PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional yang harus dilakukan
oleh apoteker (Depkes RI, 2009). Jadi semestinya masyarakat yang datang ke
apotek ditemui oleh apoteker, konsultasi tentang masalah obat yang mereka
konsumsi, diberi alternatif solusi dan diakhiri dengan membayar jasa
pelayanan. Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak terdapat fasilitas
pelayanan kefarmasian yang tidak melaksanakan fungsinya dengan baik.
Misalnya saja di apotek yang seharusnya berfungsi sebagai sarana pelayanan
kefarmasian, telah berubah fungsi menjadi tempat untuk sekedar jual beli obat.
Obat dijadikan sebagai komoditi dagang dengan adanya Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penghasilan, dan margin keuntungan atas kegiatan jual beli obat
(Pratomo, 2013).
Apoteker merupakan sebuah profesi yang salah satu cirinya adalah
memberikan jasa berupa pelayanan kefarmasian, tidak hanya menjual produk
obat saja. Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, apoteker tidak hanya
meracik obat saja, melainkan harus berinteraksi secara langsung dengan
pasien dan bertanggung jawab atas terapi yang diberikan kepada pasien. Akan
tetapi, tentunya akan timbul biaya-biaya yang harus ditanggung oleh pasien
sebagai pengganti atas jasa pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh
apoteker. Di Indonesia hingga saat ini masih belum diberlakukan penarikan
jasa pelayanan kefarmasian untuk apoteker. Sebagian besar Apoteker
Pengelola Apotek (APA) digaji bulanan oleh Pemilik Sarana Apotek (PSA)
sedangkan apoteker selaku PSA, penghasilan diperoleh dari margin obat yang
berkisar antara 5-20%.
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) telah menyampaikan wacana penerapan
konsep harga netto untuk mengubah pola pengelolaan apotek. Masyarakat
seharusnya membayar obat sesuai harga netto, tetapi sebagai gantinya
apoteker berhak mendapatkan fee atas pelayanan kefarmasian yang
dilakukannya. Mengenakan biaya pada pasien untuk pelayanan manajemen
terapi obat adalah suatu cara untuk meningkatkan kesadaran dan merubah cara
pandang terhadap nilai dari pelayanan kefarmasian (Yusmainita, 2008).
Namun dengan dikenakannya jasa kefarmasian kepada pasien, apoteker juga
harus melakukan tugasnya untuk melakukan pelayanan kefarmasian kepada
pasien dengan baik.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana penentuan harga obat non resep di apotek?
2. Berapa rata-rata tarif jasa pelayanan kefarmasian untuk obat non resep
yang dapat diambil oleh apoteker di apotek?
3. Apakah penarikan tarif jasa pelayanan kefarmasian membuat harga obat
non resep menjadi lebih mahal?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk memperkirakan rata-rata tarif jasa pelayanan
kefarmasian untuk obat non resep yang dapat diambil oleh apoteker di apotek
tanpa memberatkan pasien.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi apoteker, penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai
pertimbangan dalam menetapkan pola tarif atas jasa pelayanan
kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek.
2. Bagi mahasiswa, dapat menambah pengetahuan terkait jasa pelayanan
kefarmasian sehingga dapat dijadikan pertimbangan apabila nantinya
BAB II
Tinjauan Pustaka
II.1 Apoteker
Menurut PP nomor 51 tahun 2009, apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker. Apoteker termasuk dalam tenaga kefarmasian yang bertugas
untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. Apoteker merupakan pendidikan
profesi setelah sarjana farmasi.
Apoteker adalah sebuah profesi, yang terhimpun dalam suatu
organisasi profesi. Profesi adalah sekelompok yang dalam aktivitasnya
dilakukan oleh professional yang disiplin ilmu sama, terkait dengan
masalah kemanusiaan, selalu membutuhkan pelatihan, pendidikan, dan
keahlian khusus yang didapat secara formal dan membutuhkan
kepercayaan masyarakat. Ciri-ciri profesional adalah sebagai berikut :
a. Intelektual dan didukung oleh ilmu pengetahuan (body of knowledge
theory)
b. Diperoleh dari pendidikan yang intensif berat, ekstensif, dan jangka
waktu yang lama
c. Bergabung dalam suatu organisasi (asosiasi) profesi khusus
d. Sebagai seorang profesional :
a. Pemberi layanan
b. Pengambil keputusan
c. Komunikator
d. Pemimpin
g. Peneliti
II.2 Apotek
f. Ruang arsip
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,
yang meliputi :
1) Perencanaan
2) Pengadaan
3) Penerimaan
4) Penyimpanan
kadaluwarsa.
5) Pemusnahan
b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu lima tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan
cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan
Berita Acara Pemusnahan Resep dan selanjutnya dilaporkan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
13
6) Pengendalian
2) Dispensing
fisika atau kimia dari obat dan lain-lain. Pelayanan Informasi Obat
harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam
waktu yang relatif singkat.
4) Konseling
Kriteria pasien:
c) Adanya multidiagnosis
Kegiatan:
e. Pemberi layanan
f. Pengambil keputusan
g. Komunikator
h. Pemimpin
h. Pengelola
j. Peneliti
2. Apotek
apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana apotek
harus dapat menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai serta kelancaran praktik pelayanan kefarmasian. Sarana dan
prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di apotek
meliputi sarana yang memiliki fungsi :
d. Ruang konseling
h. Ruang arsip
3. Pelayanan kefarmasian
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,
yang meliputi :
1) Perencanaan
2) Pengadaan
3) Penerimaan
5) Penyimpanan
kadaluwarsa.
6) Pemusnahan
b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu lima tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan
cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan
Berita Acara Pemusnahan Resep dan selanjutnya dilaporkan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
13
6) Pengendalian
2) Dispensing
fisika atau kimia dari obat dan lain-lain. Pelayanan Informasi Obat
harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam
waktu yang relatif singkat.
4) Konseling
Kriteria pasien:
i) Adanya multidiagnosis
Kegiatan:
METODE PENELITIAN