Anda di halaman 1dari 33

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 1203/Menkes/SK/XII/20082222

TENTANG

STANDAR PELAYANAN ICU

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa pelayanan intensif di Rumah Sakit dikelola secara khusus untuk
merawat pasien berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang
mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih serta
fasilitas pendukung lainnya;
b. bahwa pelayanan di ruangan intensif (ICU) rumah sakit perlu
ditingkatkan mutunya untuk dapat memberikan pelayanan prima
dengan manajemen yang efektif dan efisien;
c. bahwa sesuai dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir
a dan b perlu ditetapkan Standar Pelayanan ICU dengan Keputusan
Menteri Kesehatan RI.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran


Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4436);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3637);
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/PER/XI/2005
tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota;
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004
tentang Sistem Kesehatan Nasional;

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN ICU
Kedua : Standar Pelayanan ICU sebagaimana tercantum dalam lampiran
keputusan ini.
Ketiga : Standar Pelayanan ICU sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua agar
digunakan sebagai standar pelayanan ICU bagi Rumah Sakit Pemerintah
dan Swasta.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan seperlunya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Desember 2008
MENTERI KESEHATAN RI,

Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K)

Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 1203/Menkes/SK/XII/2008
Tanggal : 30 Desember 2008
STANDAR PELAYANAN ICU

BAB I
PENDAHULUAN

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa dengan
prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca
bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan anestetis sampai ke
masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu ruangan khusus
dimana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-
fungsi vitalnya, serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar
merupakan awal dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa
pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca bedah.
Evolusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia pada sekitar
awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh kelumpuhan otot-otot
pernapasan. Dokter-dokter anesthesia dipelopori oleh Bjørn Ibsen pada waktu itu,
melakukan intubasi dan memberikan bantuan napas secara manual mirip yang dilakukan
selama anestesi. Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan
mereka mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan
mortalitas menjadi sebanyak 40%, dibandingkan dengan cara sebelumnya yakni penggunaan
iron lung yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilator
bertekanan positif yang ternyata sangat efektif untuk memberi pernapasan jangka panjang.
Sejak saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan mulai terbentuk dan tersebar luas.
Pada tahun 1958, Dr. Peter Safar, seorang anesthesiologist, membuka ICU pertama
dengan anggota staf terdiri dari dokter di Baltimore City Hospital Amerika.
Di Indonesia sejarah ICU dimulai tahun 1971 dibeberapa kota besar, yaitu di RSCM
(Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta oleh Prof. Moch. Kelan dan Prof. Muhardi
Muhiman, di RS. Dr. Soetomo Surabaya oleh Prof. Karijadi Wirjoatmodjo, di RS. Hasan
Sadikin Bandung oleh Prof. Himendra Wargahadibrata dan Dr. Zuhradi, di RS Dr. Karijadi
Semarang oleh Prof. Haditopo, yang selanjutnya menyebar di banyak kota dan umumnya
dimotori oleh para dokter anestesi.
Pada saat ini ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau
ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care
medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti
pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnya, baik pada pasien
dewasa atau pasien anak.
Mengingat diperlukannya tenaga-tenaga khusus, dan terbatasnya sarana, serta
mahalnya peralatan, maka unit ICU perlu dikonsentrasikan.
BAB II
FALSAFAH

1. Etika kedokteran
Berdasarkan falsafah dasar “saya akan senantiasa menguatamakan kesehatan pasien”
maka semua kegiatan di ICU bertujuan dan berorientasi untuk dapat secara optimal,
memperbaiki kondisi kesehatan pasien.

2. Indikasi yang benar


Pasien yang dirawat di ICU adalah memerlukan :
a. Pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga
dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan terapi titrasi.
b. Pemantauan kontinyu terhadap pasien-pasien dalam keadaan kritis yang dapat
mengakibatkan terjadinya dekompensasi fisiologis.
c. Intervensi medis segera oleh tim intensive care.

3. Kerjasama multidisipliner dalam masalah medik komplek


Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari
beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang
keahliannya dan bekerja sama dalam tim, yang dipimpin oleh seorang intensivist sebagai
ketua tim.

4. Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien


Kebutuhan pasien ICU adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk
fungsi-fungsi vital seperti : Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan),
Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan
diagnosis dan terapi definitif.

5. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama tim


Dengan mengingat keadaan pasien seperti yang tersebut dalam butir 2 dan 4 diatas,
maka sistem kerja tim multidisplin adalah sebagai berikut :
a. Dokter yang merawat pasien sebelum masuk ICU melakukan evaluasi pasien sesuai
bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi.
b. Intensivist, selaku Ketua Tim, melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan,
memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan
anggota tim lainnya.
c. Ketua Tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan usulan-usulan
anggota tim.
6. Hak dan kewajiban dokter
Setiap dokter dapat memasukkan pasien ke ICU sesuai dengan indikasi masuk ke ICU
yang benar. Karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan
indikasi masuk.

