Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh :
ALVIRA LINTANG KIRANA
NIM. 201510300511029

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
A. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,


Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang


membutuhkan perawatan medis berkelanjutan pada pasien sehingga
dibutuhkan pengelolaan diri, pendidikan dan dukungan untuk mencegah
komplikasi akut dan untuk mengurangi risiko komplikasi jangka panjang
(ADA, 2012) Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang
membutuhkan perawatan medis berkelanjutan pada pasien sehingga
dibutuhkan pengelolaan diri, pendidikan dan dukungan untuk mencegah
komplikasi akut dan untuk mengurangi risiko komplikasi jangka panjang
(ADA, 2012).

B. Etiologi

Penyebab diabetes melitus belum diketahui pasti tapi umumnya


diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter
memegang peranan. Diabetes mellitus dapat dibedakan atas dua yaitu :

1. Diabetes type I (Insulin Depedent Diabetes Melitus/IDDM )


tergantung insulin dapat disebabkan karena faktor genetik,
imunologi dan mungkin lingkungan misalnya infeksi virus.

a. Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes


type 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes type 1.

b. Faktor immunologi, pada diabetes type 1 terdapat bukti


adanya suatu proses respon autoimun.

c. Faktor lingkungan, virus ataau vaksin menurut hasil


penelitian dapat memicu destruksi sel beta atau dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destruksi sel beta.

2. Diabetes type II (Non Insulin Depedent Diabetes Melitus


/NIDDM) yaitu tidak tergantung insulin. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan penting dalam proses terjadinya
resistensi insulin.

Menurut Kwinahyu (2011) ada beberapa faktor yang dapat


menyebabkan diabetes melitus, yaitu :
a. Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori
yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya
diabetes melitus. Hal ini disebabkan jumlah/kadar insulin
oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk
disekresikan. Oleh karena itu, mengonsumsi makanan
secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin
dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula
dalam darah meningkat dan meyebabkan diabetes melitus.

b. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg
mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk
terserang diabetes melitus dibanding dengan orang yang
tidak gemuk.

c. Faktor genetic
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus
orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita diabetes
melitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena.
Jika kedua orang tua menderita diabetes, insiden diabetes
pada anak-anaknya meningkat, tergantung pada umur
berapa orang tua menderita diabetes. Risiko terbesar bagi
anak-anak terserang diabetes terjadi jika salah satu atau
kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum berumur
40 tahun. Riwayat keluarga pada kakek dan nenek kurang
berpengaruh secara signifikan terhadap cucunya.

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan


Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang
menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas
dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal
dalam mensekresikan hormon yang diperlukan unuk
metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.

e. Penyakit dan infeksi pada pancreas


Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi
pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu
menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja optimal
dalam mensekresi insulin. Beberapa penyakit tertentu,
seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat
meningkatkan risiko terkena diabetes melitus.

C. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2011,
klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:

1. Diabetes Melitus tipe 1


DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile
onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa
insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang
disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan
karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan
memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada
akhir usia 30 atau menjelang 40.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di


sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat,
dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang
semestinya meningkatkan sekresi insulin. DM tipe 1 sekarang
banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Kelainan autoimun
ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di
mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik
tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’
protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi
insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan
terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie),
toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi


akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta
atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering
terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika
dan Asia.

2. Diabetes Melitus tipe 2


Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh faktor keturunan
dan juga gaya hidup yang kurang sehat. Hampir seluruh penderita
diabetes menderita tipe kedua ini. Meskipun mengenai dihampir
semua penderita diabetes, gejalanya sangatlah lambat. Sehingga
perkembangan penyakit ini membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Kerja insulin di dalam tubuh tidak lagi efektif meskipun tidak perlu
ada suntikan insulin dari luar untuk membantu menjalani hidupnya.
Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan
dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien
mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang
memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur
hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak


dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta
pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma,
penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa
hati dan peningkatan lipolisis.

Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya


hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas
fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara
genetik. Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2
adalah berbeda-beda untuk setiap ras..

3. Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi
glukosa dengan onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini
merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya
toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.

