Anda di halaman 1dari 31

SISTEM PERKEMIHAN

Asuhan Keperawatan Pielonefritis


Dosen Pembimbing: Jaka Pradika M.Kep, Ns

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Annisa Nur Medinawati I1031151035


Enggar Septhy I1031151036
Herlingga Setya Nugraha I1031151037
Wahyu Nasrullah I1031151038
Widya Astuti Wibowo I1031151039
Nur Al Fatah I1031151040
Aina Rahayu Dewi I1031151041
Fira Nuruliza I1031151042
Iin Arbain I1031151043
Sujanah I1031151044
Diana Maulydia I1031151045
Yuni Agustia I1031151046
Apri Bahari I1031151047
Uray Nurul Syifa I1031151048
Suriyani Nengsih I1031151049
Yuvita Anggraini I1031151050

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan keperawatan pada Pielonefritis”. Makalah ini di buat guna memenuhi
tugas mata kuliah Sistem Perkemihan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, serta memberikan motivasi
kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, maka pada
kesempatan ini penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada:

1. Jaka Pradika M.Kep, Ns Selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Sistem


Perkemihan yang memberikan masukan-masukan dan membimbing kami,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Teman-teman mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran Untan Program
Studi Ners yang ikut membantu serta mendukung, sehingga makalah ini
terselaikan dengan baik.

Makalah ini sudah dirampungkan dengan sebaik mungkin oleh kami tapi
kami masih mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi
menyempurnakan makalah ini lebih lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita
semua. Terimakasih. Kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat
bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.

Pontianak, 15 September 2017

Penulis

i
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal dan jaringan intertisial


dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra
dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung,
bakteri jarang yang mencapai ginjal melalui aliran darah, kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3% . Pielonefritis sering disebut sebagai akibat dari refluks
ureterivesikal, dimana katup uretevesikal yang tidak kompeten menyebabkan
urine mengalir balik (refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius (yang
meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur,
hiperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain.
Pielonefritis dapat akut dan kronis (Haryono, 2013).
Menurut Indonesian Renal Registry Indonesia merupakan negara tropis,
dimana infeksi masih merupakan penyakit utama dan penyebab kematian nomor
satu. Penyakit infeksi yang cukup sering dijumpai, salah satunya pielonefritis.
Penderita pielonefritis di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 850 orang dan
meningkat pada tahun 2015 menjadi 1160 orang, dan provinsi yang paling banyak
menderita pieloneritis pada tahun 2015 adalah Bali yaitu 605 orang.Salah satu
dampak dari pielonefritis adalah gagal ginjal yang akhirnya dapat menyebabkan
kematian.
Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka kami tertarik untuk melakukan
tinjauan teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan pielonefritis.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pielonefritis?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
pielonefritis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui anatomi fisiologi saluran kemih.
b. Mengetahui pengertian pielonefritis.
c. Mengetahui flasifikasi dari pielonefritis.
d. Mengetahui etiologi dari pielonefritis.
e. Mengetahui faktor resiko dari pielonefritis.
f. Mengetahui patofisiologi dari pielonefritis.
g. Mengetahui manifestasi klinis dari pielonefritis.
h. Mengetahui penatalaksanaan dari pielonefritis.
i. Mengetahui komplikasi dari pielonefritis.
j. Mengetahui asuhan keperawatan pielonefritis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Saluran Kemih

1. Ginjal

Tinggi ginjal adalah pada torakal ke 12 dan rendahnya pada lumbal 3


pada ginjal itu sendiri terdiri dari beberapa bagian lagi yaitu
glomerulus, kapsula bowman, tubulus proksimal, lengkung henle,
tubulusdistal dan duktus kolektifus. Fungsi ginjal adalah untuk
mengatur volume air, mengatur keseimbangan osmotik, mengatur
keseimbangan asam basa cairan tubuh serta menyekresi sisa-sisa hasil
metabolisme (Haryono, 2013).

