Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Anatomi Otak (Atlas Anatomi,2015)

1. Otak

Otak adalah suatu alat tubuh bagian yang sangat penting bagian dari
saraf pusat karena merupakan pusat pengaturan dari semua alat
tubuh/bagian. Otak terletak didalam rongga tengkorak dan dibungkus oleh
selaput otak yang kuat. Perkembangan otak dimulai dari sebuah tabung
yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal yaitu
otak depan (menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, talamus dan
hipotalamus), otak tengah (tegmentum, krus serebrium, korpus
kuadrigeminus) dan otak belakang (menjadi pons varoli, medula oblongata
dan serebellum). Secara garis besar otak dibagi menjadi bagian tiga bagian
yaitu serebrum (otak besar), batang otak dan serebelum (otak kecil).
Keterangan
1. Lobus frontalis
2. Lobus parietalis
3. Lobus temporalis
4. Lobus temporalis
5. Cerebelum

2
1

3 4

1
2

Gambar 1.2 Potongan lateral otak (Atlas Anatomi, 2015)


a. Serebrum (Otak besar)
Merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak, mengisi penuh
bagian atas depan rongga tengkorak. Otak mempunyai permukaan
atas dan permukaan bawah yang dilapisi oleh lapisan kelabu yaitu
pada bagian korteks serebral dan dilapisi zat putih pada bagian
dalam yang mengandung serabut saraf.

1) Fungsi otak besar

a) Mengingat pengalaman-pengalaman masa lalu.

b) Pusat persarafan yang menangani aktivitas mental,


akal, intelegensi, keinginan dan memori.

c) Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.

2) Lobus-lobus pada otak besar

Pada otak besar dapat dibagi menjadi beberapa lobus yang


dipisahkan oleh fisura-fisura dan sulkus.

a) Lobus frontalis,adalah bagian dari serebrum yang


terletak di depan sulkus sentralis.
b) Lobus parietalis, terdapat didepan sulkus dan
dibelakangi oleh karaco oksipitalis.
c) Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari
fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis.
d) Lobus oksipitalis, mengisi bagian belakang pada
daerah os oksipital.
3) Pembagian berdasar fungsi dan banyaknya area (korteks
serebri).
3

Disamping pembagian dalam lobus, serebral juga dapat


dibagi berdasar fungsi dan banyaknya area korteks serebri.
Korteks serebri terdiri dari lapisan sel saraf (substansia kelabu),
korteks tersusun dalam banyak gulungan dan lipatan tidak
teratur dengan demikian menambah daerah permukaan korteks.
Secara umum korteks serebri dibagi menjadi empat bagian
antara lain :
a) Korteks sensoris, pusat sensasi umum primer suatu
hemisfer serebri.
b) Korteks asosiasi, tiap indra memiliki korteks
asosiasi sendiri, bidang intelektual, ingatan dan berpikir.
Pada bagian anterior lobus temporalis mempunyai
hubungan dengan fungsi luhur disebut korteks psikokorteks.
c) Korteks motoris, fungsi utamanya adalah kontribusi
pada traktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontra
lateral.
d) Korteks pre frontal, terletak pada lobus frontalis
berhubungan dengan sikap mental dan kepribadian.
b. Batang otak (Trunkus serebri) (Faiz-Mofat, 2004)
Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu :
1) Diensefalon, bagian batang otak paling atas, terdapat
diantara serebellum dan mesensepalon. Adapun fungsinya
adalah vaso kontruktor (mengecilkan pembuluh darah),
respiratori membantu proses persarafan, mengontrol kegiatan
reflek dan membantu pekerjaan jantung.
2) Mesensepalon. Atap dari mesensepalon terdiri dari empat
bagian yang menonjol keatas, dua di sebelah atas disebut korpus
kuadrigeminus superior dan dua di bawah yaitu korpus
kuadrigeminus inferior. Fungsinya yaitu membantu pergerakan
mata dan kelopak mata.
4

3) Pons varoli, terletak di depan serebelum diantara otak


tengah dan medula oblongata. Berfungsi sebagai penghubung
kedua serebellum juga medula oblongata, serebellum dan otak
besar serta sebagai pusat saraf nervus trigeminus.

c. Serebellum (Otak kecil). (Syaifuddin, 1997).