D. Patofisiologi

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di


dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara cukup. Sehingga mengakibatkan
hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi.
Insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas dan mengendalikan
kadar glukosadalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel sehingga terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel Adanya resistensi insulin pada diabetestipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel membuat insulin tidak efektif dalam
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Kwinahyu, 2011).

Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang


mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi
glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria
karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi.
Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan
pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

E. Manifestasi Klinis

Menurut Kwinahyu (2011) manifestasi klinik dapat digolongkn


menjadi gejala akut dan gejala kronik

1. Gejala Akut
Gejala penyakit DM ini dari satu penderita ke penderita
lainnya tidaklah sama ; dan gejala yang disebutkan di sini adalah
gejala yang umum tibul dengan tidak mengurangi kemungkinan
adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes yang
tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu. Pada
permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu :

a. Banyak makan ( polifagia )


b. Banyak minum ( polidipsia )
c. Banyak kencing ( poliuria )
Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan
mulai timbul gejala yang disebabkan kurangnya insulin. Jadi,
bukan 3P lagi melainkan hanya 2P saja (polidipsia dan poliuria )
dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang,
bhkan kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah
melebihi 500 mg/ dl, disertai :

a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Berat badan turun dengan cepat ( bisa 5- 10 kg dalam
waktu 2-4 minggu.
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan
penderita akan jatuh koma ( tidak sadarkan diri ) dan di
sebut koma diabetik.

2. Gejala Kronik

Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala


sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit
DM. Gejala ini di sebut gejala kronik atau menahun. Gejala kronik
yang sering timbul adalah seorang penderita dapat mengalami
beberapa gejala, yaitu :

a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
c. Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas
bantal atau kasur.
d. Kram
e. Mudah mengantuk.

F. Komplikasi

Menurut Tarwoto (2012) komplikasi yang berkaitan dengan


diabetes melitus digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dalam glukosa darah, yaitu :
hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, sindrom hiperglikemik
hiperosmolar non-ketotic (HHNK).

2. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis
penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-
kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin,
detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak
segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya
kematian.

Menurut Depkes (2005), serangan hipoglikemia pada


penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita :

a. Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau


malam)
b. Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan
oleh dokter atau ahli gizi.
c. Berolah raga terlalu berat
d. Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar
dari pada seharusnya.
e. Minum alcohol
f. Stress.
g. Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan
risiko.

3. Komplikasi kronis
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan, yaitu :
makrovaskuler, mikrovaskular, dan penyakit neuropati.

a. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler berupa retinopati, nefropati, dan
neuropati merupakan kelainan yang lebih sering timbul
setelah pubertas, namun juga dapat terjadi selama periode
prepurbertas memberikan efek yang tidak sama pada
masing-masing individu dalam hal komplikasi.

b. Neuropati
Menurut Batubara (2010), sistem saraf sentral dan perifer
juga terkena oleh diabetes. Pola keterlibatan yang paling
sering adalah neuropati perifer simetris di ekstremitas
bawah yang mengenai, baik fungsi motorik maupun
sensorik, terutama yang terakhir. Walaupun gejala klinis
kelainan saraf pada anak dan remaja jarang didapatkan
namun eberadaan kelainan subklinis sudah didapatan.
Evaluasi klinis dari pemeriksaan saraf perifer harus meliputi
Anamnesis, Penentuan sensasi vibrasic.

c. Komplikasi makrovaskuler
Penelitian tentang penebalan intima-media pada karotis
merupakan tanda yang sensitif untuk timbulnya komplikasi
makrovaskuler yaitu penyakit jantung koroner dan penyakit
serebro vaskuler.

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mencoba


menormalisasi aktivitas insulin dan kadar gula darah untuk menurunkan
perkembangan komlikasi neuropati dan vaskular. Tujuan terapeutik dari
masing-masing diabetes adalah untuk mencapai kadar glukosa darah tanpa
mengalami hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari
pasien dengan serius. Terdapat lima komponen penatalaksanaan untuk
diabetes, yaitu : diet, latihan, pemantauan, obat-obatan dan penyuluhan
(Tarwoto, 2012). Menurut Tarwoto (2012) prinsip utama dalam
penanganan pasien waktu sakit yaitu :

1. Pengobatan segera penyakit lain yang diderita pasien dengan


diabetes.
Pengobatan penyakit tidak berbeda dengan anak normal.
Pasien sebaiknya segera berobat karena mungkin memerlukan
antibiotik atau terapi lainnya.

