Anda di halaman 1dari 26

KOMUNIKASI KESEHATAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Kesehatan semester gasal

tahun akademik 2014/2015

Oleh :

1. Fitria Hanina (1406573545)


2. Galih Wilatikta (1406577985)
3. Gusti Indah Lestari (1406542855)
4. Hamid Faqih Umam (1406599361)
5. Herni Yunita (1406542754)

KOMUNIKASI KESEHATAN 7

HOME GROUP 3

RUMPUN ILMU KESEHATAN

2014

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Prinsip Dasar Komunikasi 2
1. Pengertian....................................................................................................................2
2. Karakteristik Komunikasi…………………………………………………………....2
3. Jenis komunikasi.........................................................................................................2
4. Model Komunikasi…………………………………………………………………..3
5. Fungsi Komunikasi…………………………………………………………………..3
6. Tujuan Komunikasi………………………………………………………………….3
7. Proses Komunikasi.....................................................................................................5
8. Unsur Komunikasi…………………………………………………………………...5
9. Komunikasi Kesehatan………………………………………………………………6
B. Persepsi, Faktor, Variabel, dan Hambatan dalam Komunikasi 6
1. Persepsi...........................................................................................................................6
2. Faktor..............................................................................................................................6
3. Variabel dalam Komunikasi............................................................................................7
4. Hambatan dalam Komunikasi.........................................................................................9
C. Komunikasi Interpersonal Pada Konseling dan Penyampaian Berita Buruk 10
1. Bentuk Komunikasi Kesehatan……………………………………………………….10
2. Tingkatan Komunikasi………………………………………………………………..11
3. Penerapan Komunikasi Interpersonal………………………………………………...12
4. Komunikasi Saat Konseling…………………………………………………………..14
5. Pemberitahuan Berita Buruk………………………………………………………….16
D. Komunikasi Pada Pasien Khusus…………………………………………………......19
1. Komunikasi Kepada Pasien Depresi………………………………………………….19
2. Komunikasi Kepada Pasien Pasif…………………………………………………….19
3. Komunikasi dengan Pasien Marah/Agresif…………………………………………..20

ii
4. Komunikasi dengan Anak-Anak dan Orang Tua……………………………………..20
5. Komunikasi dengan Pasien Geriarti………………………………………………….21
BAB III 23
PENUTUP 23
REFERENSI 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan kehadiran manusia lain.
Pernyataan ini berlaku bagi semua manusia tanpa terkecuali karena tanpa adanya manusia
lain, maka akan sangat sulit bagi seorang manusia untuk dapat bertahan hidup. Untuk
menjaga kelangsungan hidup tersebut, interaksi antar manusia adalah hal yang tidak dapat
dihindari, interaksi tersebut memiliki beragam tujuan dan bentuk yang berbeda-beda. Salah
satu tujuan tersebut adalah untuk melakukan pertukaran informasi dari satu manusia ke
manusia lainnya.
Pertukaran informasi juga merupakan hal yang sangatlah luas, mulai dari informasi
mengenai diri sendiri, lingkungan sekitar atau mengenai pendapat pribadi, hal inilah yang
disebut komunikasi. Hasrat untuk melakukan komunikasi adalah hal yang sangat dasar
dimiliki oleh manusia, karena pada dasarnya manusia memiliki keinginan untuk beragi
informasi dan mengetahui informasi. Aspek utama dari komunikasi adalah, komunikasi
sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia secara sosial. Salah satu jenis komunikasi
adalah komunikasi kesehatan.
Secara sederhana komunikasi kesehatan juga merupakan salah satu bentuk
komunikasi. Hal yang membuat komunikasi kesehatan berbeda adalah dari segi tujuan dan
pesan yang disampaikan. Karena merupakan komunikasi kesehatan, maka pesan utama yang
disampaikan adalah mengenai kesehatan dan bagaimana meningkatkan kualitas hidup
seseorang.
Selain dari tujuan dan pesan yang disampaikan, komunikasi kesehatan adalah hal
yang sangat luas untuk dibahas, dimulai dari bentuk komunikasi kesehatan, komponen hingga
bagaimana cara menangani karakter pasien yang berbeda-beda.
Kemampuan berkomunikasi yang baik, sangatlah diperlukan khusunya oleh para
tenaga yang bekerja di bidang kesehatan seperti dokter, perawat dan kesehatan masyarakat.
Karena bidang bidang tersebut akan bersinggungan dengan sangat banyak masyarakat dan
para tenaga medis di bidang tersebut dituntut untuk dapat memenuhi ekspektasi pasien dan
memberikan layanan yang prima. Untuk itu, makalah ini akan menjelaskan berbagai hal
mengenai komunikasi kesehatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Dasar Komunikasi


1. Pengertian
Komunikasi berasal dari bahasa latin “communication” yang artinya
pemberitahuan atau berasal dari kata “communicare” yang berarti menjadikan milik
bersama (Wijono,1997). Komunikasi adalah suatu system penyampaian pesan dan
penerimaan pesan dan berbentuk hubungan diantara sumber pesan dan penerima pesan
(Craven & Hirnle, 2000). Mc Cubin dan Dahl (1985) mendefinisikan komunikasi sebagai
suatu proses tukar menukar perasaan, keinginan, kebutuhan dan pendapat.

2. Karakteristik Komunikasi
1. Komunikasi merupakan proses simbolis
Komunikasi yang disampaikan dalam symbol kata-kata verbal vocal, pesan verbal-
visual seperti poster dan pesan simbolik non verbal seperti sebuah gambar.
2. Komunikasi merupakan proses sosial(isasi)
Komunikasi dapat membantu suatu proses interaksi social antar manusia
3. Komunikasi merupakan proses satu arah/dua arah
Proses komunikasi dua arah terjadi bila ada dialog antar pembicara
4. Komunikasi bersifat koorientasi
Bersifat koorientasi karena dua atau lebih pihak terlibat dalam komunikasi yang
memiliki tujuan yang sama
5. Komunikasi bersifat purposif dan persuasif
6. Komunikasi mendorong interpretasi individu
7. Komunikasi merupakan proses pertukaran makna
8. Komunikasi terjadi dalam konteks

3. Jenis komunikasi
Stuart dan Sundeen (1998) dan Potter dan Perry (2005) membagi dua jenis
komunikasi yaitu komunikasi verbal (termasuk di dalamnya komunikasi tertulis) dan
komunikasi non verbal.
a. Komunikasi verbal
Menurut Potterdan Perry (2005), komunikasi verbal terkait dengan penggunaan
kata-kata atau tulisan.
b. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal adalah bahasa tubuh yang tidak diucapkan dan tidak
ditulis tetapi dikomunikasikan dengan kuat melalui gerakan tubuh (Potter & Perry,

2
2005). Stuart dan Sundeen (1998) menyatakan ada lima kategori komunikasi non
verbal, yaitu :
1) Isyarat vocal (isyarat paralinguistic), termasuk semua kualitas bicara non verbal.
2) Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh, termasuk semua ekspresi wajah
dan sikap tubuh.
3) Isyarat objek, yaitu objek yang digunakan secara sengaja atau tidak oleh
seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4) Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang.
5) Sentuhan, yaitu kontak fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non
verbal paling personal.

