Anda di halaman 1dari 39

OS PSEUDOFAKIA

OD KATARAK SENILIS STADIUM IMATUR


ODS PRESBIOPIA

Tugas Kepanitraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Dr. Soedjono Magelang
Periode 16 April 2018 – 19 Mei 2018

Pembimbing:
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M

Disusun Oleh:
Nita Kurniasih 1620221146

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

OS PSEUDOFAKIA
OD KATARAK SENILIS STADIUM IMATUR
ODS PRESBIOPIA

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang

Oleh:
Nita Kurniasih 1620221146

Magelang, April 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “OS Pseudofakia,OD Katarak Senilis Stadium Imatur,ODS Presbiopia”
ini. Adapun laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang
turut membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dan dr. Hari Trilunggono, Sp.M selaku pembimbing dan
seluruh teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata atas kerjasamanya selama
penyusunan laporan ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
guna perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Magelang, April 2018

Penulis
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. FS
Umur : 65 tahun
Alamat : Salaman, Magelang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk poli : 23 April 2018

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan tampak semakin kabur sejak 1 minggu SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan
mata kanan tampak semakin kabur sejak 3 minggu SMRS. Keluhan mata
kanan kabur dirasakan pertama kali oleh pasien sejak 6 bulan lalu, tanpa
disertai dengan adanya nyeri dan keluarnya cairan ataupun sekret pada
mata pasien. Sejak 1 minggu lalu, penglihatan mata kanan pasien menjadi
semakin kabur seperti melihat kabut dan terasa silau. Pasien mengaku
lebih nyaman dan lebih jelas ketika melihat di malam hari. Pasien
menyangkal adanya keluhan mata kanan kemeng dan cekot-cekot atau
seperti melihat pelangi di sekitar cahaya. Kondisi bisa membaca memakai
kaca mata disangkal karena pasien tidak memakai kaca mata baca karena
pasien mengaku juga buta huruf.
Pasien mengaku mata kirinya sudah dilakukan operasi katarak dan
penanaman lensa sekitar 1 bulan yang lalu. Sejak 2 tahun yang lalu, pasien
mengatakan bahwa pandangan mata kiri nya juga kabur seperti melihat
kabut sama seperti saat ini. Setelah dilakukan operasi, penglihatan mata
kiri pasien sudah tidak terlalu kabur seperti saat sebelum di operasi. Pasien
juga tidak pernah mengeluh mata kirinya sering terasa pedih, gatal, kering,
mudah berair, mudah merah, ataupun silau jika melihat lampu ataupun
cahaya.
Sejak usia kurang lebih 40 tahun, pasien kesulitan untuk melihat dekat.
Namun pasien merasa hal ini wajar karena usia yang semakin tua. Keluhan
ini di rasa tidak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien tidak
pernah memeriksakan keluhan ini kedokter dan tidak pernah memakai
kaca mata sebelumnya. Riwayat trauma, Riwayat DM,dan riwayat
hipertensi di sangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat gejala serupa sebelumnya : disangkal
- Riwayat kemasukan benda asing : disangkal
- Riwayat terpapar debu dan angin : disangkal
- Riwayat infeksi pada mata : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat operasi mata : Pasien mengatakan
memiliki riwayat operasi katarak pada mata kiri 1 bulan lalu
- Riwayat batuk lama dan keras : disangkal
- Riwayat penggunaan obat antikoagulan : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal

e. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah Ibu Rumah Tangga, biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS,
kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Umum
- Kesadaran : Compos mentis
- Aktivitas : Normoaktif
- Kooperatif : Kooperatif
- Status gizi : Cukup

2. Vital Sign
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi : 90 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Suhu : 36,50

3.Status Ophtalmicus

No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister


6/60 NC 6/9 NC
1 Visus
Add S+ 3,00 J6
Bulbus Oculi
Baik ke segala arah Baik ke segala arah
 Gerak bola mata
- -
2  Strabismus - -
- -
 Eksoftalmus
 Enoftalmus
3 Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior
- -
 Xanthelasma - -
 Edema - -
- -
 Hematom - -
 Hiperemi - -
4 Trikiasis (-) Trikiasis (-)
 Entropion - -
- -
 Ektropion
 Silia
 Ptosis
 Bangunan patologis
Palpebra Inferior
- -
 Xanthelasma - -
 Edema - -
- -
 Hematom - -
5 - -
 Hiperemi
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
 Entropion
 Ektropion
 Silia
6 Konjungtiva
- -
 Injeksi konjungtiva - -
 Injeksi siliar - -
- -
 Sekret
 Perdarahan - -
- -
subkonjungtiva
 Bangunan patologis
 Simblefaron
Kornea
Jernih Jernih
 Kejernihan
- -
 Edema - -
- -
 Lakrimasi - -
7  Infiltrat - -
- -
 Keratic precipitat - -
 Ulkus
 Sikatrik
 Bangunan patologis
COA
dangkal Cukup
 Kedalaman
8 - -
 Hipopion - -

