PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit merupakan salah satu stressor psikososial dalam kehidupan seseorang.
Apalagi bagi penderita HIV/AIDS, penyakit ini tergolong kronis sekaligus terminal.
Dimana penderitanya selain dihadapkan pada pengobatan seumur hidup, juga dihadapkan
pada ancaman kematian mengingat belum ditemukan obatnya. ODHA (orang dengan
HIV/AIDS) pasti mengalami stress yang berat baik yang bersumber dari penyakitnya
sendiri ataupun dampak psikososialnya. Setiap orang memiliki beragam cara
mengatasi stressyang dihadapi dalam hidupnya. Sebagian mengembangkan
strategi coping yang positif dan sebagian yang lain justru memilih strategi yang negatif
yang merugikan. Pemilihan dan pengembagan strategi coping akan sangat menentukan
perjalanan ODHA dalam menghadapi penyakitnya. Gambaran ini pula yang terjadi pada
para perempuan dengan HIV/AIDS yang dengan cara mereka masing-masing berjuang
menaklukan stress yang dialami dalam hidupnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah HIV/AIDS itu ?
2. Bagaimana penyebaran dan tanda-tanda terserang HIV/AIDS tersebut ?
3. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tersebut ?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui HIV/AIDS tersebut.
2. Agar mengerti tentang penyebaran dan tanda-tanda terserang HIV/AIDS.
3. Supaya memahami cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat penurunan sistem imun atau kekebalan tubuh oleh virus HIV.
(Nursalam, 2007)
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasilakhir
dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)
B. ETIOLOGI
AIDS adalah peyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat
fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing, jamur
protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada orang yang sistem
kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga mudah terkena
kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi.
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV ( Human
Immunodefeciency Virus ). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan
HIV-2 didapatkan di Afrika barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang
hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai
infeksi ( masuknya virus ketubuh ) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.
2
Cara penularan AIDS ( Arif,2000 ) antara lain sebagai berikut :
a) Selama kehamilan
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%
dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang
menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam
jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal
ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam
DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang
baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-
sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
3
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem
tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit
CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten). Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
4
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
5
3. Gejala Tahap Akhir
a. Sistem kekebalan tubuh yang terus melemah dan mudah terserang penyakit.
b. Berat badan menurun cepat dan tanpa alasan khusus.
c. Banyak mengeluarkan keringat terutama pada malam hari meskipun saat
cuaca panas dan dingin.
d. Merasakan lelah yang sangat panjang dan membuat tubuh tidak bisa
digunakan untuk beraktivitas.
e. Terjadi pembengkakan kelenjar pada bagian ketiak, leher maupun
selangkangan.
f. Gangguan pencernaan yang bisa menyebabkan diare dan muntah berlebihan
selama beberapa minggu.
g. Banyak luka kecil yang ditemukan pada bagian mulut, alat kelamin hingga
anus.
h. Penderita akan mengalami depresi yang menyebabkan kehilangan ingatan
dan depresi yang mengacaukan mental.
E. KLASIFIKASI
Pada tahun 1990, Worl Health Organization ( WHO ) mengkelompokan berbagai
infeksi dan kondisi AIDS dengn memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang
terinfeksi dengan HIV-1. sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005.
Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani
pada orang sehat.
1. Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.
2. Stadium II: termasuk manifestasi membrane mukosa kecil dan radang saluran
pernafasan atas yang berulang.
3. Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkolosis.
6
F. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis infeksi HIV pada orang dewasa menurut WHO
G. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
2. Tuberculosis (TBC
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis
6. Leukoensefalopati multifocal prigesif
7. Sarcoma Kaposi
8. Kanker getah bening
9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah :
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkaitdengan
AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.3.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kankerterkait.
Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, danfunduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV,dan
pemeriksaan Rontgen.
5. Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD
protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma,serologi sitomegalovirus,
serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.
6. Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD
8
7. Bila >500maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-
500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia
pneumocystis carinii
8. Pemberian profilaksi INH tidaktergantung pada jumlah CD
9. Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian
obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medis
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu
(Endah Istiqomah : 2009) :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik. Bertujuan menghilangkan, mengendalikan,
dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsisharus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat
antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4
nya <>3 .Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3c)
c. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidine
4) Recombinant CD 4 dapat larutd)
9
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus. Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan
agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis
dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
10
di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel usus adalah diare yang kronis
(Stewart, 1997).
Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru
disadari pasien setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan.
Pasien yang terinfeski virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala
selama bertahuntahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut sel CD4+
mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi menjadi sekitar
200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart, 1997).
11
yang istimewa, dibutuhkan oleh yang sebagai terinfeksi HIV dan
lainnya. direspon seperti itu), over
identification.
6. Perilaku Komitmen dan kesatuan kelompok, Pemadaman, reaksi, dan
mementingkanorang kepuasan memberi dan berbagi, kompensasi yang berlebihan.
lain penasaran sebagai kelompok.
7 Penerimaan Integrasi status positif HIV dengan Apatis dan sulit berubah.
identitas diri, keseimbangan antara
kepentingan orang lain dengan diri
sendiri, bisa menyebutkan kondisi
seseorang.
Rangsangan
Individu
12
K. ISU ETIK DAN HUKUM PADA KONSELING PRE-POST TEST HIV/AIDS
1. Konseling Pre-Post Tes Hiv
Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus
ikhlas dan tujuan yang jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya untuk
membantu klien mempelajari dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan
masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Voluntary counseling
and tesing (VCT) atau konseling dan tes suka rela merupakan kegiatan konseling
yang bersifat suka rela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah
di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan
menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan
penjelasan yang lengkap dan benar. Pelayanan VCT harus dilakukan oleh petugas
yang sangat terlatih dan memiliki keterampilan konseling dan pemahaman akan
HIV/AIDS. Konseling dilakukan oleh konselor terlatih dengan modul VCT.
Mereka dapat berprofesi perawat, pekerja sosial, dokter, psikolog, psikiater atau
profesi lain.
13
c. Tidak boleh diwakilkan kepada siapapun, baik orang tua / pasangan, atasan
atau siapapun.
Semua tes HIV harus mendapat informed consent dari klien setelah klien
diberikan informasi yang cukup tentang tes, tujuan tes, implikasi hasil tes positif
atau negatif yang berupa konseling pra tes. Dalam menjalankan fungsi perawat
sebagai advokat bagi klien, tugas perawat dalam informed consent adalah
memastikan bahwa informed consent telah meliputi tiga aspek penting yaitu:
14
Persetujuan pada tes HIV harus bersifat jelas dan khusus, maksudnya,
persetujuan diberikan terpisah dari persetujuan tindakan medis atau tindakan
perawatan lain (Kelly 1997 dalam Chitty 1993). Persetujuan juga sebaiknya
dalam bentuk tertulis, karena persetujuan secara verbal memungkinkan pasien
untuk menyangkal persetujuan yang telah diberikannya di kemuadian hari.
Depkes Afrika pada Bulan Desember 1999 mengeluarkan kebijakan tentang
perkecualian dimana informed consent untuk tes HIV tidak diperlukan yaitu untuk
skrening HIV pada darah pendonor dimana darah ini tanpa nama. Selain itu
informed consent juga tidak diperlukan pada pemeriksaan tes inisial HIV (Rapid
Tes) pada kasus bila ada tenaga kesehatan yang terpapar darah klien yang di
curigai terinfeksi HIV, sementara klien menolak dilakukan tes HIV dan terdapat
sampel darah.
15
untuk menjaga kepentingan masyarakat banyak dari tertular HIV/AIDS.
