Anda di halaman 1dari 15

TEKANAN PANAS DAN METODE PENGUKURANNYA

DI TEMPAT KERJA

HENDRA

DISAMPAIKAN PADA

SEMILOKA KETERAMPILAN PENGUKURAN BAHAYA FISIK dan KIMIA


di TEMPAT KERJA

RUANG PROMOSI DOKTOR, GEDUNG G FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK
SELASA 24 FEBRUARI 2009
LATAR BELAKANG
Temperatur lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi
untuk menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada pada kondisi yang
ekstrim. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan dingin yang
berada di luar batas kemampuan manusia untuk beradaptasi. Persoalan tentang bagaimana
menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah ekstrim menjadi penting,
mengingat kemampuan manusia untuk beradaptasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
banyak faktor. Namun demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan
manusia untuk beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang ekstrim
dengan menentukan rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan.

Temperatur lingkungan

Ekstrim Rendah (Dingin) Rentang toleransi Ekstrim Tinggi (Panas)

Batas kritis Batas kritis

Gambar 1. Rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan

Kemampuan manusia beradaptasi dengan temperatur lingkungan secara umum


dilihat dari perubahan suhu tubuh. Manusia dianggap mampu beradaptasi dengan
perubahan temperatur lingkungan bila tidak perubahan suhu tubuh tidak terjadi atau
perubahan suhu tubuh yang terjadi masih pada rentang yang aman. Sebagaimana diketahui
bahwa suhu tubuh (suhu inti tubuh) atau core body temperature harus berkisar antara 37o –
38o C.
Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada suhu tubuh normal), maka
akan menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh karena tubuh menerima panas dari
lingkungan. Sedangkan hal yang sebaliknya terjadi, yaitu bila suhu lingkungan rendah
(lebih rendah daripada suhu tubuh normal), maka panas tubuh akan keluar melalui
evaporasi dan ekspirasi sehingga tubuh dapat mengalami kehilangan panas. Proses
interaksi antara temperatur tubuh manusia dengan temperatur lingkungan dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Heat flow through the body, beginning with heating the body core by
metabolism, the transfer of heat by blood flow to the skin, heat gain or loss to
the skin from the environment by radiation and convection, heat loss by sweat
evaporation, and cooler blood returning to the core. Skin blood flow (sbf) to
promote heat transfer is proportional to metabolic rate (M) divided by the
difference between core and skin temperatures (∆Tc-s).

Sumber (Fundamental of Industrial Hygiene 5th edition, Chapter 12, Thermal Stress)

Fenomena interaksi tubuh manusia dengan temperatur lingkungan seperti pada


gambar 2 dikenal juga dengan istilah tekanan panas (heat stress). Namun demikian
terjadinya tekanan panas juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu beban kerja, pakaian kerja,
dan karakteristik pekerja. Respon normal tubuh terhadap temperatur lingkungan dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Normal responses to heat stress exposures and how they can lead to heat-related disorders
KONSEP PENGUKURAN
Pengukuran temperatur lingkungan kerja maupun pajanan panas personal dilakukan
dengan memperhatikan alasan berikut: (ACGIH, 2007)
a. Asesmen secara kualitatif terhadap pajanan panas di tempat kerja mengindikasikan
adanya kemungkinan terjadinya tekanan panas.
b. Apabila terdapat informasi atau laporan tentang ketindaknyamanan berkaitan
dengan tekanan panas di tempat kerja.
c. Penilaian secara profesional (professional judgment) mengindikasikan adanya
kondisi terjadinya tekanan panas.

Pengukuran temperatur lingkungan dilakukan dengan mengukur komponen


temperatur yang terdiri dari suhu kering, suhu basah alami, dan suhu radiant. Disamping
itu juga perlu dilakukan pengukuran terhdap kelembaban udara relatif dan kecepatan angin.
Temperatur lingkungan umumnya dinyatakan dengan indeks Wet Bulb Globe Temperature
(WBGT) atau dikenal juga dengan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Pengukuran
temperatur lingkungan bertujuan untuk:
a. Mengetahui besaran temperatur lingkungan. Umumnya dalam satuan derajat
Celcius.
b. Mengetahui sumber panas dan area kerja yang berisiko terhadap pajanan panas.
c. Mengetahui pekerja yang berisiko terhadap pajanan panas.

