Anda di halaman 1dari 6

Ekonomi islam

Perspektif Uang dalam Islam

Disusun oleh:
Nadia Feby Loemongga (01011381520100)
Syaripah Rogayah (01011381520145)

Universitas Sriwijaya
Fakultas Ekonomi
Manajemen 2017/1018
A. Pengertian dan Konsep Uang dalam Perspektif Islam
Secara etimologi, uang berasal dari kata nuqud atau Al-Naqdu yang salah satu maknanya
yaitu “tunai, lawan tunda, memberikan bayaran harga”. Dalam hadist Jabir : “Naqadani al-
Tsaman” ,yakni ia membayarku harga tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam Al-Quran
maupun hadist Nabi Saw. Karena pada umumnya bangsa Arab tidak menggunakan kata
nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar dan dirham . Dinar
berasal dari bahasa Romawi, Denarius yaitu nama untuk emas cetakan. Sedangkan dirham
berasal dari bahasa Yunani, Drachma, yaitu nama untuk perak cetakan. Selain dinar dan
dirham, juga terdapat kata fulus yang berarti uang teambaga.
Definisi nuqd menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), dirham dan dinar adalah nilai harga
sesuatu. Ini berarti dinar dan dirham adalah standar ukuran yang dibayarkan dalam transaksi
barang dan jasa. Al-Ghazali (wafat 595 H) menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham
sebagai hakim pengengah di antara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa diukur dengan
keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751) berpendapat, dinar dan dirham adalah nilai harga
komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga
komoditas.
Menurut para ahli ekonom kontemporer, uang didefenisikan dengan benda-benda yang
disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau
perdagangan dan sebagai standar nilai. Jadi, uang adalah sarana dalam transaksi yang
dilakukan masyarakat dalam kegiatan produksi dan jasa. Baik uang itu berasal dari emas,
perak, tembaga, kulit, kayu, batu, dan besi. Selama itu diterima masyarakat dan dianggap
sebagai uang. Adapun definisi menurut para ahli ekonomi adalah sebagai berikut :
1. Menurut Dr. Muhammad Zaki Syafi‟i mendefinisikan uang sebagai, “Segala sesuatu yag
diterima oleh khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban.”
2. J. P Coraward mendefinisikan uang sebagai, “Segala sesuatu yang diterima secara luas
sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan media
penyimpan kekayaan.”
3. Boumoul dan Gandlre berkata: “Uang mencakup seluruh sesuatu yang diterima secara luas
sebagai alat pembayaran, diakuai secara luas sebagai alat pembayaran utang-utang dan
pembayaran harga barang dan jasa.”
4. Dr. Nazhim al-Syamry berkata: “Setiap sesuatu yang diterima semua pihak dengan
legalitas tradisi ‘Urf atau undang-undang, atau nilai sesuatu itu sendiri, dam mampu berfungsi
sebagai media dalam proses transaksi pertukaran yang beragam terhadap komoditi dan jasa,
juga cocok untuk menyelesaikan utang-piutang dan tanggungan, adalah termasuk dala
lingkup uang.”
5. Dr. Sahir Hasan berkata: “Uang adalah pengganti materi terhadap segala aktivitas
ekonomi, yaitu media atau alat yang memberikan kepada pemiliknya daya beli untuk
memenuhi kebutuhannya, juga dari segi peraturan perundangan menjadi alat bagi pemiliknya
untuk memenuhi segala kewajibannya.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi uang adalah sebagai alat yang
mempunyai nilai tukar suatu barang yang akan di dapatkan oleh seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya dan mempunyai legalitas perundang-undangan yang diberlakukan oleh suatu
instansi pemerintahan.
Beberapa ekonomi modern menjelaskan pemikiran imam Al-Gazhali dengan konsep flow
concept, dalam konsep ini uang dipahami sebagai sesuatu yang harus mengalir. Bukan
difahami sebagai stock concept yang dapat ditahan oleh seseorang. Hal ini yang menjadi
pembeda antara uang dalam perspektif ekonomi islam dengan perspektif ekonomi
konvensional. Para pemikir ekonomi konvensional memposisikan uang sebagai stock
concept. Pandangan ini bertolak belakang dengan prinsip uang yang diacu dalam ekonomi
islam. Pandangan islam ini mengenai uang sesuai dengan tuntunan dalam QS. Al-Hasyr : 7.
“Harta rampasan fa’i yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk
beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan orang –orang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar diantara
orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sungguh, Allah sangat keras hukumnya.” (QS. Al-Hasyr : 7)