4. Model Komunikasi

• Satu arahàLinearà Bersifat persuasifà lebih efektif di media cetak/elektronik


• Dua arahà ada interaksi antar individuà tujuan untuk menyamakan persepsi
• Transaksionalà lebih personal (antar 2 orang)à contoh komunikasi dokter dengan
pasien.

5. Fungsi Komunikasi
 Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui oleh penerima
 Sumber menyebarluskan pesan dalam rangka mendidik penerima
 Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan oleh penerima
 Sumber mempengaruhi konsumen untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku
penerima
 Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur dan mempengaruhi penerima

6. Tujuan Komunikasi
1. Relay Information: melanjutkan suatu informasi yang berkaitan dengan kesehatan dari
suatu sumber pada sumber lain dengan cara berangkai.
2. Informed decision making-Memberikan informasi dengan sebenar-benarnya agar
dapat mengambil suatu keputusan berdasarkan informasi tersebut
3. Promote Healthy Behaviour: mempromosikan/informasikan mengenai bagaimana
cara gaya hidup sehat yang benar.
4. Promote Peer Information Exchange & Emotional Support: memastikan sampainya
informasi pada pihak pertama dan memastikan terjadinya pertukaran informasi
kesehatan secara emosional.
5. Promote self care: memberi pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan pribadi
6. Manage demand for health services: mencukupkan permintaan layanan kesehatan.

3
Sedangkan menurut Taibi-Kahler (Kahler Communication) Washington, D.C. Courses
Process Communication Model, 2003 tujuan praktis komunikasi kesehatan adalah untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendidikan, agar
mampu untuk memahami dan menerapkan tujuan praktis sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip dan proses komunikasi manusia
 Menjadi seorang komunikator yang dapat berinteraksi dengan baik (etos, patos,
logos, kredibilitas dll)
 Merangkai pesan dalam bentuk verbal maupun non-verbal dalam bidang
kesehatan.
 Mampu menentukan mana jenis media yang sesuai dengan konteks kesehatan.
 Menemukan segmen komunikan yang sesuai dengan konteks komunikasi
kesehatan.
 Mengelola umpan-balik atau dampak pesan kesehatan yang sesuai dengan
kehendak komunikator dan komunikan.
 Mengatasi berbagai hambatan dalam komunikasi kesehatan.
 Memegang teguh prinsip prinsip riset.
2. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan komunikasi efektif:
 Praktis wawancara, seperti saat diskusi, negosiasi, menyelesaikan konflik dan
lain-lain
3. Membentuk sikap dan perilaku berkomunikasi
 Komunikasi dengan menyenangkan, empati.
 Komunikasi dengan kepercayaan diri.
 Komunikasi dengan membentuk kepercayaan publik dan pemberdayaan publik.
 Membuat pertukaran informasi dan gagasan semakin menyenangkan.
 Apresiasi terhadap terbentuknya komunikasi yang baik (Report of the liberal arts
and scienes Task Force, Truman State University 1994)

7. Proses Komunikasi
Proses komunikasi melibatkan empat komponen sesuai dengan teori Borle atau
biasa disebut dengan teori SMRC. Empat komponen tersebut adalah sumber
pesan(source), pesan tersebut (message), saluran atau media(channel), dan penerima
pesan(receiver). Berikut adalah skema proses komunikasi.

4
Komunikasi berawal dari sumber yang mengirimkan pesan ke penerima. Proses
ini dinamakan encoding. Penyampaian pesan ini melalui saluran atau media tertentu.
Dalam penyampaian ini ada gangguan baik dari sumber dan penerima pesan ataupun juga
dari media penyampaian pesan. Gangguan juga dapat berasal dari pesan itu sendiri.
Setelah menerima gangguan, penerima menerima pesan yang disampaikan oleh sumber,
proses ini disebut dekoding. Setelah proses penerimaan pesan, komunikasi yang baik
seharusnya terdapat proses umpan balik.

8. Unsur Komunikasi
1. Pengirim(sender) atau sumber (source)
2. Encoding-adalah pengalihan gagasan menjadi pesan
3. Pesan(Message) gagasan yang dinyatakan oleh pengirim kepada orang lain
4. Saluran (Media)- tempat dimana sumber menyalurkan informasi kepada penerima
5. Decoding- pengalihan pesan ke dalam gagasan
6. Penerima (Receiver) individu atau kelompok yang menerima pesan
7. Umpan balik (Feedback) reaksi terhadap pesan
8. Gangguan (Noise) efek internal atau eksternal akibat dari peralihan pesan
9. Bidang pengalaman-bidang atau ruang yang menjadi latar belakang informasi dari
pengirim maupun penerima.

9. Komunikasi kesehatan
Komunikasi kesehatan merupakan proses penyampaian pesan kesehatan.
Komunikasi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
melalui pelatihan dan pendidikan, menyebarluaskan informasi pada individu atau
kelompok guna meningkatakan kesadaran akan kesehatan.

5
B. Persepsi, Faktor, Variabel, dan Hambatan dalam Komunikasi
1. Persepsi
Persepsi merupakan proses aktif dalam menilai informasi di sekitar. Seorang akan
menanggapi, menginterpretasi, dan memahami informasi yang ada secara berbeda.
Persepsi dapat terbentuk dari adanya pengalaman dan peran di masa lalu, budaya,
perasaan saat ini, kepentingan, ekspektasi, peran sosial, pengetahuan, empati, dan konsep
pribadi. Dalam komunikasi, persepsi mempengaruhi cara kita melihat, merasakan dan
mendengar sebelum kita melakukan kegiatan komunikasi.
2. Faktor
a. Sumber atau pengirim pesan (komunikator)
Sumber atau pengirim pesan ini sering disebut sebagai komunikator, yaitu orang
yang menjadi subjek dalam berlangsungnya proses komunikasi dan merupakan
penyampai dari informasi. Sumber ini dapat berasal dari perorangan, kelompok, dan
institusi atau organisasi tertentu. Komunikator harus dapat merumuskan isi pesan
yang disampaikan dengan baik. Selain itu, komunikator juga diharapkan dapat
memiliki sikap empati dan menempatkan dirinya pada komunikan atau pasien dalam
konteks dunia kesehatan.
b. Pesan
Pesan merupakan hal yang dikirimkan oleh komunikator kepada komunikan atau
penerima pesan. Pesan ini berupa pertanyaan yang didukung oleh lambang, yang
dapat berupa lisan maupun tulisan. Lambang yang digunakan dalam komunikasi
tersebut misalnya, lambang suara dalam komunikasi lisan yang berupa intonasi suara
dalam penyampaian pesan, lambang gerak berupa ekspresi muka dan gerak tubuh
yang digunakan komunikator sebagai pendukung untuk memudahkan pemahaman
terhadap pesan yang disampaikan, atau pun lambang-lambang lain seperti kode-kode
yang disepakati oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi. Komunikasi dengan
lambang lisan maupun tulisan yang merupakan simbol bahasa merupakan komunikasi
verbal, sedangkan komunikasi melalui ekspresi dan gerak tubuh merupakan
komunikasi nonverbal. Isi simbol dari pesan disebut informasi.
c. Media
Media adalah saluran atau alat yang digunakan oleh komunikator untuk
menyampaikan pesannya kepada komunikan. Media ini bisa berupa media cetak,
audio, visual, maupun audio visual. Media tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu
media komunikasi massa, dan media komunikasi pribadi. Media komunikasi massa