2. Ureter

Ureter terdiri dari dua saluran yang menghubungkan antara kandung


kemih dan ginjal, letaknya T11-L2 (Haryono, 2013).

3. Vesika urinaria/kandung kemih/bladder

Letak vesika urinaaria tepat di belakang os pubis dan bagian-bagian


dari vesika urinaria adalah fundus, korpus dan verteks. Vesika urinaria
berfungsi sebagai reservoir urine (200-400 cc) (Haryono, 2013).

4. Uretra

Pada laki-laki ukuran uretranya sekitar 20 cm yang terdiri dari uretra


prostaria, uretra membranosa dan uretra kavernosa, sedangkan pada
wanita uretranya lebih pendek daripada laki-laki yaitu sekitar 3-4cm.
Uretra berfungsi sebagai saluran eksresi (Haryono, 2013).

3
4

B. Definisi Pielonefritis

Pielonefritis merupakan peradangan pada pielum ginjal yang timbul


dengan gejala disuria, frekuensi, nyeri tekan pinggang, dan demam dan
disertai rasa dingin dan muntah. Dapat menyebabkan kerusakan pada
ginjal, gagal ginjal, pembentukan abses (misalnya nefrik, perinefrik), syok,
atau kegagalan multisistem (Rubenstein, Wayne & Bradley, 2007;
Muttaqin & Sari, 2011).

Pielonefritis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada piala ginjal,


tubulus dan jaringan intersisial dari salah satu atau kedua ginjal
dikarenakan bakteri mecapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke
ginjal (Haryono, 2013 & Purnomo, 2009).

C. Klasifikasi Pielonefritis

Menurut Haryono (2013) klasifikasi pielonefritis dibagi menjadi 2


yaitu:

1. Pielonefritis akut

Pielonefritis akut akan berlangsung selama 1-2 minggu. Pielonefritis


akut waktunya singkat dan sering terjadi infeksi berulang tetapi tidak
sempurna atau infeksi baru. Sebesar 20% dari infeksi yang berulang
terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Pielonefritis ini
disebabkan oleh bakteri, kerusakan yang terjadi pada pielonefritis akut
tidak permanen. Ginjal pada pasien dengan pielonefritis akut akan
membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi, terdapat abses
pada kapsul ginjal dan pada taut medularis. Pielonefritis akut ditandai
dengan adanya gejala infeksi.

2. Pielonefritis kronik

Pielonefritis kronis merupakan lanjutan dari pielonefritis akut apabila


tidak ditangani dengan baik atau tidak berhasilnya pengobatan
5

pielonefritis kronis. Pielonefritis kronik ini disebabkan oleh bakteri,


obstruksi serta refluks urin. Ginjal akan membentuk jaringan parut,
pielonefritis kronik biasanya tanpa gejala infeksi kecuali jika terjadi
eksaserbasi.

D. Etiologi Pielonefritis

Mikroorganisme penyebab utama dari pielonefritis adalah E.coli, akan


tetapi menurut kowalak dkk dalam Purnomo, (2009) mengidentifikasikan
beberapa mikroorganisme yang ikut juga berperan dalam pielonefritis ini.
Mikroorganisme tersebut adalah klebsiella, proteus, pseudomonas,
staphylococcus aureus, dan enterococcus faecalis.

Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di


usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah
sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya
berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.

Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa
dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan
oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.

Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu


ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung
kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya
melalui aliran darah.

Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal


adalah:

1. Kehamilan : kehamilan dapat mempengaruhi aliran darah dan aliran


plasma efektif ke ginjal dan saluran kencing. Kecepatan filtrasi
glomerulus dan fungsi tubuler meningkat 30-50%. Dibawah keadaan
yang normal peningkatan kegiatan penyaringan darah bagi ibu dan
6

janin yang tumbuh tidak membuat ginjal dan uretra bekerja ekstra.
Keduanya menjadi dilatasi karena peristaltik uretra menurun. Sebagai
akibat, gerakan urin kekandung kemih lebih lambat. Stasis urin ini
meningkatkan kemungkinan pielonefritis.