7. Sistim manajemen peningkatan mutu terpadu


Demi tercapainya koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ICU, diperlukan tim
kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas utamanya
memberi masukan dan bekerja sama dengan staf struktural ICU untuk selalu meningkatkan
mutu pelayanan ICU.

8. Kemitraan profesi
Kegiatan pelayanan pasien di ICU disamping multi disiplin juga inter profesi, yaitu
profesi medik, profesi perawat dan profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka perlu
peningkatan mutu SDM secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi.

9. Efektifitas, keselamatan dan ekonomis


Unit pelayanan ICU mempunyai ciri biaya tinggi, teknologi tinggi, multi disiplin dan
multi profesi berdasarkan asas efektivitas, keselamatan dan ekonomis.

10. Kontinuitas pelayan


Untuk efektifitas, keselamatan dan ekonomisnya pelayanan ICU, maka perlu
dikembangkan unit pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit = HCU). Fungsi utama HCU
adalah menjadi unit perawatan-antara dari bangsal rawat dan ICU.
Di HCU tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU. Yang diperlukan adalah
kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.
BAB III
INTENSIVIST

Definisi Intensivist
Seorang intensivist adalah seorang dokter yang memenuhi standar kompetensi sebagai
berikut :
A. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive care medicine (KIC,
Konsultan Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh
perhimpunan profesi yang terkait.
B. Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan sumber daya ICU secara
efesien.
C. Mendarma baktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU.
D. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/hari, 7
hari/seminggu.
E. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :
1. Mempertahankan jalan napas termasuk intubasi tracheal,
trachestomy perkutan, dan ventilasi mekanis.
2. Fungsi arteri untuk mengambil sampel arteri.
3. Memasang kateter intravaskuler untuk monitoring invasif maupun terapi
invasif (misalnya; Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT)) dan peralatan
monitoring, termasuk :
a. Kateter arteri.
b. Kateter vena perifer.
c. Kateter vena sentral (CVP).
d. Kateter arteri pulmonalis.
4. Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer.
5. Melakukan diagnostik non-invasif fungsi kardiovaskuler dengan
echokardiografi .
6. Resusitasi kardiopulmoner.
7. Pipa thoracostomy.
F. Melaksanakan dua peran utama :
1. Pengelolaan pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayan di ICU,
menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit kompleks
atau cedera termasuk gagal organ multi-sistem. Intensivist memberi pelayanan
sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter pasien sebelumnya. Mampu
mengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat pada pasien sakit kritis seperti :
a. Hemodinamik tidak stabil.
b. Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa memerlukan
tunjangan ventilasi mekanis.
c. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi
intrakranial.
d. Gangguan atau gagal ginjal akut.
e. Gangguan endokrin dan / atau metabolik akut yang mengancam
nyawa.
f. Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat.
g. Gangguan koagulasi.
h. Infeksi serius.
i. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi.
2. Manajemen Unit
Intensivist berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas manajemen unit yang
diperlukan untuk memberi pelayanan-pelayanan ICU yang efesien, tepat waktu dan
konsisiten pada pasien. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi antara lain :
a. Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
b. Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit.
c. Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang
berkelanjutan termasuk supervisi koleksi data
d. Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin
kelancaran jalannya ICU
Untuk keperluan ini, intensivist secara fisik harus berada di ICU atau rumah sakit
dan bebas dari tugas-tugas lainnya.
G. Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan di critical care medicine :
1. selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literatur kedokteran.
2. berpartisipasi dalam program-program pendidikan kedokteran berkelanjutan.
3. menguasai standard-standard untuk unit critical care dan standard of care di critical
care.
H. Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas
interdisipliner.
BAB IV
PELAYANAN INTENSIVE CARE

1. Praktek kedokteran intensive care


Pelaksanaan pelayanan kedokteran intensive care adalah berbasis rumah sakit,
diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis.
Tujuan dari pelayanan intensive care adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi
dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan.

Pasien sakit kritis meliputi :


a. Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat,
profesi lain yang terkait yang terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan
perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat & terus menerus
serta terapi titrasi.
b. Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga
memerlukan pemantauan ketat & terus menerus serta dilakukan intervensi segera
untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.

Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup khusus yang harus
dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar
pengetahuan, ketrampilan teknis, komitmen waktu, dan secara fisik selalu berada ditempat
untuk melakukan perawatan titrasi dan berkelanjutan. Perawatan ini harus berkelanjutan
dan bersifat proaktif, yang menjamin pasien dikelola dengan cara yang aman, manusiawi,
dan efektif dengan menggunakan sumber daya yang ada, sedemikian rupa sehingga
memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil yang optimal.