6
adalah media yang dapat diakses oleh umum, seperti TV, radio, surat kabar, internet,
dan majalah. Sementara itu, media komunikasi pribadi adalah media yang
menghubungkan komunikasi yang bersifat interpersonal, seperti telepon, surat,
maupun jenis pembicaraan lainnya.
d. Sasaran atau penerima (komunikan)
Penerima informasi dari komunikator disebut juga komunikan. Seperti halnya
sumber atau komunikator, komunikan bisa berupa perorangan, kelompok, maupun
institusi atau organisasi. Seorang komunikan harus peka dan tanggap terhadap
penyampaian pesan dari komunikator. Agar pesan dapat tersampaikan dengan baik
dan menimbulkan umpan balik yang diinginkan, maka komunikan harus memiliki
pengertian dan pemahaman yang sama dengan komunikator.
e. Umpan balik (feedback)
Komunikasi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus. Umpan
balik merupakan dampak atau pengaruh dari informasi yang diberikan komunikator
kepada komunikan. Umpan balik yang berupa respons komunikan ini dibedakan
menjadi umpan balik langsung dan umpan balik tidak langsung. Umpan balik
langsung dikomunikasikan oleh penerima pesan baik secara verbal menggunakan
kalimat secara langdung maupun secara nonverbal melalui ekspresi wajah dan gerak
tubuh. Sedangkan umpan balik tidak langsung dapat berupa perubahan sikap dari
komunikan yang bisa terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun dalam jangka
waktu yang lama. Pada beberapa buku, umpan balik secara tidak langsung merupakan
suatu bentuk akibat. Suatu proses komunikasi dapat dikatakan berhasil jika
komunikan memberikan umpan balik yang tepat kepada komunikator.
f. Akibat (Impact)
Akibat atau impact ini merupakan hasil akhir komunikasi yang bisa berupa
perubahan pada diri komunikan. Perubahan ini bisa berupa perubahan pada
pengetahuan, sikap, dan perilaku.
Keenam faktor tersebut harus dipenuhi dalam komunikasi agar komunikasi
dapat berjalan dengan lancar dan tujuan dari komunikasi tersebut dapat tercapai.
3. Variabel dalam Komunikasi
Terdapat beberapa variabel dalam komunikasi, yaitu empati, kontrol, trust, self
disclosure dan confirmation.
Empati adalah suatu proses melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain.
Empati bisa dibilang sebagai variabel terpenting dalam komunikasi karena melalui empati
kita bisa mengetahui apa yang lawan bicara kita rasakan. Dalam hubungannya dengan
komunikasi kesehatan, empati diperlukan agar lawan bicara atau pasien kita merasa

7
dimengerti dan tidak ragu untuk menjelaskan kondisinya. Empati juga memperkecil
kemungkinan adanya salah pengertian atau miskomunikasi antara kita dan pasien dan
mengefektifkan komunikasi antara kita dan pasien.
Variabel yang kedua adalah kontrol. Ada dua macam kontrol yaitu kontrol
personal dan relasional. Individu yang merasa bisa mempengaruhi keadaan hidup mereka
adalah orang yang memiliki kontrol personal. Pada kasus kesehatan, pasien merasa tidak
memiliki kontrol akan diri mereka dan merasa sangat membutuhkan kontrol tersebut.
Kontrol relasional berbeda dengan kontrol personal. Kontrol relasional lebih berfokus
pada hubungan antar orang atau ciri-ciri antar orang, sedangkan kontrol personal berfokus
pada ciri-ciri individu.
Variabel yang ketiga adalah trust atau rasa percaya. Rasa percaya termasuk salahs
atu variabel yang paling penting selain empati. Rasa percaya muncul jika seorang
individu merasa bisa bergantung kepada individu lainnya.
Yang keempat adalah self-disclosure. Self-disclosure adalah suatu proses dimana
seorang individu mengatakan informasi pribadi, pikiran, dan perasaan kepada orang lain.
Jika ada dalam jumlah yang tepat, self-disclosure memiliki banyak manfaat bagi kita dan
pasien.
Yang terakhir adalah confirmation,yang artinya sebuah komunikasi dimana kita
bisa menghargai orang lain sebagai seorang manusia. Dengan berkomunikasi dengan cara
ini, kita bisa membantu pasien menghadapi perasaan ditolak dan diasingkan.
4. Hambatan dalam Komunikasi
a. Etnis dan Budaya
Hambatan atau rintangan budaya merupakan rintangan yang terjadi disebabkan
karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam komunikasi. Hal-hal tersebut sering dijumpai saat orang
yang berbeda suku berinteraksi dan bahkan orang yang sama suku bangsanya.
Masing-masing etnis yang ada di dunia ini pastinya memiliki aturan tertentu dalam
proses komunikasi antar sesama.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan yang berbeda antara satu orang dengan yang lain adalah salah
satu faktor yang dapat menghambat komunikasi. Tingkat pendidikan berbanding lurus
dengan kemampuan seseorang untuk menyerap atau menyampaikan informasi
(berkomunikasi).
c. Sosio Ekonomi
Komunikasi yang berlangsung di antara dua pihak yang memiliki status social
dan ekonomi yang berbeda sangat sulit untuk dijalin. Tingkat kesamaan yang kecil

8
dalam kondisi sosioekonomi antara dua pihak dapat menyebabkan mereka mengalami
hambatan dalam menyampaikan informasi
d. Usia
Penggalaman dan pengetahuan sangat dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat
berkomunikasi dengan baik. Tak jarang di Indonesia terdapat orang - orang yang
memiliki variasi usia yang tidak sama antara satu orang dengan yang lain. Menurut
Data Statistik Indonesia, terdapat sekitar 19 juta orang yang berusia 0 tahun sampai
dengan 4 tahun sedangkan orang yang berumur 75 tahun ke atas jumlahnya jauh lebih
kecil yaitu sekitar 3 juta. Orang yang berusia 0 samapai dengan 4 tahun tentu belum
dapat berkomunikasi dengan baik. Orang yang masih berumur 0 sampai 4 tahun
masih dalam tahap belajar untuk dapat memnghasilkan kalimat dari pikirannya. Oleh
karena itu, usia adalah factor yang berperan dalam komunikasi. Pada tingkat usia
tertentu seseorang mempunyai cara pikir yang tidak sama dengan cara pikir pada
tingkat usia yang lainnya. Pada tingkat usia yang tidak terlalu jauh berbeda
komunikasi dapat berjalan baik.

