Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Illegal Fishing
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Illegal Fishing
3. Untuk mengetahui dampak dari Illegal Fishing
4. Untuk mengetahui tentang hukum yang mengatur Illegal Fishing
5. Untuk mengetahui kasus / aktivitas dari Illegal Fishing
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis.
a. Menambah bahan pustaka dalam ilmu hukum, khususnya Hukum Pidana
Khusus dan Hukum Laut Internasional mengenai masalah Illegal Fishing.
b. Memberi masukan bagi penulis selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberi masukan bagi Pemerintah Indonesia untuk lebih berperan
aktif dalam penanganan kasus Illegal Fishing.
b. Memberikan gambaran kepada masyarakat di Indonesia tentang
Hukum Pidana Khusus dan Hukum Laut Internasional.
BAB II
LANDASAN TEORI
3.5 Aspek Hukum Penanganan Tindak Pidana Perikanan (Illegal Fishing) Di Indonesia
Tempat Kejadian atau locus delicti ILLEGAL FISHING, yaitu antara lain :
1. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI ) ;
2. Laut teritorial ;
3. Laut Natuna, nelayan asing yang melakukan Illegal Fishing antara lain
dari Taiwan, Vietnam, Thailand, Malaysia ;
4. Sulawesi Utara bagian utara, nelayan yang melakukan Illegal Fishing
antara lain dari Philipina ;
5. Laut Arafura, nelayan asing yang melakukan Illegal Fishing antara lain
Thailand, RRC, Taiwan .
Substansi yang diatur dalam UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang TP. Perikanan,
antara lain :
1. Terkait pengawasan dan penegakan hukum, yaitu :
- Mekanisme koordinasi antar instansi penyidik dalam penyidikan TP.
Perikanan ( Bakorkamla ) ;
- Penerapan sanksi ( pidana badan atau denda ) ;
- Hukum Acara Pidana ( limitatif batas waktu penyelesaian perkara ) ;
- Adanya kemungkinan upaya penenggelaman kapal berbendera asing .
2. Terkait pengelolaan perikanan, antara lain :
- Ke-Pelabuhan perikanan ;
- Konservasi ;
- Perijinan ;
- Ke-syahbandaran .
3. Terkait perluasan Yurisdiksi Pengadilan Perikanan .
Pengendalian Penuntutan :
1. Pengendalian Penuntutan perkara TP. Perikanan dilakukan oleh Kepala
Kejaksaan Negeri, yaitu dalam hal :
Terdakwa adalah anak di bawah umur;
Kapal berbendera Indonesia, milik WNI, bobot dibawah 5 GT dengan SIB
yang dikeluarkan syahbandar ;
Nelayan tradisional, perahu muat 2 orang, menangkap ikan dengan
menggunakan potasium / racin ;
Nelayan tradisional, perahu muat 2 orang, mengambil soft coral (karang
lunak) ;
Tindak Pidana terjadi di laut pedalaman .
2. Pengendalian Penuntutan perkara TP. Perikanan dilakukan oleh Kepala
Kejaksaan Tinggi, yaitu dalam hal :
Diluar ketentuan sebagaimana menjadi kewenangan pengendalian
Kepala Kejaksaan Negeri ;
3. Pengendalian Jaksa Agung Cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus,
yaitu dalam hal :
Kapal milik WNA, berbendera asing, Nakhoda WNA atau ABK WNA,
kapal milik WNI atau berbendera Indonesia yang mengalihkan muatan ke
kapal asing di tengah laut ;
Perkara menarik perhatian masyarakat, berskala nasional, internasional
dan menjadi perhatian pimpinan.
Benda atau alat yang digunakan atau dihasilkan dari TP. Perikanan
dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah medapat
persetujuan Ketua PN ;
Barang bukti hasil TP. Perikanan yang mudah rusak atau
memerlukan biaya perawatan tinggi, dapat dilelang dengan
persetujuan Ketua PN ;
Barang bukti hasil TP. Perikanan yang mudah rusak berupa jenis ikan
terlebih dahulu disisihkan sebagian untuk kepentingan pembuktian di
Pengadilan .
Benda atau alat yang dirampas untuk negara dari hasil TP. Perikanan,
dapat dilelang untuk negara ;
Pelaksanaan lelang dilakukan oleh Kantor Pengelolaan Kekayaan
Negara dan Lelang ( KPKNL ) setelah sebelumnya diserahkan terlebih
dahulu ke bagian Pembinaan ;
Uang hasil pelelangan dari hasil penyitaan TP. Perikanan disetor ke
kas negara sebagai PNBP ;
Sebagaimana ketentuan pasal 76 huruf c ayat 5 UU Nomor 45 / 2009,
bahwa benda atau alat yang dirampas dari hasil TP.Perikanan berupa
kapal perikanan, dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama
nelayan dan atau korporasi perikanan, namun mengingat belum
adanya PP tentang pelaksnaan UU Nomor 45 / 2009, maka ketentuan
tersebut secara praktek belum dapat dilaksanakan secara efektif .