2. Pelayanan intensive care


Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal dan mampu
memberikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari tugas-tugas lain yang membebani,
seperti kamar operasi, praktek atau tugas-tugas kantor. Intensivis yang bekerja harus
berpartisipasi dalam suatu sistim yang menjamin kelangsungan pelayanan intensive care 24
jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan bagian-bagian pelayanan lain di
rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit.
Bidang kerja pelayanan intensive care meliputi : (1) pengelolaan pasien; (2)
administrasi unit; (3) pendidikan; dan (4) penelitian. Kebutuhan dari masing-masing bidang
akan bergantung dari tingkat pelayanan tiap unit.

a. Pengelolaan pasien langsung


Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh intensivist dengan
melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis, menjadi ketua tim dari
berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut merawat pasien. Cara kerja demikian
mencegah pengelolaan yang terkotak-kotak dan menghasilkan pendekatan yang
terkoordinasi pada pasien serta keluarganya.
b. Administrasi unit
Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan yang menjamin
pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini diperlukan
partisipasi dari intensivist pada aktivitas manajemen.
BAB V
STANDAR PELAYANAN MINIMAL INTENSIVE CARE UNIT
Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan
ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam pasien
yang dirawat.
Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :
 Resusitasi jantung paru.
 Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator
sederhana
 Terapi oksigen
 Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus
 Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
 Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
 Pelaksanaan terapi secara titrasi
 Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
 Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien
gawat
 Kemampuan melakukan fisioterapi dada

1. Klasifikasi atau stratifikasi pelayanan ICU


a. Pelayanan ICU primer (standar minimal)
Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolan resusitatif segera untuk
pasien sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran
penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah
yang beresiko.
Di ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana
selama beberapa jam.
Kekhususan yang harus dimiliki :
1). Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruangan perawatan lain.
2). Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
3). Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter spesialis lain
konsultan intensive care sebagai kepala.
4). Ada dokter jaga 24 (dua puluh empat) jam dengan kemampuan melakukan
resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5). Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap
saat.
6). Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
7). Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb.
Hematokrit, elektrolit, gula darah dan trombosit), roentgen, kemudahan
diagnostik dan fisioterapi.
b. Pelayanan ICU sekunder
Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang
mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran
umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan lain-lainnya.
ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama,
melakukan dukungan / bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan
yang harus dimiliki :
1). Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruangan perawatan lain.
2). Memiliki ketentuan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
3). Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
4). Memiliki seorang kepala ICU, yaitu seorang dokter konsultan intensive care, atau
bila tidak tersedia dokter spesialis anestesiologi , yang bertanggung jawab secara
keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung
paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5). Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat
sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan
2 :1 untuk kasus-kasus lainnya.
6). Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif
atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU sekunder.
7). Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang
hidup.
8). Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik
dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
9). Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

c. Pelayanan ICU tersier (tertinggi)


Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan
pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan / bantuan hidup multi-sistim yang
kompleks dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis
pelayanan dukungan / bantuan renal ekstrakorporal dan pemantuan kardiovaskuler
invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan
penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk
dikelola oleh spesialis intensive care. Kekhususan yang harus dimiliki :
1). Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.
2). Memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan.
3). Memiliki dokter sepesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, datang setiap
saat diperlukan.
4). Dikelola oleh seorang spesialis intensive care / dokter konsultan intensive care
yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal
mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5). Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat
sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan
2 :1 untuk kasus-kasus lainnya.
6). Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif
atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
7). Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi intensif
baik non-invasif maupun invasif.
8). Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik
dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
9). Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan
paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
10). Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian.
11). Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

d. Prosedur pelayanan perawatan / terapi (ICU)


Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU
1). Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai
beberapa hari.
2). Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problema dasar.
3). Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh :
- Penyakit
- Latrogenik
4). Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat / mesin dan orang lain.

e. Indikasi masuk dan keluar ICU


Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam
bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat
pasien sakit kritis. Keadaan ini memaksa diperlukannya mekanisme untuk membuat
prioritas pada sarana yang terbatas apabila kebutuhannya melebihi jumlah tempat
tidur yang tersedia di ICU.
Dokter yang merawat pasien mempunyai tugas untuk meminta pasiennya
dimasukkan ke ICU bila ada indikasi dan segera memindahkan ke unit yang lebih
rendah bila kondisi kesehatan pasien telah memungkinkan. Kepala ICU bertanggung
jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di ICU. Bila kebutuhan masuk ICU
melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas
kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan
kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU. Harus tersedia mekanisme
untuk mengkaji ulang secara retrospektif kasus-kasus, apabila dokter yang merawat
tidak setuju dengan keputusan kepala ICU.

f. Kriteria masuk
ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi
yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang
memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien yang
memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian obyektif atas beratnya
penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk ke
ICU.

Pasien prioritas 1 (satu)


Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif seperti: dukungan / bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif
kontinyu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah
kardiotoraksik, atau pasien syok septik. Mungkin ada baiknya beberapa institusi
membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi
dibawah tekanan darah tertentu. Macam terapi pada pasien prioritas 1 (satu)
umumnya tidak mempunyai batas.

Pasien prioritas 2 (dua)


Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat
beresiko untuk mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif
menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka
yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang
telah mengalami pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas 2 umumnya tidak,
mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah.

