertentu.

11
8. Model kepemimpinan Situasional

Teori ini merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi,


yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor, yaitu perilaku tugas (task
behavior), perilaku hubungan (relationship behavior) dan kematangan (maturity).
Perilaku tugas merupakan pemberian petunjuk oleh pemimpin terhadap anak buah
meliputi penjelasan tertentu, apa yang harus dikerjakan, bilamana, dan bagaimana
mengerjakannya, serta mengawasi mereka secara tepat. Perilaku hubungan merupakan
ajakan yang disampaikan oleh pemimpin melalui komunikasi dua arah yang meliputi
mendengar dan melibatkan anak buah dalam pemecahan masalah. Adapun kematangan
adalah kemampuan dan kemauan anak buah dalam mempertanggungjawabkan
pelaksanan tugas yang dibebankan kepadanya. Dari 3 faktor tersebut, tingkat
kematangan anak buah merupakan faktor yang paling dominan.

Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan
tingkat kematangan anak buah. Makin matang anak buah, pemimpin harus mengurangi
perilaku tugas dan menambah perilaku hubungan. Apabila anak buah bergerak
mencapai tingkat rata-rata kematangan, pemimpin harus mengurangi perilaku tugas dan
perilaku hubungan. Selanjutnya, pada saat anak buah mencapai tingkat kematangan
penuh dan sudah dapat mandiri, pemimpin sudah dapat mendelegasikan wewenang
kepada anak buah.

Gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam keempat tingkat


kematangan anak buah dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku
hubungan adalah sebagai berikut:

a. Gaya Mendikte (Telling). Gaya ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat
kematangan rendah, dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang kuat

12
b. Gaya ini disebut mendikte karena pemimpin dituntut untuk mengatakan apa,
bagaimana, kapan, dan dimana tugas dilakukan. Gaya ini menekankan pada tugas,
sedangkan hubungan hanya dilakukan sekedarnya saja.

c. Gaya Menjual (Selling). Gaya ini diterapkan apabila kondisi anak buah dalam
taraf rendah sampai moderat. Mereka telah memiliki kemauan untuk melakukan
tugas, tetapi belum didukung oleh kemampuan yang memadai. Disebut menjual
karena pemimpin selalu memberikan petunjuk yang banyak. Dalam tingkat
kematangan anak buah seperti ini, diperlukan tugas serta hubungan yang tinggi
agar dapat memelihara dan meningkatkan kemauan yang telah dimiliki.

d. Gaya Melibatkan Diri (Participating). Gaya ini diterapkan apabila tingkat


kematangan anak buah berada pada taraf kematangan moderat sampai tinggi.
Mereka mempunyai kemampuan, tetapi kurang memiliki kemauan kerja dan
kepercayaan diri. Pemimpin dengan anak buah bersama-sama berperan di dalam
proses pengambilan keputusan. Dalam kematangan seperti ini, upaya tugas
tidak diperlukan, namun upaya hubungan perlu ditingkatkan dengan membuka
komunikasi dua arah.

e. Gaya Mendelegasikan (Delegating). Gaya ini diterapkan jika kemampuan dan


kemauan anak buah telah tinggi. Gaya ini disebut mendelegasikan karena
anak buah dibiarkan melaksanakan kegiatan sendiri, melalui pengawasan umum.
Hal ini biasa dilakukan jika anak buah berada pada tingkat kedewasaan yang
tinggi. Dalam tingkat kematangan seperti ini upaya tugas hanya diperlukan
sekedarnya saja, demikian pula upaya hubungan.

B.Konsep Metamorfosis dan Perubahan dalam organisasi

1. Metamorfisis

Metamorfosis merupakam perubahan bentuk atau susunan, peralihan bentuk. 49


Metamorfosis adalah perubaha bentuk atau susunan, perubahan yang tampak nyata

13
dalam perkembangan. Dengan demikian metamorfosis dapat diartikan sebagai
perubahan bentuk organisasi yang nyata dan mutlak berubah dari bentuk semula dan
tidak dapat kembali kebentuk sebelunya.

2. Perubahan

Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap organisasi,


individu, atau kelompok. Jadi, ia memfokuskan pada pernyataan "mengapa", yaitu
mengapa individu-individu, kelompok, atau organisasi berubah. Dari situ ia
mencaritahu bagaimana perubahan dapat dikelola dan menghasilkan sesuatu. Lewin
berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan
dengan keengganan (resistances) untuk berubah. Perubahan itu sendiri dapat terjadi
dengan memperkuat "driving forces" itu, atau melemahkan"resistances to change".

Dari situlah Lewin menjelaskan tentang teori proses perubahan sebagai sebuah
pola peristiwa tipikal yang terjadi dari awal sebuah perubahan hingga akhirnya. Salah
satu teori proses perubahan yang paling awal adalah model medan-gaya dari Lewin
mengusulkan bahwa proses perubahan dapat dibagi ke dalam tiga tahapan: unfreezing
(mencairkan), changing (mengubah), dan refreezing (membekukan). Unfreezing
merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya atau adanya kebutuhan untuk
berubah. Changing meruakan langkah yang berupa tindakan, baik memperkuat "Driving
Forces" maupun memperlemah "resistances". Sedangkan refreezing merupakan
upaya membawa kembali organisasi kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic
equilibrium). Perubahan Organisasi (Organizational Change) sebagaimana dikutip
Irawaty A. Kahar menyatakan berubah itu adalah memilih tindakan yang berbeda dari
sebelumnya. Perbedaan itulah yang menghasilkan suatu perubahan.