Terkait pedoman penanganan mengenai barang bukti yaitu Surat
Keputusan Jaksa Agung RI Nomor : KEP-112/JA/10/1989 tentang
Mekanisme Penerimaan, Penyimpanan dan Penataan Barang Bukti .
Penanganan terhadap tersangka saat tahap penyidikan atau terdakwa saat tahap
penuntutan ataupun pada saat pemeriksaan di persidangan tetapi sebelum ada
putusan hakim telah meninggal dunia :
21
Susi mengatakan Satgas akan mengencarkan patroli di wilayah-
wilayah laut rawan seperti utara Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan
utara-selatan Papua. Dia juga meminta aparat secara khusus mengawasi
pergerakan kapal Thailand yang terindikasi memasuki laut Kalimantan
Barat.
22
Pada hari Selasa tanggal 22 mei 2012 jam 14.35 wib, terdakwa
mengoperasikan kapal penangkapan ikan BV 5347 TS miliknya berada
pada posisi 06°-11°- 45°LS, 109°- 11°-18° BT di Zona Ekonomi Ekonmi
Eksklusif I ndonesia (ZEEI) tepatnya di perairan laut Cina Selatan/peraian
Natuna wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Kapal
penangkap ikan BV 5347 TS berbendera Vietnam di nahkodai oleh Mr.
Pam Ngoc Tam. Bahwa setelah di lakukan pemeriksaan oleh petugas dari
Dirjen Kelautan dan Perikanan RI di temukan alat tangkap ikan
menggunakan jaring purse seine dan ikan hasil tangkap kurang lebih 100
kg (seratus kilogram) yang terdiri ikan laying, ikan kembung dan jenis
ikan campuaran lainnya. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Perikanan
Jakarta Utara menjatuhkan vonis pidana terhadap terdakwa Mr. Pam
Ngoc Tam oleh karena itu dengan pidana denda Rp. 15.000.000, (lima
belas juta rupiah). Menyatakan Barang bukti Dirampas untuk negara
berup 11 :
b. Kompas.Gps Navigator.
c. Radio.Fish Finder.
d. Radio SSB.
Analisa Kasus
23
And Unregulated Fishing (IUU Fishing). Dalam Kepmen tersebut salah
satunya menyebutkan bahwa Indonesia akan meningkatkan konsistensi
dalam menerapkan sanksi bagi para pelaku IUU Fishing.
Sikap tidak konsisten Indonesia dalam menerapkan sanksi bagi
pelaku kasus illegal fishing di wilayah perairan Indonesia dapat dilihat
dari tindakanyang diambil Indonesia pada kasus nelayan Malaysia dan
Vietnam di atas. Dua kasus di atas jika dilihat secara seksama sebetulnya
sama, yaitu baik kapal berbendera Malaysia maupun Vietnam sama-sama
memasuki wilayah ZEE Indonesia tanpa izin dari pemerintah Indonesia
disertai menangkap ikan dengan menggunakan alat penangkap ikan
terlarang. Namun dalam memproses kasusnya Indonesia menerapkan
kebijakan yang berbeda.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
tidak sah masih menunjukkan frekuensi yang cukup tinggi dan tetap terus
kondisi yang tertib, aman serta adanya kepastian hukum. Hal tersebut
berpengaruh positif bagi para pelaku usaha dibidang perikanan yang pada
4.2 Saran
Perlunya dilakukan peningkatan kemampuan maupun kompetensi
tindak pidana Ilegal Fishing dapat dilakukan secara profesional dan tepat
dapat dilaksanakan secara bersama – sama lintas sektor sehingga apa yang
25
DAFTAR PUSTAKA
http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html
http://amrmulsin.blogspot.co.id/2014/05/makalah-illegal-fishing.html
http://www.pusakaindonesia.org/ilegal-fishing-bentuk-pelanggaran-kedaulatan/
http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html
26
http://www.academia.edu/9986261/DAMPAK_ILLEGAL_FISHING_TERHADA
P_SOSIAL_DAN_EKONOMI_NEGARA
DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………......... I
KATA PENGANTAR ………………………………………………………...…... Ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………...……... Iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………..…………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………….. 3
1.3 Tujuan ……………………………………………….... 3
1.4 Manfaat ……………………………………………….... 3
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………………. 4
2.1 Undang – Undang Illegal ………………………………………………. 4
27
Fishing
BAB III
……………………………………………………………... 6
3.1 PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
…………………..……...……………………………….. 24
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN ……………………………….……………………………….. 24
DAFTAR PUSATAKA ………………………………………………………….. 26
28