Anggota Kelompok :
BAB I. PENDAHULUAN
I.I. Judul…………………………………………………………………...……(2)
I.II. Latar Belakang…………………………………………………………..….(2)
I.III. Tujuan……………………………………………………………………....(3)
I.IV. Manfaat ………………………………………………………………..…...(3)
I.V. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ……………………………………….…..(3)
BAB II. LANDASAN TEORI
II.I. Konsep Dasar Pemetaan Batimetri…………………………………..….….(4)
II.II. Metode Akuisisi Data pada Pemetaan Batimetri……………………...……(4)
II.III. Pengukuran Kedalaman Air pada Survei
Batimetri/Hidrografi………………………………………………..…..…...(6)
II.IV. Alat yang Digunakan pada Survei Batimetri/Hidrografi………….…....…...(8)
BAB III. PELAKSANAAN
III.I. Alat dan Bahan……………………………………………………..…..….(14)
III.II. Tahapan Pelaksanaan
Langkah Kerja Di Lapangan……………..…..………………….…......(15)
Langkah Kerja Di Laboratorium …………………………………….. (16)
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Data Hasil Pengukuran……………………………………………………..(23)
IV.2. Perhitungan dan Pengolahan Data………………………………………….(24)
IV.3. Pembahasan………………………………………………………………...(25)
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan…………………………………………………………………(27)
V.2. Saran………………………………………………………………………..(27)
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................(28)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. JUDUL
Pengukuran Survei Batimetri di Waduk Sermo, Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta.
1.2.LATAR BELAKANG
Banyak potensi yang terkandung di daerah perairan Indonesia yang dapat
dimanfaatkan secara optimal. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan
daerah perairan yang sangat luas. Sekitar 2/3 wilayah kedaulatan Indonesia adalah
perairan. Pemanfaatan daerah perairan Indonesia seperti eksplorasi minyak bumi,
perikanan, daerah pariwisata, transportasi, dan sebagainya kurang begitu maksimal.
Sehingga dibutuhkan data informasi mengenai daerah perairan di Indonesia merupakan hal
yang penting untuk membantu kegiatan yang berlangsung di daerah perairan dan untuk
mendapatkan informasi mengenai daerah perairan membutuhkan dana yang tidak sedikit
dengan melalui tahapan tertentu. Untuk mendapatkan informasi mengenai daerah perairan
perlu dilakukan pengukuran untuk mendapatkan data mengenai informasi perairan di
daerah Indonesia mengenai kandungan sumber daya dan potensi di wilayah perairan
maupun topografi daerah perairan serta melakukan pemetaan agar dapat mengetahui batas
wilayah perairan di Indonesia. Dengan mengetahui sumber daya dan potensi serta topografi
dasar perairan dan batas wilayah perairan Indonesia maka dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin. Dan dengan dilakukan pendataan yang baik untuk seluruh wilayah perairan
Indonesia tersebut baik informasi kandungan sumber daya alam di dalamnya maupun
kondisi tentang topografi dasar laut agar seluruh wilayah laut Indonesia bisa diketahui
keadaannya sehingga kita tidak kehilangan aset yang kita miliki.
2
batimetri diperoleh dari data pengukuran menggunakan echosounder yang dipasang di
bawah atau samping kapal.
I.3 TUJUAN
Mahasiswa mampu melaksanakan keseluruhan proses survei sampai melakukan
pengolahan data hasil survei hingga diperoleh peta batimetri daerah yang dipetakan
serta bertujan agar mahasiswa memiliki pengalaman melakukan survei bathimetri.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut
bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan
Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan
kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan
peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA
(Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand
Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar,
menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak juga digunakan oleh
nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat
dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003)
2. Satelit Altimetri.
Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang
dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana
antariksa (satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi
permukaan laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian
gelombang. Inderaja altimetri untuk topografi permukaan laut pertama kali
dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut
S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3, SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang
sangat terkenal adalah TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi
bersama antara Amerika Serikat (NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000).
Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana
bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang
mempengaruhi paras laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut yang
bervariasi sesuai dengan wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk gambaran
paras muka laut. Satelit ini mengukur tinggi paras muka laut relatif terhadap pusat
massa bumi. Sistem satelit ini memiliki radar yang dapat mengukur ketinggian satelit di
atas permukaan laut dan sistem tracking untuk menentukan tinggi satelit pada koordinat
geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter),
penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem
ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang
elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh
permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin
ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal ini dilakukan
5
dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu
tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke
satelit. (Heri Andreas dalam Hasanuddin Z A).