Pasien prioritas 3 (tiga)


Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian
atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan/atau manfaat
terapi di ICU. Contoh-contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan
metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas,
atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit
akut berat. Terapi pada Pasien-pasien prioritas 3 hanya untuk mengatasi penyakit
akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau
resusitasi kardiopulmoner.

Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala ICU, beberapa
golongan pasien bisa dikecualikan untuk dirawat di ICU. Namun perlu dingat bahwa
pasien-pasien demikian bila perlu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang
terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga).

Pasien yang tergolong demikian antara lain:


1). Pasien yang telah dipastikan mengalami mati otak. Pasien-pasien seperti itu
dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya untuk
kepentingan donor organ .
2). Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif
dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien
dengan perintah “DNR (Do Not Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini
mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk
meningkatkan kemungkinan survival-nya.
3). Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
4). Pasien yang secara fisiologis stabil dan secara statistik berisiko rendah untuk
memerlukan terapi ICU. Contoh-contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien
pasca bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetik ketoacidosis tanpa komplikasi,
keracunan obat tetapi sadar atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien
semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediate untuk terapi
definitif dan /atau observasi.

g. Kriteria keluar
Pasien prioritas 1 (satu)
Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi secara intensif telah gagal atau tidak
bermanfaat sehingga prognosis jangka pendek jelek. Contoh-contoh golongan ini
adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistim organ yang tidak respons terhadap
pengelolaan agresif.

Pasien prioritas 2 (dua)


Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak
memerlukan terapi intensif telah berkurang.
Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi. Namun mungkin pasien demikian dikeluarkan lebih dini
bila kemungkinan sembuh atau manfaat terapi intensif kontinyu kecil. Contohnya
antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit
jantung atau penyakit liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas, dan lain-
lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang
secara statistik mempunyai prognosis jangka pendek jelek, dan yang tidak ada terapi
yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya.
Agar perawatan setara ICU tetap berlanjut, sebaiknya pasien yang keluar dari
ICU tetap dirawat di ruang perawatan khusus.

Pengkajian ulang kerja


Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur masuk dan
keluar, standar perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapan-
kelengkapan ini hendaknya dibuat oleh tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter,
perawat dan administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki
seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja yang
lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh tim
multidisipliner, dan penyimpangan-penyimpangan dilaporkan pada badan perbaikan
kualitas rumah sakit untuk ditindak lanjuti.

2. Prasarana
a. Lokasi
Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan
atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan
radiologi.

b. Disain
Standar ICU yang memadai ditentukan oleh disain yang baik dan pengaturan
ruang yang adekuat.
Bangunan ICU
- Terisolasi
- Mempunyai standar tertentu terhadap :
a. Bahaya api
b. Ventilasi
c. AC
d. Exhaust fan
e. Pipa air
f. Komunikasi
g. Bakteriologis
h. Kabel monitor
- Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata

1. Area pasien :
- Unit terbuka 12 – 16 m2 / tempat tidur
- Unit tertutup 16 – 20 m2 / tempat tidur
- Jarak antara tempat tidur : 2 m
- Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur
- Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan
Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier
paling sedikit 3 outlet udara-tekan, dan 3 pompa hisap dan minimal 16 stop
kontak untuk tiap tempat tidur.
Pencahayaan cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL
day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan
pasien dan personil. Disain dari unit juga memperhatikan privasi pasien.

2. Area kerja meliputi :


- Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat
dengan pasien.
- Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan
penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin).
- Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai negatif skop.
- Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data,
juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup
resepsionis dan petugas administrasi.

3. Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan / AC yang dapat mengontrol suhu dan
kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22o – 25o kelembaban 50 – 70%.

4. Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.
5. Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe,
peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli,
penghangat darah, alat hisap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat
bersih.

6. Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor


Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan
pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada
kontaminasi.

7. Ruang perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas
dam pimpinannya.

8. Ruang staf dokter


Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor Kepala bagian
dan staf, dan kepustakaan.

9. Ruang tunggu keluarga pasien

10. Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan
terpusat.

3. Peralatan
a). Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan
harus sesuai dengan beban kerja ICU, diseuaikan dengan standar yang berlaku.
b). Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat.
c). Peralatan dasar meliputi :
- Ventilator
- Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
- Alat hisap
- Peralatan akses vaskuler
- Peralatan monitor invasif dan non-invasif
- Defibrilator dan alat pacu jantung
- Alat pengatur suhu pasien.
- Peralatan drain thorax.
- Pompa infus dan pompa syringe
- Peralatan portable untuk transportasi
- Tempat tidur khusus.
- Lampu untuk tindakan
- Continous Renal Replacement Therapy
Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur
diagnostik dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi
dan untuk mendukung fungsi ICU.
Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik perlu
tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi
apabila terjadi malfungsi.