2. Diabetes (kencing manis): Keadaan-keadaan yang menyebabkan


menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.

E. Faktor Resiko

Menurut Tessy & Ardaya, (2001) ada 7 faktor resiko pielonefritis


yaitu:

1. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.


Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari
urethra dekat kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat
dibandingkan dengn pria.

2. Abnormalitas Struktural dan Fungsional Mekanisme yang


berhubungan termasuk stasis urine yang merupakan media untuk
kultur bakteri, refluks urine yang infeksi lebih tinggi pada saluran
kemih dan peningkatan tekanan hidrostatik. Contoh : strikur,anomali
ketidak sempurnaan hubungan uretero vesicalis

3. Obstruksi
Contoh : tumor, Hipertofi prostat, calculus, sebab-sebab iatrogenic

4. Gangguan inervasi kandung kemih


Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple
sclerosis

5. Penyakit kronis
Contoh : Gout, DM, hipertensi, Penyakit Sickle cell.

6. Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi.
7

7. Penggunaan fenasetin secara terus menerus dan tidak pada tempatnya.

F. Patofisiologi

Invasi bakteri pada parenkim ginjal memberikan manifestasi


peradangan dalam bentuk pielonefritis. Infeksi dipengaruhi oleh faktor
invasi bakteri dan faktor imunologis. Faktor bakteri seperti Escherichia coli
yang bersifat uropatogenik menempel pada sel epitel, dan mampu bertahan
dari pembersihan aliran urine. Invasi bakteri ini melekat pada epitel dan
memicu respons peradangan pada tubulointerstisial. Faktor ini melakukan
proses fagositosis dalam urine secara maksimal pada pH 6,5-7,5 dan
osmolalitas dari 485 mOsm. Apabila nilai-nilai ini menyimpang akan
mengakibatkan penurunan proses fagositosis secara signifikan.
Bila pertahanan inti terganggu sehingga meningkatkan kemungkinan
infeksi. Beberapa faktor yang berperan untuk meningkatkan kondisi infeksi,
meliputi :
1. Obstruksi saluran kemih
2. Refluks vesicoureteral
3. Pengosongan kandung kemih tidak lengkap
4. Penggunaan obat spermisida
5. Diabetes melitus
6. Atrofi mukosa vagina
7. Prostatitis
8. Imunodefisiensi (bawaan atau diperoleh)
9. Agen organisme yang mampu menguraikan urea sehingga terjadi
perubahan pH secara signifikan (misalnya : Proteus, E.coli, Klebsiella,
Pseudomonas, Staphylococcus), dan
10. Kehamilan.
Obstruksi merupakan faktor yang paling penting untuk memudahkan
penempelanbakteri di urutelium. Kondisi ini meniadakan efek pembilasan
aliran urine, memungkinkan terjadinya statis urine, menyediakan media
bakteri untuk berkolonisasi, perubahan aliran darah intrarenal, dan
mempengaruhi pengiriman neutrofil.
Pengososngan kandung kemih mungkin tidak lengkap, biasanya
terkait dengan penggunaan obat (misalnya antikolinergik).Spermisida
nonoxynol-9 menghambat pertumbuhan laktobasilus, yang menghasilkan
8