 Hifema
Iris
- -
 Edema - -
9  Sinekia anterior - -
- -
 Sinekia posterior
 Atrofi
Pupil
Bulat Bulat
 Bentuk
± 3mm ± 3mm
10  Diameter Isokor + +

 Reflek pupil
Lensa
Keruh sebagian IOL +
11  Kejernihan
+ -
 Iris shadow
Corpus Vitreum
- -
12  Floaters - -
 Hemoftalmos
13 Fundus Refleks agak suram Cemerlang
14 Funduskopi
 Papil N II Bulat, berbatas tegas, Bulat, berbatas
berwarna orange, CDR tegas, berwarna
0,3 orange, CDR 0,3
 Vasa
- AV ratio 2:3 2 :3
- Mikroaneurisma - -
- Neovaskularisasi - -

 Macula + +
- -
- Fovea refleks - -
- Eksudat
- Edema - -
- -
- -
 Retina
- Ablasio retina
- Edema
- Bleeding
15 TIO Normal Normal

IV.DIAGNOSA DIFFERENSIAL

1. Oculus Sinister
OS Pseudofakia
Dipertahankan

Telah dilakukan operasi katarak dan pemasangan lensa intraokuler pada mata kiri
pasien 1 bulan lalu.

Objektif:
Lensa IOL (+) jernih, letak ditengah, shadow test negatif. Iris berwarna coklat,
tidak ditemukan kelainan. Pupil terletak sentral dengan diameter +/- 3 mm, refleks
pupil baik langsung ataupun tidak langsung (+). COA normal

2.OS Afakia
Disingkirkan karena pada afakia tidak di temukan IOL, dan ada keluhan khas
pada keadaan afakia seperti penglihatan kabur di bagian tepi dan ada keluhan
benda-benda terlihat melengkung.
2. OD Katarak Imatur
Dipertahankan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan kekeruhan sebagian
lensa (+), dengan iris shadow (+) dan COA dangkal.
OD Katarak Insipien

Disingkirkan

Pada katarak insipien kekeruhan lensa hanya sedikit, COAnormal dan iris
shadow (-), sedangkan pada pasien didapatkan lensa keruh sebagian dan iris
shadow (+).
OD Katarak Matur

Disingkirkan karena pada katarak matur didapatkan seluruh lensa


mengalami kekeruhan, iris shadow (-) dan COA cukup, sedangkan pada
pasien didapatkan lensa keruh sebagian dan iris shadow (+).

3. Oculus Dexter dan Sinister


1. ODS Presbiopia
Dipertahankan karena pasien sejak usia 40 tahun dan mengalami
kesulitan saat melihat jarak dekat .
ODS Hipermetropia
Disingkirkan karena pada pasien hipermetropi mengalami gejala kabur
bila melihat jauh dan lebih kabur lagi saat melihat dekat, sedangkan pada
pasien ini keluhan melihat kabur hanya pada jarak dekat.

IV. DIAGNOSA KERJA


OS Pseudofakia
OD Katarak Imatur
ODS Presbiopia

V. TERAPI
OD Katarak Senilis Stadium Imatur
1. Medikamentosa
 Topikal
- CaCl2+Na Tiosulfat+KI+Thimerasol (Cendo Catarlent) ED 3x1
tetes OD
 Oral
- Tidak diberikan
 Parenteral
- Tidak diberikan
 Operatif
- Tidak dilakukan

2. Non Medikamentosa
- Tidak diberikan

ODS Presbiopia
1. Medikamentosa
 Topikal
- Tidak diberikan
 Oral
- Tidak diberikan
 Parenteral
- Tidak diberikan
 Operatif
- Tidak dilakukan
2. Non Medikamentosa
- Kacamata ODS S+3,00 dioptri

VI. PROGNOSIS

Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister


Quo ad visam ad Bonam ad Bonam
Quo ad sanam ad Bonam ad Bonam
Quo ad functionam ad Bonam ad Bonam
Quo ad kosmetikan ad Bonam ad Bonam
Quo ad vitam ad Bonam ad Bonam