4. Monitoring Peralatan (Termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi


pasien).
a). Tanda bahaya kegagalan pasokan gas.
b). Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan
pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator.
c). Pemantauan konsentrasi oksigen.
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator
atau sistim pernafasan.
d). Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistim pernafasan.
Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera
mendeteksi kegagalan sistim pernafasan atau ventilator secara terus menerus.
e). Volume dan tekanan ventilator.
Volume yang keluar dari ventilator harus terpantau. Tekanan jalan nafas dan
tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi
tekanan yang berlebihan.
f). Suhu alat pelembab (humidifier)
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g). Elektrokardiograf
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h). Pulse oximeter.
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU.
i). Emboli udara
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi,
harus ada pemantauan untuk emboli udara.
j). Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis
lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung,
tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi
neuromuskular, kadar CO2 ekspirasi
BAB VI
PENUTUP

Buku Standar Pelayanan ICU ini berlaku untuk seluruh Rumah Sakit Pendidikan maupun
Rumah Sakit non Pendidikan baik Rumah sakit Swasta maupun Rumah Sakit Pemerintah di
wilayah Indonesia. Klasifikasi ICU di Rumah Sakit disesuaikan dengan kemampuan sumber
daya di Rumah Sakit. Berlakunya buku ini terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Standar Pelayanan ICU selanjutnya perlu dijabarkan dalam prosedur tetap di setiap Rumah
Sakit guna kelancaran pelaksanaannya.

Tinjau ulang sebagai upaya perbaikan dapat dilakukan setiap 3 (tiga) tahun sekali dan
dikoordinasikan oleh Direktorat Pelayanan Medik dan Gigi Spesialistik, Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 30 Desember 2008

MENTERI KESEHATAN RI,

Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K)


Lampiran II
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 1203/Menkes/SK/XII/2008
Tanggal : 30 Desember 2008

ICU Primer ICU Sekunder ICU Tersier


DISAIN
Area Pasien :
1 tempat cuci
Unit terbuka 12–16 m2 1 tempat cuci 1 tempat cuci
tangan tiap
tangan tiap tangan tiap
2 tempat tidur
2 tidur 2 tempat tidur
2
Unit tertutup 16-20 m 1 tempat cuci 1 tempat cuci 1 tempat cuci
tangan tiap tangan tiap tangan tiap
1 tempat tidur 1 tempat tidur 1 tempat tidur
Outlet oksigen 1 2 3 / tempat tidur
Vakum - 1 3 / tempat tidur
Stop kontak 2 / tempat tidur 16/ tempat tidur
Area kerja :
Lingkungan Air Conditioned Air Conditioned Air Conditioned
23-25 c 23-25 c 23-25 c
Suhu 50 – 70 % 50 – 70 % 50 – 70 %
Humiditas - Ada Ada
Ruang isolasi
Ruang penyimpanan-
Peralatan dan
Barang Bersih
Ruang tempat buang- kotoran Ada Ada Ada
Ruang perawat - Ada Ada
Ruang staf dokter - Ada Ada
Ruang tunggu keluarga-
Pasien - Ada Ada
Laboratorium terpusat 24 jam 24 jam
PERALATAN
Ventilator Sederhana Canggih Canggih
Alat hisap Ada Ada Ada
Alat ventilasi manual dan alat
penunjang jalan nafas Ada Ada Ada
Peralatan akses vaskuler Ada Ada Ada
Peralatan monitor :
Invasif :
Monitor tekanan darah invasif - Ada Ada
Tekanan vena sentral Ada Ada Ada
Tekanan baji a. Pulmonalis
( Swan Ganz ) - - Ada
Non invasif :
Tekanan darah Ada Ada Ada
EKG dan laju jantung Ada Ada Ada
Saturasi oksigen ( pulse Ada Ada Ada
oximeter ) - - -
Kapnograf Ada Ada Ada
Suhu - Ada Ada
EEG Ada Ada Ada
Defibrilator dan alat pacu jantung Ada Ada Ada
Alat pengatur suhu pasien Ada Ada Ada
Peralatan drain toraks - Ada Ada
Pompa infus dan pompa syringe Ada Ada Ada
Bronchoscopy - Ada Ada
Echokardiografi - Ada Ada
Peralatan portable untuk Ada Ada Ada
transportasi Ada Ada Ada
Tempat tidur khusus - Ada Ada
Lampu untuk tindakan Ada Ada Ada
Hemadialisis Ada Ada Ada
CRRT Ada Ada
Lampiran III
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 1203/Menkes/SK/XII/2008
Tanggal : 30 Desember 2008

Standar Ketenagaan
Kualifikasi Tenaga Kesehatan yang bekerja di ICU, mempunyai pengetahuan yang memadai,
mempunyai ketrampilan yang sesuai dan mempunyai komitmen tehadap waktu