peroksida hidrogen. Hubungan seksual yang sering menyebabkan trauma


mekanik lokal kke uretra pada kedua pasangan. Diabetes militus
menghasilkan neuropati kandung kemih otonom, glukosuria, disfungsi
leukosit, microangiopathy, dan nephrosclerosis. Atrofi mukosa vagina pada
wanita postmenopause merupakan predisposisi untuk kolonisasi patogen
saluran urine dan UTI karena pH lebih tinggi (5,5 vs 3,8) dan tidak adanya
laktobasilus. Bakteri prostatitis (akut atau kronik) menghasilkan bakteriuria.
Komplikasi dari obstruksi dengan infeksi termasuk hidronefrosis,
pionefrosis, urosepsis, dan pielonefritis xanthogranulomatous. Proteus
merupakan spesies yang mampu menguraikan urea, namun E.coli,
Klebsiella, Pseudomonas, dan Staphylococcus dapat menghasilkan urease
sehingga mereka juga terlihat dalam pembentukan kalkulus staghorn.
Kehamilan (hormonal dan perubahan makanis) merupakan
predisposisi seorang wanita mengalami infeksi saluran kemih. Hidroureter
kehamilan merupakan efek sekunder untuk kedua faktor hormonal dan
mekanik, diwujudkan sebagai dilatasi dari pelvis ginjal dan ureter sehingga
memberikan kesempatan pada bakteri untuk menempel di urotelium. Uterus
yang membesar menggantikan kandung kemih sehingga ikut mengakibatkan
adanya statis urine.
Respon perubahan patologis pada saluran kemih bagian atas akan
memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami
pielonefritis.
9

G. Pathway

Invasi kuman bakteri ke Factor predisposisinya


saluran kemih seperti kehamilan, imun
yang menurun obstruksi
saluran kemih, diabetes
Ketidakmampuan
pertahanan local terhadap
infeksi saluran kemih

Resiko
Penempelan bakteri di
kekambuhan
infeksi saluran urotelium pielum dan
kemih parenkim ginjal saluran
Kemih

Pemenuhan
Pielonefriti
informasi
s akut
saluran kemih

Reaksi infeksi Reaksi infeksi-


inflamasi sistemik
inflamasi local
saluran kemih

Anoreksia, mual, demam, Nyeri pada Hematuria,


penurunan berat badan, pinggang, nyeri
piuria, disuria,
kelemahan perut, nyeri
panggul, nyeri tekan urgensi saluran
pada sudut kemih
kostovertebral
saluran kemih
Peningkatan suhu tubuh,
intake nutrisi kurang,
kelemahan fisik umum,
kondisi penyakit saluran Nyeri Gangguan
kemih eliminasi
urine

Hipertemia,
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
tubuh dan
kebutuhan,
kecemasan saluran (Muttaqin, 2011; Widayati,
kemih 2017)
10

H. Manifestasi Klinis

1. Akut

Pielonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau


pelebaran penumpang ginjal. Pada pengkajian di dapatkan adanya
demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada pinggang, sakit
kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik. Pada perkusi di daerah
CVA ditandai dengan adanya tenderness. Client biasanya di sertai
disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari. Pada pemeriksaan
urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang
tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih (Baughman,
2000).

2. Kronik

Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya


tidak mempunyai gejala yang sfesifik. Adanya keletihan. Sakit kepala,
nafsu makan rendah dan berat badan menurun. Adanya poliuria, haus
yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria, dan
kepekatan urin menurun. Kesehatan pasien semakin menurun, pada
akhirnya pasien mengalami gagal ginjal. Ketidaknormalan kalik dan
adanya luka pada daerah korteks. Ginjal mengecil dan kemampuan
nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan. Tiba-tiba ketika
ditemukan adanya hipertensi (Baughman, 2000).

I. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Susilowati, (2011) pemeriksaan penunjang pada penderita


pielonefritis antara lain:

1. Riwayat ISK (Infeksi Saluran Kemih) berulang, diabetes, penggunaan


obat IV

2. Urinalisis akan memperlihatkan piuria dan bakteriuria


11

3. Kultur urine dan darah sebaiknya dilakukan sebelum terapi antibiotic


dimulai

4. CBC (jumlah sel darah lengkap) dengan hitung jenis leukosit

5. Pemeriksaan ultrasonografi ginjal mungkin perlu dilakukan untuk


mengesampingkan obstruksi atau abses yang besar

6. Pada infeksi yang besar atau pasien yang tidak memberikan respon
terhadap antibiotic, CT scan, pielogram intravena mungkin
diindikasikan untuk menilai adanya gas, dalam parenkim atau
pembentukan abses

