BAB 1
PENDAHULUAN
tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh.
konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan asam basa dalam darah, dan
ekskresi bahan buangan seperti urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Bila
ginjal tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya maka akan timbul masalah
2009).
fungsi ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang
terjadi akibat suatu penyakit, kelainan anatomi ginjal dan penyakit yang
menyerang ginjal itu sendiri.Apabila hanya 10% dari ginjal yang berfungsi,
pasien di katakan sudah sampai pada penyakit gagal ginjal end-stage renal
disease (ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir.Awitan gagal ginjal mungkin
akut, yaitu berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam beberapa
hari. Gagal ginjal dapat juga kronik, yaitu terjadi perlahan dan berkembang
kronik telah terjadi kerusakan ginjal di mana fungsi ginjal tidak kembali normal,
Institute,2009).
1
2
Serikat sebanyak 810.000 hingga 1 juta jiwa.Pasien yang menjalani rawat inap
dengan riwayat penyakit degeneratif rentan untuk mengalami rawat inap ulang.
Rawat inap ulang termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
setelah 30 hari keluar dari rumah sakit. Salah satunya ialah gagal ginjal kronik.
Pasien gagal ginjal kronikyang selesai menjalani rawat inap rentan untuk kembali
menjalani rawat inap ulang akibat eksaserbasi dari gejala yang ditimbulkan oleh
lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5
juta orang harus menjalani hidup bergantung pada cuci darah (Hemodialisis). Di
orang persatu juta penduduk, 60% nya adalah usia dewasa dan usia lanjut.
Menurut data dari The United States Renal Data System (USRDS)
diprediksi mencapai 0,8% dari total populasi penderita gagal ginjal di Indonesia
prevalensi GGK mengalami kenaikan setiap tahun dengan prognosis buruk dan
beban biaya kesehatan yang tinggi. Gagal ginjal terminal sebagai akibat akhir
GGK, mengalami kenaikan insidensi dua kali lipat dalam decade terakhir
kadar keratinin serum 1200 orang, di dapatkan prevalensi penyakit ginjal kronik
gagal ginjal kronik yang cukup tinggi, yaitu sekitar 30,7 juta penduduk. Menurut
data PT Askes, ada sekitar 14,3 juta orang penderita gagal ginjal tahap akhir saat
Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025 (Kartika,
2013).
dengan persentase 29-47% setelah 3-6 bulan keluar dari rumah sakit (Rich et.
menjalani rawat inap ulang dalam satu tahun sebesar 52.21% sementara yang
dirawat ulang lebih dari satu kali dalam waktu satu tahun sebesar 44.79%
4
(Majid, 2010). Untuk Indonesia sendiri belum ada gambaran yang jelas
mengenai prevalensi kejadian rawat inap ulang khususnya untuk kota Mataram.
Berdasarkan data yang didapatkan pasien dengan rawat inap pada kasus
GGK pada tahun 2016 adalah sebanyak 376 pasien (RSUDP NTB,
Sakit Umum Provinsi NTB didapatkan bahwa empat dari lima responden yang
pulang dari rawat inap di rumah sakit responden merasa badan terasa sehat dan
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang berada pada stadium akhir memerlukan
pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan dialysis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien gagal ginjal stadium
namun tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
dengan angka kematian tahunan pasien lebih dari 20% di Amerika Serikat, pada
5
sisi lain sebenarnya secara nyata telah memperpanjang survival pasien gagal
normal, telah di capai perpanjang usia 7,1% sampai 11,5 tahun pada pasien
masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya ginjal.Hal tersebut muncul setiap
waktu sampai akhir kehidupan pasien dan menjadi stressor fisik yang
nyeri, lemah otot dan udema adalah sebagian dari manifestasi klinis dari pasien
pasien menjadi faktor psikologis yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat
hemodialisis rutin.
pasien seolah-olah tidak menerima atas kehilangan fungsi ginjalnya, marah dan
sedih dengan kejadian yang di alami sehingga memerlukan waktu yang cukup
makin tinggi tingkat pendidikan seseorang di harapkan makin besar pula tingkat
(Hasbullah, 2001).
terhadap terapi medis ada 29 pasien dengan frekuensi rawat inapnya tinggi ,
artinya responden yang patuh dengan terapi medis berpeluang 7,91 kali lebih
Resiko kematian akibat gagal ginjal berkisar antara 5-10% pertahun pada
Dampak yang biasa ditimbulkan pada kasus gagal ginjal kronik bila tidak
ditangani segera yaitu muntah darah, buang air besar yang bercampur darah,
tangan, kaki, dan daerah lain, kram otot dan berkedut, kejang dan uremic frost
Menurut Majid dalam studi tahun 2010 mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kejadian rawat inap ulang pasien gagal ginjal ialah hipertensi,
derajat penyakit, dukungan keluarga dan sosial, kepatuhan (terapi, diet dan
cairan tubuh), tingkat aktivitas dan istirahat serta tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal.