Salah satu model perencanaan perubahan yang mendasar dikemukakan oleh


Kurt Lewin dengan tiga langakah prosedur perubahnnya (Lewin’s three- strep
procedure of change). Menurut Lewin tiga langkah prosedurnya tersebut ialah:

14
a. Pencarian (Unfreezing)

Langkah ini biasanya meliputi usaha penurunan tegangan-tegangan dalam suatu


organisasi organisasi ke taraf yang ada pada saat sekarang. Unifreezing ini
kadangkala dicapai dengan memberikan informasi yang menunjukkan adanya
perbedaan-perbedaan antara perilaku yang diinginkan oleh anggota organisasi dan
perilaku yang senyatanya dijalankan sekarang ini.

b. Tindakan (Movement)

Langkah kedua ini ialah melakukan tindakan yang akan merubah sistem sosial
dari tingkat perilaku aslinya ke suatu tataran perilaku yang baru.

c. Penegentalan Kembali (Refreezing)

Langkah ketiga ini berusaha menstabilkan organisasi pada suatu tingkatan


keseimbangan baru. Biasanya tindakan ini dicapai melalui penggunaan suatu
mekanisme yang sangat membentuk, yang mendorong organisasi ketaraf tersebut.
Mekanisme yang membantu itu antara lain dapat berupa kultur organisasi, norma
organisasi, kebijaksanaan, dan struktur organisasi.

Ketiga tahap ini menjelaskan perlunya proses penyadaran tentang


pentingnya perubahan yang selanjutnya melakukan perubahan dengan memperlemah
resistensi. Pada tahap akhir, diperlukan membawa organisasi kembali kepada
keseimbangan.

3. Teori Perubahan

Teori perubahan organisasi dilatar belakangi oleh konsep yang mengatakan


bahwa organisasi tergantung pada dan harus berinteraksi dengan lingkungan luar demi
kelangsungan hidupnya. Tiap faktor lingkungan luar yang mencampuri kemampuan
organisasi untuk menarik sumber-sumber daya manusia, dana dan sarana prasarana

15
yang dibutuhkannya menjadi kekuatan untuk adanya satu perubahan (a force of
change). Tiap faktor didalam lingkungan internal yang mempengaruhi secara
organisasi melakukan kegiatannya, juga merupakan kekuatan untuk perubahan,
disamping itu juga didukung oleh change agen (pemimpin) yang mempuni. Jadi teori
perubahan ini mempunyai tiga kekuatan prinsip, yaitu kekuatan eksternal (eksternal
forces), kekuatan internal (internal forces), change agen (pemimpin/manajerial).

Teori-teori perubahan adalah:

a. Teori Motivasi merumuskan bahwa perubahan akan terjadi kalau terpenuhi syarat-
syarat berikut: Manfaat-biaya, manfaat yang diperoleh lebih besar akibat adanya
perubahan.

b. Ketidak puasan yang kuat dari keadaan sekarang. Persepsi masa depan,

Anggota organisasi melihat adanya harapan yang lebih baik di masa depan. Cara
praktis, meyakini adanya cara yang praktis dilakukan untuk keluar dari situasi
sekarang.

c. Teori proses perubahan manajerial menyadari perlunya melibatkan banyak

Orang untuk mewujudkan perubahan yang kendali dipegang oleh pemimpin


organisasi yang berusaha untuk memperoleh dukungan, konsensus dan komitmen.
Dalam menjalankan misi perubahan, teori ini mengadopsi ilmu- ilmu lain seperti
psikologi, posiologi dan ntropologi, sehingga seorang pemimpin memiliki peta
psikologis dan budaya organisasi berbasis karakter individu sehingga dapat
meminimalisir stres dan konflik dalam proses perubahan.

d. Teori-teori pengembangan organisasi dalam perubahan organisasi


merupakan teori yang menyentuh dua kategori yang berinteraksi, yaitu
manusia dan teknologi. Manusia adalah elemen yang melakukan proses
organisasi seperti komunikasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan

16
masalah. Sedangkan teknologi elemen yang mempengaruhi struktur organisasi,
seperti desain pekerjaan, metode kerja, dan desain organisasi. Teori ini
meyakini bahwa perlu adanya pendekatan tekno-struktur dan manusia-proses
agar intervensi pada dua kategori ini menghasilkan pemenuhan
kebutuhan manusia dalam penyelesaian tugas.

e. Teori perubahan alfa-beta dan gamma yang merumuskan bahwa perubahan alfa
adalah perubahan kepercayaan yang terjadi pada satu dimensi waktu yang
stabil sebelum dan setelah adanya tim kerja. Sedangkan perubahan beta yaitu
perubahan yang terjadi dalam menilai kepercayaan. Perubahan Gamma, yaitu
perubahan yang terjadi karena manusia atau kelompok melihat adanya
faktor yang lebih penting dari yang sedang diamati.

f. Teori Contingency dalam manajemen perubahan berpendapat bahwa


keberhasilan pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh gaya yang
dianut dalam mengelola dan mengimplementasi perubahan. Teori
Contingency (kemungkinan) mengatakan bahwa tidak hanya motivasi,
komitmen, dan partisipasi anggota organisasi yang dibutuhkan tetapi perlu
menganalisis kesiapan kedua belah pihak.

g. Teori kerjasama, meyakini bahwa perubahan tidak bisa dilakukan tanpa


adanya kerjasama dari semua pihak. Teori ini mempelajari, mengapa
manusia mau memutuskan untuk bekerjasama dan bagaimana memperoleh
kerjasama. Menurut Williams, orang mau bekerjasama, dikarenakan hal
berikut: 1) Motivasi memperoleh penghargaan atau khawatir mendapatkan
sanksi; 2) Motivasi kesetiaan terhadap profesi, pekerjaan, atau perusahaan; 3)
Motivasi moral, karena dengan bekerjasama dapat diterima secara moral; 4)
Motivasi menjalankan keahlian; 5) Motivasi karena sesuai dengan sikap hidup;
6) Motivasi kepatuhan terhadap kekuasaan.

17
h. Teori untuk mengatasi resistensi dalam perubahan menawarkan cara
mengatasi resistensi dalam melakukan perubahan. Teori ini mengajukan enam
strategi untuk mengatasi resistensi, yaitu: Komunikasi, Partisipasi, Fasilitasi,
Negosiasi, Manipulasi, dan Paksaan. Teori ini mempunyai fleksibilitas,
bahwa tiap kelompok yang berbeda, maka teori yang digunakan juga
berbeda, tergantung tingkat resistensi.

i. Model Accounting-Turaround lebih menekankan kepada akuntansi dan hukum.