JENIS ALAT UKUR


Pada umumnya alat yang digunakan untuk pengukuran temperatur lingkungan kerja
dan pajanan panas personal bersifat langsung baca (direct reading instrument).
a. Pengukuran temperatur lingkungan
Pengukuran untuk setiap komponen temperatur lingkungan dilakukan dengan
menggunakan alat sebagai berikut:
1. Suhu kering (dry bulb/air temperature) - Ta
Pengukuran suhu kering dilakukan dengan menggunakan termometer yang terdiri
dari termometer yang berisi cairan (liquid-in-glass thermometer), thermocouples,
termometer resisten (resistance thermometer). Perbandingan antara ketiga jenis
termometer tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Perbandingan antara liquid-in-glass thermometer, thermocouples, dan resistance
thermometer.

2. Suhu basah alami dan bola (Natural wet bulb temperature) - Tnwb
Pengukuran suhu basah alami dilakukan dengan menggunakan termometer yang
dilengkapi dengan kain katun yang basah. Untuk mendapatkan pengukuran yang
akurat, maka sebaiknya menggunakan kain katun yang bersih serta air yang sudah
disuling (distilasi).

3. Suhu Radian (Radiant/globe temperature)


Suhu radian diukur dengan menggunakan black globe thermometer. Termometer
dilengkapi dengan bola tembaga diameter 15 cm yang dicat berwarna hitam untuk
menyerap radiasi infra merah. Jenis termometer untuk mengukur suhu radian yang
paling sering digunakan adalah Vernon Globe Thermometer yang mendapat
rekomendasi dari NIOSH.
Dalam pengukuran diperlukan waktu untuk adaptasi bergantung pada ukuran bola
tembaga yang digunakan. Untuk termometer yang menggunakan bola tembaga
dengan ukuran 15 cm diperlukan waktu adaptasi selama 15 – 20 menit. Sedangkan
untuk alat ukur yang banyak menggunakan ukuran bola tembaga sebesar 4,2 cm
diperlukan waktu adaptasi selama 5 menit.
Gambar 4. Susunan termometer untuk mengukur temperatur di lingkungan kerja

4. Kelembaban relatif (Relative humidity)


Pengukuran kelembaban udara penting dilakukan karena merupakan salah satu
faktor kunci dari iklim yang mempengaruhi proses perpindahan panas dari tubuh
dengan lingkungan melalui evaporasi. Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan
evaporasi menjadi rendah.
Alat yang umum digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah hygrometer
atau psychrometer yang bersifat direct reading. Alat ini mempunyai sensitivitas
yang rendah khususnya pada suhu diatas 50oC dan kelembaban relatif di bawah
20%.

5. Kecepatan Angin
Kecepatan angin sangat penting perannya dalam proses pertukaran panas antara
tubuh dan lingkungan khususnya melalui proses konveksi dan evaporasi. Kecepatan
angin umumnya dinyatakan dalam feet per minute (fpm) atau meter per second
(m/sec).
Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer. Terdapat dua jenis
anemometer yaitu: a) vane anemometer dan b) thermoanemometer. Perbandingan
kedua termometer tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Perbandingan vane anemometer dan thermo anemometer dalam pengukuran
kecepatan angin

Pada saat ini peralatan untuk mengukur temperatur di lingkungan kerja sudah
sangat modern dan mampu mengukur berbagai indikator dalam satu alat. Gambar
berikut adalah contoh beberapa alat pengukuran temperatur lingkungan yang bisa
mengukur suhu kering, suhu basah alami dan bola, suhu radian, dan kelembaban
secara terintegrasi.

Gambar 5. Beberapa alat ukur temperatur lingkungan kerja


b. Pengukuran pajanan panas personal
Pengukuran pajanan panas personal penting dilakukan untuk mengetahui tingkat
pajanan panas pada individu. Pengukuran pajanan personal perlu dilakukan apabila
pekerja yang berisiko terpajan panas bekerja berpindah-pindah atau pola pajanan yang
bersifat terputus-putus atau intermitten. Pengukuran pajanan panas personal lebih
memperlihatkan apakah perubahan suhu tubuh dan denyut nadi pekerja yang terpajan
panas. Alat ukur pajanan panas personal biasanya dilengkapi dengan sensor untuk
mendeteksi perubahan suhu tubuh dan denyut nadi yang dipasang di tubuh pekerja
seperti di telinga atau di badan.