No. ICU Primer ICU Sekunder ICU Tersier


1. Kepala ICU Dokter yang memiliki Dokter yang memiliki Kepala ICU adalah
pengetahuan, pengetahuan, ketrampilan, dokter yang memiliki
ketrampilan, dan dan pengalaman dalam pengetahuan,
pengalaman dalam bidang bidang reanimasi, ketrampilan dan
reanimasi, (resusitasi (resusitasi intensive care, pengalaman dalam
intensive care, critical critical care) dan bidang reanimasi,
care) dan pengetahuan pengetahuan administrasi (resusitasi intensive
administrasi yang cukup. yang cukup. Selain itu juga care, critical care) dan
Selain itu juga harus harus memiliki pengetahuan
memiliki pengetahuan pengetahuan dan administrasi yang
dan ketrampilan dasar ketrampilan dasar General cukup dan mampu
General emergency Life Emergency Life Support menyelenggarakan
Support yang meliputi yang meliputi diantaranya fungsi pendidikan dan
diantaranya ALS / ACLS, ALS / ACLS, APLS dan FCCS. penelitian. Lingkup
APLS dan FCCS. Dokter Intensivist adalah salah pengetahuan dan
spesialis Anestesiologi satu tenaga pimpinan yang ketrampilan yang
adalah salah satu tenaga telah disiapkan untuk harus dimiliki, meliputi
pimpinan yang telah bidang ini. General Emergency Life
disiapkan untuk bidang Support ( ALS/ACLS,
ini. PLS, FCCS ) dan
Complex Multi system
Life Support ).
Intensivist adalah salah
satu tenaga pimpinan
yang telah disiapkan
untuk bidang ini.

2. Tim Medik 1. Konsultan 1. Konsultan 1. Konsultan


dan Konsulen terkait Memiliki spesialis Memiliki spesialis
Perawat dan harus selalu yang dapat yang dapat
siap dipanggil menanggulangi menanggulangi
2. Ada dokter jaga 24 setiap saat bila setiap saat bila
jam dengan diperlukan diperlukan
kemampuan 2. Ada dokter jaga 24 2. Ada dokter
resusitasi jantung jam dengan jaga 24 jam
paru (bantuan kemampuan ALS / dengan
hidup dasar dan ACLS, dan FCCS kemampuan ALS /
bantuan hidup 3. Memiliki perawat ACLS, dan FCCS
lanjut) yang yang terlatih atau 3. Memiliki
bersertifikat berpengalaman perawat yang
3. Memiliki perawat kerja di ICU dengan terlatih atau
yang terlatih dan ratio perawat : sudah bekerja di
jumlahnya cukup pasien 1 : 2 pada ICU selama 3
4. Kepala perawat ICU setiap dibutuhkan tahun, dengan
harus mempunyai 4. Kepala perawat ratio perawat :
kemampuan ICU harus pasien lebih dari
managerial dan mempunyai 1:1 pada setiap
memiliki sertifikat kemampuan shift untuk kasus
perawat ICU managerial dan berat dan tidak
memiliki sertifikat stabil
perawat ICU. 4. Kepala
perawat ICU
harus setara S1
dan mempunyai
kemampuan
managerial dan
memiliki sertifikat
perawat ICU
3. Tenaga Tenaga administrasi di Tenaga administrasi di Tenaga administrasi
non Medik ICU harus ICU harus mempunyai di ICU harus
mempunyai kemampuan mempunyai
kemampuan mengoperasikan kemampuan
mengoperasikan komputer yang mengoperasikan
komputer yang berhubungan dengan komputer yang
berhubungan dengan masalah administrasi . berhubungan
masalah administrasi. Tenaga Pekarya dengan masalah
Tenaga pekarya Tenaga kebersihan administrasi.
Tenaga kebersihan Tenaga
Laboratorium
Tenaga Farmasi
Tenaga Pekarya
Tenaga Kebersihan
Tim Penyusun Buku Standar Pelayanan ICU Edisi 2003
1. DR. Dr. Iqbal Mustafa, SpAn KIC, FCCM
2. Dr. Indro Mulyono, SpAn KIC
3. Dr. Gunawarman Basuki, SpAn K
4. Dr. Bambang Wahjuprajitno, SpAn KIC
5. Dr. Ike Sri Redjeki, SpAn KIC
6. Dr. Bambang Tutuko, SpAn KIC
7. Dr. Ratna Mardiati, SpKJ
8. Drg. Rarit Gempari, MARS

Kontributor
1. Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo, SpAn KIC
2. Dr. Chris A Johannes, SpAn KIC
3. Dr. Sudarsono, SpAn KIC
4. Dr. Koeshartono, SpAn KIC
5. Dr. Sumara Niman, SpAn KIC
6. Dr. Pandit Saroso, SpAn KIC
7. Dr. Marwoto, SpAn KIC
8. Dr. Wuwuh Utamni Ningtyas, M Kes
9. Ir. Thomas Patria.
10. Dr. Made Wiryana, SpAn
11. Dr. Az Rifki, SpAn KIC
12. Dr. Syafri K Arif, SpAn KIC
13. Dr. Poltak Sianturi, SpAn KIC
14. Dr. Loyd Yahya, SpAn KIC
15. Dr. Bambang Siswitono, SpAn
16. Dr. Harly Joy, SpAn
17. Dr. Endang Melati Maas, SpAn KIC
18. Dr. Admar Anwar, SpAn
19. Dr. Hasanul Arifin, SpAn
20. Dr. April Poerwanto, SpAn
21. Dr. Luwiharsih, MSc
22. Dr. Subiyanto, SpPD
23. Dr. Nico A Lumenta, K. Nefr. MM
24. Fresley Hutapea, SH