6
Gambar 1. Pengukuran kedalaman dengan menggunakan Single-beam Echosounder
Dari gambar di atas terlihat bahwa kelemahan dari pengunaan Single-
beam Echosounder ini adalah sinyal yang dipancarkan oleh transducer merupakan
sinyal tunggal yang hanya akan menengenai satu titik di dasar laut saja. Sehingga untuk
pembuatan kenampakan secara visual 3D kurang. Cakupan yang relatif sempit dari alat
ini juga menjadi kerugian karena kita tidak bisa memvisualkan daerah atau dasar laut
yang berada di sekitar transducer yang tidak terkena oleh sinyal akustik.
7
Gambar 2. Pengukuran kedalaman dengan menggunakan Multi-beam Echosounder
Gambar 3. Gambar Memanjang Jalur Pengukuran Survei Hidorgrafi pada Muka Peta
8
Pengamatan dilakukan selama sepanjang tahun dengan penggantian kertas grafik
dan asesoris lainnya tiap 1 bulan.
yaitu dari saat surut sampai dengan saat surut berikutnya atau pada saat pasang ke
saat pasang berikutnya. Hal ini disebut 1 siklus pasang surut.
9
3. Grabber
Grabber merupakan alat yang digunakan untuk mengambil materi atau sedimen
yang berada di bawah laut. Biasanya penggunaan grabber akan diintegrasikan
dengan tali yang telah ditandai untuk mengetahui
kedalam grabber yang diturunkan. Sebagai contoh,
misalkan kita ingin mengetahui materi atau sedimen
yang berada di kedalaman 50 meter dibawah laut
maka kita tinggal menurunkan grabber melalui tali
sesuai dengan tanda yang telah menunjuk kedalaman
50 meter.
Fungsi survei sedimentasi atau penyelidikan
tanah dan geologi ini untuk mengetahui kondisi
lapisan tanah (sub soil) yang hasilnya akan dipakai Gambar 6. Grabber
sebagai dasar perencanaan pondasi di lokasi dan juga untuk mengetahui
sulit/tidaknya melakukan pengerukan untuk menimbun di tempat lain.
4. Botol Nansen
Botol nansen merupakan alat yang digunakan oleh surveior untuk mengambil
sample air laut, danau dan sungai pada kedalaman tertentu. Botol ini terbuat dari
tabung acrylic dengan ketebalan 5 mm dan bahan-bahan lainnya yang tahan karat
serta memiliki sepasang steering fins yang berguna untuk menstabilkan botol ketika
digunakan pada arus deras memiliki kapasitas 2.2 lt, 3.2 lt atau 4.2 lt. Alat ini
digunakan untuk mendapatkan sampel air dan pembacaan suhu di berbagai
kedalaman di laut.
Cara kerja dari botol Nansen sebagai berikut : Botol nansen yang terbuat dari
logam atau plastik diturunkan dengan menggunakan tali ke dalam laut, ketika telah
mencapai kedalaman yang diinginkan maka massengger akan jatuh ke tali setelah
mencapai botol, botol tersebut akan terbalik dan menjebak sampel air di dalamnya.
Botol dan sampel di ambil dan diangkut menggunakan tali. Massengger yang kedua
dapat diatur agar terlepas oleh mekanisme pembalik dan bergeser ke bawah tali
sehingga sampai mencapai botol Nansen. Dengan memperbaiki urutan botol dan
massengger pada interval sepanjang tali, serangkaian sampel pada setiap tingkatan
kedalaman dapat diambil. Suhu air laut di kedalaman akan direkam dengan
menggunakan termometer tertentu ke botol nansen. Termometer ini adalah
10
termometer air raksa dengan penyempitan dalam tabung kapilernya, ketika
termometer tersebut terbalik, menyebabkan tali berhenti dan termometer akan
membaca suhu. Karena tekanan air pada kedalaman akan memampatkan dan
mempengaruhi dinding termometer untuk menunjukkan suhu, maka termometer
dilindungi oleh lapisan dinding yang tebal. termometer yang tidak dilindungi
terlebih dahulu akan dipasangkan dengan pelindung, biasanya termometer ini
digunakan untuk pembacaan suhu titik sampling pada tekanan yang
memungkinkan.
11
Gambar 8. Palm Meter
6. Bola Apung
Bola apung dibuat secara manual yaitu dengan menempatkan bola plastik pada satu
wadah, kemudian pada bawah jarring dibuat baling-baling dari papan. Alat ini
berfungsi sebagai alat untuk mengukur arus dan kecepatanya. Prinsip yang
digunakan adalah dengan mencatat perubahan waktu yang ditempuh bola dari satu
titik ketitik lain, selain itu juga menghitung jaraknya agar bisa diperoleh arah dan
kecepatan.