Cerebellum terletak pada bagian yang paling bawah dan
belakang tengkorak dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura
transversalis dibelakang oleh pons varoli dan diatas medula
oblongata
Fungsi otak kecil:
a) Arkchiocerebellum (vestibulo cerebellum) untuk
keseimbangan dan rangsangan pandangan ke otak.
b) Paleacerebellum (spino cerebellum), sebagai pusat
penerima impulsa dan nervus vagus kelopak mata, rahang atas,
rahang bawah, dan otot pengunyah.
c) Neocerebellum (ponto cerebellum), korteks cerebellum
menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan
dkerjakan dan mengatur gerakan sistem badan.
d. Selaput otak (Meninges)
Adalah selaput yang membungkus otak dan medula spinalis
yang berfungsi melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan serebro spinalis serta untuk mengurangi
akibat benturan dan goncangan.
1) Duramater
Adalah selaput pembungkus otak paling luar yang keras
berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Pada tempat tertentu
duramater mengandung rongga yang mengalirkan darah vena
dari otak, rongga tersebut dinamakan sinus longitudinal superior
yang terletak diantara kedua hemisfer otak.
2) Arakhnoid
5

Merupakan selaput yang halus, memisahkan antara


duramater dan piamater. Antara arakhnoid dan piamater terdapat
ruang yang disebut ruang sub arakhnoid yang berisi cairan otak.
3) Piamater
Piamater adalah selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak. Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal
inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah
dari falks serebri.

. Sistem ventrikel dan cairan serebro spinalis


Sistem ventrikel terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang
berhubungan satu sama lain. Di dalam ventrikel terdapat cairan serebro
spinalis. Cairan ini adalah hasil sekresi fleksus koroid dan disalurkan ke
dalam ventrikel kemudian masuk ke dalam kanalis sumsum tulang
belakang.dan ruang sub arakhnoid melalui ventrikularis.
Jumlah cairan serebro spinalis berkisar 80 – 200 ml, sedangkan
fungsi dari cairan serebro spinalis adalah untuk kelembaban otak dan
medula spinalis dan melindunginya dari tekanan serta melicinkan alat-
alat dalam otak dan medula spinalis. (https://www.academia.edu)

B. Patologi Stroke.

1. Defenisi (Dewanto dkk, 2009).


Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau
tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan
fungsional otak selama 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atu membawa
kematian) yang hanya disebkan oleh penyebab vaskuler (Mans Joer,2000).
Stroke merupakan peneyebab kecacatan nomor satu di dunia dan
6

peneyebab kematian nomor dua di dunia. Dua pertiga stroke terjadi di


negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami
stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke
meningkat seiring pertambahan usia

2. Etilogi (Dewanto dkk, 2009).


Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada
awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai
arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis merupakan gaya hidup modern
yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang berolahraga.
Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat
dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat
dikendalikan, yaitu antara lain :
a. Faktor Risiko Tidak Terkendali
1) Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah
berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu
sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada
orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa
stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat
menyerang semua kelompok umur.
2) Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi
daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia
lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi.
Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada
umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga
kemungkinan meninggal lebih besar,
3) Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga
Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik
yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah.
7

Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko
stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin
merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan
faktor risiko stroke yang lain.
b. Faktor Risiko Terkendali
1) Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko
utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.
Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga
enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan
sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita
hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di
atas 140—90 tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena
dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring
dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-faktor lain
di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada
orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus
hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada orang yang menderita
hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti
hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38 persen dan
pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen.
2) Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit
jantung, terutama penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni
penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik
kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali
lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini
menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara
insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah.
Gumpalangumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan
menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun,
atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian pada satu di
antara empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi pada
8

pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki cacat


bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat
terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut
mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang kemudian
menyebabkan stroke.
3) Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke
dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu,
risiko tersebut akan menurun. Namun, ada faktor penyebab lain
yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen
penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.
4) Kadar kolesterol darah
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan
kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada
risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di
bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl
sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena
penyakit jantung dan stroke. Memperbaiki tingkat kolesterol dengan
menu makan yang sehat dan olahraga yang teratur dapat
menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus tertentu,
dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.
5) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya
paling mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar
dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan
risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat
juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen.
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak
terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau
lebih tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika
setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun
setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu
9

produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak


sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada pasien
perokok, kerusakan yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena
dinding bagian dalam (endothelial) pada sistem pembuluh darah
otak (serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini
menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai
akibat bila terjadi stroke tahap kedua.
6) Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan
tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang
iskemik maupun hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak
berlebihan dapat mengurangi daya penggumpalan platelet dalam
darah, seperti halnya asnirin. Dengan demikian, konsumsi alkohol
yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh dari bahaya
stroke iskemik. Pada edisi 18 November, 2000 dari The New
England Journal of Medicine, dilaporkan bahwa Physicians Health
Study memantau 22.000 pria yang selama rata-rata 12 tahun
mengkonsumsi alcohol satu kali sehari. Ternyata, hasilnya
menunjukkan adanya penurunan risiko stroke secara menyeluruh.
Klaus Berger M.D. dari Brigham and Women’s Hospital di Boston
beserta rekan-rekan juga menemukan bahwa manfaat ini masih
terlihat pada konsumsi seminggu satu minuman. Walaupun
demikian, disiplin menggunakan manfaat alkohol dalam konsumsi
cukup sulit dikendalikan dan efek samping alkohol justru lebih
berbahaya. Lagipula, penelitian lain menyimpulkan bahwa
konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah
platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan
darah, yang menjurus ke pendarahan di otak serta memperbesar
risiko stroke iskemik.
7) Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa
olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor
10

risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit


pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan denyut
jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-
masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Marijuana
mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor risiko
lain, seperti hipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan
darah naik turun dengan cepat. Keadaan ini pun punya potensi
merusak pembuluh darah.
8) Cedera kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat
menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan
kerusakan yang sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera pada
leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau pembuluh
karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan
atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke
yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia muda.
9) Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan factor
risiko lain dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami,
sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawananan terhadap
infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan sifat
penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini
juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah yang memicu
risiko stroke embolik-iskemik ( Yuli Saraswati, 2008 ).

3. Patofisiologi (Price et al, 2006)


Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi. arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin
11

terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses


patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya
dapat berupa
a. keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau
peradangan.
b. berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya
syok atau hiperviskositas darah
c. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium
d. ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid

Gambar 2.2 Anatomi Pembuluh darah otak (https://www.google.co.id)

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA)


yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-
serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia
otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului
stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien (Harsono, 2009).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
12

a. Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinik dengan cara:
1) Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya
thrombus atau perdarahan aterom
3) Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas
sebagai emboli
4) Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
5) Aneurisma yang kemudian dapat robek.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia
jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga
bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme
lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya
bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika arteri
tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem
saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak
ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik
sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk suatu
waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua
alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan
neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan
ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak.
Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat
beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al,
2001).
b. Stroke Hemoragic
13

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari


semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi
vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA)
adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau
amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim)
paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi
dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke
dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan
otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk
secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan
tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan
ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan
perbedaan tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah,
darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak
dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat
melukai jaringan otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi
saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak (Price, 2005)
14

C. Dasar CT Scan

1. Defenisi (Ballinger, 2003)

CT Scan adalah proses pembuatan bidang tomografi cross sectional


dari bagian tubuh seperti pada gambar 2.3. Untuk CT, seorang pasien
dipindai dengan tabung sinar X yang berputar-putar dikeliling bagian
tubuh yang diperiksa. Rakitan detektor mengukur radiasi yang keluar dari
pasien dan memberi umpan balik informasi, disebut data primer
kekomputer. Setelah komputer mengkompilasi dan menghitung data sesuai
dengan algoritma yang telah dipilih sebelumnya, ia akan memasukkan data
dalam sebuah lI1atrix untuk membentuk gambar aksial. Setiap gambar,
atau irisan, kemudian ditampilkan pada tabung sinar katoda (CRT) dalam
format cross sectional.