C. Komunikasi Interpersonal Pada Konseling dan Penyampaian Berita Buruk


1. Bentuk Komunikasi Kesehatan
a. Komunikasi linier
Komunikasi linier maksudnya adalah proses komunikasi yang berlaku satu
arah. Komunikasi linier memanfaatkan media atau saluran untuk menyampaikan
pesan. Ini adalah proses di mana seorang komunikator memberikan suatu stimulus
yang diharapkan dapat dimengerti oleh sasaran orang itu. Kemudian sasaran
memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Namun proses pemahaman
pesan dapat terhambat oleh physical noise (mislanya komunikasi yang dilakukan di
pasar yang bising), psychological noise (misalnya sasaran sedang fokus pada hal lain),
dan physiological noise (misalnya kondisi orang yang menerima pesan sedang lelah).
Sehingga yang menjadi elemen kunci pada komunikasi ini hanya terbatas pada
sumber (source), pesan (message), penerima (receiver), media, noise, stimulus, dan
respon.
b. Komunikasi interaksional
Komunikasi yang selain melibatkan elemen pada komunikasi linier, juga
terdapat elemen lain yaitu umpan balik dan keadaan. Umpan balik (feedback)
maksdunya adalah seorang penerima pesan memberikan tanggapan kepada pemberi
pesan baik itu verbal maupun nonverbal sebagai bukti bahwa pesan sampai kepada
penerima. Jadi dapat dikatakan komunikasi ini berlaku dua arah. Sedangkan keadaan

9
(context) maksudnya adalah kondisi ketika kita menyampaikan pesan, baik kondisi
secara fisik maupun secara psikologi. Misalnya kondisi komunikasi yang formal,
privasi, dan sebagainya.
c. Komunikasi transaksional
Komunikasi transaksional adala komunikasi yang tidak membedakan antara
sumber dan penerima karena proses memberikan dan menerima pesan dilakukan
secara bersamaan. Komunikator yang terlibat juga memegang kedua peranan itu
dengan kategori pesan baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi ini
berlangsung secara terus menerus. Komunikasi ini tidak hanya dipengaruhi oleh
keadaan fisik dan psikologi lingkungan melainkan juga budaya, pengalaman, status
sosial, dan bahkan hubungan antara orang yang melakukan komunikasi.

2. Tingkatan Komunikasi
1. Komunikasi intrapersonal
Komunikasi intrapersonal tidak semata-mata hanya melibatkan diri sendiri.
Justru komunikasi intrapersonal merupakan salah satu kunci kita dalam melakukan
komunikasi dengan orang lain. Karena pada intinya bagaimana kita menangkap dan
memahami maksud orang yang berkomunikasi dengan kita tergantung oleh
pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki. Komunikasi intrapersonal memiliki 4
elemen yaitu:
a. The core of self
Hal ini berkaitan dengan bagaimana kita memahami tentang penilaian orang
terhadap diri kita. Aspek yang dilihat dapat dari segi fisik, intelektual, dan
emosional. Dengan kita mengetahui hal itu, berpengaruh terhadap sejauh mana
kita percaya diri dalam berkomunikasi dengan orang lain. Namun semua penilaian
itu bukan sesuatu yang statis artinya masih dapat dirubah.
b. Needs and motivation
Kebutuhan dan motivasi yang dimaksud ialah bagaimana kita mau dinilai dan
dipandang oleh orang lain. Sehingga menimbulkan proses interaksi antara diri kita
dengan orang lain dalam rangka menunjukkan diri kita.
c. Cognitions
Ini adalah bagaimana kita menginterpretasikan suatu komunikasi berdasarkan
pengetahuan, pengalaman dan nilai-nilai yang kita pegang. Terdiri atas 5 bagian
yaitu: decoding, integrasi, memori, skema, dan encoding.
d. Monitoring the reactions of others
Maksudnya adalah bagaiamana kita mengontrol reaksi orang lain terhadap
kemampuan komunikasi yang kita miliki. Ini melibatkan kontrol pada cara
komunikasi baik secara verbal dan non verbal karena keduanya harus memiliki

10
kesesuaian. Sehingga kita mengetahui apa yang orang lain rasakan terhadap diri
kita dan sebagai petunjuk perilaku untuk masa mendatang sekiranya sikap yang
kita miliki sudah tepat.
2. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung tatap muka
antara dua orang atau lebih baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang.
Komunkasi ini adalah berupa penyampaian pesan dari satu orang dan respon atau
tanggapan dari satu orang atau kelompok kecil yang menerima pesan.
3. Komunikasi kelompok
Komunikasi kelmpok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa
orang dalam suatu kelompok kecil seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi, dan
sebagainya. Pada komunikasi ini kita lebih memperhatikan bagaimana peran kita dan
karakteristik setiap anggota kelompok dalam proses komunikasi ini. Tujuan
komunikasi ini adalah untuk berbagi informasi, pemecahan masalah dan lain
sebagainya.
4. Komunikasi organisasi
Komunikasi organisasi yaitu komunikasi berupa pengiriman dan penerimaan
pesan organisasi baik dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan
dan sifatnya fokus pada kepentingan organisasi. Sedangkan komunikasi informal
adalah komunikasi yang disetujui secara sosial dan fokus pada anggotanya secara
individual.
5. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada
jumlah audiens yang banyak dan heterogen. Misalnya dalam rangka promosi dan
kampanye kesehatan. Komunikasi ini dilakukan melalui media seperti pamflet, poster,
surat kabar, televisi, dan sebagainya. Komunikasi ini diharapkan dapat mengubah
perilaku suatu kelompok masyarakat dengan cakupan yang lebih luas.

