Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT THT


Tonsilitis Kronik

Dokter Pembimbing
Dr. Abdi Bumi Suryanto, Sp.THT

Disusun Oleh
Natanael Petra 112017195

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


RS IMANUEL WAY HALIM

Periode 21 Mei 2018 – 22 Juni 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


JAKARTA
2018

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
RUMAH SAKIT IMANUEL WAY HALIM

Nama : Natanael Petra 112017195 Tanda Tangan

Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Abdi Bumi Suryanto, Sp.THT ………………

IDENTITAS PASIEN:
Nama : An/Tn/Ny/Nn Jenis Kelamin : Perempuan/laki-laki
Umur : xx tahun Agama : Islam
Pekerjaan : xxx Pendidikan : SD/SMP/SMA
Alamat : xxx Status Menikah : Belum Menikah/Menikah

ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis pada senin, 13 Mei 2018 Jam : 11.00.

Keluhan utama: Nyeri menelan sejak 2 bulan SMRS.

Riwayat penyakit sekarang (RPS):


Dua bulan SMRS pasien mengeluh nyeri saat menelan yang hilang timbul. Pasien juga
mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan dan bau mulut. Sebelumnya pasien juga mengeluh
nyeri menelan disertai dengan sering demam, batuk, pilek dengan lendir kadang putih dan
kadang kuning serta hilang timbul. Keluhan nyeri menelan jika mengkonsumsi makanan padat
seperti nasi, tetapi tidak ada keluhan jika mengkonsumsi cairan. Keluhan dirasa semakin hebat
bila pasien mengkonsumsi makanan pedas, gorengan dan es. Menurut orang tuanya, pasien saat
tidur mengorok tetapi tidak sampai terbangun, pasien juga mengeluh malas dan lesu. Pasien tidak
mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran, tidak gemerebek dan tidak
ada sakit kepala. Oleh orangtuanya, pasien sering dibawa berobat ke dokter umum dan diberikan
obat antibiotik dan anti nyeri, pasien merasa baikan namun jika obat habis gejala tersebut
kambuh lagi.
Satu minggu SMRS, pasien pergi berobat ke dokter spesialis THT. Setelah diperiksa,
pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan disarankan untuk dilakukan operasi
pengangkatan amandel. Namun pasien belum mau dioperasi dan lebih memilih untuk diberi
pengobatan mengurangi gejala. Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan dan
bau mulut. Pasien juga mengeluh terdapat suara yang serak. Tidak ada keluhan pilek dan hidung
tersumbat. Tidak ada keluhan nyeri hebat yang menyebabkan sulit membuka mulut ataupun
suara yang serak. Tidak ada keluhan telinga berdenging, terasa penuh, nyeri telinga, ataupun
pendengaran berkurang. Tidak ada keluhan pada mata, seperti pandangan ganda dan visus turun.
Satu hari SMRS, pasien mengeluh nyeri menelan semakin hebat dan pasien berobat ke
poli THT Imanuel Way Halim dan disarankan untuk segera dilakukan operasi pengangkatan
amandel.
Sejak 3 tahun SMRS, pasien mengeluh nyeri menelan yang hilang timbul. Nyeri menelan
terutama dirasakan saat menelan makanan padat disertai demam, batuk, pilek yang hilang timbul
selama 3 tahun dalam setahun lebih dari sepuluh kali serangan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Saat usia 5 tahun pasien pernah mengalami pembesaran amandel namun tidak dioperasi
karena orang tua pasien menolak dengan alasan pasien masih kecil sehingga hanya diberikan
terapi yang adekuat.

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat sakit serupa (+), ISPA (+), asma (-), alergi (-), DM (-),
hipertensi (-).

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2018
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg.
Nadi : 95/ menit.
Frekuensi Napas : 19/ menit.
Suhu : 37,8OC.

Status Lokalis
Kepala dan Leher
Kepala : Normocephal.
Wajah : Simetris.
Leher : KGB tampak membesar.
Lain-lain : Tidak ada.