13
BAB III
PELAKSANAAN
b. Fishfinder
g. Transducer
h. GPS Echosounder
i. Barcheck
e. Laptop
14
III.2 Langkah kerja di Lapangan
Di Lapangan
1. Mempersiapkan alat-alat survei
2. Memakai alat-alat keamanan saat di kapal.
3. Memasang alat-alat survei di atas kapal.
4. Merangkai alat-alat survei: menyambungkan ke sumber daya listrik (aki), ke GPS,
MOXA, dan transducer.
5. Mengatur pembagian port pada router (terminal hub). Memasang kabel USB untuk PC,
kabel power suply, kabel serial masing-masing untuk Fishfinder dan Echosounder.
Mengatur pembagian port untuk Echosounder dan fish finder di Menu Configure ->
Equipment.
Masuk ke Control Panel. Pilih Device Manager dan mengatur port untuk setiap instrumen.
10. Tunggu beberapa saat lalu akan muncul krusor tanda posisi kapal pada layar PC.
11. Melakukan setting alat Fishfinder untuk merekam data hasil pemeruman.
12. Menyimpan hasil pemeruman Fishfinder.
13. Mengarahkan kapal ke jalur perum sesuai dengan yang tertera di layar (Lajur utama,
lajur silang, dan boundary waduk).
14. Melakukan pengecekan jalur di Fishfinder. Pastikan semua lajur terukur.
15. Setelah semua lajur tercover, mengemas alat-alat survei.
Di Laboratorium
Download data batimetri
1. Memastikan port fish finder sudah terkoneksikan dengan port pada laptop yang akan
digunakan untuk menginstall.
2. Membuka software DNR Garmin.
3. Memilih menu Track -> pilih Download.
4. Tunggu hingga semua data batimetri terdownload semua.
16
5. Menyimpan data batimetri yang telah didownload pada nama file dan folder yang
diinginkan dengan cara klik menu File -> pilih Save to -> pilih File
Koreksi Transducer
1. Dari data pada saat pemeruman yang didapat bahwa draft transducer sebesar 0.52 m,
maka data hasil kedalaman ditambahkan draft transducer.
2. Menyimpan data easting, northing, dan depth terkoreksi dengan ekstensi .csv.
2. Mengimport titik yang telah dikoreksi sebelumnya. Pilih menu point import/export
Point import Point akan muncul kotak dialog import point, kemudian isikan
format point yaitu NEZ (comma delimited) dan lokasi tempat file yang akan di import
centang pada kotak Add point to point group beri nama point group (nama =
BatimetriSermo ) kemudian klik OK.
17
3. Membuat boundary, lakukan import point koordinat boundary kemudian digit titik-
titik boundary tersebut menggunakan tools polyline . Hasilnya :
4. Membuat kontur, pilih menu Terrain Terrain model explorer klik kanan pada
Terrain pilih Create New Surface. Menambahkan point group dengan cara klik kanan
pada point group Add Point Group kemudian pilih titik_pemeruman_fix OK
18
Kemudian klik kanan pada surface1 piulih Build. Akan muncul kotak dialog Build
Surface1 kemudian klik OK.
19
Agar hasil kontur tidak melewati boundary, gunakan fungsi breaklines. Pilih menu
Terrain Terrain Model Explorer. Kemudian pada breaklines klik kanan lalu pilih
Define By Polyline lalu pada kotak dialog select object, pilih boundary.
Menutup jendela Terrain Model Explorer, kemudian pilih menu Terrain Create
Contours. Kemudian atur interval kontur minor 5 m dan interval kontur mayor 25 m.
20
Hasilnya :
5. Untuk menghaluskan kontur pilih menu Terrain Contour style manager Contour
Appearance pada bagian smoothimg options, pilih Spline Curve lalu OK.
21
Hasilnya :
ZOOM
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pemeruman terdiri atas 126.566 titik fix perum dengan setiap fix perum
memiliki unsur data:
1) Ident 8) altitude depth
2) Latitude 9) temp
3) Longitude 10) time
4) Y_proj 11) model
5) X_proj 12) filename
6) new_seg 13) time
7) display color
Dari data tersebut disimpan ke format excel kemudian dipilih data yang penting
(digunakan untuk pengolahan) yaitu:
1) x _proj (koordinat pada arah barat-timur),
23
2) y_proj (koordinat pada arah utara-selatan), dan
3) depth (kedalaman).
1) Kedalaman terkoreksi
Rumus untuk menghitung nilai kedalaman yang terkoreksi oleh draft transduser
dan kesalahan pemeruman pada alat fish finder (bar check) adalah:
Keterangan:
= kedalaman titik terkoreksi
= kedalaman titik hasil pemeruman dengan fish finder
= jarak transducer dari permukaan air
24
b. Peta hasil survei batimetri
IV.3 Pembahasan
Pada praktikum pengukuran kedalaman dasat atau topografi dasar Waduk Sermo
untuk pembuatan peta batimeri tersebut, setelah diperoleh data pengukuran dilakukan
pemilihan data yang diperlukan (nilai x_proj, y_proj, dan depth).