Gambar 2.3 Pemindai C T memberikan gambar cross sectional dengan


memutar di sekitar tubuh pasien. (Ballinger, 2016)

2. Perkembangan CT Scan (Ballinger, 2016)

Godfrey Hounsfield seorang insinyur dari EMI Limited London


dengan James Ambrose seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital di
London, Inggris pada tahun 1970 memperkenalkan Computed
Tomography Scanning atau CT Scan.
a. Scanner Generasi Pertama
Prinsip scanner generasi pertama menggunakan pancaran sinar X
model pencil yang diterima oleh satu atu dua detector. Waktu yang
dicapai 4,5 menit untuk member informasi yang cukup pada satu slice
dari rotasi tabung dan detector sebesar 180 derajat.
15

b. Scanner Generasi Kedua


Scanner generasi ini mengalami perbaikan besar dan terbukti
pancaran sinar X model kipas dengan menaikkan jumlah detector
sebanyak 30 buah dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu 15
detik per slice atau 10 menit untuk 49 slice.
c. Scanner Generasi Ketiga
Scanner generasi ketiga ini dengan kenaikan 960 detektor yang
meliputi bagian tepi berhadapan dengan tabung sinar X yang saling
rotasi memutari pasien dengan membentuk lingkaran 360 derajat secara
sempurna untuk menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu scanning
hanya berkisar satu detik.
d. Scanner Generasi Keempat
Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan
teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor. Saat pemeriksaan
berlangsung, tabung sinar X berputar 360 derajat mengelilingi detector
yang diam. (Bontrager, 2010)
e. Generasi terakhir dari CT Scan disebut CT Helical atau CT spiral
Kelebihan dari tipe ini penggambaran organ akan lebih cepat dan
radiographer dapat mengolah data menjadi gambar tiga dimensi melalui
pengolahan komputer.

3. Komponen CT Scan (Ballinger, 2016)


CT Scan mempunyai dua komponen utama yaitu scan unit dan
operatir konsul. Scan unit biasanya berada didalam ruang pemeriksaan
sedangkan operator konsul letaknya terpisah dalam ruang kontrol.Scan
unit terdiri dari dua bagian yaitu gantry dan couch(meja pemeriksaan).
a. Gantry
Didalam CT Scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan
meja tersebut bergerak menuju gentry. Gantry ini terdiri dari beberapa
perangkat yang keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan
suatu gambaran, perangkat keras tersebut antara lain tabung sinar X,
kolimator dan detector.
1. tabung Sinar X
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar X sangat mirip
dengan tabung sinar X konvensional namun perbedaannya terletak
pada kemampuannya untuk menahan panas dan output yang tinggi.
16

2. Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur
membatasi jumlah sinar X yang sampai ke tubuh pasien serta untuk
meningkatkan kualitas gambaran. Tidak seperti pada pesawat
radiografi konvensional, CT Scan menggunakan dua buah
kolimator. Kolimator pertama diletakkan pada rumah tabung sinar
X yang disebut pre-pasien kolimator. Dan kolimator kedua
diletakkan diantara pasien dan detector yang disebut pre-detektor
kolimator ataupost pasien kolimator.
3. Detektor
Selama eksposi berkas sinar X (foton) menembus pasien
dan mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang telah
ter-atenuasi kemudian ditangkap oleh detector. Detector memiliki
dua tipe, yaitu detektor solide state dan detektor isian gas.
b. Couch (Meja Pemeriksaan)
Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien.
Meja ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya bahan ini
maka sinar X yang menembus pasien tidak terhalangi jalannya untuk
menuju ke detector. Meja ini harus kuat dan kokoh mengingat
fungsinya untuk menopang tubuh pasien selama meja bergerak
kedalam gentry.