Telinga
Kanan Kiri
Bentuk normal, benjolan (-), Bentuk normal, benjolan (-),
Bentuk daun telinga
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Kelainan congenital (-) (-)
Radang, Tumor (-) (-)
Nyeri tekan tragus (-) (-)
Penarikan daun telinga Nyeri (-) Nyeri (-)
Kelainan pre-, infra-,
(-) (-)
retroaurikuler
Region Mastoid Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Lapang, sekret (-), radang (-), Lapang, sekret (-), radang (-),
Liang telinga
serumen (+), benda asing (-) serumen (+), benda asing (-)
Membran timpani
 Perforasi (-) (-)
 Cone of light
(+), arah jam 5 (+), arah jam 7
 Warna
 Bentuk Putih abu-abu Putih abu-abu
Normal Normal

Tes Penala
Kanan Kiri
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Penala yang dipakai (-) (-)

Hidung
Kanan Kiri
Nyeri tekan:
 Pangkal hidung (-) (-)
 Pipi
(-) (-)
 Dahi
(-) (-)
Bentuk Normal Normal
Sekret (-) (-)
Cavum nasi Lapang Lapamg
Konka media Hiperemis (-), hipertrofi (-) Hiperemis (-), hipertrofi (-)
Meatus media Sekret (-) Sekret (-)
Konka inferior Hiperemis (-), hipertrofi (-) Hiperemis (-), hipertrofi (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

NASOPHARNYX
 Koana : tidak dilakukan
 Septum nasi posterior : tidak dilakukan
 Muara tuba eustachius : tidak dilakukan
 Tuba eustachius : tidak dilakukan
 Torus tubarius : tidak dilakukan
 Post nasal drip : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN TRANSLUMINASI
 Sinus frontalis kanan, grade : Tidak dilakukan
 Sinus frontalis kiri, grade : Tidak dilakukan
 Sinus maksilaris kanan, grade : Tidak dilakukan
 Sinus maksilaris kiri, grade : Tidak dilakukan

TENGGOROK
 Orofaring:
- Oral : dapat membuka mulut dengan baik
- Mukosa bukal : merah muda
- Ginggiva : merah muda
- Lidah 2/3 anterior : merah muda
- Palatum : merah muda
- Dinding pharynx : merah muda
- Arkus faring : simetris
- Tonsil :
Dextra Sinistra
Ukuran T4 T3
Kripta Melebar melebar
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis Hiperemis
Detritus (+) (+)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Pilar anterior Merah muda Merah muda

- Uvula : deviasi (-), hiperemis (-), edema (-)

- Gigi :
Dextra Sinistra
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Nasofaring
 Discharge : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Adenoid : Hipertrofi
 Massa : (-)

Laringofaring
 Mukosa :
 Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Lain-lain :

Laring
 Epiglotis :
 Plica vocalis :
- Gerakan :
- Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Tumor :
 Massa :

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium cek darah rutin
RESUME
Seorang anak perempuan usia 13 tahun datang dengan keluhan residifitas 3 tahun :
Odinofagia residif, frekuensi > 10 kali/tahun, perasaan tenggorokan tidak nyaman (+), batuk dan
pilek (+), febris (+). Sulit konsentrasi (+), nyeri menelan saat makanan padat (+), Tidak nyeri
menelan saat mengkonsumsi cairan. cephalgia (-), malaise (+), snoring (+), sleep apneu(-),
halitosis (+). Riwayat rhinorea (-), obstruksi cavum nasi (-), trismus (-), disfonia (-), tinitus low
frequence (-), otalgia (-), hearing loss(-). RPD: pernah seperti ini sebelumnya saat usia 5 tahun
dan diindikasikan untuk operasi amandel. Riwayat alergi obat (-), asma (-), maag (-),
hipertensi(-), diabetes mellitus(-). Riwayat Penyakit Keluarga :Riwayat penyakit serupa (+),
alergi (-), asma(-), maag (-), hipertensi(-), diabetes mellitus (-).
Pemeriksaan objektif = Tonsil : T4/T3 hiperemis, kripte melebar, tidak rata, detrius (+)
Pemeriksaan lab = Pemeriksaan darah rutin = Hb : 12 g/dl, Leukosit : 10^3/ ul, Ht : , Trombosit
405.000/ul,

WORKING DIAGNOSIS
Tonsilitis kronik
Dasar diagnosis:
Odinofagia residif selama 3 tahun dengan frekuensi > 10 kali/tahun, perasaan tenggorokan tidak
nyaman (+), batuk dan pilek (-), febris (+). Sulit konsentrasi (+), Nyeri menelan saat makanan
padat (+), Tidak nyeri menelan saat mengkonsumsi cairan. malaise (+), snoring (+), sleep
apneu(-), halitosis (+).
Pemeriksaan Fisik :Tonsil : T4/T3 hiperemis, kripte melebar, tidak rata, detritus+
DIAGNOSA BANDING
Tonsilofaringitis kronik
Tonsilolaringitis kronik