(Depkes RI, 2003).
e. Informasi diberikan kepada partner sex/keluarga yang merawat klien dan
berisiko terinfeksi oleh klien karena klien tidak mau menginformasikan pada
keluarga/pasangan seksnya dan melakukan hubungan seksual yang aman. Hal
ini berkaitan dengan tugas tenaga kesehatan untuk melindungi masyarakat,
keluarga dan orang terdekat klien dari bahaya tertular HIV. Dalam hal ini,
petugas kesehatan boleh membuka status HIV pasien hanya jika petugas
mengidentifikasi keluarga/partner sex klien berisiko tinggi tertular, pasien
menolak memberi tahu pasangannya atau melakukan hubungan sex yang
aman, pasien telah diberi konseling tentang pentingnya memberitahu
pasangan/keluarganya dan melakukan hubungan sex yang aman, tenaga
kesehatan telah memberitahu klien bahwa klien berkewajiban melindungi
orang lain dari bahaya penularan HIV/AIDS tapi klien tetap menolak
memberitahu keluarga atau pasangannya tentang status penyakitnya (Steward
Graeme,1997).
5. Pekerjaan
ODHA mempunyai hak yang sama dalam pekerjaankarena ODHA yang
masih berstatus HIV bisa hidup produktif seperti orang normal. Hingga saat ini,
ODHA masih mengalami banyak diskriminasi di tempat kerja sehingga mereka di
PHK atau tidak di terima bekerja. Untuk melindungi hak ODHA ini maka telah
disepakati bahwa tes skrining HIV tidak boleh menjadi persyaratan untuk
masuk/bekerja di suatu perusahaan/kantor. Selain itu, untuk menghindari
diskriminasi tersebut, SADC (South African Medical Council) mengeluarkan “the
code of good practice” sebagai pedoman bagi perusahaan dan para pekerja
tentang bagaimana mengelola ODHA di tempat kerja. Tujuan pedoman ini
meliputi:
a. Melindungi hak ODHA untuk tidak diperlakukan secara dirkriminatif.
b. Melindungi hak ODHA atas kerahasiaan dan privasi.
c. Melindungi hak ODHA atas keselamatan kerja.
16
d. melindungi hak ODHA atas imbalan yang adil sesuai hasil kerjanya.
17
dalam riset harus diberikan secara suka rela dan berdasarkan pengetahuan tentang
risiko dan keuntungan berpartisipasi.
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, No CM, diagnose
keperawatan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Awal yang dirasakan pasien pada saat datang ke rumah sakit. Pada penyakit HIV
biasanya klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flu,
pusing dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga di
bawa ke rumah sakit secara lengkap meliputi: PQRST (palliative,
quality,region,skala, timing)
c. Riwayat penyakit terdahulu
Merupakan suatu kronologis dari penyakit apa pernah dirasakan oleh klien pada
saat dahulu sebelum sakit kembali.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit yang sama atau penyakit
turunan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas,
kelelahan otot, menurunnya masa otot, respon fisiologis.
b. Sirkulasi
Proses penyembuhan luka yang lambat, pendarahan lama pada saat cedera,
takikardia, perubahan TD postural menurunnya volume nadi postural, pucat atau
sianosis, perpanjangan pengisisan kapiler.
19
c. Integritas ego
Factor stess yang berhungan dengan kehilangan ( keluarga, pekerjaan, gaya hidup
dll ), mengkhawatirkan penampilannya ( menurunnya berat badan ) mengingkari
diagnose, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan
depresi.
d. Eliminasi
Diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai kram abdomenial,
mueri panggul, rasa terbakar saat miksi.
e. Makanan/cairan
Tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan, mual/muntah.
Disfagia, nyeri restoternal saat menelan penurunan berat badan yang progresif.
f. Hygiene
Memperlihatkan penampilan yang tidak rapih, kekurangan dalam banyak atau
semua perawatan diri.
g. Neurosensori
Perubahan status mental, dengan rentan antara kacau menal sampai demensia,
lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis, retadarsi
psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas,
harapan yang tidak realistis, timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan
otot.
h. Nyeri/kenyamanan
Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan. Penurunan rentan
gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
i. Pernafasan
Takipneu, dister pernafasa, perubahan bunyi nafas.
j. Keamanan
Perubahan integritas kulit
k. Seksualitas
Kehamilan atau resiko terhadap hamil, genetalia : manisfestasi kulit (herpes, kutil)
l. Interaksi seksual
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat. Aktivitas yang tak
terorganisasi.