VII.EDUKASI
OD Katarak Senilis Stadium Imatur
1. Menjelaskan bahwa penglihatannya berkurang disebabkan karena adanya
kekeruhan pada lensa mata karena proses penuaan
2. Memberi penjelasan bahwa kekeruhan yang ada pada lensa semakin lama
akan semakin memberat seiring berjalannya waktu, sehingga penurunan
penglihatan dapat terus terjadi.
3. Menjelaskan bahwa obat-obatan yang diberikan hanya untuk
memperlambat terjadinya kekeruhan pada lensa, tanpa membantu dalam
perbaikan penglihatan kembali. Untuk membantu dalam perbaikan
penglihatan cara yang dapat dilakukan adalah dengan operasi.
4. Pasien harus waspada dan segera berobat bila melihat pelangi saat
memandang lampu atau cahaya karena hal tersebut merupakan salah satu
tanda bahwa penyakit katarak semakin memburuk
OS Pseudofakia
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa saat ini mata kiri sudah dilakukan
operasi katarak dan sudah di lakukan penanaman lensa. Lensa ini akan
memberikan penglihatan yang lebih baik. Lensa yang sudah ditanam
sewaktu operasi katarak akan tetap di sana seumur hidup . lensa tersebut
tidak akan mengganggu dan tidak memerlukan perawatan khusus dan
tidak akan di tolak keluar oleh tubuh
2. Menjelaskan kepada pasien, lensa buatan manusia tidak akan sempurna
dari pada ciptaan Tuhan, maka dari itu fungsinyatidak akan semaksimal
ciptaan tuhan
ODS Presbiopia
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa usianya sudah lebih dari 40 tahun,
sehingga kemampuan mata untuk melihat dekat sudah berkurang dan
memerlukan bantuan kacamata baca agar jelas jika melihat benda dekat
2. Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan kacamata agar membantu
pasien dalam melihat benda-benda dekat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Lensa
II.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan.
Tebalnya sekitar 4mm dan diameternya 9mm. Di belakang iris, lensa digantung
oleh zonula zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang
menghubungkannya dengan korpus siliar. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus, di sebelah posteriornya, vitreus humor. Lensa disusun oleh
kapsul, epitel lensa, korteks, dan nucleus.
1. Kapsul
Kapsul lensa adalah membrane yang transparan dan elastic yang terdiri
dari kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk
membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari kapsul
lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan untuk serabut
zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian perquatorial anterior dan
posterior dan paling tipis pada bagian kutub posterior sentral. Kapsul lensa bagian
anterior lebih tebal daripada kapsul bagian posterior pada saat lahir dan meningkat
ketebalannya seiring dengan berjalannya waktu.
2. Epitel lensa
Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel.
Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang normal,
yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak. Mereka juga
menghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energy lensa.
3. Nucleus dan korteks
Nucleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa
lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastic. Nukleus dan korteks
terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan
yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung ke ujung berbentuk [Y]
bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y] ini tegak di anterior dan terbalik di
posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa didekat ekuator dan
bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.

Gambar 1. Anatomi Mata

Gambar 2. Anatomi lensa tampak anterior dan lateral


Sekitar 65% lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein
tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral yang biasa
ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

Gambar 3. Struktur lensa normal


II.1.2 Fisiologi
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ke ukuran yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil
hingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antara korpus
siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal
sebagai akomodasi. Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan berkurang.

II.2 Katarak
II.2.1 Definisi
Setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat
tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

Gambar 4. Penglihatan pada orang dengan katarak


Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,
sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek
terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah
lensanya.

Gambar 5. Lensa pada orang dengan katarak

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi


secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular
dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara
bersamaan.
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien
mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan
pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan
pada >90% kasus. Sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami
penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infeksi yang
menghambat pemulihan daya pandang.
Gambar 6. Katarak
II.2.2 Etiologi
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Beberapa penelitian
menyatakan, bahwa katarak senillis dapat dipercepat oleh beberapa faktor risiko
antara lain: alkohol, ras, keturunan, cedera pada mata seperti pukulan keras,
tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga
menimbulkan gejala seperti katarak, keracunan obat dan penggunaan
kortikosteroid, penyakit sistemik seperti diabetes melitus, hipertensi dengan
sistole naik 20 mmHg, kerusakan oksidatif dengan paparan sinar ultraviolet B
dengan panjang gelombang antara 280-315 μm lebih dari 12 jam, indeks masa
badan lebih dari 27 kg/m3, asap rokok lebih dari 10 batang/hari baik perokok aktif
maupun pasif.

II.2.3 Klasifikasi
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat. Katarak kongenital digolongkan dalam katarak:
 Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan
katarak polaris
 Lentikular, yang termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks
atau nukleus lensa
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian
primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin. Untuk mengetahui
penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu
seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat selama
kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus
atau hepatosplenomegali. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif,
mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital
ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena
ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, kalsium dan fosfor.
Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain
dan saat terjadinya katarak.
Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena bergantung
pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi
ambliopia. Bila terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukkan hal yang
buruk pada katarak kongenital. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Penyulit yang dapat
terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula tidak
akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka
visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris
(amblyopia ex anopsia).
Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus
dan strabismus. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuria,
diabetes melitus, hipoparatiroidisme, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik dan
histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma
iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina dan
megalokornea.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi
katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya bila
katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan usia 2 bulan atau lebih muda bila
telah dapat dilakukan pembiusan. Tindakan bedah pada katarak kongenital yang
umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.