Readmission pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi NTB.”
di RSUDP NTB.
RSUDP NTB.
1.4.1 Perawat
pada pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi
NTB.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
progrestif yang berakibat fatal dan di tandai dengan uremia (urea dan
(Baradero, 2013).
10
11
2.1.2 Etiologi
amiloidosis.
2.1.3 Patofisiologi
ginjal berlanjutan dan jumlah nefron berkurang maka ada dua adaptasi
dalam setiap nefron miskipun GFR untuk seluruh nefron yang terdapat
ginjal.
dari fungsi renal karena subtansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme ( jaringan dan luka RBC ) dan
2.1.4 Gejala
perlahan, pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi
tidak daapat menyerap air dari air kemih, akibatnya volume air
kemih bertambah.
fungsi otak
9. Malnutrisi
1. Urine
mereabsorbsi natrium.
2. Darah
azotemia
d. Kalsium menurun
nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau
2.1.7 Pengobatan
jika penderita menjalani diet ketat atau menjalani dialisa. Pada penderita
gagal ginjal kronis biasanya kadar trigliserida dalam darah tinggi. Hal ini
gemfibrozil.
hidroksida.
(Junadi,2012)
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
(Setyawan, 2011).
a. Tujuan Hemodialisa
mempunyai tujuan:
b. Proses Hemodialisa
seperti berikut :
dan dialisat.
4) Gagal Ginjal
19
darah)
d. Frekuensi Hemodialisa.
jika:
2.2 Kepatuhan
atau perbuatan yang di lakukan bukan lagi atau sama sekali tidak di
diri dan kerja sama antara pasien dan petugas kesehatan (Robert,
1997):
terhadap terapi medis terdapat 5-10% pasien tidak patuh dengan terapi
pengaruhnya.
Suddarth, 2002):
akibat terapi.
keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainnya yang
(Smet,1998):
1. Komunikasi
yang di berikan.
2. Pengetahuan
3. Fasilitas Kesehatan
b. Keyakinan
2. Dukungan keluarga
3. Dukungan social
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional
pengobatannya.
(WHO,2003) :
1. Faktor social/ekonomi
1. Pengetahuan
2. Tingkat ekonomi
klien.
3. Sikap
4. Usia
punggung keluarga.
5. Dukungan keluarga
Di dalam melaksanakan program terapi, klien tidak bias
gunakan adalah yang terdiri dari tiga aspek yaitu frekuensi kelupaan
a. Kepatuhan tinggi :8
oleh pasien yang sama. Rawat inap ulang pasiengagal ginjal dapat
sakit yang terjadi lebih dari satu kalipada pada pasien yang sama
(AFA,2014).
akan memiliki afek atau dampak yaitu sekitar 50% meninggal pada 6
GGK :
2. Faktor psikososial
Ketidak patuhan terhadap terapi tentu akan memperburuk
kondisi umum dari pasien gagal ginjal. Menurut studi analitik yang
30
pasien tidak patuh terhadap terapi dan memiliki pola makan yang
rawat inap ulang pasien gagal ginjal.57% pasien gagal ginjal yang
3. Faktor demografi
Jenis kelamin laki-laki, usia 75 tahun dan lebih tua dan etnis
pada rawat inap ulang dengan gagal ginjal (Silverstein et al, 2008).
4. Faktor ekonomi
adalah :
(Brener, 2006).
b. Status asuransi
2010) :
1. Tinggi
Kejadian rawat inap ulang terjadi lebih dari satu kali dalam satu
tahun terahir.
2. Rendah
Kejadian rawat inap ulang terjadi satu kali dalam satu tahun terahir.