3. Penerapan Komunikasi Interpersonal


a. Dokter dengan Pasien
Komunikasi interpersonal antara dokter dengan pasien dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor tersebut antara lain perbedaan karakter antara dokter dengan
pasien, jenis kelamin, status, pendidikan, keyakinan, hingga faktor situasional lainnya
seperti beban hidup. Sehingga dapat menyebabkan kurang baiknya komunikasi yang
terjadi. Selain itu, banyak pasien yang merasa cemas dan takut ketika masuk rumah
sakit dikarenakan lingkungan yang asing, terpisah dari keluarga dan teman-teman,

11
serta merasa tidak pasti tentang masalah kesehatan dan pengobatan mereka. Faktor-
faktor ini dapat mempengaruhi dan menghambat komunikasi dokter dengan pasien.
Untuk itu seorang dokter harus mampu berkomunikasi dengan baik, memahami
keadaan psikologis, dan sosial pasien. Dengan begitu dokter bisa memperoleh data
yang lengkap tentang gejala dan efek samping sehingga bisa memutuskan tindakan
dan pengobatan yang tepat untuk kesembuhan pasien.

b. Tenaga Kerja Kesehatan dengan Pasien


Komunikasi interpersonal antara tenaga kerja kesehatan selain dokter dengan
pasien, walaupun hampir sama tetapi terdapat perbedaan dalam cara interaksi dan
berkomunikasi. Contohnya pasien cenderung lebih mudah untuk membuka informasi
tentang perasaan, penyakit, dan masalah lain kepada perawat. Hal ini karena
perbedaan fokus yang diemban tenaga kerja kesehatan. Dokter yang mempunyai
kemampuan lebih dalam bidang anatomi dan fisiologi akan lebih fokus pada gejala,
diagnosis, dan pengobatan yang akan dijalani, sedangkan perawat lebih menekankan
pada perawatan dan dampak penyakit pada pasien serta keluarga. Hal ini bisa
disebabkan karena perbedaan kemampuan dan pengalaman.
c. Penyedia Layanan Kesehatan dengan Keluarga
Komunikasi antara penyedia layanan kesehatan dengan keluarga memiliki
peran penting dalam kaitannya mendukung pasien dan meningkatkan kemungkinan
untuk kesehatan yang positif bagi pasien. Anggota keluarga dapat mempengaruhi
kepatuhan pasien dalam berobat dan mendukung perawatan yang dilakukan. Namun
begitu komunikasi ini memiliki faktor penghambat yang bisa diperparah oleh kedua
belah pihak, yaitu kontak yang terbatas dengan tenaga kerja kesehatan dan akses
informasi yang terbatas. Biasanya tenaga kerja kesehatan mengalami kesulitan dalam
menerangkan informasi kepada keluarga karena kurangnya pengetahuan dalam
masalah kesehatan. Untuk itu informasi yang diberikan harus disaring dan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
d. Komunikasi Antarpetugas Tenaga Kerja Kesehatan
Komunikasi antar petugas tenaga kerja kesehatan memiliki peran penting
untuk berkolaborasi dan bekerja sama satu sama lain untuk kesehatan pasien. Karena
berbeda dalam bidang pekerjaan, maka akan terdapat perbedaan dalam kemampuan
dan pengalaman antar petugas tenaga kerja. Hal yang biasa menjadi hambatan adalah
kurangnya pemahaman mengenai peran antar tenaga kerja kesehatan sehingga

12
menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi. Untuk itu, harus terdapat sikap saling
menghormati dan memahami peran antar tenaga kerja kesehatan.
e. Komunikasi dalam Kelompok Tenaga Kerja Kesehatan
Selain itu, komunikasi interpersonal dapat dilakukan dalam kelompok-
kelompok kecil yang melakukan perawatan kesehatan. Tenaga kerja kesehatan dalam
kelompok ini memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan saling membantu untuk
membahas pengobatan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan
pasien maupun perspektif keluarga.
4. Komunikasi Saat Konseling
Konseling tidak hanya sekedar kemampuan, proses dan prosedur. Konseling juga
lebih dari sekedar perkataan, perencanaan, dan aksi. Konseling adalah keyakinan, yakin
dan percaya terhadap orang lain dan kemampuan menolong orang lain untuk
menceritakan masalah mereka. Faktor kepercayaan dan keyakinan menjadi penting
karena semua ahli kesehatan bekerja di bidang di mana mereka harus dapat membuat
orang lain percaya. Selain itu, karena kedekatan hubungan yang dapat terjadi pada saat
sesi konseling, sangat perlu bagi seorang konselor untuk menjaga keprofesionalan
mereka karena seseorang yang dirancang untuk menjadi seorang profesional diharapkan
mampu bersikap profesional, handal, dan dapat dipercaya.
a. Jenis-Jenis Konseling
1. Supportive counseling
Bentuk konseling yang paling umum ketika kita diminta untuk memberikan
dukungan kepada orang lain.
2. Informative counseling
Memberikan informasi berupa pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki
kepada klien.
3. Educational counseling
Memberikan pelatihan melalui kegiatan pelatihan magang yang dimasukkan
melalui kurikulum akademis.
4. Counseling in crisis
Tipe konseling ini adalah bagaimana cara kita membantu klien yang tiba-tiba
menghadapi kemelut permasalahan.
5. Post-trauma counseling
Digunakan untuk membantu mereka yang mengalami trauma berat dan panjang
seperti trauma karena bencana, perang, tragedi pribadi seperti berduka.
b. Dasar Konseling yang baik
1. Melayani

13
Melayani merupakan cara bagaimana seorang konselor bisa menjadi dekat
dengan klien mereka secara fisik dan psikologis. Pelayanan yang efektif membuat
diri kita berada dalam posisi pendengar yang baik. Cara menampilkan sikap dari
dalam tubuh dan ketulusan dan nilai menghargai pada klien:
a. Mengadopsi postur tubuh yang menunjukkan keterlibatan dengan klien Anda.
Jangan menciptakan penghalang psikologis di antara klien dan konselor
b. Menunjukkan postur tubuh yang hangat dan berteman. Kita harus bisa
menentukan postur tubuh seperti apa yang menunjukkan keterbukaan dan
kesediaan.
c. Menunjukkan keterlibatan dan minat.
d. Membuat kontak mata dengan klien untuk menyatakan bahwa kita tertarik
dengan apa yang klien harus katakana
e. Santai dan bersikap natural dengan klien
2. Mendengarkan
Mendengarkan mengacu pada kemampuan untuk menangkap dan memahami
pesan yang dikomunikasikan dari klien, baik secara verbal maupun nonverbal.
Kemampuan sebagai pendengar yang aktif:
 Mendengarkan dan memahami pesan verbal maupun non-verbal yang
disampaikan oleh klien.
 Mendengarkan dan memahami klien dalam konteks sosial
 Mendengarkan dengan empati
3. Empati
 Mendengarkan dengan empati berarti konselor harus bisa melihat dunia dari
klien tersebut dan cara klien melihat dirinya seolah-olah ia sedang melihatnya
melalui mata klien.
 Empati adalah kemampuan untuk mengenali dan mengakui perasaan orang
lain tanpa mengalami emosi-emosi yang sama.
4. Memberikan pertanyaan
 Memberanikan klien untuk menceritakan masalah mereka
 Untuk membantu klien agar tetap fokus dengan hal-hal penting yang
berhubugan
 Membantu klien untuk mengetahui pengalaman, perilaku dan perasaan yang
memberikan gambaran yang lebih lengkap cerita mereka
 Membantu klien untuk “move” dalam proses membantu
 Membantu klien untuk memahami diri mereka dan situasi permasalahan
secara keseluruhan
5. Membuat ringkasan atau kesimpulan

14
Meringkas apa yang dikatakan dalam sesi pertemuan sehingga dapat
memberikan fokus kepada apa yang sebelumnya dibahas, dan menantang klien
untuk “move on”.