2. Katarak Akuisita
a. Katarak Traumatik
Katarak traumatika dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma
tumpul. Pada trauma tajam, langsung terjadi pembentukan nukleus katarak
sehingga tampak lensa berwarna putih. Pada trauma tumpul, katarak tidak terjadi
seketika namun perlahan-lahan. Terjadi proses penebalan (imatur menjadi matur)
dan tidak langsung terbentuk nukleus.

b. Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti
radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa,
glaukoma, tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen,
buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat
juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid,
galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intravena, steroid
lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septik dan miotika antikolinesterase).
Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di
daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata
ataupun linear. Dapat berbentuk rosete, retikulum dan biasanya terlihat vakuol.
Ada 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior
mata dan akibat kelainan pada polus anterior bola mata. Katarak pada polus
posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina,
kontusio retina dan miopia tinggi yang mengakibatkan kelainan pada badan kaca.
Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di dalam
nukleus, sehingga sering terlihat nukleus lensa tetap jernih.Katarak akibat miopia
tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan. Katarak akibat
kalainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan kornea berat,
iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridosiklitis akan
mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaukoma akan
terlihat katarak disiminata pungtata subkapsularis anterior (katarak Vogt).

c. Katarak Senilis
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut
yaitu usia di atas 60 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara
pasti. Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi menjadi stadium insipien, stadium
imatur, stadium matur, dan stadium hipermatur.
1. Stadium Insipien
Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan
visus. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-
bercak seperti baji yang samar terutama mengenai korteks anterior,
sedangkan aksis relatif masih jernih. Gambaran ini disebut spokes of a
wheel yang nyata bila pupil dilebarkan.

Gambar 7. Katarak Insipien

2. Stadium Imatur
Pada katarak imatur, terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi
belum mengenai semua lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-
bagian yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degenerative. Pada
keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal
sehingga terjadi glaukoma sekunder. Kekeruhan terutama terdapat di
bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada
kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang
dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior lensa, maka sinar
oblik yang mengenai bagian yang keruh ini akan dipantulkan lagi,
sehingga pada pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang
sebagai refleks pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan
daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada lensa yang keruh. Keadaan
ini disebut shadow test (+).

Gambar 8. Katarak imatur


3. Stadium Matur
Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga
semua sinar yang melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior
lensa. Tak ada bayangan iris, shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti
mutiara. Shadow test membedakan stadium matur dari imatur, dengan
syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika, oleh karena pada
katarak polaris anterior juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan
terletak di daerah pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa
kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang,
walaupun masih stadium imatur, dengan koreksi, visus tetap buruk, hanya
dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi 1/300 atau satu per
tak terhingga.

Gambar 9. Katarak matur

4. Stadium Hipermatur
Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair,
sehingga nukleus lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui
pupil, pada daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah
lingkaran di bagian bawah, dengan warna yang lain daripada bagian yang
diatasnya, yaitu kecoklatan. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa, yang
menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan
lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan
ini disebut katarak morgagni.
Gambar `10. Katarak hipermatur

Tabel 1. Perbandingan Katarak Berdasarkan Stadium

d. Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa
lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK.
Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa
mutiara Elschnig dan cincin Soemmering. Katarak sekunder merupakan fibrin
sesudah suatu peradangan dan hasil degenerasi atau degenerasi lensa yang
tertinggal sesudah suatu operasi katarak ekstra kapsular atau sesudah suatu trauma
yang memecah lensa. Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh
karena daya regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering
terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi ke arah pinggir-pinggir
melekat pada kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah dan
membentuk gambaran cincin. Pada pinggir cincin ini tertimbun serabut lensa
epitel yang berproliferasi.
Mutiara Elschnig adalah epitel subkapsular yang beproliferasi dan
membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara ini
mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah dindingnya.
Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan seperti disisio katarak sekunder,
kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan seluruh membran keruh.

3. Berdasarkan Letak
a. Katarak Nuklear
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus.
Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih
menjadi kuning sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun
dan progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak
terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhin daripada pandangan dekat, bahkan
pandangan baca dapat menjadi lebih baik, sulit menyetir pada malam hari.
Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna biru dan
ungu.
b. Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks,
biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat.
Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji.
Banyak pada penderita DM, dengan keluhan yang paling sering yaitu penglihatan
jauh dan dekat terganggu, disertai penglihatan merasa silau.

Gambar 11. Katarak Nuklear dan Katarak Kortikal


Gambar 12 .(1.katarak nuklear, 2. katarak kortikal, 3. Katarak
subkapsularis posterior)
c. Katarak Subkapsular
Biasanya dimulai dengan kekeruhan yang sedikit persis di bawah kapsul,
biasa di bagian belakang sehingga akan sangat mengganggu cahaya yang masuk
melalui lensa ke retina dan umumnya terjadi pada dua mata walaupun mungkin
ada satu mata yang lebih parah dibanding mata yang lain dan sangat mengganggu
pada saat membaca. Katarak jenis ini keluhannya paling banyak.
- Subkapsular Posterior
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak
subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia lebih muda
daripada katarak kortikal dan katarak nuklear. Biasanya timbul pada usia
sekitar 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat, bentuk ini lebih sering
menyerang orang dengan diabetes obesitas atau pemakaian steroid
jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau,
pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.
- Subkapsular Anterior
Pasca glaukoma akut, intoksikasi amiodarone, pemakaian miotik
terlalu lama, dan Wilson’s disease.