Teori ini menyatakan bahwa tidak semua korporat (organisasi) dapat
diselamatkan atau untuk berubah, harus ada persyaratan untuk itu, diantaranya:
adanya dukungan dari para stakeholder, masih adanya core business yang
mampu mendatangkan cashflow, adanya tim manajemen yang kokoh, sumber-
sumber pembiayaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Teori
Putarhaluan (turnaround) dapat dilakukan oleh organisasi yang mengalami
penurunan karena kerugian atau manajerial yang tidak baik. Guna
melakukan perbaikan, hal pertama yang dilakukan adalah analisis keuangan
organisasi.. Model Accounting-Turaround memang sangat teknis
dibandingkan delapan teori sebelumnya yang telah dijelaskan. Teori-teori
perubahan ini.

C. Definisi Mental Models

Mental karena ia ada (exist) dalam pikiran kita dan membentuk pikiran kita.
Models karena ia kita konstruksikan dari pengalaman kita dalam bentuk peta-
peta mental.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Mental Model adalah bagian
dari lima disiplin dari Learning Organization oleh Peter Senge. Beberapa
definisi tentang mental model:
1) “Mental models are deeply held internal images of how the world works,
images that limit us to familiar ways of thinking and acting. Very often, we

18
are not consciously aware of our mental models or the effects they have on
our behavior” (Peter senge); Mental models adalah asumsi-asumsi atau
generalisasi-generalisasi (paradigma) yang terdapat dalam pikiran kita yang
mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap dan bertindak terhadap
dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan bertindak atau mengambil
keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang
dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-pengalaman yang
pernah dilaluinya, pengalaman membentuk pengetahuan-pengetahuan yang
akan menuntun dia dalam bertindak
2) Mental Models; melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara terus
menerus, dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat
bagaimana gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku.
3) Model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan
konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya (Suprayogi,
2008).
4) Mental Models, proses bercermin dan meningkatkan gambaran diri tentang
dunia luar dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan
tindakan.
1. Terbentuknya Model-Model Mental
Konsep model-model mental diciptakan oleh seorang psikolog Skotlandia
Kenneth Craik pada tahun 1940-an. Selanjutnya digunakan oleh para psikolog,
ilmuwan koginitif dan manajer. Menurut beberapa ahli teori kognitif,
perubahan-perubahan dalam model-model mental setiap hari jangka pendek
yang terakumulasi dari waktu ke waktu, secara bertahap akan dicerminkan
dalam perubahan-perubahan keyakinan jangka panjang yang mendalam.
Kenneth Craik, pada tahun 1943 menulis "'model skala kecil' pikiran
konstruksi realitas yang ia gunakan untuk mengantisipasi kejadian, alasan, dan
untuk mendasari penjelasan" (Craik, 1943, dikutip dalam Johnson-Laird,
Girotto, & Legrenzi 1998, Pengantar 1). Johnson-Laird, salah satu pakar

19
terkemuka teori model mental awal, mendefinisikan model mental sebagai
"representasi psikologis situasi nyata, hipotesis, atau imajiner" (Johnson-Laird et
al., 1998, Pengantar, 1). Teks Model Mental (1983) telah menjadi dasar teoritis
dikutip seluruh literatur. Meskipun definisi dan ide-ide tentang model mental
sangat bervariasi, konsep umum adalah bahwa model mental "menjelaskan
mekanisme kognitif untuk mewakili dan membuat kesimpulan tentang sistem
atau masalah yang dibangun seseorang karena ia berinteraksi dengan dan
belajar tentang sistem." (Borgman, 1986).
Maka dapat dikatakan Model Mental adalah : 1) lensa yang kita gunakan
untuk memahami realitas, 2) merupakan kerangka untuk menginterpretasikan
realitas, 3) merupakan struktur yang berhadapan dengan realitas. 4) merupakan
dasar bagi pilihan yang kita ambil dan tindakan yang kita lakukan. Keputusan
“logis” sesungguhnya adalah hasil pembentukan dari realita kini dan keinginan
masa depan.
Model mental merupakan sesuatu yang cukup alami, yang setiap orang
memilikinya, selalu ada disana apakah kita menyadari atau tidak dan kita selalu
melihat dunia melalui model mental tersebut.
Model mental kita akan selalu mengarahkan semua tindakan kita, model
mental tersebut memiliki stabilitas yang dapat kita andalkan. Karateristik model
mental: aktif, mempengaruhi apa yang kita lihat, penyederhanaan (tidak
berhubungan dengan benar atau salah), teori kita menentukan apa yang kita ukur
dan nilai.
Model mental bukan merupakan gambar mental atau model fisik dari sebuah
sistem (Johnson-Laird et al., 1998), melainkan struktur pengetahuan dasar yang
memungkinkan seorang individu untuk membangun persepsi mereka tentang
sistem atau domain konten. Holland, Holyoak, Nisbett, dan Thagard (1986)
menggambarkan model sebagai "kumpulan aturan sinkronis dan diakronis diatur
dalam hirarki standar dan dikelompokkan ke dalam kategori" (dikutip dalam