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Medika Mentosa pre operatif dan post operatif:
- cefixim 3 x 25 mg
- Metil prednisolon 3 x 2 tablet (1 tab = 8mg)
- Paracetamol 3 x 500 mg.
Non-Medikamentosa :
- makan-makanan lunak
- minum es

Anjuran
Adenotonsilektomi (ATE)
PROGNOSIS
 Ad vitam: bonam.
 Ad sanationam: bonam.
 Ad functionam: bonam.
Tinjauan Pustaka

Definisi
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi
berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan
diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar
serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan
apabila tonsil ditekan keluar detritus.1

Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on
Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of the Army America dimana
dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :2
 25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada
masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam
serum penderita.

 25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak


menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.

Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :3
 Rangsangan kronis (rokok, makanan)

 Higiene mulut yang buruk


 Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
 Alergi (iritasi kronis dari allergen)
 Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
 Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
Patologi
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan
jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta
akan melebar.5
Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel
leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna kekuning
kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan
jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran
kelenjar submandibula.5

Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang
berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi),
nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa
kering dan pernafasan berbau.4,5
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang
mungkin tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,
kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan
ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara
kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : 10
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Diagnosis
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut 6
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat
ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada
tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada
sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta
mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.
Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat
banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang
kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang
tipis terlihat pada kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang
rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau
Pneumokokus.

Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar
atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi
yang kerap ditemui adalah sebagai berikut : 7
1. Komplikasi sekitar tonsila
 Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.
 Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal
dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan
penjalaran dari infeksi gigi.
 Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau
pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid,
kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
 Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak
usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
 Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan,
biasanya kecil dan multipel.
 Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang
membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi Organ jauh
 Demam rematik dan penyakit jantung rematik

 Glomerulonefritis
 Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
 Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
 Artritis dan fibrositis.

Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis
atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala.7
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi
(oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-
ulang.
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam
buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan
yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).7
Indikasi Tonsilektomi absolute menurut AAO-HNS
1. Timbulnya cor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronik
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnoe waktu tidur
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan
penderita
4. Biopsy eksisi yang dicurigai keganasan atau limfoma
5. Abses peritonsilaisr yang berulang atau abses yang meluas pada jaringan sekitarnya
6. Gangguan pertumbuhan dentofacial
7. Gangguan bicara atau hiponasal
Indikasi relative menurut AAO-HNS
1. Serangan tonsillitis berulang (meskipun diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat)
2. Tonsillitis yang berhubungan dengan biakan streptococcus yang menetap dan patogenik
3. Hyperplasia tonsillitis dengan obstruksi fungsional
4. Hyperplasia dan obstruksi yang menetap 6 bulan setelah infeksi mononucleosis
5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsillitis
rekurens kronik dan pengendalian antibiotic yang buruk
6. Tonsillitis kronik yang menetap yang tidak memberikan respons terhadap
penatalaksanaan medis
7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofacial dengan
gigi geligi yang menyempitkan jalan napas bagian atas
8. Tonsillitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten
9. Kejang demam berulang yang disertai tonsillitis
10. Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis
11. Tonsillitis kronis atau berulang pada carrier streptococcus B hemoliticus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotic resisteb B laktamase

Kontraindikasi
1. Gangguan pendarahan
2. Resiko anastesi yang besar atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akut yang berat

Kesimpulan
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior
(otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis.
Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya. Bila
tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul
tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan
oleh virus ataupun bakteri.
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi
berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan
diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar
serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemis ringan yang mengenai pilar anterior dan
apabila tonsil ditekan keluar detritus.
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri
telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala
dan badan terasa meriang.
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis
atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Indikasi tonsilektomi pada
tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa
tidak nyaman.

Daftar Pustaka

1. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr. Kariadi
Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan, 1980: 249-55.
2. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil dan
jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi. Kumpulan naskah
ilmiah KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999: 193-205.
3. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed.. Philadelphia: WB
Saunders Co; 2000: 239-57.
4. Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome :http://www.emedicine.com/ped/topic
1630.htm.2002.
5. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep apnea.
Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16.
6. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed. Edisi
Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368.
7. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183.

Anda mungkin juga menyukai