Disusun Oleh:
Kelompok 3
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan keperawatan pada Pielonefritis”. Makalah ini di buat guna memenuhi
tugas mata kuliah Sistem Perkemihan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, serta memberikan motivasi
kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, maka pada
kesempatan ini penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada:
Makalah ini sudah dirampungkan dengan sebaik mungkin oleh kami tapi
kami masih mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi
menyempurnakan makalah ini lebih lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita
semua. Terimakasih. Kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat
bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.
Penulis
i
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
pielonefritis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui anatomi fisiologi saluran kemih.
b. Mengetahui pengertian pielonefritis.
c. Mengetahui flasifikasi dari pielonefritis.
d. Mengetahui etiologi dari pielonefritis.
e. Mengetahui faktor resiko dari pielonefritis.
f. Mengetahui patofisiologi dari pielonefritis.
g. Mengetahui manifestasi klinis dari pielonefritis.
h. Mengetahui penatalaksanaan dari pielonefritis.
i. Mengetahui komplikasi dari pielonefritis.
j. Mengetahui asuhan keperawatan pielonefritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Ginjal
2. Ureter
4. Uretra
3
4
B. Definisi Pielonefritis
C. Klasifikasi Pielonefritis
1. Pielonefritis akut
2. Pielonefritis kronik
D. Etiologi Pielonefritis
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa
dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan
oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
janin yang tumbuh tidak membuat ginjal dan uretra bekerja ekstra.
Keduanya menjadi dilatasi karena peristaltik uretra menurun. Sebagai
akibat, gerakan urin kekandung kemih lebih lambat. Stasis urin ini
meningkatkan kemungkinan pielonefritis.
E. Faktor Resiko
3. Obstruksi
Contoh : tumor, Hipertofi prostat, calculus, sebab-sebab iatrogenic
5. Penyakit kronis
Contoh : Gout, DM, hipertensi, Penyakit Sickle cell.
6. Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi.
7
F. Patofisiologi
G. Pathway
Resiko
Penempelan bakteri di
kekambuhan
infeksi saluran urotelium pielum dan
kemih parenkim ginjal saluran
Kemih
Pemenuhan
Pielonefriti
informasi
s akut
saluran kemih
Hipertemia,
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
tubuh dan
kebutuhan,
kecemasan saluran (Muttaqin, 2011; Widayati,
kemih 2017)
10
H. Manifestasi Klinis
1. Akut
2. Kronik
I. Pemeriksaan Penunjang
6. Pada infeksi yang besar atau pasien yang tidak memberikan respon
terhadap antibiotic, CT scan, pielogram intravena mungkin
diindikasikan untuk menilai adanya gas, dalam parenkim atau
pembentukan abses
J. Penatalaksanaan
K. Epidemiologi
usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien adalah
perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada perempuan dan laki-laki
adalah 2 : 1.
Insiden pielonefritis akut pada wanita hamil sekitar 33 % dan setelah
diberikan pengobatan yang tepat dapat ditekan menjadi 2,8%. Pada 24%
wanita hamil dengan infeksi saluran kemih, bayinya lahir prematur.
Sedangkan setelah diberikan pengobatan yang tepat, kelahiran prematur ini
dapat ditekan menjadi 10%. Pada kehamilan terdapat sebanyak 1 % -2%
pielonefritis akut. Wanita dengan riwayat pielonefritis, malformasi saluran
kemih atau batu ginjal meningkatkan risiko terjadinya pielonefritis.
Penelitian prospective pada 656 wanita dengan pielonefritis, di antaranya
73% terjadi pada antepartum, 8% pada intrapartumdan 19% terjadi pada
postpartum. .Pada antepartum 9% terjadi pada trimester pertama, 46%
terdapat pada trimester kedua dan 45% terdapat pada trimester ketiga.
Pielonefritis kronis terjadi pada pasien yang berisiko mengalami
serangan pielonefritis akut, dan akibatnya paling sering akibat pielonefritis
akut yang rumit. Pielonefritis kronis akibat kelainan struktural terjadi lebih
sering pada bayi dan anak-anak di bawah 2 tahun. Sekitar 5% sampai 6%
anak-anak dengan pielonefritis kronis karena refluks vesikoureterosa
mengalami komplikasi jangka panjang seperti hipertensi, dan sekitar 2%
dapat berlanjut pada gagal ginjal.
Sebaliknya, pielonefritis kronis dapat menyebabkan sebanyak 20%
penyakit ginjal tahap akhir yang terjadi pada anak-anak. Pada orang
dewasa, diabetes, immunocompromise, nephrolithiasis, obstruksi, refluks,
atau kandung kemih neurogenik dapat menyebabkan pielonefritis kronis.
Bila pielonefritis kronis bilateral, penyakit ginjal kronis sering terjadi
(Purnomo, 2009).
14
L. Komplikasi Pielonefritis
Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama
pada penderita DM.
2. Fionefrosis
3. Abses perinefrik
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian anamnesis
16
17
4. Psikososiokultural
5. Pemeriksaan fisik
b. Kesadaran composmentis
6. Pemeriksaan diagostik
B. Analisa Data
Do: Pengaktifan
Suhu tubuh Klien mencapai 39,4 C, Prostaglandin
badan klien gemetar, bibir merah dan
kering. Perangsangan
thermostat tubuh
di Hipotalamus
Peningkatan
Thermostat Tubuh
21
peningkatan Suhu
tubuh
Hipertermi
3 Ds: Gangguan dalam Gangguan
Klien mengatakan bahwa dia sering ke Pemekatan Urin
Eliminasi
kamar mandi untuk miksi lebih banyak
dari biasanya. Terbentuknya urin
Urin
encer
Do :
Urin output Klien lebih dari 1500/hari, Peningkatan
klien terlihat sering bolak balik ke volume urin
toilet.
Peningkatan
frekuensi
berkemih
Poliuria
Gangguan
Eliminasi Urin
22
C. Intervensi
1 Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x Pain management
proses inflamasi 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang dengan
- Lakukan pengkajian nyeri secara
dan infeksi pada kriteria hasil :
komprehensif termasuk lokasi,
system urinaria
- Mampu mengontrol nyeri, mampu karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
menggunakan Teknik nonfarmakologi untuk dan factor presipitasi
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
mengurangi nyeri.
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan (farmakologi, non famakologi dan inter
menggunakan manajemen nyeri. personal)
- Mampu mengenali skala nyeri - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
menentukan intervensi
berkurang - Kolaborasi dengan dokter untuk
- Tanda vital dalam rentan normal
pemberian analgetik untuk mengurangin
nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
23
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x - Monitor vital sign pasien warna kulit,
24 jam, suhu tubuh klien kembali normal dengan suhu, dan kelembaban.
- Identifikasi kemungkinan penyebab
kriteria hasil:
perubahan tanda vital/
2 Hiepertemia b/d
- Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5
penyakit reaksi Temperature regulation
°C)
inflamasi - Tekanan darah normal (100/70 mmHg-
- Anjurkan untuk menggunakan selimut
sistemik 120/70 mmHg)
- Nadi 60 -100/ mnit hangan untuk menyesuaikan perubahan
pielonefritis
- Pernapasan 12-20/ menit. suhu tubuh.
- Anjurkan asupan nutrisi dan cairan
adekuat
- Fever treatment
- Anjurkan pemberian kompres hangat
- Kolaborasi pemberian obat penurun
panas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Semoga para pembaca bisa lebih memahami isi dari makalah ini dan
dapat menerapkannya dalam melakukan asuhan keperawatan.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Baughman, D. C. (2000). Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Kowalak, W., & Mayer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Kedokteran Klinis . Jakarta:
Erlangga.
Suharyanto, T., & Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
Tessy, A., & Ardaya, S. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran
Kemih. Edisi : 3. Jakarta: FKUI.
28