Gambar 13. Katarak Subskapsular dan Katarak Lanjut


II.2.4 Patogenesis
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa.
Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan meningkat sementara
daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan konsentris baru
dari kortek, inti nucleus akan mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini
dikenal sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi proses kristalisasi pada lensa
yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high molecular
weight protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba-tiba akan mengalami
fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya menyebar dan
penurunan pandangan. Modifikasi kimia dari protein nucleus lensa juga
menghasilkan pigmentasi progresif yang menyebabkan warna lensa menjadi
keruh. Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan penurunan
konsentrasi glutatin dan pottasium serta meningkatnya konsentrasi sodium dan
calsium.
Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya transparansi
lensa. Sel ephitelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga
densitasinya akan berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel
fiber. Akumulasi dari sel-sel epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan
serat-serat lensa yang akan menyebabkan penurunan transparansi lensa. Selain itu,
proses degeneratif pada ephitelium lensa akan menurunkan permeabilitas lensa
terhadap air dan molekul-molekul larut air, sehingga transportasi air, nutrisi, dan
antioksidan kedalam lensa menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan
penurunan antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki
peran penting pada proses pembentukan katarak.

II.2.5 Gambaran Klinis


Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah mengalami
gangguan katarak. Katarak terjadi secara perlahan-lahan, sehingga penglihatan
penderita terganggu secara berangsur, karena umumnya katarak tumbuh sangat
lambat dan tidak mempengaruhi daya penglihatan sejak awal. Daya penglihatan
baru terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar 3-5 tahun. Karena itu, pasien
katarak biasanya menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis. Gejala
umum gangguan katarak meliputi:
- Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
- Peka terhadap sinar atau cahaya
- Dapat melihat ganda pada satu mata
- Kesulitan untuk membaca
- Lensa mata berubah menjadi buram

II.2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap (gejala utama
katarak)
b. Mata tidak merasa sakit, gatal, atau merah
c. Gambaran umum gejala katarak yang lain seperti:
 Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
 Perubahan daya lihat warna
 Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
 Lampu dan matahari sangat mengganggu
 Sering meminta resep ganti kacamata
 Penglihatan ganda (diplopia)
2. Pemeriksaan Fisik Mata
a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
b. Melihat lensa dengan penlight dan loop
Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai
kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang
keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti
kataraknya imatur, sedangkan bayangan dekat dan kecil dengan pupil
terjadi katarak matur.
c. Slit lamp
d. Pemeriksaan opthalmoskop (sebaiknya pupil dilatasi)

II.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada katarak adalah tindakan pembedahan. Pengobatan
yang diberikan biasanya hanya memperlambat proses, tetapi tidak menghentikan
proses degenerasi lensa. Pembedahan katarak adalah pengangkatan lensa natural
mata (lensa kristalin) yang telah mengalami kekeruhan dan diganti dengan lensa
buatan yang disebut sebagai pseudofakia. Beberapa obat-obatan yang digunakan
untuk menghambat proses katarak adalah vitamin dosis tinggi, kalsium sistein
maupun iodium tetes.
Tindakan pembedahan dilakukan dengan indikasi:
a. Indikasi Optik: Pasien mengeluh gangguan penglihatan yang mengganggu
kehidupan sehari-hari, dapat dilakukan operasi katarak
b. Indikasi Medis: Kondisi katarak harus dioperasi diantaranya katarak
hipermatur, lensa yang menginduksi uveitis, dislokasi/subluksasi lensa,
benda asing intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio retina atau patologi
segmen posterior lainnya
c. Indikasi Kosmetik: Jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena
kelainan retina atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak
tidak dapat diterima pasien, operasi dapat dilakukan meskipun tidak dapat
mengembalikan penglihatan.

Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu:


a. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsular)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan
cryophake dan dipindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang
lebar.Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder. EKIK tidak boleh
dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Pada saat ini pembedahan
intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
Risiko komplikasi lebih tinggi sebab membutuhkan insisi yang luas
dan tekanan pada vitreous. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan
ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

Gambar 14. EKIK

Setelah pembedahan lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa


kontak, atau lensa tanam intraokular.

Lensa Intraokular
Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular (IOL) biasanya
diimplantasikan ke dalam mata. Kekuatan implan IOL yang akan
digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang
mata secara ultrasonik dan dengan kelengkungan kornea (maka juga
kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga
pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan
lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontrolateral dan apakah
terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi.

b. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular)


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Insisi
luas pada perifer kornea atau sklera anterior (biasanya 10-12mm), bagian
anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi, dan korteks
lensa dibuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi,
sehingga menyisakan kapsul posterior. Insisi harus dijahit. Ekstrakapsular
sering dianjurkan pada katarak dengan miopia tinggi untuk mencegah
mengalirnya badan kaca yang cair keluar, dengan meninggalkan kapsul
posterior untuk menahannya.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra
ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi
untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami
prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata
dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder. Prosedur ini diindikasikan bagi pasien dengan
miopia tinggi dan pasien katarak muda dengan kelainan endotel.
Gambar 15. EKEK
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah.
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-
8 mm, penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing).
Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak immatur, matur,
dan hipermatur. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma
fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.
Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka
penderita memerlukan lensa pengganti untuk memfokuskan
penglihatannya dengan cara sebagai berikut:
a. Kacamata afakia yang tebal lensanya
b. Lensa kontak
c. Lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam
mata pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang
telah diangkat.

d. Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi
katarak modern menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi dengan
sayatan 3 mm pada sisi kornea. Pada teknik ini diperlukan irisan yang
sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan
digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan
menyedot massa katarak yang telah hancur tersebut sampai bersih. Sebuah
lensa intra ocular (IOL) yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2,8
mm, sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi
yang kecil untuk foldable lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari.
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda
(40-50 tahun), tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil
dapat dilebarkan hingga 7 mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat
hal-hal salah satu di atas, luksasi atau subluksasi lensa. Prosedurnya
dengan getaran yang terkendali sehingga insidens prolaps menurun. Insisi
yang dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan
edema dapat terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi
yang relatif lebih cepat, mudah dilakukan pada katarak hipermatur.
Tekanan intraokuler yang terkontrol sehingga prolaps iris, perdarahan
ekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya katarak sekunder
sama seperti pada teknik EKEK, alat yang mahal, pupil harus terus
dipertahankan lebar, endotel “loss” yang besar.

Penataksanaan Non-Bedah diantaranya:


a. Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-
obatan yang bersifat kataraktogenik seperti fenotiasin, dan miotik kuat,
menghindari iradiasi (infra merah atau sinar-X) dapat memperlambat atau
mencegah terjadinya proses kataraktogenesis. Selain itu penanganan lebih
awal dan adekuat pada penyakit mata seperti uveitis dapat mencegah
terjadinya katarak komplikata.
b. Memperlambat Progresivitas
Beberapa preparat yang mengandung kalsium dan kalium
digunakan pada katarak stadium dini untuk memperlambat
progresivitasnya, namun sampai sekarang mekanisme kerjanya belum
jelas. Selain itu juga disebutkan peran vitamin E dan aspirin dalam
memperlambat proses kataraktogenesis.
c. Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak insipien dan imatur
a. Refraksi, dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi.
b. Pengaturan pencahayaan, pasien dengan kekeruhan di bagian perifer
lensa (area pupil masih jernih) dapat diinstruksikan menggunakan
pencahayaan yang terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian
sentral lensa, cahaya remang yang ditempatkan di samping dan sedikit
di belakang kepala pasien akan memberikan hasil terbaik.
c. Penggunaan kacamata gelap, pada pasien dengan kekeruhan lensa di
bagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman
apabila beraktivitas di luar ruangan.
d. Midriatil, dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lataral
aksial dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5%
atau tropikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang jelas.

II.2.8 Komplikasi Operasi


Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi yang terjadi selama operasi
maupun setelah operasi. Komplikasi yang bisa mempengaruhi visus pasca operasi
diantaranya adalah: selama operasi yaitu, prolapse korpus vitreum, iridodialisis,
hifema dan perdarahan ekspulsif, sedangkan komplikasi setelah operasi yaitu
edema kornea, Descemet fold, kekeruhan kapsul posterior, residual lens material,
prolapse iris, dekompensasi kornea, hifema, glaucoma sekunder, iridosiklitis,
endoftalmitis, epithelial ingrowthm ablasi retina, edema macular kistoid.
Komplikasi setelah operasi yang terjadi pada kornea dimana bisa mempengaruhi
stabilitas visus adalah edema kornea, Descemet fold dan dekompensasi kornea.
1. Komplikasi Selama Operasi
Hifema
Perdarahan bisa terjadi dari insisi korneo-skleral, korpus siliaris, atau
vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka, harus
dilakukan kauterisasi. Irigasi dengan BSS dilakukan sebelum ekstraksi
lensa. Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila
terdapat rubeosis iridis, uveitis heterokromik dan iridosiklitis.

Iridodialisis
Iridodialisis yang kecil tidak menimbulkan gangguan visus dan bisa
berfungsi sebagai iridektomi perifer, tetapi iridodialisis yang parah dapat
menimbulkan gangguan ada visus. Keadaan ini bisa terjadi pada waktu
memperlebar luka operasi, iridektomi, atau ektraksi lensa. Perbaikan harus
dilakukan segera dengan menjahit iris perifer pada luka.
Prolapse korpus vitreum
Prolaps korpus vitreum merupakan komplikasi yang serius pada operasi
katarak, dapat menyebabkan keratopati bulosa, epithelial dan stromal
downgrowth, prolapse iris, uveitis, glaucoma, ablasi retina, edema macular
kistoid, kekeruhan korpus vitreum, endoftalmitis dan neuritis optic. Untuk
menghindari hal tersebut, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai
segmen anterior bebas dari korpus vitreum.