J. Penatalaksanaan

Penanganan berfokus pada terapi antibiotik yang tepat terhadap


mikroorganisme penyebab infeksi setelah dilakukan identifikasi melalui
pemeriksaan kultur urine dan sensitivitas (Kowalak, 2011). Sebagai
contoh:
1. Enterococcus, memerlukan terapi dengan ampisilin, penisilin G atau
vankomisin.
2. Staphylococcus memerlukan penisilin G atau jika sudah terjadi
resistensi, penisilin semisintesik, seperti nafsilin atau sefalosporin.
3. Proteus dapat diobati dengan ampisilin, sulfoksazol, asam nalidiksat
dan sefalosporin.
4. Pseudomonas memerlukan gentamisin, tobramisin atau karbenisilin.

Kalau mikroorganisme penyebab infeksi tidak dapat diidentifikasi,


biasanya terapi terdiri atas antibiotik berspektrum luas, seperti ampisilin
atau sefaleksin.
Jika infeksi disebabkan oleh obstruksi atau refluks vesikoureter,
pemberian antibiotik tidak begitu berkhasiat. Pada keadaan ini diperlukan
pembedahan untuk menghilangkan obstruksi atau mengoreksi aomali
(Kowalak, 2011).
12

Berikut penanganan pielonefritis berdasarkan klasifikasinya:


1. Pielonefritis Akut
Pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakterimia dan
memerlukan terapi anti mikrobial yang intensif. Terapi parenteral
diberikan selama 24-48 jam sampai afebril. Pada waktu tersebut, agen
oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan
efektif apabila ditangani haya dengan agen oral.
Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka
pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistisis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi
kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun
tanpa gejala. Setelah antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk
terus di bawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi
tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan
dikendalikan, da fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka
panjang.
2. Pielonefritis kronik
Agens antimikrobial pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen
melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole
dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik.

K. Epidemiologi

Pielonefritis merupakan keadaan yang sangat sering ditemukan pada


praktek umum (biasanya disebabkan oleh bakteri E.colli) dan merupakan
40% dari infeksi yang didapat di rumah sakit (nosokomial) sering
disebabkan oleh Enterobacter atau Klebsiella.
Pielonefritis lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan
dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan
letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi menunjukkan
adanya bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar. 5%-
10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan yang
13

usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien adalah
perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada perempuan dan laki-laki
adalah 2 : 1.
Insiden pielonefritis akut pada wanita hamil sekitar 33 % dan setelah
diberikan pengobatan yang tepat dapat ditekan menjadi 2,8%. Pada 24%
wanita hamil dengan infeksi saluran kemih, bayinya lahir prematur.
Sedangkan setelah diberikan pengobatan yang tepat, kelahiran prematur ini
dapat ditekan menjadi 10%. Pada kehamilan terdapat sebanyak 1 % -2%
pielonefritis akut. Wanita dengan riwayat pielonefritis, malformasi saluran
kemih atau batu ginjal meningkatkan risiko terjadinya pielonefritis.
Penelitian prospective pada 656 wanita dengan pielonefritis, di antaranya
73% terjadi pada antepartum, 8% pada intrapartumdan 19% terjadi pada
postpartum. .Pada antepartum 9% terjadi pada trimester pertama, 46%
terdapat pada trimester kedua dan 45% terdapat pada trimester ketiga.
Pielonefritis kronis terjadi pada pasien yang berisiko mengalami
serangan pielonefritis akut, dan akibatnya paling sering akibat pielonefritis
akut yang rumit. Pielonefritis kronis akibat kelainan struktural terjadi lebih
sering pada bayi dan anak-anak di bawah 2 tahun. Sekitar 5% sampai 6%
anak-anak dengan pielonefritis kronis karena refluks vesikoureterosa
mengalami komplikasi jangka panjang seperti hipertensi, dan sekitar 2%
dapat berlanjut pada gagal ginjal.
Sebaliknya, pielonefritis kronis dapat menyebabkan sebanyak 20%
penyakit ginjal tahap akhir yang terjadi pada anak-anak. Pada orang
dewasa, diabetes, immunocompromise, nephrolithiasis, obstruksi, refluks,
atau kandung kemih neurogenik dapat menyebabkan pielonefritis kronis.
Bila pielonefritis kronis bilateral, penyakit ginjal kronis sering terjadi
(Purnomo, 2009).
14