20
Kearsley, nd, 3). Kategori ini terdiri dari tiga jenis pengetahuan: deklaratif,
struktural, dan prosedural.
Pengetahuan deklaratif adalah "mengetahui apa". Individu dapat mengetahui
tentang sesuatu, tapi belum tentu apa yang harus dilakukan dengan itu atau
mengapa. Pengetahuan struktural merupakan koneksi, atau jaringan, antara
pengetahuan deklaratif. Inilah yang memungkinkan manusia untuk membangun
skema dan model mental untuk setiap mata pelajaran tertentu. Terakhir,
pengetahuan prosedural adalah "mengetahui bagaimana melakukan" sesuatu,
memanfaatkan koneksi yang terbuat dari pengetahuan yang dihasilkan melalui
pengalaman (Jonassen, Beissner, & Yacci, 1993). Dengan demikian manusia
dapat menggunakan basis pengetahuan mereka dan melakukan tindakan yang
berarti. Pengetahuan struktural adalah kunci untuk model mental dan bagaimana
mereka membantu individu dalam cara mereka memandang suatu sistem atau
domain konten, memberikan aturan dan koneksi yang mendasarinya.
Model mental diperlukan untuk menangani masalah dan situasi baru (Jonassen
dkk, 1993;. Norman, 2002). Mental model memfasilitasi operasi yang benar atau
berfungsi dalam domain konten yang spesifik, tetapi lebih penting mereka
menyediakan kemampuan untuk memprediksi apa yang mungkin akan terjadi
berdasarkan tindakan tertentu.
Untuk sekedar mempelajari tugas prosedural atau menghafal daftar informasi
tidak memerlukan latihan hafalan yang keras. Untuk melampaui ini dan berhasil
menerapkan atau menggunakan pengetahuan dengan cara yang berbeda
mengharuskan adanya pemahaman prinsip-prinsip dan hubungan mendasar antara
pengetahuan yang relevan sehingga dapat membuat tindakan potensial dan
meramalkan hasil. Apa yang terjadi ketika pemahaman tidak benar, seperti yang
sering sampai batas tertentu? "Jika Anda benar-benar melakukan tugas dan ada
masalah, mereka (model) membiarkan Anda mencari tahu apa yang terjadi. Jika
model yang salah, Anda akan salah juga "(Norman, 2002, hal. 71). Borgman
(1986) setuju bahwa model yang sesuai adalah "membantu dan mungkin

21
diperlukan" ketika model mentalnya benar, tetapi kinerja akan sulit ketika model
tidak memadai. Jadi bagi individu untuk memecahkan masalah dan belajar untuk
mengoperasikan sistem yang kompleks, mereka harus memiliki pengetahuan
struktural akurat dari sistem atau domain konten. "Pemecahan masalah Domain
spesifik bergantung pada pengetahuan struktur yang memadai dari ide-ide dalam
domain yang dieksplorasi" (Jonassen dkk., 1993, hal. 10). Model mental yang
berantakan, tidak jelas, akurat, dan lengkap. Mereka terus berkembang sebagai
individu menghadapi pengalaman baru, membandingkannya dengan apa yang
telah mereka lakukan sebelumnya disimpan dalam model mereka, dan kemudian
mengubah gamba rsesuai konseptual mereka.
Johnson-Laird menyatakan "ilmuwan kognitif berpendapat bahwa pikiran
membangun model mental sebagai akibat dari persepsi, imajinasi dan
pengetahuan, dan pemahaman wacana" (Johnson-Laird et al., 1998, Pengantar, 1).
Demikian pula, Donald Norman menjelaskan "dalam berinteraksi dengan lingkungan,
dengan orang lain, dan dengan artefak teknologi, orang-orang membentuk, model mental
internal dari diri mereka sendiri dan dari hal-hal ketika mereka berinteraksi. Model ini
memberikan daya prediksi dan jelas untuk memahami interaksi "(Norman, 1983).

A. Mental Models Untuk Pemimpin


Seperti dikatakan oleh Tee (2005) bahwa mental model kelihatannya lembut
tetapi sebenarnya sangat kuat dalam mempengaruhi tindakan seseorang. Yang pasti,
mental model seorang pemimpin memberikan pengaruh pada bawahannya. Dalam
hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat diberikan kepada bawahannya tentu saja
adalah pengaruh positif. Jika pengaruh positif yang diharapkan, berarti mental
model yang dimiliki oleh pemimpin juga harus mental model positif.
Menurut Webster Dictionary, definisi pemimpin adalah: ‘a person or things
who leads’ (seorang atau sesuatu yang memimpin). Untuk dapat memimpin orang
lain dengan baik, seorang pemimpin tentu saja harus dapat memimpin dirinya
sendiri terlebih dahulu. Pemimpin dapat dibedakan pada dua hal yaitu: seorang

22
pemimpin dalam arti memimpin diri sendiri dan kemudian pemimpin yang
memimpin orang lain. Seseorang akan sulit untuk menjadi pemimpin yang baik jika
yang bersangkutan tidak dapat memimpin diri sendiri terlebih dahulu. Sebagai
contoh, seorang pemimpin mengharuskan agar semua datang ke sekolah tepat
waktu, sementara ia sendiri selalu datang terlambat. Atau seorang pemimpin
mengatakan berulang-ulang supaya bekerja jangan tergantung proyek, sementara ia
sendiri menunjukkan sikap kurang antusias ketika ada kewajiban pekerjaan yang
harus diselesaikan tetapi sudah tidak ada kompensasi yang dapat diharapkan. Jika
hal ini terjadi, maka tipe pemimpin seperti ini hanya akan menjadi topik
pembicaraan yang menarik di antara staf.
Mental Models seorang pemimpin :
1. Mental Model Bagi pemimpin yang Memimpin Orang lain
Pemimpin yang kurang berhasil salah satunya adalah karena tidak menyadari
akan eksistensinya sebagai orang yang harus berada di garis depan. Ada
beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin dalam
mengembangkan mental model sehingga ia akan lebih berhasil dalam
memimpin.
a . Put God at the top priority
Hal paling penting dan harus dimiliki seorang pemimpin adalah meletakkan
Tuhan pada prioritas pertama. Fokus pada hal ini akan mempengaruhi
pemimpin dalam mengembangkan mental model nya. Yang dimaksud
dengan meletakkan Tuhan pada prioritas pertama adalah bukan sekedar
mengutamakan dalam menjalankan ritual-ritual keagamaan tertentu saja,
tetapi apa yang dilakukan benar-benar membuat seseorang selalu ingat
bahwa yang menjadi Tuhan dalam hidupnya adalah benar-benar Tuhan,
bukan uang, bukan kekuasaan, bukan popularitas, bukan kekayaan, atau pun
bukan kepandaian. Dengan demikian, sekali pun seseorang memiliki salah
satu diantaranya atau bahkan semuanya, hal