c. Operator Konsul (Ballinger, 2016)


Konsul tersedia dalam beberapa variasi. Model yang lama msih
menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk pengoperasian CT Scan
sendiri dan untuk perekaman dan percetakan gambar. Model yang baru
sudah memakai sistem satu konsul dimana banyak memiliki kelebihan
dan fungsi. Bagian dari sistem konsul yaitu: sistem control, sistem
pencetak gambar, dan sistem perekam gambar.
a. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat nengontrol parameter-parameter
yang berhubungan dengan beroperasinya CT Scan seperti pengaturan
kV, mA, waktu scanning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-
17

lain. Juga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien


dan pengontrolan fungsi tertentu pada komputer.
b. Sistem Pencetakan Gambar
Setelah gambaran CT Scan diperoleh, gambaran tersebut
dipindahkan ke dalam bentuk film. Pemindahan ini dengan
menggunakan kamera multiformat. Cara kerjanya yaitu kamera
merekam gambaran di monitor dan memindahkannya ke dalam film.
Tampilan gambar di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung
ukuran filmnya (biasanya 8x10 inchi atau 14x17 inchi).
c. Sistem Perekaman Gambar
Merupakan bagian penting yang lain dari CT Scan. Data-data pasien
yang telah ada disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan cepat.
Keterangan
1. konsol Komputer dan operator
2. Gantry
3. Meja pasien

Gambar 2.4 Komponen


pemindai CT (Ballinger, 2003)

4. Komponen Lainnya
a. Display monitor
Agar gambar CT ditampilkan pada monitor CRT dalam bentuk
yang dapat dikenali, data CT digital harus disesuaikan dengan gambar
skala abu-abu. Proses ini dicapai dengan mengubah masing-masing
nomor CT digital dalam matriks menjadi voltase analog. Nilai
18

kecerahan dari gambar skala abu-abu sesuai dengan piksel dan nomor
CT dari data digital yang mereka wakili.

Gambar 2.5 Konsol dengan monitor layar. keyboard. dan


workstation untuk manipulasi gambar. ( Ballinger, 2003)

b. Multiplanar reconstruction
Keuntungan lain dari sifat digital citra CT kemampuan untuk
merekonstruksi gambar aksial menjadi bidang bodi koronal, sagital,
atau oblique tanpa radiasi tambahan pada pasien. Rekonstruksi gambar
di berbagai bidang dilakukan dengan memetakan beberapa citra aksial
kontinu, menciptakan volume data. Karena nomor CT dari data gambar
di dalam volume sudah diketahui, gambar penampang dapat dihasilkan
dalam bidang yang diinginkan dengan memilih bidang data tertentu.
teknik postprocessing ini disebut rekonstruksi multiplanar (MPR).
(Ballinger, 2003)

c. Parameter Scan (Bontrager, 2010)


Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-
berkas sina-X yang mengalami perlemahan setelah menembus obyek,
ditangkap detektor, dan dilakukan pengolahan di dalam komputer.
Penampilan gambar yang baik tergantung dari kualitas gambar yang
dihasilkan sehingga aspek klinis dari gambar tersebut dapat
dimanfaatkan dalam rangka untuk penegakan diagnosa. Sehubungan
dengan hal tersebut maka dalam CT Scan dikenal beberapa parameter
untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal.
1) Slice thickness
19