5. Pemberitahuan Berita Buruk


a. Komunikasi Dengan Pasien Sekarat
Dalam menyampaikan berita bahwa penyakit yang diderita pasien sudah
mencapai titik puncak, pasien harus dikondisikan dalam keadaan siap untuk menerima
informasi tersebut. Tenaga kerja yang menyampaikan juga harus menyampaikan
berita tersebut menggunakan istilah semudah mungkin. Selain itu, tenaga kerja harus
menunjukkan rasa empati dalam menyampaikan berita tersebut, tetapi harus tetap
bersikap rasional dan tidak melibatkan perasaan. Tenaga kesehatan tersebut juga harus
menyampaikan bahwa kematian bukanlah hal yang menakutkan.
Ada lima fase yang biasanya ditampilkan oleh pasien setelah mendengar berita
ini. Yang pertama adalah fase penolakan, yaitu fase dimana pasien tidak mau
menerima kenyataan. Fase kedua adalah kemarahan, yaitu fase dimana pasien akan
menyalahkan semua orang atas keadaan bahwa ia akan mati. Yang ketiga adalah fase
penawaran, yaitu fase dimana pasien mulai bersikap baik dengan harapan bahwa
dirinya akan membaik. Yang keempat adalah fase depresi, yaitu fase dimana pasien
merasa depresi dengan berita tersebut. Dan yang terakhir adalah fase penerimaan,
yaitu fase dimana pasien akhirnya menerima bahwa ia kemungkinan besar akan
meninggal. Para tenaga kesehatan harus selalu mendukung pasien yang sekarat secara
moral, salah satunya adalah dengan cara mengabulkan permintaan khusus mereka
setelah mati.
b. Komunikasi Dengan Pasien Penderita Kanker
Tenaga kesehatan harus mendapatkan kepercayaan dari penderita dan keluarga
dengan cara menyampaikan dengan tulus mengenai penyakit yang diderita. Hal ini
tidak mudah karena kanker merupakan penyakit yang kompleks dengan tingkatan
yang begitu banyak, perkembangan penyakit berjangka waktu lama, serta pengobatan
yang lumayan banyak. Para tenaga kesehatan juga harus meyakinkan bahwa kita
adalah tenaga ahli yang akan menangani penderita dengan baik.
Dikarenakan prosedur pengobatan yang lumayan banyak dan membingungkan,
tenaga kesehatan juga harus mampu memancing penderita untuk bertanya sebanyak
mungkin. Kemungkinan besar penderita cenderung diam karena takut dengan fakta
bahwa ia menderita kanker. Sebagai tenaga kerja yang baik, kita harus menjelaskan

15
prosedur penyembuhan dengan sejelas mungkin dan meyakinkan bahwa kanker bukan
berarti berakhir dengan kematian.
c. Pemberhentian Life Support
Tenaga kerja sebaiknya menyampaikan bahwa pemberhentian penunjang hidup
dari pasien dilakukan karena penunjang tersebut tidak lagi member manfaat.
Pemberhentian penggunaan penunjang ini bukanlah karena pihak rumah sakit
“menyerah” , namun karena ada penanganan yang lebih baik lagi dilakukan.
Untuk pemberhentian penunjang hidup bagi pasien di ICU ,biasanya dilakukan
tanpa memberitahukan pihak keluarga. Namun pihak keluarga harus diberitahu bahwa
segala hal sudah dipertimbangkan dengan matang.
d. Penghentian Perlakuan Medis
Penghentian perlakuan medis terhadap seorang pasien dapat disebabkan oleh
tidak adanya perubahan yang akan terjadi jika perlakuan medis tersebut diteruskan.
Penghentian perlakuan medis tersebut dapat berbentuk peralihan kepada perlakuan
medis yang lain. Ketika seorang pasien sudah dalam keadaan sekarat, terdapat saatnya
ketika perlakuan medis untuk mempertahankan hidupnya hanya akan memperpanjang
masa sekaratnya. Di saat itulah seorang dokter harus memutuskan untuk
pemberhentian perlakuan medis terhadap pasien tersebut. Akan tetapi, perlu diketahui
bahwa pemberhentian perlakuan medis bukanlah menyerah dan meninggalkan pasien
tersebut begitu saja. Perlakuan medis dengan tujuan kenyamanan pasien, seperti untuk
menahan rasa sakit, akan diberikan jika memang diperlukan.
e. Kematian Mendadak
Ketika seseorang menderita sakit yang serius, umumnya pasien dan keluarganya
sudah terinformasikan mengenai kemungkinan terburuk yang ada. Akan tetapi, hal
tersebut tidak berlaku jika seseorang meninggal karena serangan jantung, stroke,
ataupun kecelakaan. Tenaga kerja kesehatan bertugas untuk menolong keluarga sang
pasien dalam mengatasi kedukaan akan kehilangan dari kematian orang tercintanya.
Penyampaian berita menyedihkan tersebut sebaiknya secara serius disampaikan di
ruangan yang memiliki privasai, tenang, sepi, serta penuh perhatian dari tenaga kerja
kesehatan yang menyampaikan. Penting pula untuk menekankan kata kunci penting
mengenai kematian sang pasien berulang kali, pelan-pelan, serta hati-hati.
Kebanyakan keluarga menginginkan tenaga kerja kesehatan yang terlibat dan di
sekitar sang pasien ketika kematian tersebut terjadi untuk menjelaskan bagaimana hal
tersebut dapat terjadi. Akan tetapi, sebagian keluarga ada juga yang memilih untuk
tidak mengetahui banyak dan menyendiri untuk meratapi berita duka tersebut.