L. Komplikasi Pielonefritis

Menurut Haryono (2013) komplikasi pielonefritis akut ada 3 yaitu:

1. Nekrosis papila ginjal

Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama
pada penderita DM.

2. Fionefrosis

Terjadi apabila ditemukan obstuksi total pada ureter yang dekat


sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan
sistem kaliks mengalami supurasi sehinga ginjal mengalami
peregangan akibat adanya pus.

3. Abses perinefrik

Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam


jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Menurut Suharyanto & Madjid (2009) komplikasi pielonefritis kronis


mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya
progresifitas nefron akibat inflamasi dan jaringan parut), hipertensi, dan
pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai
urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu).
15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengkajian anamnesis

Keluhan utama yang serinng dijumpai adalah keluhan nyeri dan


keluhan iritasi miksi (kencing) : disuria (nyeri pada saat kencing),
hematuria(adanya darah di dalam urin), piuria(adanya nanah di dalam
urin), urgensi(rasa ingin kencing dan sulit untuk di tahan).

2. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat peningkatan suhu tubuh disertai menggigil biasanya


dikeluhkan beberapa hari sebelum klien meminta pertolongan pada
tim kesehatan. Pada klien pielonefritis biasanya didapatkan keluhan
nyeri. Pengkajian keluahan nyeri adalah sebagai berikut

Provokong Accident : penyebab nyeri pada kostovetebra (sudut yang


dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang
vertebra) akibat respons peradangan pada
pielum dan parenkim ginjal.

Quality : kualitas nyeri seperti di tusuk-tusuk

Region : area nyeri pada panggul, nyeri tekan pada


sudut kostovetebral nyeri di daerah perut dan
pinggang.

Scale of pain : skala nyeri pada rentang sedang sampai berat


atau 2-3 (0-4)

Time : onset nyeri dimulai bersamaan dengan keluhan


timbulnya demam.

16
17

Keluhan miksi tentang adanya nyeri saat berkemih, kemih


darah, kemih nanah, dan rasa sangat ingin BAK sehingga terasa
sakit yang diakibatkan hiperiritabilitas (Produksi urin yang
berlebihan) dan hiperaktivitas(tingginya aktivitas) saluran kemih
karena inflamasi. Keluhan lainnya secara umum adalah
malaise(lemah, lesu), anoreksia(gangguan makan yang ditandakan
dengan menolak untuk makan), mual muntah, serta demam dan
menggigil.

3. Riwayat kesehatan dahulu

Kaji apakah ada riwayat penyakit seperti adanya keluhan obstruksi


pada saluran kemih (peningkatan kerentanan ginjal terhadap infeksi),
tumor kandung kemih, stritur (penyempitan uretra), hiperplasia
prostatik (pembengkakan kelenjar prostat) dan diabetes melitus.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakain obat-obatan masa
lalu dan riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.

4. Psikososiokultural

Pengkajian pengetahui pasien tentang faktor untuk menurunkan risiko


kekambuhan, sumber informasi yang ada, dan rencana perawatan
rumah. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Adanya keluhan nyeri, prognosis penyakit
memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap kien yang
mengalami pielonefritis. Oleh karena itu klien harus menjalani rawat
inap.
18

5. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum: lemah

b. Kesadaran composmentis

c. TTV suhu mencapai 39,4 C, frekuensi nadi juga meningkat,


tekanan darah akan meningkat jika terjadi sklerotik arteri renal
yang sering didapatkan adanya peningktan tekanan darah secara
bermakna, atau penururnan fungsi sistemik akan terjadi penurunan
sistolik di bawah 90 mmHg yang memberikan indikasi terjadinya
syok sepsis

d. Sistem pernafasan: frekuensi meningkat yaitu diatas 24x/menit

e. Kardiovaskuler: kika tidak melibatkan infeksi sistemi, status


kardiovaskular tidak mengalami perubahan walaupun secara
frekuensi denyut jantung mengalami peningkatan. Perfusi perifer
dalam batas normal

f. Sistem perkemihan: terdapat hematuria, piuria, dan urgensi, pada


pielonefritis yang mengenai kedua ginjal sering didapatkan
penurunan urine output karena penurunan fungsi ginjal, distensi
kandung kemih, ada perasaan tidak nyaman ada area kostovetebra
disebabkan karena ada masa dari pembesaran ginjal akibat infiltrasi
interstisial sel-sel inflamasi pada palpasi ginjal. Nyeri pada sudut
kostovetebral dan menjalar ke pinggang dan perut.

g. Sistem pencernaan mual muntah, anoreksia, penurunan BB,


penurunan peristaltik usus

h. Sistem muskuloskeletal: malaise dan adanya kelemahan fisik


secara umum.
19

6. Pemeriksaan diagostik

a. Laboratorium pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya


leukositosis disertai peningkatan laju endap darah, urinalisis
terdapat piuria, bakteriuria, dan hematuria

b. Radiografi: pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan adanya


kekaburan dari bayangan otot polos dan mungkin terdapat
bayangan radio opak da batu saluran kemih. Pada IVP (intravenous
pyelographi) terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat
keterlambatan pada fase nefrogram. Perlu dibuat diagnosis banding
dengan inflamasi pada organ di sekitar ginjal antara lain:
pankreatitis, apendisitis, divertikulitis, pneumoniti,, dan inflamasi
pada organ pelvis.

c. Ultrasonografi (USG): pemeriksaan ini dapat dilakaukan utuk


mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius.
20

B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : klien mengatakan merasakan nyeri Mediator Nyeri akut
local disertai penjalaran nyeri ke Kalekrein
pinggang dan perut
merangsang pusat
P : klien mengatakan nyeri pada
sensori nyeri
panggul
Q : klien mengatakan nyeri seperti
nyeri akibat
ditusuk-tusuk
peradangan ginjal
R : Panggul
S : skala nyeri 8
T : nyeri saat demam timbul Nyeri menyebar
Do : pada saat di palpasi adanya massa kepinggang
dari pembesaran ginjal akibat infiltrasi
interstisial sel-sel inflamasi pada ginjal, nyeri pinggang
pasien tampak meringis. Nyeri Akut
2 Ds : Pelepasan Hipertermi
Klien mengatakan bahwa ia merasa Mediator Endogen
menggigil dan badannya terasa hangat. Pirogen

Do: Pengaktifan
Suhu tubuh Klien mencapai 39,4 C, Prostaglandin
badan klien gemetar, bibir merah dan
kering. Perangsangan
thermostat tubuh
di Hipotalamus

Peningkatan
Thermostat Tubuh
21

peningkatan Suhu
tubuh

Hipertermi
3 Ds: Gangguan dalam Gangguan
Klien mengatakan bahwa dia sering ke Pemekatan Urin
Eliminasi
kamar mandi untuk miksi lebih banyak
dari biasanya. Terbentuknya urin
Urin
encer
Do :
Urin output Klien lebih dari 1500/hari, Peningkatan
klien terlihat sering bolak balik ke volume urin
toilet.
Peningkatan
frekuensi
berkemih