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek


yang diperiksa. Nilainya dapat di pilih antara 1mm-10mm sesuai
dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan
gambaran dengan detai yang rendah sebakliknya ukuran yang tipis
akan menghasilkan detai yang tinggi. Jika ketebalan meninggi akan
timbul artefak dan bila terlalu tipis akan terjadi noise.
2) Range
Range atau rentang adalah perpaduan atau kombinasi dari
beberapa slice thickness. Sebagai contoh untuk CT Scan Toraks,
range yang digunakan mulai dari apeks sampai diafragma dengan
slice thickness 5 - 10 mm. Pemanfaatan dari range adalah untuk
mendapatkan ketebalan irisan yang sama pada satu lapangan
pemeriksaan.
3) Faktor Eksposi
Pengoperasian konsul yang khas meliputi pengontrolan dan
pengawasan untuk berbagai faktor teknis. Pengoperasian biasanya
melebihi 120 kVp, sedangkan arus tabung pada sinar X yang
bersifat kontinyu adalah 100 mA dan untuk sinar X yang bersifat
pulsa maka arus tabung yang digunakan adalah beberapa ratus mA
(Bushong, 2001).

4) Field of View (FOV)


Field of view adalah diameter maksimal dari gambaran yang
akan direkonstruksi. Jika FOV diperbesar, dengan ukuran matriks
yang tetap maka ukuran pixel akan mengalami pembesaran yang
proporsional. Sedangkan jika matriks diperbesar, dengan ukuran
FOV yang tetap, maka ukuran pixel akan semakin kecil, sehingga
resolusi gambar semakin baik (Bushong, 2001). Besarnya bervariasi
dan biasanya berada pada rentang 12 – 50 cm (CT Technique,2011).
5) Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal
dengan gantry (tabung sinar X dan detektor). Rentang penyudutan
antara 120 sampai 300 . Penyudutan dari gantry bertujuan untuk
keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi.
20

Disamping itu bertujuan untuk mereduksi dosis radiasi terhadap


organ-organ yang sensitif seperti mata (Ballinger, 2003)
6) Rekonstruksi matriks
Gambar digital adalah serangkaian angka yang diatur dalam
baris dan kolom, yang disebut dengan matriks (Ballinger, 1999).
Satu buah kotak atau 1 sel informasi dinamakan picture element
(pixel) yang mengandung nilai CT number atau Hounsfield unit
(HU) sebagai perwakilan dari volume jaringan yang digambarkan
dalam 2 dimensi.
Setiap nilai yang dikandung tersebut akan ditampilkan sebagai
densitas optik atau tingkat brightness pada video monitor (Bushong,
2001). Ukuran matriks dapat dipilih dari 64 x 64 sampai 1024 x
1024. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi
gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai
maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan (Seeram, 2001).
7) Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis
(algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Hasil
dan karakteristik dari gambar CT Scan tergantung pada kuatnya
algorithma yang dipilih. Sebagian besar CT Scan sudah memiliki
standar algorithma tertentu untuk pemeriksaan kepala, abdomen dan
lain-lain. Semakin tinggi resolusi algorithma yang dipilih maka
semakin tinggi pula resolusi gambar yang akan dihasilkan. Dengan
adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue dan
jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar
monitor (CT Technique,2011).
8) Window Width
Window width adalah rentang nilai computed tomography
yang dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam TV
monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar
melalui rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan
dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai
CT Number. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit)
21

yang diambil dari nama penemu CT Scan kepala pertama kali yaitu
Godfrey Hounsfield (Bontrager, 2010).
Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk
tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU.
Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU.
Diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain
dengan nilai berbeda – beda pula tergantung pada tingkat
perlemahannya. Dengan demikian penampakan tulang dalam
monitor menjadi putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan
substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu yang
bertingkat yang disebut gray scale. Khusus untuk darah yang
semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi
putih jika diberi media kontras iodine. (Bontrager, 2010)

Tabel 1.1 Nilai CT pada jaringan yang berbeda (HU) dan


penampakannya dalam layar monitor. (Bontrager, 2010)
Tipe Jaringan Nilai (CT Penampakan
(HU)

Tulang +1000 Putih


otot +50 abu-abu
materi putih +45 abu-abu menyala
materi abu-abu +40 abu-abu
darah +20 abu-abu
cerebro spinal fluids +15 abu-abu
air 0
lemak -100 abu-abu gelap ke hitam
paru -200 abu-abu gelap ke hitam
udara -1000 hitam
22