16
Hal lain yang dapat dilakukan seorang dokter ketika memberitahukan kematian
seorang pasien kepada keluarganya adalah dengan berhati-hati menanyakan kesediaan
pendonoran organ sang pasien kepada orang yang membutuhkan. Menurut
MacDonalad (2004), 50-70% keluarga setuju untuk memberikan manfaat kepada
orang lain melalui organ sang pasien yang sudah meninggal. Akan tetapi, terdapat
pula keluarga yang menolak dengan pengecualian jika memang donor organ adalah
yang diinginkan sang pasien tersebut. Pemberitahuan hal ini adalah hal yang sangat
sensitif dan membutuhkan kehati-hatian dalam penyampaiannya.
f. Permintaan Maaf Atas Kesalahan
Kesalahan tentunya adalah sebuah hal sensitif bagi orang-orang yang merasa
dirugikan. Setiap manusia pasti pernah berbuat kesalahan, termasuk seorang dokter
dan tenaga kerja kesehatan lainnya. Seorang dokter harus bersikap terbuka kepada
pasiennya, baik dalam berita baik maupun buruk. Jika seorang tenaga kerja kesehatan
melakukan kesalahan dalam tahap manapun dalam proses penyembuhan seorang
pasien, wajib bagi seorang tenaga kerja kesehatan untuk mengaku dan meminta maaf
kepada sang pasien tersebut.
Ketika kematian atau kerusakan permanen serta akibat serius lainnya terjadi,
solusi terbaik untuk rumah sakit adalah untuk mengaku dan tidak menutup-nutupi
fakta kesalahan dari pihak rumah sakit. Berdasarkan University of Michigan Health
System, hasil mengatakan bahwa pada tahun 1995 hingga 2007, tuntutan yang
diajukan kepada rumah sakit yang terbuka atas kesalahan mereka lebih sedikit dan
penanganan kasus berlangsung lebih cepat daripada rumah sakit yang menangani
kesalahan tersebut secara tertutup.

D. Komunikasi Pada Pasien Khusus


1. Komunikasi Kepada Pasien Depresi
Depresi adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan dan dangkal (low
mood) sebagai akibat dari pengaruh peristiwa yang tidak diharapkan, dimana manifestasi
gejalanya dapat bersifat ringan hingga pada tingkat yang berat (Rosenbaum, 2000).
Depresi juga didefinisikan sebagai suatu status emosional seseorang yang ditandai dengan
kesedihan yang sangat, perasaan bersalah, menarik diri dari lingkungan, gangguan tidur,
anoreksia, kehilangan gairah seksual, kehilangan ketertarikan pada aktivitas-aktivitas
yang biasanya menyenangkan. (Davison & Neale, 1994). Faktor-faktor penyebab depresi
dapat dibagi menurut asalnya sebagai berikut (Pennel & Creed, 1987) bersumber dari
fisik, bersumber dari psikis, dan bersumber dari sosial.

17
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk pasien khusus yang depresif:
 Memberikan dukungan sosial
 Mempererat kekerabatan
 Mendekatkan diri dengan kehidupan religious
 Beradaptasi dengan lingkungan
 Pola hidup sehat, gizi seimbang, olah raga, dan hidup teratur
 Terapi Individual Konseling: membantu pasien mengenali dan mengekspresikan
perasaannya, mengembangkan kemampuan pasien beradaptasi terhadap masalah
(3R=Rekonsiliasi, Reintegrasi, Rekreasi), Terapi Kognitif & Perilaku ( CBT ):
mengembangkan pola pikir dan perilaku positif, menumbuhkan sikap optimis dan
percaya diri
 Terapi Kelompok bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial,
mengembangkan sikap asertif, juga sebagai media untuk saling berbagi cerita
( reminescene ). Konseling Keluarga bertujuan mengembangkan partisipasi keluarga
dalam proses terapi. Menurunkan faktor ekspresi emosi dalam keluarga. Memperbaiki
pola adaptasi keluarga dalam menghadapi perubahan perilaku pasien.
 Memberikan obat antidepressant untuk memberikan ketenangan.

2. Komunikasi Kepada Pasien Pasif


Pasien yang pasif dapat membuat kesulitan bagi petugas kesehatan karena lebih
menutup diri dan kesulitan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan. Hal ini dapat
menyebabkan terganggunya proses diagnosis dari pasien tersebut. Untuk itu, petugas
kesehatan harus memiliki kemampuan interpersonal yang baik untuk dapat meraih
komunikasi yang baik kepada pasien. Kemampuan interpersonal tersebut meliputi
keinginan untuk mengenal pasien bukan hanya sebagai benda yang harus diobati, namun
sebagai manusia yang memiliki perasaan untuk dimengerti. Konsep dasar dari semua
aplikasi yang dijelaskan di atas merupakan bentuk dari “empati”. Dengan Empati kepada
pasien kita, kita dapat mengerti dari mana sumber dari kekhawatiran dan ketakutan yang
dialami oleh pasien. Dengan begitu, kita bisa memberikan ketenangan kepada pasien
yang tepat sasaran dan dapat diterima dengan baik oleh pasien.
3. Komunikasi dengan Pasien Marah/Agresif
Farrell dan Gray (1992) mengajukan tiga tahapan dalam mengatur keagresifan
seorang pasien. Hal tersebut adalah
1. Reflect à hal ini mencakup penggunaan potensi diri sendiri dalam pertemuan terapi
dan nonterapi dengan pasien
2. Relate à menggunakan kombinasi dari kemampuan untuk berkomunikasi, terutama
dalam situasi yang sulit

18
3. Review à melibatkan peninjauan akhir dari tindakan yang terjadi serta penting untuk
penyembuhan dan pembelajaran untuk masa ke depannya.
Lloyd and Bor (1996) menyarankan petugas kesehatan untuk melakukan:
 Jaga jarak, jangan menyentuh, jangan memotong pembicaraan, memahami
kemarahannya, memberi solusi, jika sudah berhenti marah segera ambil alih
pembicaraan,
 Mengetahui penyebab kemarahannya dan menunjukan kemauan untuk berbicara dan
mendengarkan pasien
 Menanyakan pertanyaan yang sifatnya terbuka
 Tidak menganggu atau mengancam pasien atau keluarganya dalam cara apapun
 Tidak menyetujui atau menjanjikan sesuatu yang tidak dapat ditepati
 Membantu pasien merasa bahwa mereka mempunyai berbagai pilihan
 Jangan membicarakan orang yang marah atau agresif tanpa sepengetahuan mereka
karena mereka dapat menganggapnya sebagai tindakan yang mengancam mereka
 Coba untuk tidak tersinggung atau terlibat terlalu dalam secara emosional
 Menjaga jarak yang aman jika pasien mulai menunjuka tanda-tanda agresif
 Jika keadaan yang ada menjadi terlalu membahayakan, panggilah bantuan namun
coba juga untuk mengawasi pasien jika sedang menghadapi masalah dan pertahankan
situasi jika memungkinkan.