23
itu tidak membuat orang tersebut merasa harus ditinggikan, dilayani, dan
dinomorsatukan, karena di dalam hati tetap Tuhanlah yang harus
ditinggikan, dilayani, dan dinomorsatukan. Bagi beberapa orang, atau
mungkin banyak orang, hal ini bisa dianggap terlalu rohani atau terlalu sok
suci untuk disinggung karena menyangkut masalah Tuhan.
b. Fear of God
Setelah menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang
diharapkan, maka hal berikutnya adalah ‘ fear of God’. Mengapa hal ini
penting? Apa bedanya dengan yang pertama? Jika hanya menempatkan
Tuhan pada prioritas utama tetapi tidak ada rasa takut akan Tuhan, maka
yang muncul adalah penonjolan ritual-ritual keagamaan belaka yang kurang
memberi pengaruh positif. Tetapi, jika seorang pemimpin menjadi orang
yang fear of God, hal-hal terlarang tidak akan dilakukan sekalipun tidak
ada satu orang pun yang melihat atau memeriksa. Dia sadar bahwa sekali
pun orang tidak melihat, tetapi Tuhan melihat. Pemimpin yang seperti ini
cenderung tidak mencari pujian, tepuk tangan yang meriah, atau wartawan
untuk menonjolkan kebaikan yang dilakukan. Pemimpin yang takut akan
Tuhan juga memiliki kekuatan untuk mengatakan tidak ketika atasan
mengajak untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan cara yang kurang pas ,
tanpa takut kehilangan jabatan. Andaikata sampai benar-benar tidak diberi
jabatan atau pekerjaan, pasti ada maksud lain dibalik itu semua, misalnya
menjadi memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang
sifatnya aktualisasi diri, dimana hal ini akan sulit dilakukan jika yang
bersangkutan masih punya banyak pekerjaan karena jabatan yang
dipikulnya. Memberikan fokus pada hal ini akan mempengaruhi
terbentuknya mental model yang melandaskan pada fear of God.
c. Be a giver, not a taker
Menjadi ‘a giver, not a taker’ seperti yang diharapkan akan sangat sulit
dilakukan jika seorang pemimpin tidak memiliki fondasi a dan b di atas.

24
Dapatkah dibayangkan bahwa seseorang ingin menjadi pemimpin karena
ketika posisi itu sudah di tangan, yang bersangkutan dapat memanfaatkan
berbagai hal yang diperlukan sesuai dengan keinginan pribadi? Demikian
juga ketika yang selalu dipikirkan adalah menjadi a giver , maka mental
model yang muncul juga akan mengarah kesana. Mental model terkait
dengan giving principle sangat perlu dikembangkan, karena memberi
merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan bahwa dengan
memberi orang akan merasa memiliki arti dalam hidup (Jamal dan
Mc.Kinnon, 2009).
d. ‘The Seed must lead’
Selama pemimpin memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam
lembaga tidak akan pernah dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat
sangat bagus, bahkan cenderung sempurna. Untuk itu, terkait dengan prinsip
be a giver, not a taker, seorang pemimpin perlu melengkapi dengan prinsip
lain, yaitu: ‘The Seed must Lead’ (Joel: 2004). Dalam bukunya Your Best
Life Now, Joel mengatakan bahwa the seed always has to lead (biji harus
selalu memimpin atau mendahului). Hal ini diibaratkan seorang petani yang
ingin menuai padi, ia harus menabur benih padi terlebih dahulu. Apa yang
diinginkan pemimpin haruslah ditabur terlebih dahulu sebagai benih. Jika
pemimpin menginginkan kerja sama yang baik, maka ia harus menaburkan
kerjasama yang baik dengan bawahan terlebih dahulu. Keinginan untuk
memanfestasikan the seed must lead akan mempengaruhi seorang pemimpin
untuk memiliki mental model yang menekankan pada hal tersebut.
e. ‘Unbelief leads to disobedience.
Meyer (1995) dalam bukunya ‘Battlefield of Mind’, mengatakan bahwa
ketidakpercayaan dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan (unbelief
leads to disobedience). Jika seorang pemimpin tidak dipercaya, maka hal ini
akan membawa ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau orang lain.
Interpretasi lain dari unbelief leads to disobedience adalah jika pemimpin

25
dapat dipercaya, maka kepatuhan menjadi tumbuh. Oleh karena itu, sangat
penting bagi seorang pemimpin untuk dapat dipercaya. Dipercaya tentu saja
tidak hanya terkait dengan masalah uang saja tetapi dengan banyak hal,
misalnya dipercaya karena memiliki tujuan yang jelas. Dengan memiliki
tujuan yang jelas, seorang pemimpin tidak mudah diombang-ambingkan
oleh berbagai kebijakan atau kalangan. Jika bawahan melihat pemimpinnya
mudah diombang-ambingkan, maka akan timbul ketidakpercayaan, seperti
diungkapkan oleh Osteen (2004): ‘if we don’t have a clear goal, we will be
easily distracted.’
2. Mental Model yang memimpin Diri Sendiri
Kata memimpin tidak selalu dihubungkan dengan memimpin orang lain.
Memimpin merupakan suatu hal yang juga harus dilakukan setiap orang, tanpa
harus menjadi seorang pemimpin yang memiliki kedudukan tertentu dalam suatu
organisasi. Mengapa demikian? Karena seorang yang tidak dapat memimpin diri
sendiri berarti orang tersebut tidak mampu menguasai diri sendiri. Berikut
adalah beberapa hal yang dapat membantu pembentukan mental model terkait
dengan memimpin diri sendiri.
a. Discipline your mind
Jika dibiarkan tidak terkontrol, pikiran dapat mengembara kemana-mana,
memikirkan segala macam hal. Jika hal ini terjadi maka pikiran dapat
mempengaruhi keberhasilan seseorang, karena yang bersangkutan menjadi
tidak fokus dalam berpikir. Pikiran yang liar akan berdampak pada
pembentukan mental model yang liar juga.
b. Get rid of lustful thinking
Get rid of lustful thinking dapat digambarkan sebagai berikut. Seorang yang
membiarkan pikirannya memikirkan kegagalan, sementara pada saat yang
sama ia sedang melakukan berbagai cara agar pekerjaan yang dikerjakan
dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka sebenarnya ia sedang
mempertentangkan antara keberhasilan yang sedang diusahakan dengan