20
m. Penyuluhan/pembelajaran
Pertimbangan rencana pemulangan : memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan
atau tindakan, perawatan kulit atau luka, peralatan/bahan, tranfortasi, belanja
makanan dan persiapan : perawatan diri, prosedur perawatan teknis dll.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnustrisi dan pola hidup
yang berisiko.
2. Resiko tinggi infeksi ( kontak pasien ) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya
infeksi nonopportunistik yang dapat ditranmisikan.
3. Intoleran aktivitas berhungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnustrisi,
kelelahan.
4. Diare berhubungan dengan infeksi GI
5. Tidak efektif koping keluarga berhungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai.
21
tim kesehatan merawat pasien.
tidak terpapar
HIV, tidak -Gunakan masker
terinfeksi parogen bila perlu.
lain TBC
3. Intoleran aktivitas Pasein -Monitor respon -Intake menurun
berhungan dengan berpartisipasi fisiologis terhadap dihubungkan
kelemahan, dalam kegiatan aktivitas dengan nyeri
pertukaran oksigen, dengan kriteria tenggorokan
malnustrisi, bebas dysnea dan -Berikan bantuan
kebutuhan energy
kelelahan. takikardi selama perawatan yang
aktivitas pasien sendiri tidak -Menetukan data
mampu dasar
-Jadwalkan -Mengurangi
perawatan pasien muntah
sehingga tidak
-Menyakinkam
menggangu
bahwa makanan
istirahat
sesuai dengan
keinginan pasien
22
kebutuhannya peraasaan secara menyadaribahwa
dengan criteria verbal. mereka berbicara
pasien dan secara bebas
keluarganya. -Ajarkan kepada
keluarga tentang -Menghilangkan
penyakit dan kecemasan tentang
tranmisinya. tranmisi melalui
kontak sederhana
23
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
HIV/AIDS adalah penyakit yang sampai sekarang ini belum ada obatnya dan
mematikan, selain karena mengganggu kesehatan fisik, HIV/AIDS juga mengganggu
stabilitas psikis dan kehidupan sosial penderita, sehingga perlu dilakukan penanganan
yang komprehensif.
Peran pemerintah sangat besar terhadap penanganan HIV/AIDS sebab pemerintah
adalah pemegang kendali terhadap stabilitas dalam kelompok masyarakat, selain itu
pemerintah memiliki kekuatan melalui Kebijakan yang dibuat sebagai upaya pencapaian
tatanan sosial yang sehat dan dinamis.
B. SARAN
Penyusun menyampaikan saran kepada pembaca terlebih kepada masyarakat
Indonesia untuk tetap menjaga pola hidup yang baik dan benar dengan memperhatikan
kesehatan fisik dan pergaulan hidup yang sehat. Karena pada zaman modern ini banyak
sekali kasus yang berhubungan dengan penyakit HIV/AIDS.
24
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, dan Ninuk. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Tarwoto, dkk. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika
Wardiyah, Aryanti dan Rilyani. 2016. Sistem Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika
http://batukarinfo.com/system/files/Pemberdayaan%20Perempuan%20Dalam%20Pencegahan%2
2018)
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/53970108/3933-11044-1-
SM.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1519220324&Signature
=wli%2BNOMwjuxLBV943fvAiN7zLQ0%3D&response-content-
disposition=inline%3B%20filename%3DBEBAN_PEREMPUAN_PENDERITA_HIV_AIDS_D
Februari 2018)
https://www.scribd.com/document/365718815/LAPORAN-PENDAHULUAN-HIV-AIDS-docx
25