Poliuria

Gangguan
Eliminasi Urin
22

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan

1 Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x Pain management
proses inflamasi 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang dengan
- Lakukan pengkajian nyeri secara
dan infeksi pada kriteria hasil :
komprehensif termasuk lokasi,
system urinaria
- Mampu mengontrol nyeri, mampu karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
menggunakan Teknik nonfarmakologi untuk dan factor presipitasi
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
mengurangi nyeri.
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan (farmakologi, non famakologi dan inter
menggunakan manajemen nyeri. personal)
- Mampu mengenali skala nyeri - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
menentukan intervensi
berkurang - Kolaborasi dengan dokter untuk
- Tanda vital dalam rentan normal
pemberian analgetik untuk mengurangin
nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
23

Vital sign monitoring

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x - Monitor vital sign pasien warna kulit,
24 jam, suhu tubuh klien kembali normal dengan suhu, dan kelembaban.
- Identifikasi kemungkinan penyebab
kriteria hasil:
perubahan tanda vital/
2 Hiepertemia b/d
- Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5
penyakit reaksi Temperature regulation
°C)
inflamasi - Tekanan darah normal (100/70 mmHg-
- Anjurkan untuk menggunakan selimut
sistemik 120/70 mmHg)
- Nadi 60 -100/ mnit hangan untuk menyesuaikan perubahan
pielonefritis
- Pernapasan 12-20/ menit. suhu tubuh.
- Anjurkan asupan nutrisi dan cairan
adekuat
- Fever treatment
- Anjurkan pemberian kompres hangat
- Kolaborasi pemberian obat penurun
panas.

Urinary elimination management


Setelah dilakukan timdakan keperawatan selama 3 x
- Monitor eliminasi urin, termasuk
24 jam klien akan:
frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan
24

- Urinary konsisten warna


- Eliminasi urinaria yang dibuktikan dengan - Palpasi kemungkinan adanya distensi
3 indicator sebagai berikut: ( 1-5 = tidak kandung kemih.
- Tentukan interval eliminasi tidak kurang
pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
Gangguan
dari 1 jam.
selalu)
eliminasi urine - Anjurkan untuk minum air 8 gelas sehari
- Bantu pasien untuk mengembangkan
b/d obstruksi Krirteris hasil :
rutinitas eliminasi dengan tepat
anatomic,
- Ajarkan untuk menahan urin sampai pada
- Klien tidak mengalami dysuria.
penyebab
- Klien tidak mengalami inkotinensia. waktu buang hajat yang dijadwalkan.
multiple, - Klien tidak urgensi dan frekuensi. - Kolaborasi diagnostik kultur dan
- Klien tidak mengalami retensi
gangguan pemberian antimikroba
- Klien dapat berkemih setiap 3 jam
sensori motoric, - Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
- Klien dapat baik dengan berkemih
infeksi saluran
kemih
25
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan


jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai
kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal
menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal
melalui darah, kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di
usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal. Gejala yang
timbul antara lain demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada
pinggang, sakit kepala, nyeri otot, disuria, frequency dan urgency.
Diagnosa yang dapat timbul pada penderita pielonefritis yaitu: Nyeri Akut
b/d proses inflamasi dan infeksi pada system urinaria, Hiepertemia b/d
penyakit reaksi inflamasi sistemik pielonefritis, dan Gangguan eliminasi
urine b/d obstruksi anatomic, penyebab multiple, gangguan sensori
motoric, infeksi saluran kemih.

B. Saran

Semoga para pembaca bisa lebih memahami isi dari makalah ini dan
dapat menerapkannya dalam melakukan asuhan keperawatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

27
Baughman, D. C. (2000). Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Rapha Publishing.

Kowalak, W., & Mayer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.

Purnomo, B. (2009). Dasar-dasar urologi edisi kedua. Malang: FK Univ.


Brawijaya.

Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Kedokteran Klinis . Jakarta:
Erlangga.

Suharyanto, T., & Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Susilowati, M. (2011). Master Plant Ilmu Bedah . Tanggerang Selatan : Binarupa


Aksara Publiser.

Tessy, A., & Ardaya, S. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran
Kemih. Edisi : 3. Jakarta: FKUI.

Widayati, N. A. (2017). Gangguan pada sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan


Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.

28

Anda mungkin juga menyukai