Tim Revisi Buku Standar Pelayanan ICU Edisi Tahun 2003


1. Dr. Oloan E Tampubolon, SpAn KIC
2. Dr. Yohanes W H George, SpAn KIC
3. Dr. Tantani Sugiman, SpAn KIC
4. Dr. Rupi’i, SpAn KIC
5. Dr. Bambang Wahjuprajitno, SpAn KIC
6. Dr. Ike Sri Redjeki, SpAn KIC
7. Dr. Bambang Tutuko, SpAn KIC
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 1203/Menkes/SK/XII/2008

TENTANG

STANDAR PELAYANAN ICU

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


2008
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Saat ini pelayanan Intensive (Intensife Care Unit (ICU)) di rumah sakit tidak rerbatas pada
pelayanan pasien-pasien pasca bedah, atau pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis
saja. Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan pemberian dukungan terhadap fungsi
organ-organ vital tubuh, seperti fungsi pernafasan, kardiovaskuler, susunan syaraf pusat,
pemantauan fungsi ginjal dan lain-lain. Seluruh kegiatan pelayanan terhadap pasien-pasien
di ICU dilakukan oleh multidisiplin dan multi profesi, yaitu melibatkan profesi medik,
perawar dan non medik.
Berdasarkan Undang-Undang RI nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, antara lain
mencantumkan bahwa hak dan kewajiban setiap orang untuk memperoleh derajat
kesehatan yang optimal, serta wajib untuk ikut serta didalam memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan. Dicantumkan pula pada pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban mematuhi standar profesi dan standar pelayanan. Atas
dasar tersebut, maka Departemen Kesehatan memandang perlu, untuk meningkatkan upaya
pengelolaan penyelenggaraan pelayanan intensive di rumah sakit, sesuai dengan standar
yang berlaku. Mengingat bahwa untuk dapat menyelenggarakan pelayanan intensive, sangat
tergantung berbagai faktor seperti sarana, prasarana, peralatan, sumber daya manusia,
pendanaan, dan sebagainya.
Sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik dalam menyusun
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria di bidang pelayanan medik, maka bersama dengan
profesi Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Indonesia (IDSAI) dan Perhimpunan Dokter Intensive
Care Indonesia (PERDICI) menyusun Standar Pelayanan ICU di rumah sakit.
Saya berharap standar ini dijadikan sebagai standard baku untuk pelayanan intensive dan
dapat dilaksanakan/diterapkan di rumah sakit Pemerintah maupun rumah sakit Swasta, baik
rumah sakit pendidikan maupun non pendidikan. Standar ini merupakan hasil perbaikan dari
Standar ICU tahun 2003, dan telah disesuaikan dengan kemajuan ilmu dan teknologi di
bidang kedokteran.
Secara khusus saya mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan kepada semua
pihak yang terlibat dan berpartisipasi aktif dalam penyusunan standar pelayanan ICU ini.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Jakarta, Januari 2009
Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik

FARID W. HUSAIN
NIP 130808593
SAMBUTAN KETUA PERDICI

Dari waktu ke waktu keberadaan institusi rumah sakit semakin dituntut untuk memberikan
pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada masyarakat. Kebutuhan ini sejalan dengan
dua hal penting, yaitu semakin ketatnya kompetisi sektor pelayanan dirumah sakit seiring
dengan peningkatan kesadaran untuk menerapkan motto: patient first dan patient safety
serta tuntutan client/customer terhadap kualitas pelayanan rumah sakit.

Pada sisi lain dengan adanya penambahan jumlah rumah sakit yang kian pesat,
menyebabkan setiap rumah sakit saat ini masuk dalam lingkaran persaingan yang menuntut
pelayanan yang semakin lama harus mempunyai kualitas yang lebih baik. Tingkat
keberhasilan rumah sakit sangat tergantung pada aspek efesiensi, efektifitas pelayanan,
kemudahan, kecepatan, kemutakhiran, keamanan, dan kenyamanan.

Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan ICU. Saat ini palayanan di
ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca bedah tetapi meliputi berbagai jenis
pasien dewasa, anak, yang mengalami kegawatan lebih dari satu disfungsi/gagal organ.
Kelompok pasien ini dapat berasal dari unit gawat darurat, kamar operasi, ruang perawatan,
ataupun kiriman/rujukan rumah sakit lain. Ilmu yang diaplikasikan dalam pelayanan di ICU,
pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga telah menjadi cabang
ilmu kedokteran tersendiri yaitu “Intensive Care Medicine”.

Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber daya
tenaga medis (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan sangat spesifik dan jumlahnya
pada saat ini di Indonesia sangat terbatas.

Biaya pengobatan pasien yang dirawat di ICU jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan
ruang perawatan biasa. Ini semua mengharuskan penerapan manajemen yang efektif dan
efesien agar benar- benar tepat guna dan berdaya guna.

Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan manajemen yang efektif dan efesien, maka
ICU harus dikelola sesuai suatu standar yang bukan saja dapat digunakan secara nasional
tetapi juga mengikuti perkembangan terakhir dari "Intensive Care Medicine”. Departemen
Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI)
dan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI)
memandang perlu untuk meninjau ulang standar pelayanan ICU yang dicetak tahun 2003
dan disusun saat itu oleh DR. Dr. Iqbal Mustafa, SpAn KIC, FCCM dan kawan-kawan dari
PERDICI dengan Dr. Gunawarman Basuki, SpAn K dari (IDSAI). Tinjauan ulang standar ini
disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta konsep ICU dimasa datang.
Semoga standar pelayanan ICU ini dapat berguna dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya
oleh tenaga kesehatan di rumah sakit, agar dapat meningkatkan mutu pelayanan di ICU
secara nasional sekaligus memenuhi kebutuhan standar ICU internasional di negeri kita
tercinta ini.

Pada kesempatan baik ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim penyusun
ulang dan kontributor serta pihak-pihak lain yang membantu hingga terwujudnya buku ini.
Saran dan kritik kami harapkan untuk lebih sempurnanya buku ini.

Jakarta, Oktober 2008


Ketua Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia

Dr.Oloan E.Tampubolon, SpAn KIC


SAMBUTAN
KETUA UMUM PENGURUS PUSAT PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI INDONESIA
(IDSAI)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, dengan diterbitkannya revisi Buku Standard
Pelayanan Intensive Care ini. Pelayanan Intensive Care merupakan suatu pelayanan spesifik
yang makin dibutuhkan oleh rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan maksimal bagi
pasien. Pelayanan Intensive Care adalah pelayanan multidisiplin yang memerlukan
kerjasama dan koordinasi diantara staf medis dan perawat secara profesional, serta
memerlukan sistem pelayanan terpadu yang dapat memanfaatkan peralatan canggih dan
mahal secara optimal bagi pasien sakit kritis sehingga tercapai Pelayanan Intensive Care
yang efisien tapi berkualitas.

Pada awalnya Pelayanan Intensive Care dirintis oleh Bagian Anestesiologi FKUI-RSCM, yang
selanjutnya terus berkembang hingga menyebar ke rumah sakit lainnya di Indonesia dan
akhir -akhir ini Pelayanan Intensive Care menjadi pelayanan medis yang dibutuhkan untuk
meningkatkan pelayanan pasien kritis di rumah sakit. Pelayanan Intensive Care di rumah
sakit memerlukan profesionalisme staf medis dan perawat, sarana dan peralatan medis yg
cukup dan dukungan anggaran serta sistem pelayanan. Tentunya pelayanan ini memerlukan
pembiayaan yang besar dan efisien. Untuk itu diterbitkan Buku Standard Pelayanan
Intensive Care yang kemudian telah dilakukan revisi sesuai dengan kebutuhan. Dengan
adanya buku standard pelayanan intensive care, maka rumah sakit dapat
memberi Pelayanan Intensive Care sesuai standard yang telah ditentukan sehingga
pelayanan menjadi berkualitas dan menguntungkan pasien. Demikian pula dokter pengelola
pasien, apakah dokter intensivist maupun dokter spesialis anestesiologi yang bekerja di ICU
harus dapat memenuhi standard kompetensi dan pelayanan yang telah ditentukan di buku
standard ini.

Buku standard ini dapat digunakan sebagai acuan dan landasan indikator pengukuran
kualitas pelayanan, baik dalam penilaian akreditasi rumah sakit maupun sebagai indikator
pelayanan klinis. Dengan buku standard ini diharapkan rumah sakit maupun kalangan profesi
kedokteran dapat menjalankan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas dengan
berorientasi pada kepentingan pasien, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat..

Buku standard yang direvisi ini dapat diwujudkan karena kerja keras dan dedikasi besar para
pakar maupun para praktisi di bidang intensive care. Standard ini juga sudah melewati
berbagai uji coba di lapangan, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Meskipun demikian buku ini tidak tertutup kemungkinan untuk mengalami revisi lagi, sesuai
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran serta sesuai kondisi di masa mendatang,
khususnya yang berhubungan dengan Pelayanan Intensive Care.
Atas nama Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia, saya
sangat bangga dan berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tim Penyusun dan para
kontributor serta semua pihak yang telah bersedia berpartisipasi dan membagikan ilmunya
bagi perkembangan Pelayanan Intensive Care di Indonesia.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Oktober 2008


Ketua Pengurus Pusat IDSAI

Dr. Bambang Tutuko, SpAn KIC

Anda mungkin juga menyukai