Perdarahan ekspulsif
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi merupakan problem serius yang dapat
menimbulkan ekspulsi dari lensa, vitreus, uvea. Penangannya segera
dilakukan tamponade dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka
ditutup dengan rapat. Bila perdarahan sudah berhenti, luka dibuka kembali
dan dilakukan vitrektomi. Beberapa penulis menganjurkan dilakukan
sklerotomi posterior (4-6mm posterior dari limbus) untuk drainase.

2. Komplikasi Setelah Operasi


Edema Kornea
Edema kornea merupakan komplikasi operasi katarak yang serius, bisa
terjadi pada epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik,
inflamasi dan peningkatan TIO, insidennya naik pada disfungsi endotel.
Biasanya akan tereabsorbsi sempurna 4-6 minggu setelah operasi, tetapi
edema menetap bila disebabkan perlekatan vitreus pada endotel kornea.

Descemet Fold
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh trauma operasi pada endotel
kornea. Pencegahannya adalah penggunaan cairan viskoelastik untuk
melindungi komea. Pada umumnya akan hilang spontan beberapa hari
setelah operasi.
Kekeruhan Kapsul Posterior
Komplikasi ini merupakan penyebab tersering penurunan visus setelah
EKEK. Penyebabnya adalah plak subkapsular posterior residual dimana
insidennya bias diturunkan dengan polishing kapsul posterior; juga
disebabkan fibrosis kapsular karena perlekatan sisa kortek pada kapsul
posterior; atau dapat diakibatkan proliferasi epitel lensa pada kapsul
posterior di tempat aposisi kapsul anterior dcngan kapsul posterior.
Residual Lens Material
Pada umumnya disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila material yang
tertinggal sedikit akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila
jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bias menimbulkan
uveitis anterior kronik dan glaukoma sekunder. Apabila yang tertinggal
potongan nukleus yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea,
penanganannya dengan ekspresi atau irigasi nukleus.

Prolaps Iris
Komplikasi ini paling sering terjadi satu sampai lima hari setelah operasi
dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi
karcna komplikasi prolaps vitreus selama operasi. Keadaan ini
memerlukan penanganan (jahitan ulang) untuk menghindari timbulnya
komplikasi seperti penyembuhan luka yang lama, konjungtivitis kronik,
endoftalmitis, edema makular kistoid dan kadang-kadang opthalmia
simpatika.

Dekompensasi Kornea
Penyebab tersering edema kornea menetap yang diakibatkan perlekatan
vitreus atau hialoid yang intak pada endotel kornea. Pemberian agent
hiperosmotik sistemik akan menimbulkan dehidrasi vitreus, sehingga
dapat melepaskan perlekatan.

Hifema
Bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya hilang spontan dalam waktu
7-10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila
perdarahan cukup banyak dapat menimbulkan glaukoma sekunder dan
corneal staining, dan TIO harus diturunkan dengan pemberian
asetazolamid 250mg 4 kali sehari, serta parasintesis hifema dengan
aspirasi-irigasi.

Endoftalmitis
Endofialmitis bisa dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk kronik
disebabkan rendahnya patogenitas organisme penyebabnya. Secara umum
endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri, penurunan visus, injeksi siliar,
kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca
operasi, sedangkan bentuk kronis dapat timbul beberapa bulan sampai 1
tahun atau lebih setelah operasi. Endoftalmitis kronik ditandai dengan
reaksi inflamasi kronik atau uveitis (granulomatus) dan penurunan visus.
Penyebab endoftalmitis akut terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis
(gram positif) dan Staphylococcus coagulase negatif yang lain. Kuman
gram positif merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila
dibandingkan dengan gram negative. Untuk gram negatif, kuman
penyebab terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa. Umumnya
organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup untuk
inokulasi, atau sistem pertahanan mata terganggu oleh obat-obat
imunosupresan, penyakit, trauma, atau bedah, dimana COA lebih resisten
terhadap infeksi dibandingkan dengan kavum vitreus. Organisme
penyebab endoftalmitis kronik rnernpunyai virulensi yang rendah,
penyebab tersering adalah Propionibacterium acnes organisrne tersebut
menstimulasi reaksi imunolcgik yang manifestasinya adalah inflamasi
yang menetap.

Ablasi Retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Faktor
predisposisinya meliputi prolaps vitreus, miopia tinggi, perlekatan vitreo-
retinal dan degencrasi latis. Ablasi retina pada mata afakia khas ditandai
adanya tear kecil berbentuk "U" yang pertama kali mengenai makula.
Apabila ablasi retina terjadi pada mata afakia, resiko terjadinya ablasi
retina pada mata satunya bila belum dioperasi adalah 7%, sedangkan
insiden pada mata satunya yang sudah afakia adalah 25%.
II.2.9 Prognosis
1. Apabila diindikasikan pembedahan, maka ekstraksi lensa akan secara
definitif memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus.
Sisanya (10% pasien) mungkin telah mengalami kerusakan retina atau
mengalami penyulit pasca bedah yang serius, misalnya glaukoma, ablasio
retina, perdarahan corpus vitreum, dan sebagainya.
2. Secara umum dapat dikatakan bahwa prognosis bilateral yang tidak
lengkap lebih baik dibandingkan dengan unilateral. Hal ini terjadi karena
perbedaan visus yang terjadi setelah operasi sangat besar sehingga dapat
mengakibatkan diplopia.