2. Pemberian insulin
Insulin harus terus diberikan dengan dosis biasa meskipun
anak tidak makan. Pada penderita diabetes yang sakit mungkin
akan menimbulkan hiperglikemia akibat glukoneogenesis atau
glikolisis karena kerja hormon anti insulin. Bila kadar glukosa
darah > 250 mg/dL, segera lakukan pemeriksaan keton darah. Bila
keton darah >1mmol/L berarti dosis insulin kurang dan perlu
ditambah . Bila kadar glukosa darah >250mg/dL dan keton darah
<1 mmol/L, tidak perlu ditambahan insulin dan periksa kembali
glukosa darah setelah 2 jam. Pemberian insulin tambahan pada
balita sebesar 1U dapat menurunkan glukosa darah rata-rata 100
mg/dL, sedangkan pada anakn sekolah dan remaja dosis tersebut
mungkin hanya menurunkan glukosa darah sebesar 30-50 mg/dL.
Penambahan dosis insulin dapat juga dilakukan dengan
memperhitungkan 5-20% dari total dosis harian,tergantung situasi.

3. Pemberian minum yang cukup


Apabila kadar glukosa darah tidak menurun dengan dosis
tambahan dosis insulin, maka pemberian cairan untuk hidrasi tubuh
pasien kemungkinan kurang adekuat. Berikan minum sebanyak
mungkin kepada pasien. Bila glukosa tetap tinggi, maka pada
pasien masih akan terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan
kehilangan cairan. Adanya demam akan meningkatkan kebutuhan
kesehatan pasien.

4. Pasien harus istirahat


Anjurkan pasien agar beristirahat di rumah bila merasa
tidak enak badan.

5. Pemberian obat yang tidak mengandung gula


Penting untuk tidak memberikan obat-obatan yang
mengandung gula.

6. Peralatan untuk mengantisipasi ‘sick-day management’ di rumah


Setiap keluarga sebaiknya dapat menyiapkan peralatan
yang diperlukan. Misalnya insulin kerja cepat/penfill atau dalam
flakon, strip test glukosa dan keton darah , glukon-ketonmeter,
jarum/lancet untuk mengambil kapiler darah, alkohol 70% ,
persendiaan permen, coklat, jus buah, limun rendah kalori atau soft
drink rendah kalori serta air mineral.

7. Penyuluhan
Lingkungan pasien DM tipe-1 amat penting. Kerabat
pasien harus mengetahui prinsip-prinsip menangani pasien DM
tipe-1 yang sedang sakit. Insulin harus tetap diberikan meskipun
pasien DM tipe-1 yang sedang sakit tidak mau makan atau hanya
mau makan sedikit. Glukosa darah pasien dapat meningkat selama
sakit karena glukoneogenesis. Muntah merupakan gejalah serius
yang perlu penangan segera. Adanya keton dalam urin atau darah
yang disertai kadar glukosa darah yang tinggi merupakan tanda
kurangnya kerja insulin, dan bila hal ini tidak segera diatasi maka
pasien akan jatuh ke dalam KAD yang mengancam jiwa.

H. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat
mengumpulkan data secara sistematis, memilih dan mengatur data
yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam format
yang didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian
tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah
terhadap tindakan keperawatan (Tarwoto, 2012). Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini yang terbagi
atas :

a. Pengumpulan data
b. Anamnese
c. Riwayat kesehatan sekarang dan dulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat psikososial
f. Genogram
g. Pola kegiatan sehari-hari
h. Pola persepsi management kesehatan
i. Pola nutrisi dan metabolism
j. Pola eliminasi
k. Pola tidur dan istirahat
l. Pola aktivitas dan latihan
m. Pola persepsi dan konsep diri
n. Pola hubungan dan peran
o. Pola seksual dan reproduksi
p. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
q. Pola tata nilai dan kepercayaan
2. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum


b. Kepala dan leher
c. Sistem integument
d. Sistem pernafasan
e. Sistem kardiovaskuler
f. Sistem gastrointestinal
g. Sistem urinary
h. Sistem musculoskeletal
i. Sistem neurologis
3. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan darah
b. Urine
c. Kultur pus
4. Analisa Data