B. Sejarah Uang
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Karena jenis
kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain. Periode ini disebut
dengan periode prabarter, yang pada saat itu manusia belum mengenal transaksi perdagangan
atau kegiatan jual beli.
Seiring perkembangan zaman, jumlah manusia semakin bertambah, kegiatan interakasi antar
sesama mausia pun meningkat tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia pun semakin
beragam. Satu sama lain mulai membutuhkan, sehingga mereka mulai mempergunakan
berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi
kebutuhannya, yang disebut dengan zaman Barter. Sebelum ditemukannya uang sebagai alat
tukar, perdagangan dilakukan secara barter, yaitu penukaran barang dengan barang lain.
Untuk melakukan barter, harus dipenuhi syarat double concidence of wants (kebutuhan yang
timbul secara bersama-sama).
Dengan semakin bertambah banyak kebutuhan manusia, syarat ini semakin sulit dipenuhi
sehingga mendorong orang untuk menemukan suatu komoditas yang dapat digunakan
masyarakat banyak sebagai alat tukar. Beberapa komoditas digunakan masyarakat sebagai
uang, namun yang paling unggul ialah emas dan perak. Pada awal penggunaan emas dan
perak sebagai alat tukar, emas dan perak digunakan dalam bentuk cair yang membutuhkan
timbangan. Hal tersebut lama-lama terasa merepotkan. Kesulitan ini akhirnya teratasi dengan
dikenalkannya koin (uang logam). Pada masing-masing koin dicantumkan berapa nilai koin
tersebut yang disebut nilai nominal.
Uang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar
menukar dan perdagangan. Sejarah uang sangat berhubungan dengan sejarah peradaban
manusia. Semenjak manusia memulai peradabannya dan keluar dari “zaman batu”, mereka
telah menciptakan berbagai bentuk barang yang digunakan sebagai alat perantara dalam tukar
menukar. Uraian tersebut secara ringkas menerangkan perkembangan bentuk uang sepanjang
peradaban manusia.
C. Sejarah Uang dalam Islam
1. Uang pada masa kenabian
Bangsa Arab di Hijaz pada masa jahiliah belum memiliki mata uang tersendiri. Mereka
menggunakan mata uang yang mereka peroleh berupa Dinar Emas Hercules, Byziantum dan
Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.
Penduduk Makkah tidak memperjualbelikan kecuali sebagai emas yang tidak ditempa dan
tidak menerimanya kecuali dalam ukuran timbangan. Hal ini disebabkan beragamnya bentuk
dirham dan ukurannya dan muncul penipuan pada mata uang mereka seperti nilai tertera yang
melebihi dari nilai sebenarnya. Berdasarkan sejarah Islam, pada masa Rasulullah Saw. mata
uang menggunakan sistem bimetallism standard (emas dan perak) demikian juga pada masa
Bani Umayah dan Bani Abbasiyah. Dalam pandangan Islam mata uang yang paling stabil dan
tidak mungkin terjadi krisis moneter karena nilai intrinsik sama dengan nilai riil. Mata uang
ini dipergunakan bangsa Arab sebelum datangnya Islam. Nabi SAW memerintahkan
penduduk Madinah untuk mengikuti ukuran timbangan penduduk Makkah ketika berinteraksi
ekonomi, dengan menggunakan dirham dalam jumlah bilangan bukan ukuran timbangan.
2. Uang pada masa Khulafaurrasyidin
Ketika Abu Bakar di bai’at menjadi khalifah, beliau tidak melakukan perubahan terhadap
mata uang yang beredar, bahkan menetapkan apa yang sudah berjalan dari masa Nabi SAW.
Begitu juga ketika Umar bin Khattab di bai’at sebagai khalifah, karena beliau sibuk
melakukan penyebaran Islam ke berbagai negara, beliau menetapkan persoalan uang
sebagaimana yang sudah berlaku.
3. Uang pada masa Dinasti Umayah
Pencetakan uang pada masa Dinasti Umayah masih meneruskan model Sasanid dengan
menambahkan beberapa kalimat tauhid, sepeti pada masa Khulafaurrasyidin. Pada masa
Abdul Malik bin Marwan, pada tahun 78 H, beliau membuat mata uang Islam yang
bernafaskan model Islam tersendiri. Dengan adanya pencetakan mata uang Islam, hal ini
mampu untuk merealisasikan stabilitas politik dan ekonomi, mengurangi pemalsuan dan
manipulasi terhadap mata uang.
4. Uang pada masa Dinasti Abbasiyah dan sesudahnya
Pada masa ini pencetakan dinar masih melanjutkan cara Dinasti Uamyah. Pada masa ini ada
dua fase, tentang masalah pencetakan uang, yaitu:
a. Fase pertama: Terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham kemudian dinar
b. Fase kedua: Ketika pemerintahan melemah dan para pembantu dari orang Turki ikut serta
mencampuri urusan negara. Ketika itu pembiayaan semakin besar, orang-orang sudah menuju
kemewahan sehingga uang tidak lagi mencukupi kebutuhan.
Pada masa pemerintahan Mamalik, pencetakan uang tembaga (fulus) menjadi mata uang
utama dan pencetakan dirham dihentikan karena beberapa sebab:
a. Penjualan perak ke negara-negara Eropa
b. Impor tembaga dari negara-negara Eropa semakin bertambah, akibat dari peningkatan
produksi pertambangan di sebagian besar wilayah Eropa
c. Meningkatnya konsumsi perak untuk pembuatan pelana dan bejana