Gambar 6. Contoh alat ukur pajanan panas personal

METODE PENGUKURAN
Dalam melakukan pengukuran temperatur lingkungan dan pajanan panas personal
di tempat kerja beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
• Penentuan sampel
• Langkah pengukuran
• Kalkulasi hasil pengukuran

a. Pengukuran temperatur lingkungan


1. Penentuan titik pengukuran
Untuk menentukan apakah suatu area atau lokasi kerja merupakan titik pengukuran
temperatur lingkungan, maka beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
• Pada area yang dijadikan titik sampling diduga secara kualitatif atau penilaian
secara profesional (professional judgment) mengindikasikan adanya
kemungkinan terjadinya tekanan panas karena adanya sumber panas atau
terpajan panas.
• Adanya keluhan subyektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat kerja.
• Pada area tersebut terdapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan
berpotensi mengalami tekanan panas.

Dari tiga alasan di atas, adanya pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan
berpotensi mengalami tekanan panas merupakan alasan yang penting untuk layak
atau tidaknya suatu area dijadikan sebagai titik pengukuran. Suatu lingkungan kerja
yang mempunyai sumber panas dan/atau terpajan panas bukan prioritas untuk
diukur apabila di area tersebut tidak ada pekerja yang bekerja dan berpotensi untuk
mengalami tekanan panas.
Aspek lain yang harus diperhatikan adalah jumlah titik pengukuran. Tidak ada
formula yang baku untuk menentukan berapa jumlah titik pengukuran pada suatu
area yang mempunyai panas yang tinggi. Secara umum jumlah titik pengukuran
dipengaruhi oleh jumlah sumber panas dan luas area yang terpajan panas yang
mana terdapat aktivitas pekerja di area tersebut. Secara professional judgment kita
boleh saja menetapkan setiap area dengan luas 5 x 5 meter diwakili oleh 1 (satu)
titik pengukuran. Namun pendekatan yang umum digunakan untuk menentukan
suatu titik pengukuran adalah area yang panas yang merupakan zona aktivitas dan
pergerakan pekerja selama bekerja di area tersebut. Selama kita yakin bahwa semua
area kerja yang mempunyai indikasi menyebabkan tekanan panas pada pekerja
sudah diukur, maka jumlah titik pengukuran yang diperoleh dianggap cukup.

2. Lama pengukuran
Berdasarkan SNI- 16-7061-2004 tentang Pengukuran iklim kerja (panas) dengan
parameter indeks suhu basah dan bola tidak dijelaskan berapa pengukuran
dilakukan pada setiap titik pengukuran. SNI-16-7061-2004 hanya menyatakan
bahwa pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali selama 8 jam kerja, yaitu pada awal
shift, tengah shift, dan di akhir shift.
Menurut OSHA Technical Manual lama pengukuran indeks WBGT dapat
dilakukan secara kontinyu (selama 8 jam kerja) atau hanya pada waktu-waktu
paparan tertentu. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan periode waktu minimal
60 menit. Sedangkan untuk pajanan yang terputus-putus minimal selama 120 menit.
3. Langkah pengukuran (Contoh pengukuran dengan menggunakan Questempo 34)
a) Tahap persiapan
Beberapa hal yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut:
• Peralatan yang harus dipersiapkan antara lain: Questempo 34, Tripod
kamera, aquadest, kain katun, dan baterai yang sesuai.
• Pastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengan benar serta masih
dalam masa kalibrasi, terutama Questempo 34.
• Periksa apakah daya baterai pada alat masih memadai. Lihat petunjuk pada
buku manual alat tentang minimal daya baterai yang diperkenankan.
• Lakukan kalibrasi internal dengan alat kalibrasi yang tersedia. Pastikan
bahwa perbedaan pembacaan dengan ukuran pada kalibrasi tidak lebih dari
0,5.
• Kemudian lakukan pengaturan pada alat dengan mengikuti petunjuk pada
buku manual. Beberapa aspek yang diatur adalah: tanggal, waktu, bahasa,
satuan pengukuran, logging rate, heat index. Pastikan bahwa semua
pengaturan sesuai dengan ketentuan.
• Pasang alat pada tripod kamera dan bawa alat ke lokasi atau titik
pengukuran.
b) Tahap pengukuran
• Letakkan alat pada titik pengukuran dan sesuaikan ketinggian sensor
dengan kondisi pekerja. Lihat buku manual.
• Buka tutup termometer suhu basah alami dan tutup ujung termometer
dengan kain katun yang sudah disediakan. Basahi kain katun dengan
aquadest secukupnya sampai pada wadah tersedia cukup aquadest untuk
menjamin agar termometer tetap basah selama pengukuran.
• Nyalakan alat dan biarkan alat selama beberapa menit untuk proses
adaptasi dengan kondisi titik pengukuran. Waktu untuk adaptasi terdapat
pada manual.
• Setelah melewati masa adaptasi, aktifkan tombol untuk logging atau proses
penyimpanan data dan data temperatur lingkungan akan disimpan di dalam
memori alat berdasarkan kelipatan waktu yang digunakan (logging rate).
Waktu pengukuran mulai dihitung sejak proses logging berjalan.
• Biarkan alat di titik pengukuran sesuai dengan waktu pengukuran yang
diinginkan.
• Bila telah selesai, non aktifkan fungsi logging dan kemudian alat bisa
pindah ke titik pengukuran yang lain atau data yang ada sudah bisa
dipindahkan ke komputer atau di cetak/print.
• Bila pengukuran dilanjutkan ke titik pengukuran yang lain tanpa harus
melakukan pemindahan data, maka langkah pengukuran diulang dari
langkah ketiga.

Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses pengukuran di tempat


kerja adalah sebagai berikut:
• Peletakan alat harus pada posisi yang aman, waspadai alat jangan sampai
bergetar, bergoyang, atau kondisi lain yang membahayakan.
• Letakkan alat pada titik pengukuran yang tidak mengganggu aktivitas
pekerja.
• Operator harus memperhatikan aspek keselamatan diri saat melakukan
pengukuran. Bila diperlukan gunakan alat pelindung diri yang sesuai
dengan kondisi bahaya di lingkungan kerja.
• Berkoordinasi dengan pekerja dan penanggung jawab area untuk
kelancaran proses pengukuran.
• Untuk mendapatkan jumlah data yang diinginkan, maka sebaiknya operator
melebihkan waktu pengukuran.

c) Tahap setelah pengukuran


Setelah melakukan pengukuran maka data hasil pengukuran dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
• Untuk lingkungan kerja yang terpajan oleh cahaya matahari (outdoor)
WBGT = 0,7 Tnwb + 0,2 Tg + 0,1 Ta

• Untuk lingkungan kerja yang tidak terpajan cahaya matahari (indoor)


WBGT = 0,7 Tnwb + 0,3 Tg
• Untuk pengukuran yang dilakukan secara intermitten, maka dihitung rata-
rata WBGT dengan menggunakan rumus:

4. Interpretasi hasil pengukuran


Setelah diperoleh hasil pengukuran temperatur lingkungan, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis dengan membandingkan hasil pengukuran dengan standar dan
peraturan yang berlaku. Standar yang digunakan adalah Standar pajanan temperatur di
tempat kerja mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Nomor KEP.51/MEN/1999,
Tanggal 16 April 1999. Selain itu juga bisa mengacu pada TLV’s dan BEI dari ACGIH.
Untuk bisa melakukan analisis perbandingan dengan Kepmenaker Nomor KEP.
51/MEN/1999 maupun standar dari ACGIH, maka selain data hasil pengukuran temperatur
lingkungan, data lain yang juga harus dimiliki adalah:
• Data tentang beban kerja dan metabolic rate.
• Data tentang jenis pakaian kerja yang digunakan
• Data tentang work and recovery cycle.

b. Pengukuran pajanan panas personal


1. Penentuan pekerja yang menjadi sampel
Pekerja yang menjadi sampel adalah pekerja yang berisiko yaitu yang dalam proses
kerjanya terpajan oleh panas yang tinggi. Bila terdapat beberapa pekerja yang
terpajan oleh panas yang tinggi di lingkungan kerja, maka sebaiknya terdapat
pekerja yang diukur pajanan panas personalnya untuk setiap jenis pekerjaan. Tidak
ada formula yang baku dalam menentukan jumlah sampel yang harus diukur.
Berdasarkan professional judgment pengukuran pajanan panas personal dilakukan
pada pekerja yang berisiko, bekerja berpindah-pindah, dan mewakili setiap jenis
pekerjaan yang berisiko.