26
kegagalan yang ada di pikirannya. Dengan kata lain, ia membuka pintu dan
membiarkan musuh (dalam hal ini kegagalan) memasuki wilayah
keberhasilan yang sedang diperjuangkan. Get rid of lustful thinking juga
dimaksudkan supaya jangan mengotori pikiran dengan hal-hal yang kotor,
negatif, tidak sopan, atau yang tidak bermanfaat, yang akan berpengaruh
pada perkataan, dan pada akhirnya tindakan.
c. Think a correct thinking and take the trash out.
Mencegah supaya pikiran jangan dibiarkan memikirkan hal-hal yang negatif
atau mengarah pada kegagalan belum cukup. Setelah dicegah, hal
selanjutnya adalah mengisi dan mengarahkan pikiran dengan hal-hal yang
bermanfaat, sedangkan hal-hal yang kotor (trash) dibuang. Jika hal-hal yang
kotor tidak dibuang, maka pikiran akan penuh dan sulit untuk ditambah
dengan hal-hal baru yang sebenarnya bermanfaat untuk kemajuan. Ada
beberapa hal yang menyebabkan orang tidak dapat memimpin diri sendiri
atau tidak dapat mengendalikan diri sendiri atau pikirannya. Beberapa di
antaranya adalah seperti yang akan dijelaskan oleh Meyer (1995) dalam
bukunya Battlefield of the Mind di bawah ini.
a) Selalu mengatakan: I can’t help it (saya tidak mampu) ; I’m just
addicted to grumbling, faultfinding, and complaining (saya memiliki
kebiasaan menggerutu, menyalahkan orang lain, dan mengeluh).
b) Ketidaksabaran. Hal ini sering terjadi karena di dalam diri seseorang
tertanam suatu mental model kuat yang mengatakan bahwa ‘tidak
selayaknya saya menunggu……..(sesuatu atau seseorang), saya berhak
untuk mendapatkan segala sesuatu yang saya inginkan dengan segera’.
Jika mental model semacam ini terus menerus tertanam, maka yang
bersangkutan cenderung akan memberontak dan tidak dapat
mengendalikan diri pada saat ia harus menunggu.
c) My behavior may be wrong, but it’s not my fault.

27
Tidak mau bertanggungjawab atas tindakannya dan mencoba untuk
mengalihkan perhatian dengan menyalahkan orang lain. Mental model
semacam ini cenderung membawa seseorang pada suatu kehidupan yang
sulit untuk diatur (wildness living ).
d) Self-pity
Self-pity merupakan suatu sikap yang cenderung mengasihi diri sendiri.
Hal ini terjadi karena didukung oleh pikiran yang memusatkan hanya
pada diri sendiri dan bukan orang lain. Orang dengan sikap semacam ini
sulit untuk diajak maju, karena ia hidup di masa lampau, dan terjebak
dalam perangkap masa lalu yang melukainya.
e) I don’t deserve God’s blessings because I am not worthy
Pandangan negatif tentang diri sendiri akan mempengaruhi seseorang
dalam mencoba menjalani kehidupan yang lebih baik. Hal ini
dikarenakan setiap kali ada anugerah yang ditawarkan kepada orang
tersebut, ia selalu merasa tidak layak. Akibat memiliki mental model
yang selalu merasa tidak layak seperti di atas, ia kehilangan anugerah
yang memang sudah dialokasikan untuknya.
3. Mind is the leader or forerunner of all actions
Pikiran merupakan awal dari semua tindakan. Dengan kata lain, tindakan yang
dilakukan seorang pemimpin adalah sebagai akibat langsung dari apa yang
dipikirkan terus menerus. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki
pikiran yang bijaksana untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang bijaksana
pula. Jika seseorang ingin maju, maka orang tersebut harus memiliki mental
model yang memampukan dia untuk memimpin diri sendiri dengan benar.
C. Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Mental Models Pemimpin
1. Deception
Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception
ada tiga hal yaitu:
a) Self-Deception:

28
Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak bisa
berubah. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada diri
sendiri. Pada kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan,
misalnya perubahan umur, perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang
yang selalu mengatakan: ‘ Ya….apa boleh buat, mungkin ini memang sudah
nasib saya, kondisi sudah tidak dapat diubah lagi .’ Ini adalah contoh lain dari
self-deception . Sekalipun mungkin kondisi yang dialami masih tetap sama,
tetapi seorang pemimpin harus mampu mengubah cara berpikirnya dengan
mengatakan bahwa kondisi ini masih sangat mungkin untuk berubah.
Pemimpin harus memiliki mental model bahwa segala sesuatu buatan
manusia pada dasarnya masih dapat diubah/berubah.
b) Deceiving others
Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan
orang lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan pribadi,
orang sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’ Atau untuk
supaya tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan apa yang
disebut sebagai ‘white lie’ . Ditinjau dari arti kata yang digunakan, white lie
is a lie . A lie atau sebuah kebohongan tetap selalu mempunyai nilai negatif.
Seorang pemimpin tidak semestinya melakukan ‘white lie’ , apa pun
alasannya.
c) Deceived by others
Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari deceived by
others Jika menipu orang lain merupakan hal yang sebaiknya tidak dilakukan
oleh pemimpin, maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu hal yang
mestinya tidak boleh terjadi pada seorang pemimpin. Dalam hal ini, seorang
pemimpin harus memiliki kepekaan tinggi untuk mengantisipasi orang lain
yang berusaha untuk menipu atau mencari keuntungan dengan memanfaatkan
kelemahannya.