Jenis
No Indikator Standar
Pelayanan
1 Rawat Inap 1. Pemberi pelayanan di rawat inap
a. Dokter Spesialis.
b.Perawat minimal pendidikan
D3
2. Dokter penanggung jawab rawat
2. 100%
inap
3. Ketersediaan pelayanan rawat
3. a. Anak.
inap. b. Penyakit dalam
c. Kebidanan
d. Bedah
33
Jenis
No Indikator Standar
Pelayanan
4. Jam visite dokter spesialis. 4. 08:00 – 14:00 setiap hari kerja
5. Kejadian infeksi paska operasi 5. ≤ 1,5%
6. Kejadian Infeksi Nosokomial 6. ≤ 1,5%
7. Tidak adanya pasien jatuh yang 7. 100%
berakibat kecacatan/kematian
8. Kematian pasien > 48 jam 8. ≤ 0,24%
9. Kejadian pulang paksa 9. ≤ 5%
10. Kepuasan pelanggan 10. ≥ 90%
11. Rawat Inap TB 11. a. ≥ 60%
a. Penegakan diagnosis TB melalui b. ≥ 60%
pemeriksaan mikroskopis TB
b. Terlaksananya kegiatan dan
pelaporan TB di Rumah Sakit
12.Ketersediaan pelayanan rawat inap12. NAPZA, Gangguan Psikotik,
di rumah sakit yang memberikan Gangguan Nerotik, dan
pelayanan jiwa. gangguan mental organic.
13. Tidak adanya kejadian kematian 13. 100%
pasien gangguan jiwa karena
bunuh diri.
14. Kejadian Re-admision pasien 14. 100%
gangguan jiwa dalam waktu ≤ 1
bulan.
15. Lama hari perawatan pasien 15. ≤ 6 minggu
gangguan jiwa.
34
BAB 3
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
4. independen
Variabel Kepatuhan dependen
(Sugiyono, 2011).
minum obat.
2. Variabel Dependen
35
36
3.3 Hipotesis
macam :
amati dari sesuatu yang di definisikan tersebut. Karakteristik yang dapat di amati
(di ukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat di amati
secara cermat terhadap suatu objek atau objek atau fenomena yang kemudian
BAB 4
METODE PENELITIAN
peneliti (Setiadi, 2010). Penelitian yang di lakukan adalah jenis studi korelasi
subjek untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan yang lain di mana
dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat hubugan kepatuhan pasien dengan
penelitian hanya sekali saja dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).
4.3.1 Populasi
dengan diagnose medis gagal ginjal kronik yang mengalami rawat inap
39
40
pasien.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
1. Kriteria Inklusi
dari dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti
2. Kriteria eksklusi
adalah :
kritis.
yang akan diteliti dengan tujuan agar subyek mengetahui maksud dan tujuan
penelitian.
kuisioner yang di susun dalam tiga bagian yaitu bagian pertama berupa data
biografi responden meliputi No. responden, inisial responden, jenis kelamin dan
umur.Bagian kedua adalah kusioner kepatuhan minum obat yang terdiri atas 35
“Ya” di berikan skor 1 dan jika responden menjawab “Tidak” di berikan skor
0.Skor maksimal adalah 100 sedangkan skor minimalnya adalah nol. Responden
di katakana baik jika mendapat skor 75-100%, cukup 56-75% dan kurang ≤56%.
sekitar 20-30 menit. Bila responden tidak paham, maka bias menanyakan pada
berikut:
sebagai berikut:
1. Memeriksa (Editting)
para pengumpul data (Setiadi, 2007). Pemeriksa daftar pertanyaan yang telah
epngolahan data.
sebagai berikut:
∑f
P= × 100%
n
Keterangan :
1. 75-100% = Baik
2. 56-75% = Cukup
3. ≤ 56% = Kurang
4. Cleaning
Cleaning adalah melakukan pengecekkan kembali data yang sudah
lanjut antara kepatuhan minum obat dengan rawat inap ulang di gunakan uji
Menurut Afifi A.A. & Clark V. (1990) di adopsi oleh Windu Purnomo (2002)
dalam Nursalam (2008) bahwa jika variabel bebas terdiri dari satu variabel
berskala ordinal, dan variabel tergantung berskala ordinal maka uji statistic
menggunakan uji korelasi Rank Spearman (rs). Berdasarkan uji statistic tersebut
dapat di putuskan H0 di terima (Ha di tolak) bila nilai p > 0,05, sebaliknya H0 di