5. Komunikasi dengan Anak-Anak dan Orang Tua


Ada banyak hambatan untuk berkomunikasi dengan anak-anak dan cara mengobati
apabila mereka sakit. Anak-anak kecil mungkin takut dengan lingkungan asing, terutama
medis asing. Mereka mungkin berteriak dan meronta saat menjalani pemerikasaan fisik,
dan dokter pun mungkin khawatir akan menyakiti mereka. Dalam situasi seperti ini, orang
tua akan cemas dan dapat menyebabkan beban tambahan untuk berinteraksi.
Bibace dan Walsh (1981) berpendapat bahwa konseptualisasi anak-anak dari
penyakit terletak pada sebuah tingkatan:
1. Pre-logical (2-6 tahun), dimana anak-anak tidak benar-benar memahami konsep
penyakit
2. Concrete-logical (7-10 tahun), dimana anak-anak percaya bahwa penyakit terjadi
melalui kontaminasi dan ditularkan melalui kontak fisik
3. Formal-logical (11 tahun ke atas), dimana anak-anak memahami bahwa konsep
penyakit sebagai fenomena fisiologis dan dipengaruhi oleh faktor eksternal

Hal hal yang dapat dilakukan ketika berkomunikasi dengan anak:


a. Berikan kesempatan pada anak untuk merasa nyaman
b. Hindari posisi maju yang tiba-tiba dan cepat, tersenyum lebar, kontak mata yang
lama, atau gerakan tubuh lain yang dapat dilihat sebagai tindakan mengancam
c. Bicara pada orang tua jika pada awalnya merasa malu

19
d. Berkomunikasi dengan objek transisi, sperti boneka, boneka hewan, sebelum
memberikan, pertanyaan langsung pada anak
e. Atur posisi yang berada sejajar dengan mata anak
f. Bicara dengan suasana yang tenang, tidak tergesa-gesa , dan percaya diri
g. Bicara yang jelas dan spesifik dengan menggunakan kata-kata sederhana dan
kalimat yang pendek
h. Nyatakan petunjuk dan saran secara positif
i. Tawarkan pilihan jika ada
j. Jujur pada anak
k. Berikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan masalah ketakutan
mereka
l. Gunakan berbagai teknik komunikasi

6. Komunikasi dengan Pasien Geriatri


Ciri-ciri pasien geriatrik adalah sebagai berikut, antara lain :
 Pasien Usia Lanjut (lansia) yang berusia 60 tahun ke atas.
 Lansia yang menderita lebih dari 1 penyakit kronis atau degeneratif dengan/atau tanpa
disertai penyakit akut.
 Lansia yang menghadapi kesulitan untuk berjalan, mengalami jatuh, atau imobilisasi.
 Lansia yang menghadapi masalah untuk merawat diri sendiri, seperti kesulitan makan
atau berpakaian.
 Lansia yang mengalami penurunan daya ingat dini atau gangguan tingkah laku dini.
 Lansia dengan masalah kesehatan lain seperti osteoporosis, penyakit parkinson,
artritis, gangguan berkemih (Inkontinensia urin), atau gangguan buang air besar.
Hal-hal yang dapat dilakukan ketika berkomunikasi dengan pasien geriatri:
 Memposisikan diri dengan jarak 3 hingga 6 kaki dari pasien.
 Tidak berbicara persis di telinga pasien (pesan dapat terdistorsi).
 Menggunakan sentuhan (untuk mendapatkan perhatian) bila perlu.
 Memberitahukan dengan kalimat yang singkat dan mudah dipahami.

20
BAB III
PENUTUP

21
REFERENSI

1. Adler, Ronald B.; Rodman,George. Understanding Human Communication. 9th ed.


New York: Oxford University Press. 2006

2. Ando S, Rejaki. Komunikasi Antara Tutur Besan Pada Suku Simalungun. Medan:
USU Institutional Repositry. 2014 (diakses: 15 September 2014).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40589/5/Chapter%20I.pdf

3. Anugrah D. Hambatan dalam Komunikasi antar Budaya.


http://mercubuana.ac.id/files/DADAN%20ANUGRAH%20-%20KOMUNIKASI
%20ANTAR%20BUDAYA%20----OK15---Ganjil%200809/MODUL%20KAB
%2012.pdf (diakses pada 17 September 2014)

4. Arfina O. Analisis Perbedaan Persepsi Siswa Berdasarkan Usia, Gender, Jenis


Pekerjaan, dan Lama Kursus terhadap Komunikasi Word of Mouth.
http://eprints.undip.ac.id/37376/1/ARFINA.pdf (diakses pada 17 September 2014)

5. Berry D. Health Communication: Theory and Practice. USA : Open University


Press. 2007

6. Burnard, Philip. 2005. Counseling Skill for Health Professional 4th Edition. Nelson
Thornes Ltd
7. BPS. Indeks Pembangunan Manusia. http://bps.go.id/menutab.php?
tabel=1&kat=1&id_subyek=28 (diakses pada 17 September 2014)

8. Fanani A, Putri T. Komunikasi Kesehatan : Komunikasi efektif untuk perubahan


perilaku kesehatan. Yogyakarta: Merkid Press; 2013.

9. Floyd K. Interpersonal Communication: The Whole Story. USA: McGraw-Hill.


2009

10. Hasan, Direktorat Jendral Pajak. Demo Buruh dan Penerimaan Pajak.
http://www.pajak.go.id/content/article/demo-buruh-dan-penerimaan-pajak (diakses
pada 17 September 2014 )

11. Maulana H D. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.

22
12. Putri PKD.Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Sika, dan Terpaan Iklan
Layanan MasyarakatKB Versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu di TV terhadap
Perilaku KB Wanita atau Pria dalam Usia Subur
.ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksi/article/view/4444/4054 (diakses pada 16
September 2014)

13. Putri, Trikaloka H. dan Achmad Fanan. 2013. KOMUNIKASI KESEHATAN


‘Komunikasi Efektif untuk Perubahan Perilaku Kesehatan’. Yogyakarta: Merkid
Press Yogyakarta

14. Sasongko A, Setiarini A, Hadi E, Pratomo H, Putra W.Buku Ajar Komunikasi


Efektif. Ed. 2. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012.

15. Schapira L. et al. Communication: What Do Patients Want and Need. USA :
American Society of Clinical Oncology. 2008 [dibuka: 17 September 2014].
Available from : http://jop.ascopubs.org/content/4/5/249.full.pdf+html

16. SPAN, SUPAS. 2005. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota, 2005. http://www.datastatistik-
indonesia.com/portal/index.php?
option=com_tabel&kat=1&idtabel=116&Itemid=165 (diakses pada 17 September
2014)

17. Supartini Y. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004.

18. Wiyana M. Konsep Dasar Komunikasi. [online]. [cited 11 September 2013].


Available from: http://www.scribd.com/doc/60444777/Konsep-Dasar-Komunikasi.

23

Anda mungkin juga menyukai