29
2. Boundaries atau pembatas.
Dalam membangun sebuah hubungan antar manusia, selalu ada boundaries
yang harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri.
Setiap orang perlu membuat boundaries terhadap orang lain. Siapa pun tidak
perlu merasa tersinggung ketika orang lain menunjukkan boundaries-nya .
Seorang pemimpin yang tidak membuat boundaries akan repot sendiri dan
kehabisan waktu karena harus menanggapi semua orang yang mendatanginya.
3. Making Decision
Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusan
Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting,
kurang penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa,
dengan pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat
keputusan. Seorang pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat keputusan
seakurat mungkin, karena keputusan yang dibuat akan berdampak pada orang
lain. Meyer dalam artikelnya yang berjudul ‘ Unplug the flow of forgiveness’
mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini merupakan hasil dari keputusan yang
dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan penting yang dapat
meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi maaf secara
tulus. Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu dalam
keadaan ‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang harus dibuat.
Sebagai seorang pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan dalam
keadaan setengah sadar.
4. Obedience or disobedience, both are costly
Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk
hal yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan
pada orang, tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam
menegakkan kejujuran dan keadilan. Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk
memberatkan, tetapi kalau ditinjau lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih
memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang dalam menegakkan kejujuran di

30
bidang keuangan mungkin akan mendapatkan reaksi yang keras di kalangan
tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang sama juga akan memiliki
dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak enak.
Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan lebih
mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model
yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu modal
dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang
kepala Satuan pendidikan untuk menekankan pentingnya mengembangkan mental
model yang positif. Kepala Satuan pendidikan sebagai seorang pemimpin dengan
mental models yang baik akan menciptakan keberhasilan dari dalam terlebih dahulu
sebelum akhirnya keberhasilan itu benar-benar menjadi kenyataan.
D. Model Pendekatan Kepemimpinan Dengan Mental Models yang Positif di
Satuan Pendidikan
Gambaran umum Satuan Pendidikan
Definisi Satuan Pendidikan
Satuan Pendidikan adalah satu kesatuan organisasi fungsional yang merupakn pusat
pengembangan pendidikan bagi seruh masyarakat Indonesia, bersama dengan
pemerintahan pusat, pemerintahan daerah dan masyarakat yang juga membina peran
serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain
Satuan pendidikan mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas meningkatkan,
menumbuhkan dan memberdayakan pendidikan dalam wilayah kerjanya.
Mental Models yang harus dimiliki oleh kepala satuan pendidikan sebagai penjabaran
dari Mental Model seorang Pemimpin:
1) Jujur. Menampilkan ketulusan dan integritas dalam semua tindakannya. Dalam hal
ini perilaku manipulatif tidak akan menumbuhkan kepercayaan;
2) Kompeten . Merupakan tindakan para pemimpin yang berbasis pada akal-fikiran,
sikap dan prinsip-prinsip moral. Atau tidak membuat keputusan berdasarkan
keinginan, perasaan, atau faktor emosional lainnya yang bersifat terlalu subyektif;

31
3) Berpandangan ke depan. Memiliki tujuan dan visi masa depan. Pemimpin yang
efektif membayangkan (memiliki obsesi dan imajinasi) apa yang mereka inginkan
dan bagaimana mendapatkannya. Mereka biasanya memilih prioritas yang berasal
dari nilai-nilai dasar mereka. Suatu visi harus dimiliki oleh totalitas organisasi;
4) Menginspirasi. Mampu menunjukkan kredibilitas dan orijinalitas dalam segala hal
yang ia lakukan. Menunjukkan keteladanan dan ketahanan dalam mental, fisik, dan
stamina spiritual, yang dengan bekal kredibilitas ini seorang pemimpin akan mudah
menginspirasi orang lain untuk meraih puncak prestasi baru, dan akan
mempertaruhkan reputasinya bila diperlukan;
5) Cerdas. Gemar dan rakus membaca, haus belajar, dan senantiasa mencari tugas
yang menantang;
6) Adil (fairness). Mampu menunjukkan perlakuan yang adil bagi semua orang.
Menyadari bahwa prasangka adalah musuh keadilan.Bersikap empati dan peka
terhadap perasaan, nilai-nilai, kepentingan, dan kesejahteraan orang lain;
7) Berwawasan luas. Menyukai keragaman, kaya perspektif dan memiliki pandangan
jauh kedepan;
8) Berani. Memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan, meski menghadapi risiko atau
rintangan yang berat. Selalu menampilkan ketenangan dan kepercayaan diri meski
dalam kondisi stres;
9) Lugas. Memiliki penilaian yang baik tentang berbagai persoalan, dan
menggunakannya untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat;
dan
10) Imajinatif. Mampu melakukan perubahan pada waktu yang tepat, dengan
menggunakan pemikiran, rencana, dan metode yang tepat pula. Juga mampu
menampilkan kreativitas dengan menciptakan tujuan baru yang lebih baik,
sekaligus menemukan ide inovatif dan solusi atau resolusi baru untuk memecahkan
masalah.
Sepuluh karakter model mental yang positif tersebut, bila diterapkan oleh
Kepala Satuan unit pendidikan maka akan bisa memotivasi bawahannya untuk