2. Langkah pengukuran
a) Tahap persiapan
Beberapa hal yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut:
• Pastikan alat ukur yang digunakan berfungsi, dalam kondisi baik, dan
masih dalam masa kalibrasi.
• Lakukan pengaturan alat sesuai dengan buku petunjuk pengoperasian dan
kriteria pengukuran yang diinginkan.
• Lakukan kalibrasi sesuai dengan buku petunjuk pengoperasian
• Pasang alat ukur pada pekerja sesuai dengan posisi dan cara pemasangan
yang benar menurut buku petunjuk pengoperasian
• Beritahu pekerja hal-hal yang harus diperhatikan selama proses
pengukuran.
b) Tahap pengukuran
Setelah alat terpasang dengan benar, maka selanjutnya adalah sebagai berikut:
• Aktifkan alat dan proses pengukuran mulai dilakukan
• Pastikan bahwa pekerja bekerja sesuai dengan aktivitas yang biasa
dilakukan.
• Bila pengukuran telah selesai, matikan alat dan lepaskan alat dari tubuh
pekerja.
c) Tahap setelah pengukuran
• Data hasil pengukuran dapat segera diketahui dengan memindahkan alat ke
komputer, di cetak, atau dibaca langsung pada alat sesuai dengan
spesifikasi alat.

3. Interpretasi hasil pengukuran


Interpretasi hasil pengukuran umumnya adalah dengan melihat perubahan suhu
tubuh dan kadang ada alat yang juga bisa mengukur perubahan denyut nadi selama
bekerja dan terpajan panas. Berdasarkan TLVs and BEI-ACGIH pekerja dikatakan
mengalami tekanan panas apabila:
a) Secara konstan dalam beberapa menit denyut nadi melebihi 180 denyut per
menit dikurangi umur pekerja dalam tahun (180-umur) bagi pekerja yang fungsi
jantungnya normal.
b) Suhu tubuh meningkat mencapai 38,5o C bagi pekerja yang sehat dan
teraklimatisasi atau melebihi 38oC bagi pekerja yang tidak teraklimatisasi.
c) Denyut nadi recovery pada satu menit setelah terpapar lebih dari 120 denyut per
menit.
STANDAR
Standar pajanan temperatur di tempat kerja mengacu pada Keputusan Menteri
Tenaga Kerja, Nomor KEP.51/MEN/1999, Tanggal 16 April 1999.

Tabel 3 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja


Indeks Suhu Basah Dan Bola (ISBB) Yang Diperkenankan

Disamping itu standar temperatur lingkungan berdasarkan TLVs-ACGIH (2007)


adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Paparan panas WBGT yang diperkenankan sebagai NAB (dalam oC WBGT)
Alokasi
waktu untuk WBGT (Nilai WBGT dalam oC) Batas tindakan (Nilai WBGT dalam oC)
siklus kerja
dan Sangat Sangat
Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat
pemulihan Berat Berat
75-100 % 31.0 28.0 - - 28.0 25.0 - -
50-75% 31.0 29.0 27.5 - 28.5 26.0 24.0 -
25-50% 32.0 30.0 29.0 28.0 29.5 27.0 25.5 24.5
0- 25% 32.5 31.5 30.0 30.0 30.0 29.0 28.0 27.0
DAFTAR PUSTAKA
1. ACGIH, TLVs and BEI 2007

2. Kepmenaker Nomor KEP. 51/MEN/1999 Tentang Standar Pajanan Bahaya Fisik di


Tempat Kerja

3. Fundamental of Industrial Hygiene 5th Edition, Chapter 12, Thermal Stress.

4. Industrial Environment it’s Evaluation and Control, Chapter 31, Thermal Standard
and Measurement Techniques

5. NIOSH, Criteria for a Recommended Standard, Occupational Exposure to Hot


Environment, 1986

6. SNI 16-7061-2004, Pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu
basah dan bola

7. OR-OSHA Technical Manual, Section II, Chapter IV, Heat Stress

8. Peter H. Wald, M.D.,M.P.H., Physical and Biological Hazard of The Workplace


second edition, Section II, Chapter 6, Hot Environments.

Anda mungkin juga menyukai