Pembuatan peta batimetri pada dasarnya sama dengan pembuatan peta situasi,
yaitu diperlukan koordinat planimetris (x,y) dan ketinggian (z) untuk selanjutnya
dilakukan interpolsi untuk pembuatan kontur pada daerah yang dipetakan.
Titik-titik yang dipetakan sebagai titik sampel tersebut atau yang sering disebut
sebagai fix perum harus terdefinisikan koordinat x,y, dan z untuk setiap titik, baik pada
lajur keliling, lajur utama, maupun lajur silang sesuai dengan peta yang telah
direncanakan dan di-upload ke alat pemeruman fish finder.
Koordinat planimetris fix perum (x,y) diperoleh melalui GPS yang dipasang pada
tongkat tepat diatas transducer yang memancarkan gelombang untuk mengukur
kedalaman (depth).
25
Selanjutnya depth yang diperoleh yang masih mengandung kesalahan dikoreksi
dengan koreksi draft transducer dan koreksi bar check. Koreksi draft transducer
merupakan selisih antara transducer dengan permukaan air. Sedangkan koreksi bar
check adalah selisih antara kedalaman sesungguhnya (yang diperoleh dari bacaan
rambu) dengan kedalaman yang diukur oleh fish finder. Pada pengukuran ini koreksi
pasang surut (pasut) tidak diperhitungkan karena nilai pasang surut di Waduk Sermo
relatif sangat kecil.
Peta lukis teliti atau peta batimetri dapat dibuat dengan menggunakan program
aplikasi untuk pemetaan, misalnya AutoCAD LD dan pembuatan layout peta dapat
dilakukan pada program aplikasi yang sama maupun dengan program yang berbeda
misalnya Arc Map pada ArcGIS 9.3.
Setelah muka peta terplot, dilakukan pengamatan terhadap kontur yang ada
apakan ada kontur yang mencurigakan atau tidak sesuai dengan sifat-sifat garis kontur
yang harus dikoreksi dengan mereduksi titim tersebut dan membuat ulang kontur.
Setelah kontur sudah benar, dilakukan pembuatan layout peta dengan melengkapi
muka peta yang sudah ada dengan beberapa inormasi tepi, mulai dari judul, orientasi,
skala bar, skala angka, legenda, pembuat peta, datum dan system proyeksi serta instansi
pembuat peta.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Dari hasil pengukuran batimetri, kontur topografi dasar laut bernilai negatif, hal ini
menunjukkan kedalaman waduk sermo. Semakin negatif nilai kontur topografi dasar
laut suatu area , maka semakin dalam area tersebut.
2. Dari hasil pengukuran batimetri diperoleh 126.566 titik fix perum yang terdiri dari
12 unsur. Tiga dari 12 unsur tersebut merupakan pembentuk kontur topografi dasar
Waduk Sermo yang terdiri dari koordinat planimetris (x, y) dan koordinat
kedalaman (depth/z). Koordinat planimetris dihasilkan dari pengukuran GPS,
sedangkan koordinat kedalaman diperoleh dengan melakukan koreksi bar check dan
koreksi draft tranducer.
V.2. Saran
Untuk pengembangan pengetahuan selanjutnya berdasarkan kegiatan praktikum yang
telah dilakukan, penulis memiliki saran-saran yaitu:
1. Untuk jumlah peralatan pengukuran batimetri sebaiknya lebih ditingkatkan,
mengingat besarnya jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
2. Setiap shift pelaksanaan field trip sebaiknya diikuti beberapa kelompok dalam
jumlah yang lebih sedikit demi efektifitas pelaksanaan praktikum.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://joytalita.wordpress.com/2010/05/23/anemometer-nieee/
http://shafiyyah.blog.uns.ac.id/2009/06/09/jenis-fungsi-dan-kalibrasi-beberapa-alat-ukur-di-
laboratorium-konversi-energi-teknik-mesin-uns/
http://phki.ocean.itb.ac.id/?page_id=47
http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=110
http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/assets/download/sni/SNI/16.%20SNI%207646-
2010%20Survei%20hidrografi.pdf
http://khakharothen.multiply.com/journal/item/1?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fite
m
Tim Penyusun.1999. Diktat Survei Hidrografi (“READER”).Yogyakarta : Jurusan Teknik
Geodesi, FT-UGM
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7646-2010 tentang Survei Hidrografi menggunakan
singlebeam echosounder
28