D. Prosedur pemeriksaan CT Scan Kepala


1. Pengertian
Teknik pemeriksaan CT Scan kepala adalah teknik pemeriksaan
secara radiologi yang menggunakan peralatan khusus sinar X untuk
menghasilkan banyak gambaran dari sisi dalam tubuh dan sebuah
komputer untuk bekerja secara bersama dalam pandangan cross sectional
dari area yang diperiksa CT Scan memberikan informasi yang lebih dari
pada trauma kepala, stroke, tumor otak dan penyakit otak lain
(www.radiologyinfo.org)

2. Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2010)


a. Suspect (dugaan) adanya neoplasma, massa, lesi atau tumor pada
otak
b. Metastase pada otak
c. ICH (Intra Carnial Hemorrhage) atau perdarahan intrakranial
d. Aneurysma
e. Meningitis
f. Abses
g. Atrofi otak
h. Abnormalitas post trauma (seperti hematoma epidural dan
subdural)
i. Kelainan kongenital
j. Gumpalan darah atau perdarahan dalam otak secara cepat setelah
pasien mengalami gejala stroke

3. Prosedur Pemeriksaan (Ballinnger, 2003)


a. Persiapan pemeriksaan
1) Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, hanya melepaskan
benda-benda asesoris yang mengandung logam karena akan
menyebabkan artefak dan memberi penjelasan tentang prosedur
23

pemeriksaan agar pasien dapat bekerjasama demi kelancaran


pemeriksaan. Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan
dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi
selimut.
2) Persiapan Alat dan Bahan
a) Pesawat CT Scan
b) Dry view (pencetak radiograf)
c) Tabung oksigen
d) Selimut
e) Meja konsul
f) Alat bantu
b. Teknik pemeriksaan
1) Posisi pasien
Pasien supine diatas meja pemeriksaan: head first. Atur posisi
kepala sehingga OML vertikal tegak lurus
2) Posisi objek
Kepala hiperfleksi dan diletakkan pada head holder. Samping kiri
dan kanan kepala pasien diberi pengganjal sebagai fiksasi agar
kepala pasien tidak bergerak. Agar gambaran simetris kepala
diposisikan sehingga menjadi sagital plane tubuh sejajar dengan
lampu indikator horisontal. Lengan pasien diletakkan di atas perut
atau disimpang tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan
tubuh pasien sebaiknya difiksasi dengan sabuk khusus pada head
holder dan meja pemeriksaan.
3) Scout view
Dari foramen magnum sampai vertex (brain scan)
4) Scan parameter
a) Scanogram
Kepala lateral
b) Range
Range I dari basis cranii sampai pars petrosum dan range II
dari pars petrosum sampai vertex
c) Slice Thickness
mm (range 1) dan 5-10 mm (range II)
d) Interslice Distance : 1,0
e) FOV : 24cm
f) Gantry Tilt : 0,00
g) KV : 120
h) M A : 140
i) Rekonstruksi algorithma: soft tissue
24

j) Kriteria Kualitas gambar CT Kepala


5) Kriteria Visualisasi pencitraan: cerebrum, cerebellum, basis
cranii
Kriteria gambar:
i. Tampak jelas batas tegas antara subtansia alba dan
subtansia gricea
ii. Tampak jelas daerah basal ganglia
iii. Tampak jelas ventrikel
iv. Tampak jelas ruang CSF disekitar mesencephalon
dan mengelilingi otak

Gambar 2.6 Potongan axial CT Scan Kepala (https://www.google.co.id)

c. Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi pada pemeriksaan CT Scan kepaal adalah sebagai
berikut (Bushong, 2001)
1) Konsultasi radiasi pada pemeriksaan CT Scan benar-benar
tepat dilakukan.
2) Bagian tubuh yang tidak diperiksa dilindungi dengan apron
3) Menggunakan teknis dosis rendah
4) Potongan axial dibuat dengan gantry menyudut 20 derajat
terhadap canthomatal line untuk menghindari penyinaran pada
mata.
25

Anda mungkin juga menyukai