5. Diagnosa

a. Defisit Volume Cairan


b. Pola Nafas tidak efektif
c. Resiko Infeksi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Cemas
f. Nyeri
g. PK: Hipoglikemi
h. PK: Hiperglikemi
i. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
j. Kurang pengetahuan
I. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA NOC NIC

Nyeri Setelah dilakukan perawatan 1. Lakukan pengkajian yang


selama 2x24 jam diharapkan komprehensif (meliputi
nyeri berkurang dengan lokasi, karakteristik,
kriteria hasil : durasi, frekuensi.

1. Mampu mengontrol 2. Observasi ketidak


nyeri nyamanan non verbal

2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Ajarkan teknik non


berkurang dengan farmakologi misalnya
menggunakan relakssasi, distraksi, nafas
manajemen nyeri dalam

3. Menyatakan rasa nyaman 4. Monitoring tanda-tanda


setelah nyeri berkurang vital

5. Kolaborasi dengan tenaga


medis untuk pemberian
analgesik

Perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor TTV


tidak efektif b.d keperawatan selama 2x24
hipoksemia jam diharapkan perfusi 2. Monitor adanya daerah
jaringan jaringan tidak efektif tidak tertentu yang hanya peka
terjadi dengan kriteria hasil terhadap
panas/dingin/tajam/tumpu
1. Tidak ada peningkatan l
tekanan intrakranial
3. Monitor adanya
2. Berkomunikasi dengan tromboflebitis
jelas dan sesuai dengan
kemampuan 4. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian
3. Tanda tanda vital normal analgesik

Resiko Infeksi Setelah dilakukan perawatan 1. Monitor tanda dan gejala


selama 2x24 jam diharapkan infeksi sistemik dan lokal
resiko infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil : 2. Gunakan sabun
antimikroba untuk cuci
1. Klien bebas dari tanda
dan gejalan infeksi tangan

2. Menunjukan kemampuan 3. Instruksikan pada


untuk mencegah pengunjung untuk
timbulnya infeksi mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
3. Menunjukan perilaku berkunjung
hidup sehat meninggalkan pasien
4. Jumlah leukosit dalam
4. Tingkatkan intake nutrisi
batas normal yang adekuat

5. Kolaborasi dengan tenaga


medis lainnya
PATHWAY

Kerusakan sel α dan β pankreas

Kegagalan Produksi
Produksi glukagon berlebih
insulin
Risiko
kekurangan Meningkatkan Produksi gula
volume cairan Gula darah dari lemak
dan protein

Osmolaritas
meningkat
Membuang
Massa tubuh Fatique
Poliuri Polidipsi Poliphagi

Poliuri Poliuri Berat badan


turun ↓
BB turun Peningkatan gula darah
kronik
Risiko kekurangan
nutrisi

Small vessel disease Arterosklerosis


Diabetik Gangguan
fungsi imun
Hipertensi,
neuropati
Berkurang Peningkatan kadar
sensasi. LDL Infeksi, Gangguan
neuropati penyembuhan luka
Suplai darah ↓

nekrosis Kerusakan
Gangguan perfusi integritas kulit
jaringan

Pembedahan: amputasi

Nyeri Intoleransi aktivitas


DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M.,et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. IOWA Intervention Project: Mosby

Kwinahyu, 2011. Patofisiologi Diabetes Melitus.


(http://www.scribd.com/doc/49177282/Patofisiologi-Diabetes-Melitus).

Tartowo. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta : Tim

Road, Ansari. 2012. RSSDI Textbook Of Diabetes Melitus. Edisi 2. India : Jaypee
Brother Medical Publishers.

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.


2011, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai