Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yg disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme
adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-
ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu
bagian, suatu organ, atau sistem kejiwaan mental (Erlinafsiah, 2010).

Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi di mana keberlangsungan fungsi


mental menjadi tidak normal baik kapasitasnya maupun keakuratannya. Definisi
lain tentang apa itu gangguan jiwa adalah dengan membandingkan dengan
definisi kesehatan mental WHO " Mental health is a state of complete physical,
mental and social well-being, and not merely the absence of disease" (WHO,
2012)” Kurang lebih terjemahan bebasnya adalah: “ Kesehatan mental adalah
suatu keadaan lengkap secara fisik, mental, dan kesejahteraan-sosial, dan tidak
semata-mata ketiadaan suatu penyakit”.

Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan


sejahtera baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau
kecacatan. Secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya tidak adanya
gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan kesinambungan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan dari kepribadian yang bersangkutan.

Berdasarkan data dari Riskesdas 2007 menunjukan angka-angka nasional


gangguan gangguan jiwa nasional gangguan mental emosional (kecemasan,
depresi) pada penduduk pada usia kurang lebih 15 tahun adalah 11,6% atau
sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-rq ata
sebesar 0,64% sekitar 1 juta penduduk, sedikit sekali dari jumlah penderita yang
datang ke fasilitas pengobatan. Menurut perhitungan utilisasi layanan kesehatan

1
jiwa ditingkat primer, sekunder dan tersier kesenjangan pengobatan diperkirakan
lebih 90%.

Berdasarkan data pada 2002, sedikitnya ada 154 juta orang di seluruh dunia
yang mengalami depresi. Di Indonesia sendiri, remaja di bawah usia 15 tahun
yang mengalami depresi pada 2007 mencapai 16 persen atau sekitar 19 juta
orang. Memasuki 2010, angka itu dipastikan lebih tinggi lagi. Dalam hal ini
peran fungsi dan tanggung jawab perawat psikiatri dalam meningkatkan derajat
kesehatan jiwa, dalam kaitannya dengan menarik diri adalah meningkatkan
percaya diri pasien dan mengajarkan untuk berinteraksi dengan orang lain,
misalnya berkenalan dan bercakap-cakap dengan pasien lain, memberikan
pengertian tentang kerugian menyendiri dan keuntungan dari berinteraksi
dengan orang lain sehingga diharapkan mampu terjadi peningkatan interaksi
sosial pasien.

Di dalam menggambarkan kondisi kesehatan jiwa di Indonesia ini dilakukan


analisis diskripsi sederhana dari data hasil Riskesdas 2013 dikombinasi dengan
Data Rutin dari Pusdatin dengan waktu yang disesuaikan. Secara Nasional
terdapat 0,17 % penduduk Indonesia yang mengalami Gangguan Mental Berat
(Skizofrena) atau secara absolute terdapat 400 ribu jiwa lebih penduduk
Indonesia.Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Jogjakarta dan Aceh
sedangkan yang terendah di Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu gambaran
diatas juga menunjukkan kalau ada 12 Provinsi yang mempunyai prevalensi
gangguan jiwa berat melebihi angka Nasional.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penulisan makalah ini yaitu asuhan keperawatan pada Ny. S
dengan isolasi sosial di RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara
mulai tanggal 08 Agustus sampai dengan tanggal 23 Agustus 2017.

2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
jiwa Skizofrenia paranoid “isolasi sosial”sesuai dengan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian, analisa data pada Ny. S dengan isolasi sosial di
ruang mawar RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara .
b. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
klien dan mengatasi masalah klien.
c. Dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang nyata
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
d. Dapat menilai hasil (mengevaluasi) tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
e. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan jiwa.

3
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Definisi
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial
yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan perilaku dan
koping individu efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional
(Johnsons, 1997 dalam Videback, 2008). Kesehatan jiwa juga mempunyai
sifat yang harmonis dan memperhatikan semua segi dalam kehidupan
manusia dalam berhubungan dengan manusia lainnya yang akan
mempengaruhi perkembangan fisik, mental, dan sosial individu secara
optimal yang selaras dengan perkembangan masing masing individu.

Menurut WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa mencapai 13%


dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang
menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa juga berhubungan dengan
bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap tahunnya
akibat gangguan jiwa. Gangguan jiwa ditemukan di semua negara, terjadi
pada semua tahap kehidupan, termasuk orang dewasa dan cenderung terjadi
peningkatan gangguan jiwa.

Gejala yang lebih banyak muncul pada klien dengan skizofrenia yaitu
disfungsi sosial dan pekerjaan yang mempengaruhi perilaku pada klien
skizofrenia menyebabkan depresi pada klien yang mengganggu konsep diri
klien sehingga menjadikan kurangnya penerimaan klien di lingkungan
keluarga dan masyarakat terhadap kondisi yang dialami klien yang
mengakibatkan klien mengalami isolasi sosial (Sinaga, 2008).

Isolasi sosial adalah merupakan suatu keadaan perubahan yang dialami klien
skizofrenia. Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari
seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang
negatif atau keadaan yang mengancam (NANDA, 2005). Klien yang

4
mengalami isolasi sosial akan cenderung muncul perilaku menghindar saat
berinteraksi dengan orang lain dan lebih suka menyendiri terhadap
lingkungan agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam berhubungan
dengan orang lain tidak terulang kembali (Keliat, 1999). Dengan demikian
kegagalan individu dalam melakukan interaksi dengan orang lain sebagai
akibat dari pikiran negatif dan pengalaman yang tidak menyenangkan
sebagai ancaman terhadap individu.

B. Penyebab
Terjadinya faktor ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya dengan orang lain,
ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
tidak mampu merumuskan keinginan, keadaan menimbulkan perilaku tidak
ingin berkomunikasi dengan orang lain. Adapun gejala klinis sebagai
berikut:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Gangguan hubungan sosial
d. Percaya diri kurang
e. Menciderai diri

Fase Terjadinya Masalah menurut Stuart. G. W ; 2007, isolasi sosial di


sebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor tumbang
Tugas perkembangan pada fase tumbang tidak terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi yang tidak jelas (suatu keadaan dimana
seorang menerimapesan yang saling bertentangan dalam waktu yang

5
bersamaan), ekpresi emosi yang tinggi dalam keluarga yg
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial,
disebabkan norma-norma yang salah dianut keluarga, seperti :
anggota keluarga tidak produktif ( lansia, berpenyakit kronis dan
penyandang cacat) diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4) Faktor biologis
gangguan dalam otak, seperti pada skizofrenia terdapat struktur otak
yang abnormal ( atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-
sel dalam limbik dan daerah kortikal).

b. Faktor Presipitasi
1) Faktor eksternal
stressor sosial budaya : stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial
budaya ( keluarga).
2) Faktor Internal
stresor psikologik : stres terjadi akibat ansietas berkepanjangan
disertai akibat keterbatasan kemampuan mengatasinya.

c. Mekanisme Koping
1) Perilaku curiga : regresi, proyeksi, represiPerilaku curiga : regresi,
proyeksi, represi
2) Perilaku dependen : regresiPerilaku dependen : regresi
3) Perilaku manipulatif : regresi, represiPerilaku manipulatif : regresi,
represi
4) Isolasi/ menarik diri : regresi, represi, isolas

d. Perilaku
Menarik diri : kurang spontan, apatis, ekspresiiwajah kurang berseri,
defisit perawatan diri,wajahkomunikasi kurang, isolasi diri,

6
aktivitas menurun, kurang berenergi, rendah diri, postur tubuh sikap
fetus.

e. Curiga
tidak percaya orang lain, bermusuhan, isolasi sosial, paranoiaisolasi

f. Manipulasi
kurang asertif, isolasi sosial, hargadiri rendah, tergantung pd orang lain,
ekspresiperasaan tdk langsung pd tujuan.

g. Sumber Koping
Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada prilaku. Kekuatan dapat meliputi model,
seperti intelegensi dan kretifitas yang tinggi. Orang tua harus secara
aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang keterampilan
koping kerena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pangalaman
C.Tanda dan Gejala
a) Menyendiri dalam ruangan
b) Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
c) Sedih, afek datar
d) Perhatian dan tindakan tidak sesuai dengan usia
e) Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
f) Menggunakan kata- kata simbolik
g) Menggunakan kata- kata yag tidak berarti
h) Kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara

D. Akibat dari Isolasi Sosial


Klien dengan isolasi sosial dapat berakibat terjadinya resiko perubahan
sensori persepsi (halusinasi) atau bahkan perilaku kekerasan menciderai diri (
akibat dari harga diri rendah disertai dengan harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakhiri hidupnya ).
i. Rentang respon

7
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan,
mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga
harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan

Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri kesepian manipulasi


Otonomi menarik diri manipulasi
Bekerja sama ketergantungan impulsif
Interdependen narcisme

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi
sosial :
1. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata
lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan
masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu denga orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.

8
2. Respon maladaptive
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial
dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respon maladaptif.
a. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantunga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi, seseorang yang menganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
d. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.

ii. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis (Dalami, et.all, 2009 : hal.120)
Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak
tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan
adalah :
1) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang
berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia
dalam otak.
Indikasi :
1. Depresi mayor
Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada
perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan
yang berlebihan dan adanya ide bunuh diri yang menetap.

9
2. Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan
respon membaik pada ECT.
3. Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan
antidepresan atau klien tidak dapat menerima antidepresan.

2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau
terapi lain berbahaya bagi klien.

3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi
bermanfaat pada skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.

4) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa adanya, memotivasi
klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap
ramah, sopan dan jujur kepada klien.

5) Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri
seseorang.

C. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a. Pengertian

10
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang
sama. (Keliat, 2004 : hal.1).

b. Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah
perilaku yang destruktif dan maladaptif. (Keliat, 2004 : hal.3).
Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan isolasi
sosial adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk melakukan
sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat
pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok dan massa.
(Keliat, 2004 : hal.14).

D. Prinsip Perawatan Isolasi Sosial


Psikoterapeutik
1. Bina hubungan saling percaya
(1) Buat kontrak dengan pasien memperkenalkan nama perawat pada
waktu interaksi dan tujuan.
(2) Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk
menunjukan penghargaan yang tulus.
(3) Jelaskan pada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak
akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.

2. Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka


(1) Bicarakan dengan pasien tentang sesuatu yang nyata dan pakai
istilah yang sederhana.
(2) Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraan dengan perawat.
(3) Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan
teratur.
(4) Tunjukan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.

11
3. Kenal dan dukung kelebihan klien
Tunjukkan dan cari penyelesaian masalah (koping) yang bisa
digunakan klien, cara menceritakan perasaannya kepada orang lain
yang terdekat/dipercaya.
(1) Bahas dengan klien tentang koping yang konstruktif.
(2) Dukung koping klien yang konstruktif.
(3) Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d) Bantu klien mengurangi ansietasnya ketika hubungan interpersonal
(1) Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
(2) Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.
(3) Temani klien beberapa saat dengan duduk di sampingnya.
(4) Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
(5) Libatkan klien dalam aktifitas kelompok.

2. Pendidikan kesehatan
a. Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan klien selain kata-
kata seperti menulis, menangis, menggambar, berolahraga atau
bermain musik.
b. Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
c. Jelaskan dan anjurkan pada keluarga untuk tetap mengadakan
hubungan dengan klien.
d. Anjurkan kepada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam kegiatan
di masyarakat.

3. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)


a) Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat
melaksanakan secara mandiri.
b) Bimbing klien berpakaian yang rapi.
c) Batasi kesempatan untuk tidur, sediakan sarana informasi dan hiburan
seperti majalah, surat kabar, radio dan televisi.
d) Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.

12
4. Lingkungan terapeutik
a) Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun
orang lain di lingkungan.
b) Cegah agar klien tidak berada di dalam ruang sendiri dalam jangka
waktu yang lama.
Beri rangsangan sensorik seperti suara musik, gambar hiasan di ruangan

13
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Identitas Klien

Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 agustus 2017 degan metode

wawancara.hasil pengkajian tersebut didapatkan data sebagai berikut pasien

dengan inisial Ny.S berusia 30 tahun, jenis kelamin perempuan dengan MR

No.038930 dan dirawat druang Mawar. Klien masuk rumah sakit jiwa pada

tanggal 03 Juni 2017. Pendidikan terakhir klien S1, klien beragama Islam.

B. Alasan Masuk

Keluarga mengatakan Ny.S suka mengurung diri dikamar, sering menyendiri,

tidak mau bergaul, jarang berbicara. Gangguan jiwa ini sudah dialami sejak

kurang lebih setahun yang lalu dan tidak teratur minum obat, Ny.S sudah pernah

masuk ke RSJ. Prof. Dr. M. Ildrem dan balik lagi.

C. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa dan

kedua kalinya di rawat di Rumah Sakit Jiwa Prof, Dr. Muhammad Indrem

Provinsi Sumatera Utara, pengobatan kurang berhasil karena klien tidak mau

minum obat, Klien tidak pernah mengalami aniaya fisik, aniaya seksual,

kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal. Tidak ada anggota keluarga

klien yang terkena gangguan jiwa.Pengalaman masa lalu yang tidak

menyenangkan bagi klien sering bertengkar dengan suaminya, yang

mengakibatkan klien harus berpisah rumah dengan suaminya.

D. Fisik

14
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,

didapatkan hasil TD : 120/80 mmHg ; N : 80x/i ; S : 37 oC ; P : 20x/i. Klien

memiliki tinggi badan 150cm dan berat badan 40Kg.

E. Psikososial
1. Genogram
Pada psikososial khususnya genogram klien merupakan ke 10 dari 10 bersaudara
dan klien tinggal serumah dengan abangnya, ayah dan ibu klien sudah
meninggal. Klien sudah menikah dan memiliki 1 orang anak tetapi klien tidak
tinggal serumah dengan suaminya.

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Satu rumah

2. Konsep diri

Pengkajian konsep diri, pada gambaran dirinya klien mengatakan menyukai

seluruh tubuhnya. Identitas klien klien mengatakan sudah menikah dan

mempunya satu orang anak, klien lulusan S1 yang bekerja sebagai guru.

Peran klien di rumah adalah sebagai ibu dan pencari nafkah karena klien

tidak tinggal bersama anaknya. Ideal diri klien mengatakan klien ingin cepat

15
pulang dan bertemu dengan keluarganya. Harga diri klien mengatakan

merasa malu berada di rumah sakit jiwa dan merasa jenuh.

3. Hubungan sosial

Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti

dalam hidupnya, terutama anaknya. Klien tidak mengikuti kegiatan di

kelompok/masyarakat. Klien mengatakan mempunyai hambatan dalam

berhubungan dengan orang lain karena klien sulit bergaul dan selalu ingin

menyendiri.

4. Spiritual

Klien mengatakan bahwa klien beragama Islam dan klien meyakini bahwa

dalam agama, gangguan jiwa bukanlah perbuatan dosa. Kegiatan ibadah

klien mengatakan bahwa klien jarang sholat.

F. Status Mental

Penampilan klien terlihat tidak rapi karena pakaian yang klien gunakan

sudah kotor dan berbau. Saat dilakukan wawancara dengan klien, klien

menjawab setiap pertanyaan dengan lambat namum dapat dipahami.

Aktivitas motorik klien hanya terlihat gelisah. Alam perasaan klien

mengatakan khawatir dan takut tidak dijemput oleh keluarganya untuk

pulang ke rumah. Afek klien saat dikaji afeknya labil. Interaksi klien saat

di wawancarai cukup kooperatif dan mau menjawab pertanyaan yang

diajukan. Proses pikir klien saat klien diajak bicara, klien dapat

menjawab dengan baik. Isi pikir klien saat dikaji tidak mengalami

gangguan dan tidak ada waham. Tingkat kesadaran klien, klien sadar

sepenuhnya. Memori klien, klien masih bisa mengingat kejadian yang

16
terjadi padanya. Tingkat konsentrasi dan berhitung, klien dapat

berkonsentrasi daat diajak bicara namun klien tidak dapat berhitung

dengan baik. Kemampuan penilaian, klien mampu mengambil keputusan

secara mandiri. Daya tilik diri klien mengatakan bahwa klien tidak

merasa memiliki gangguan jiwa.

G. Kebutuhan Persiapan Pulang


Pada pengkajian kebutuhan klien pulang didapatkan data bahwa klien

mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan dari

rumah sakit, klien makan dengan bantuan minimal. Klien mengatakan

BAB 1 kali sehari dengan bantuan minimal dan BAK klien mengatakan

bisa 5 kali sehari atau lebih. Kebutuhan mandi klien tercukupi, klien

mandi 1 kali sehari yaitu pagi dengan bantuan minimal. Klien dapat

berpakaian dengan bantuan minimal. klien mengatakan tidak pernah

tidur siang namun selalu istirahat, klien tidur malam pada pukul 19.00

sampai dengan 06.00. klien tidak pernah melakukan kegiatan apapun

sebelum tidur. Saat bangun tidur klien selalu membereskan tempat

tidurnya lalu membersihkan ruangan. Klien minum obat secara teratur

dengan bantuan minimal. klien sudah mempersiapkan kegiatan yang

akan dilakukan di dalam rumah dan menjaga kerapian rumah. Kegiatan

yang akan klien lakukan saat berada di luar rumah adalah bekerja.

H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu

klien dapat berbicara baik dengan orang lain.

I. Masalah Psikososial dan Lingkungan

17
Klien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena klien selalu
ingin menyendiri.

J. Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa


Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan
obat yang dikonsumsinya.
K. Aspek Medik
Pada aspek medik, klien di diagnosa medis skizofrenia paranoid, dan

terapi medis yang diberikan Iodomer 1 ampul, Diazepam 1 ampul,

Resperidon 2mg 2x1 dan Chlopramazine 25mg 2x1.

L. Analisa Data
No. Data Masalah

1. Subjektif :
Klien mengatakan bingung dalam memulai

pembicaraan karena menurut klien tidak ada

bahan pembicaraan untuk berinteraksi.

Objektif
Isolasi Sosial; Menarik
 Klien lebih banyak berdiam diri
diri
 Kontak mata kurang
 Klien sering menyendiri
 Klien tidak pernah memulai
pembicaraan, maupun perkenalan
 Afek tumpul (hanya mampu tertawa
saat ada simuluus perawat tertawa)

2. Subjektif Harga diri rendah

Klien mengatakan dirinya tidak berarti


lagi,semenjak berpisah dari suaminya.dan
jga klien mengatakan malu bila bertemu
dengan orang yang baru dikenal.

Objektif

- Klien tampak sedih

18
3. Subjektif Defisit perawatan diri

Klien mengatakan mandi 2 kali sehari

namun klien jarang sikat gigi, jarang

mencuci rambut.

Objektif

 Gigi klien terlihat kotor


 Kulit klien kusam
 Rambut klien kusam
4. Subjektif Koping keluarga
Klien mengatakan tidak teratur minum obat
inefektif
dan tidak mau kontrol ke RSJ

Objektif
 Klien tanpak sedih
 klien menundukkan kepala
 klien merasa malu

M. Pohon Masalah

Isolasi Sosial : Menarik Defisit Perawatan Diri

Diri

Regiment terapeutik inefektif HDR

Koping keluarga Inefektif

19
A. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial; Menarik diri
2. Gangguan harga diri : Harga diri rendah
3. Defisit perawatan diri

B. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1 Isolasi sosial: menarik diri SP 1 :
DS : - Menjelaskan keuntungan
Klien mengatakan malu mau dan kerugian memiliki
berinteraksi dengan tetangganya karena teman
pulang dari RSJ. SP 2 :
- Melatih berkenalan dengan
DO : dua orang atau lebih
 Diam saja SP 3 :
 Berdiam diri di kamar - Melatih bercakap-cakap
 Kontak mata kurang / menunduk sambil melakukan kegiatan
 Menolak berhubungan dengan harian
orang lain SP 4 :
 Tidak dapat berkonsentrasi - Melatih kegiatan sosial(
meminta sesuatu /
berbelanja )

2 Gangguan Konsep diri : Harga diri SP 1 :


rendah - Identifikasi kemampuan
DS : Klien mengatakan tidak pernah dan aspek positif yang
bergaul dengan orang lain karena dimiliki klien
saat dirumah klien merasa tak SP 2 :
berharga. - Latih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih
DO : pertama
 Klien tampak lebih suka SP 3 :

20
menyendiri - Latih kegiatan sesuai
Bingung bila disuruh memilih kemampuan yang dipilih
alternative tindakan kedua
SP 4 :
- Latih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih
ketiga
33 Defisit Perawatan Diri SP 1 :
3 DS : Klien mengatakan tidak pernah - Melatih cara perawatan diri
memotongkuku : mandi
SP 2
DO : Kuku klien tampak panjang, - Melatih cara perawatan diri
terutama kuku kaki klien tampak : berhias
sangat panjang SP 3
- Melatih cara perawatan diri
: makan / minum
SP 4
- Melatih cara perawatan diri
: BAK/BAB

21
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Ny. S dengan isolasi


sosial menarik diri di ruang mawar Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad
Ildrem Provinsi Sumatera Utara Medan, maka penulis pada BAB ini akan
membahasan kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus.
Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian,
diagnosa keparawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Tahap Pengkajian
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu
dari pasien dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mampu menyimpulkan
data karena keluarga pasien sering mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa.
Maka penulis melakukan pendekatan kepada pasien melalui komunikasi
teraupetik yang lebih terbuka membantu klien untuk memecahkan perasaannya
dan juga melakukan observasi kepada pasien. Adapun upaya tersebut yaitu:
1. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien
agar klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
2. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara
3. Mengadakan pengkajian dengan cara membaca status, melihat buku rawatan
dan bertanya kepada pegawai ruangan mawar.

Dalam pengkajian ini, penulis menemukan hal yang sama seperti: diteori: isolasi
sosial ditandai dengan keadaan pasien yang selalu menyendiri, tidak mudah
bergaul, jarang berkomunikasi.
B. Tahap diagnosa keperawatan
Dalam tinjauan teoritis ditemukan diagnosa keperawatan : isolasi sosial,
sedangkan pada tinjauan kasus diagnosa keperawatan yang ditemukan yaitu :
1. Defisit perawatan diri
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

22
Diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus tetapi terdapat pada teori adalah
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah : perasaan tidak berharga, tidak
berarti, rendah diri akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Diagnosa Harga Diri Rendah : perasaan tidak berharga
dijumpai pada kasus karena klien merasa hidupnya tidak berarti lagi dikeluarga
dan dilingkungan semenjak dirawat di rumah sakit.

C. Tahap perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pangkajian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan penulis hanya
menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan pohon masalah
keperawatan yaitu : isolasi sosial

Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada kesenjangan
sehingga penulis dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin dan didukung
dengan tersedianya sarana ruangan perawat yang baik dan adanya bimbingan
dan petunjuk dari petugas kesehatan dari rumah sakit jiwa yang diberikan
kepada penulis.

Secara teoritis digunakan cara strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa


keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya yang dilakukan
penulis yaitu :
1. Isolasi Sosial
a. Bina hubungan saling percaya
b. Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial
c. Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain
d. Membantu pasien mengenal kerugian jika tidak berhubungan
e. Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.

2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

23
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
c. Melatih kemampuan kedua yang dimiliknya dan memasukkannya dalam
jadwal kegiatan harian.
3. Defisit Perawatan Diri
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien
b. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih digunakan
c. Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
d. Melatih kemampuan yang dipilih pasien
e. Membantu menyusun jadwal pelaksaan kemampuan yang dipilih

D. Tahap Implementasi
Pada setiap diagnosa keperawatan, tahap implementasi baik antara tinjauan teoritis
dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan.

Implementasi merupakan perwujudan dari perencanaan yang merupakan


serangkaian tindakan, disini perawat menjelaskan rencana tindakan untuk diagnosa
keperawatan, isolasi sosial. Dari setiap diagnosa keperawatan implementasi yang
dilakukan sebagai berikut,
a. Membina hubungan saing percaya, membantu pasien mengenal penyebab
isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
b. Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap

Untuk melakukan implementsi pada keluarga, pada tahap-tahap diagnosa adalah sebagai
berikut :
a. Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial,
penyebab isolasi sosial dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
b. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien isolasi sosial
c. Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

24
E. Tahap evaluasi
Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah :
1. Pasien mempercayai perawat sebagai terapis
2. Dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Dapat melatih kemampuan yang dimiliki
4. Dapat berinteraksi dengan sekelilingnya
5. Dapat menyebutkan dan melakukan kegiatan harian yang telah terjadwal di
rumah sakit.

Pada tinjauan kasus evaluasi yang dihasilkan adalah :


1. Klien sudah dapat menceritakan perasaann kesepian atau ditolak oleh orang
lain. Klien mengatak ingin cepat sembuh dan pulang supaya dapat bekerja.
2. Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
3. Dapat melakukan kegiatan yang terjadwalkan

25
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada Ny. S penulis melanjutkan
asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial menarik diri di ruangan mawar
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara. Maka
penulis mengambil kesimpulan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan
yang telah ada:
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus isolasi sosial
dilakukan meliputi aspek psikososial, spiritual dan melibatkan keluarga
didalamnya.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan maka antar perawat dan klien harus
membina hubungan saling percaya.
3. Bagi mahasiswa/mahasiswi agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan
khususnya tentang keperawatan isolasi sosial.
4. Bagi klien agar dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik serta klien
mengikuti pengobatan secara optimal sampai berhasil agar tidak terulang
kembali.
5. Peran serta keluarga sangat penting dalam penyembuhan klien karena dengan
dukungan keluarga penyembuhan klien dapat tercapai sesuai dengan yang
diharapkan.

B. Saran
Diharapkan pada keluarga agar sering mengunjungi klien selama perawatan karena
dengan seringnya keluarga berkunjung, maka klien merasa berarti dan dibutuhkan
dan juga setelah pulang keluarga harus memperhatikan obat yang dikonsumsi serta
membawa klien kontrol secara teratur ke pelayanan kesehatan jiwa ataupun rumah
sakit jiwa.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ninggrium, Nia. 2013. Asuhan Keperawatan pada Ny. S Dengan isolasi Sosial Menarik

Diri Di Ruang Sumbodro Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Keliat, B.A. dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic

Course).

Jakarta : EGC. Keliat, B.A. dkk. 2007. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.

Jakarta : EGC.

Nyumirah, Sri. 2013. Peningkatan Kemampuan Interaksi sosial (kognitif, Afektif dan

Perilaku) Melalui Penerapan Terapi Perilaku Kognitif D RSJ Dr Amino

Dondohutomo Semarang. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,

Kampus Ui Depok. Indonesia

NANDA. (2005). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 20072008.

Philadelphia: NANDA International

27

Anda mungkin juga menyukai