32
bekerja dan menghasilkan kinerja yang maksimal dengan tingkat kepuasan kerja
yang baik.
Dalam konsep kepemimpinan, pemimpin yang mampu memotivasi
bawahannya untuk menjalankan hal yang positif demi tercapainya tujuan organisasi
dinamakam Kepemimpinan Transformasional.
1. Konsep Kepemimpinan Transformasional
Konsep awal tentang Kepemimpinan Transformasional ini dikemukakan
oleh Burn yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah
sebuah peroses dimana pimpinan dan para bawahannya berusaha untuk
mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Untuk memperjelas
posisi kepemimpian transformasional (mentransformasi nilai-nilai) ia
membedakannya dengan kepemimpinan transaksional (jual beli nilai-nilai).
Dalam pengertian lainnya, pemimpin transformasional mencoba untuk
membangun kesadaran para bawahannya dengan menyerukan cita-cita yang
besar dan moralitas yang tinggi seperti kejayaan, kebersamaan dan
kemanusiaan.
Seorang pemimpin dikatakan transformasional diukur dari tingkat
kepercayaan, kepatuhan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat para
pengikutnya. Para pengikut pemimpin transformasional selalu termotivasi untuk
melakukan hal yang lebih baik lagi untuk mencapai sasaran organisasi.
Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang
melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepemimpinan
yang dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan ini juga
didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi
para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang
dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu.
Lebih lanjut, kepemimpinan transformasional lebih mengandalkan
pertemuan visi kedepan yang dibangun berdasarkan konsesus bersama antara
pemimpin dan anggota. Oleh karena itu pemimpin tidak lagi menjadi satu-

33
satunya orang yang bertugas untuk memberikan visi gerakan dan kemudian
mendiseminasikan kepada anggotanya; peminpin justru menjadi interpreter
(penerjemah) visi bersama para anggotanya untuk di transformasikan dalam
bentuk kerja nyata kolektif yang mutual.

2. Model Pendekatan Kepemimpinan Transformasional di Satuan pendidikan


Proses kepemimpinan merupakan salah satu kunci keberhasilan yang sangat
penting dalam menjalankan visi dan misi sebuah institusi atau organisasi,
kepemimpinan merupakan kunci utama dari sebuah organisasi.
Direkomendasikan bahwa Pemimpin di satuan pendidikan dalam hal ini Kepala
Kepala satuan unit pendidikan menggunakan pola kepemimpinan
Transformasional. Gaya Transformasional selalu memberi motivasi bagi para
bawahannya sehingga bawahannya dapat senantiasa memberikan kinerja
terbaiknya demi kemajuan institusi. Sementara pemimpin yang mampu
menumbuhkan motivasi adalah pemimpin dengan Mental Models yang positif
seperti yang telah dibahas sebelumnya. Gaya kepemimpinan Transformasional
adalah gaya yang paling baik diterapkan di Satuan pendidikan sebagai
manifestasi dari konsep New Leadership.

34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :
1) Model – model kepemimpinan merupakan seni yang bisa dipilih dan
dikembangkan oleh setiap pemimpin di leval manapun kepemimpinan itu
untuk menggerakan roda organisasi untuk mencapai tujuan bersama
2) Mental models adalah melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara terus
menerus, dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat
bagaimana gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku dan terbentuknya
mental models adalah merupakan sesuatu yang cukup alami terbentuk, yang
setiap orang memilikinya, selalu ada disana apakah kita menyadari atau
tidak dan kita selalu melihat dunia melalui model mental tersebut.
3) Mental Model untuk pemimpin pada dasarnya dilihat dari 2 faktor yaitu
mental models untuk pemimpin yang memimpin orang lain dan mental
model untuk pemimpin yang memimpin diri sendiri.
4) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi mental models ada empat yakni
Deception, Boundaries atau pembatas, making decision dan Obedience or
disobedience, both are costly
5) Kepemimpinan Transformasional di satuan unit pendidikan menjadi model
alternative pilihan pemimpin dengan mental models yang positif dalam
mencapai tujuan institusi.
B. Saran
Setiap pemimpin/leader pada setiap organisasi, haruslah mengetahui, mempelajari,
memahami, dan memiliki Mental models yang positif sebagai bagian dari lima
disiplin dalam organisasi belajar (learning organization) yang akan sangat
membantu berhasilnya pencapaian organisasi.
Disarankan pada Kepemimpinan di satuan pendidikan menggunakan kepemimpinan
Transformasional sebagai bentuk mental models yang positif dari pemimpin dimana

35
pemimpin akan meningkatkan motivasi kerja dari guru dan karyawan yang akan
berimbas pada pemberian pelayanan pendidikan yang bermutu.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Mental Models Assessment for education. (online), diakses tanggal 11 januari
2015

Bass, B.M & Riggio,R.E.(2006).Transformational leadership. New Jersey: LEA.


Publlisers Marwah
.
Bass, B.M.(1990). Bass & Stogdill’s : Handbook of leadership. Theory,research &
managerial application”. 3 rd Ed. New York : The Free Press : A division of
Macmillan, Inc.

Johnson P & Laird and Ruth Byrne, 1998. Mental Model Website, (0nline), diakses
tanggal 11 Januari 2015

Kreitner, R. 1995. Management (6th ed.). Boston: Houghton Company.

Komariah,A.&Tratna.C.(2008). Visionary leadership, menuju sekolah efektif. Penerbit


PT Bumi Aksara, Cetakan ketiga, Jakarta

Marquardt, Michael J. 1996. Building The Learning Organization. Palo Alto CA:
Davies-Black Publishing, Inc.

Mujiono, Imam. 2002. Kepemimpinan dan Keorganisasian. Yogyakarta: UII Press.


Robbins S & Judge T, 2015. Perilaku Organisasi Organizational Behavior. Salemba
Empat, Jakarta

Rosalina dkk, 2012, Mental Models. (online), diakses tanggal 11 januari 2015
Rahmah Ummiati, 2012. Kritikal review Kepemimpinan Dalam Organisasi. (online),
diakses tanggal 11 Januari 2015

Osteen, Joel. 2004. Your Best Life Now . New York: Faith Words.

Senge Peter, 1996. Disiplin Kelima Seni dan Praktek dari Organisasi pembelajar.
Binarupa Aksara, Jakarta
Wikipedia, Mental Models, (online), diakses tanggal 11 Januari 2015
Yukl Gary, 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi Edisi Kelima. PT Indeks, Jakarta

36

Anda mungkin juga menyukai