D. Syarat-syarat Uang dan Otoritas Penerbitan Uang


Syarat-syarat Uang adalah :
1. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu
2. Mudah di bawa-bawa
3. Mudah di simpan tanpa mengurangi nilainya
4. Tahan lama
5. Bendanya mempunyai mutu yang sama
6. Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan)
7. Dicetak dan disahkan penggunaanya oleh pemegang otoritas moneter
(pemerintah).
Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah umum syariat Islam.
Penerbitan dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan
umat. Karena itu, bermain-main dalam penerbitan uang akan mendatangkan kerusakan
ekonomi rakyat dan Negara, misalnya hilangnya kepercayaan terhadap mata uang, terjadinya
pemalsuan uang, pembengkakan jumlah uang yang beredar, turunnya nilai uang (inflasi), dan
kemudaratan lainnya. Di kalangan ekonom Muslim berpendapat bahwa penerbitan uang
merupakan otoritas Negara dan tidak diperbolehkan bagi individu untuk melakukan hal
tersebut karena berdampak sangat buruk. Dalam hal ini imam Ahmad mengatakan, tidak
boleh mencetak uang melainkan di percetakan Negara atas izin pemerintah. Karena jika
masyarakat luas dibolehkan mencetak uang, akan terjadi bahaya besar. Untuk menjaga
stabilitas nilai tukar uang, Ibn Tamiyah menegaskan, pemerintah sebagai pemegang otoritas
dalam masalah ini harus mencetak uang sesuai dnegan nilai transaksi dari penduduk. Jumlah
uang yang beredar harus sesuai dengan nilai transaksi. Ini berarti Ibn Taimiyah melihat
hubungan yang erat antara jumlah uang yang beredar dengan total nilai transaksi dan tingkat
harga.

E. Fungsi Uang
Fungsi Uang dalam Ekonomi Islam dan Konvensional
1. Fungsi Uang dalam Ekonomi Islam
Fungsinya adalah sebagai alat pertukaran. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Ibn Taimiyah bahwa fungsi uang adalah sebagai alat pengukur nilai dan alat tukar. Secara
esensial uang adalah untuk mengukur nilai sebuah benda atau dibayarkan sebagai alat tukar
sejumlah benda yang ada.
Ibn Taimiyah menentang perdagangan uang, karena ini berarti mengalihkan fungsi uang dari
tujuan yang sebenarnya. Jika uang dapat ditukar dengan uang, pertukaran tersebut mesti
dilakukan sepenuhnya simultan (taqabud) dan tidak ada penundaan (tahallu). Melalui cara ini
seseorang mampu menggunakan uang untuk memenuhi keperluannya.
2. Fungsi Uang dalam Ekonomi Konvensional
a. Sebagai Alat Tukar
Merupakan fungsi utama karena memang pada dasarnya penggunaan uang adalah untuk
mempermudah pertukaran khususnya bagi pembeli, sebagai alat tukar bentuk uang haruslah
ringan, mudah dibawa, dan relatif aman.
b. Sebagai Penyimpan Nilai
Merupakan nilai yang memiliki daya beli yang sama pada jangka waktu tertentu, selama
harga-harga belum naik. Artinya nilai uang tidak kadarluarsa sebagai layaknya barang yang
diperdagangkan. Maka uang identik disebut sebagai komoditas.
c. Sebagai Satuan Hitung
Fungsi uang sebagai satuan hitung pada zaman ini hampir sudah merupakan keharusan.
Segala pekerjaan dan hasil penilaian ditentukan dalam satuan uang, meskipun secara fisik
benda yang dinilai tidak tampak, seperti jasa. dengan adanya uang akan merasa puas bila
mengetahui harga dan jasa yang diberikan sesuai dengan keinginannya.

F. Jenis-Jenis Uang
Berdasarkan lembaga yang menerbitkan, uang dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Uang Kartal
Uang kartal adalah alat pembayaran sah yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara
melalui bank sentral yang berupa uang logam dan uang kertas. Uang kartal di Indonesia
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan dicetak oleh Perusahaan Umum Per-cetakan Uang
Republik Indonesia (Perum Peruri). Uang kartal terdiri atas uang logam dan uang kertas.
2. Uang Giral
Uang giral adalah alat pembayaran berupa bilyet giro, cek, dan pemindahan telegrafis yang
dikeluarkan oleh bank kepada seseorang atau badan karena mempunyai simpanan rekening di
bank yang bersangkutan. Uang giral diterbitkan oleh bank umum atau bank komersial.
o Bilyet giro merupakan surat perintah dari nasabah bank kepada suatu bank agar bank
tersebut memindahbukukan sejumlah uang dari rekening nasabah yang bersangkutan pada
rekening nasabah lain yang ditunjuk. Bilyet giro tidak dapat ditukar dengan uang tunai.
o Cek adalah surat perintah dari nasabah yang memiliki rekening giro pada sebuah bank agar
bank tersebut membayar sejumlah uang secara tunai kepada pihak yang namanya tercantum
dalam cek.
o Pemindahan telegrafis (Telegraphic Transfer) merupakan pembayaran yang dilakukan
dengan pemindahan antar rekening pada suatu bank tertentu melalui telegram. Cara ini dipilih
apabila jarak orang yang melakukan transaksi berjauhan.

Anda mungkin juga menyukai