II.2.10 Pencegahan
Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang
tidak dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk
mengetahui adanya katarak. Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa
setiap tahun. Pada saat ini dapat dijaga kecepatan berkembangnya katarak dengan:
a. Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal
bebas dalam tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah
b. Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur
c. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan
katarak pada mata
d. Menjaga kesehatan tubuh dari penyakit kencing manis dan penyakit lain

III. PSEUDOFAKIA
Pseudofakia adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam
setelah operasi katarak. Lensa ini akan memberikan penglihatan lebih baik. Lensa
intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap disana untuk
seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu perawatan
khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh. Lensa intraocular adalah lensa
buatan yang terbuat dari semacam plastic (polimetilmetakrilat) yang stabil,
transparan dan ditoleransi olehtubuh dengan baik.Lensa ini sangat kecil, lunak
dengan diameter antara 5-7 mm dan tebal 1-2mm sehingga dapat menggantikan
posisi lensa mata manusia yang telah keruh/katarak. Karena dapat ditoleransi
tubuh dengan baik maka lensa tanam ini dipasang untuk seumur hidup.
Gejala dan tanda pseudofakia: penglihatan kabur, visus jauh dengan optotype
snellen, dapat merupakan miopi atau hipermetropi tergantung ukuran lensa yang
ditanam (IOL), terdapat bekas insisi atau jahitan.
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam-macam, seperti:
a. Pada bilik depan mata, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki
penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata
b. Pada daerah pupil
c. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal
dibelakang iris, lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
d. Pada kapsul lensa

Keuntungan pemasangan lensa ini:


1. Penglihatan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan
pada tempat lensa asli yang diangkat
2. Lapang penglihatan sama dengan lapang pandangan normal
3. Tidak terjadi pembesaraan benda yang dilihat
4. Psikologis, mobilisasi lebih cepat
Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada:
1. Mata yang sering mengalami radang intra okuer (uveitis)
2. Anak dibawah usai 3 tahun
3. Uveitis menahun berat
4. Retinopati berat
5. Glaukoma

IV Presbiopia
IV.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa, sehingga terjadi gangguan akomodasi. Terjadi kekakuan lensa
seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk
memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan
kabur saat melihat dekat. Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada
penderita presbiopia:

Gambar 13. Presbiopia

IV.2 Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
a. Kelemahan otot akomodasi
b. Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur, maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung, sehingga kemampuan melihat dekat makin berkurang.

IV.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

IV.4 Gejala Klinis


1. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40
tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata
lelah, berair dan sering terasa pedas
2. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh
dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan
cetakan kecil
3. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya
sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca
lebih jelas
4. Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun
untuk ras lainnya

IV.5 Diagnosis
Pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, gangguan akomodasi akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering
terasa perih. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin
menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf
dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas, maka
penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang
dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca
lebih jelas.
Alat yang kita gunakan untuk melakukan pemeriksaan, yaitu:
a. Kartu Snellen
b. Kartu baca dekat
c. Sebuah set lensa trial and error
d. Bingkai percobaan

Teknik pemeriksaan yang bisa kita lakukan, yaitu:


a. Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan
diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat positif, negatif
ataupun astigmatismat)
b. Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)
c. Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat
d. Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai
terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini
ditentukan
e. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu
Hubungan lensa addisi dan umur biasanya:
a. 40 tahun sampai 45 tahun 1.0 dioptri
b. 45 tahun sampai 50 tahun 1.5 dioptri
c. 50 tahun sampai 55 tahun 2.0 dioptri
d. 55 tahun sampai 60 tahun 2.5 dioptri
e. 60 tahun atau lebih 3.0 dioptri

IV.6 Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40
tahun (umur rata–rata) diberikan tambahan sferis +1.00 dan setiap 5 tahun
diatasnya ditambahkan lagi sferis +0.50.
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
3. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,
penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di
segmen bawah
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Witcher. Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17.


Jakarta: EGC; 2010. h. 212-28.
2. Smith, Morton. Opthalmology Basic and Clinical Science Course.
California: American Academy of Ophthalmology ;2016.
3. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta:FKUI.
4. PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta: Agung Seto; 2009.
5. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada; 2012. H.111-43.
6. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New
Age International; 2007.
7. Tsai JC, Denniston A, Murray PI, et. Al, editors. Oxford American
handbook of ophthalmology. New York: Oxford University Press; 2011.
8. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Jakarta: Widya Medika; 2009.
9. Tan, D.T.H.2002. Ocular Surface Diseases Medical and Surgical
Management. New York: Springer. p.65 – 83

Anda mungkin juga menyukai