NOMOR : 1203/Menkes/SK/XII/20082222
TENTANG
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN ICU
Kedua : Standar Pelayanan ICU sebagaimana tercantum dalam lampiran
keputusan ini.
Ketiga : Standar Pelayanan ICU sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua agar
digunakan sebagai standar pelayanan ICU bagi Rumah Sakit Pemerintah
dan Swasta.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan seperlunya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Desember 2008
MENTERI KESEHATAN RI,
Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 1203/Menkes/SK/XII/2008
Tanggal : 30 Desember 2008
STANDAR PELAYANAN ICU
BAB I
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa dengan
prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca
bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan anestetis sampai ke
masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu ruangan khusus
dimana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-
fungsi vitalnya, serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar
merupakan awal dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa
pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca bedah.
Evolusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia pada sekitar
awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh kelumpuhan otot-otot
pernapasan. Dokter-dokter anesthesia dipelopori oleh Bjørn Ibsen pada waktu itu,
melakukan intubasi dan memberikan bantuan napas secara manual mirip yang dilakukan
selama anestesi. Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan
mereka mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan
mortalitas menjadi sebanyak 40%, dibandingkan dengan cara sebelumnya yakni penggunaan
iron lung yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilator
bertekanan positif yang ternyata sangat efektif untuk memberi pernapasan jangka panjang.
Sejak saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan mulai terbentuk dan tersebar luas.
Pada tahun 1958, Dr. Peter Safar, seorang anesthesiologist, membuka ICU pertama
dengan anggota staf terdiri dari dokter di Baltimore City Hospital Amerika.
Di Indonesia sejarah ICU dimulai tahun 1971 dibeberapa kota besar, yaitu di RSCM
(Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta oleh Prof. Moch. Kelan dan Prof. Muhardi
Muhiman, di RS. Dr. Soetomo Surabaya oleh Prof. Karijadi Wirjoatmodjo, di RS. Hasan
Sadikin Bandung oleh Prof. Himendra Wargahadibrata dan Dr. Zuhradi, di RS Dr. Karijadi
Semarang oleh Prof. Haditopo, yang selanjutnya menyebar di banyak kota dan umumnya
dimotori oleh para dokter anestesi.
Pada saat ini ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau
ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care
medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti
pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnya, baik pada pasien
dewasa atau pasien anak.
Mengingat diperlukannya tenaga-tenaga khusus, dan terbatasnya sarana, serta
mahalnya peralatan, maka unit ICU perlu dikonsentrasikan.
BAB II
FALSAFAH
1. Etika kedokteran
Berdasarkan falsafah dasar “saya akan senantiasa menguatamakan kesehatan pasien”
maka semua kegiatan di ICU bertujuan dan berorientasi untuk dapat secara optimal,
memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
8. Kemitraan profesi
Kegiatan pelayanan pasien di ICU disamping multi disiplin juga inter profesi, yaitu
profesi medik, profesi perawat dan profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka perlu
peningkatan mutu SDM secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi.
Definisi Intensivist
Seorang intensivist adalah seorang dokter yang memenuhi standar kompetensi sebagai
berikut :
A. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive care medicine (KIC,
Konsultan Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh
perhimpunan profesi yang terkait.
B. Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan sumber daya ICU secara
efesien.
C. Mendarma baktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU.
D. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/hari, 7
hari/seminggu.
E. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :
1. Mempertahankan jalan napas termasuk intubasi tracheal,
trachestomy perkutan, dan ventilasi mekanis.
2. Fungsi arteri untuk mengambil sampel arteri.
3. Memasang kateter intravaskuler untuk monitoring invasif maupun terapi
invasif (misalnya; Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT)) dan peralatan
monitoring, termasuk :
a. Kateter arteri.
b. Kateter vena perifer.
c. Kateter vena sentral (CVP).
d. Kateter arteri pulmonalis.
4. Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer.
5. Melakukan diagnostik non-invasif fungsi kardiovaskuler dengan
echokardiografi .
6. Resusitasi kardiopulmoner.
7. Pipa thoracostomy.
F. Melaksanakan dua peran utama :
1. Pengelolaan pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayan di ICU,
menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit kompleks
atau cedera termasuk gagal organ multi-sistem. Intensivist memberi pelayanan
sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter pasien sebelumnya. Mampu
mengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat pada pasien sakit kritis seperti :
a. Hemodinamik tidak stabil.
b. Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa memerlukan
tunjangan ventilasi mekanis.
c. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi
intrakranial.
d. Gangguan atau gagal ginjal akut.
e. Gangguan endokrin dan / atau metabolik akut yang mengancam
nyawa.
f. Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat.
g. Gangguan koagulasi.
h. Infeksi serius.
i. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi.
2. Manajemen Unit
Intensivist berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas manajemen unit yang
diperlukan untuk memberi pelayanan-pelayanan ICU yang efesien, tepat waktu dan
konsisiten pada pasien. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi antara lain :
a. Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
b. Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit.
c. Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang
berkelanjutan termasuk supervisi koleksi data
d. Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin
kelancaran jalannya ICU
Untuk keperluan ini, intensivist secara fisik harus berada di ICU atau rumah sakit
dan bebas dari tugas-tugas lainnya.
G. Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan di critical care medicine :
1. selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literatur kedokteran.
2. berpartisipasi dalam program-program pendidikan kedokteran berkelanjutan.
3. menguasai standard-standard untuk unit critical care dan standard of care di critical
care.
H. Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas
interdisipliner.
BAB IV
PELAYANAN INTENSIVE CARE
Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup khusus yang harus
dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar
pengetahuan, ketrampilan teknis, komitmen waktu, dan secara fisik selalu berada ditempat
untuk melakukan perawatan titrasi dan berkelanjutan. Perawatan ini harus berkelanjutan
dan bersifat proaktif, yang menjamin pasien dikelola dengan cara yang aman, manusiawi,
dan efektif dengan menggunakan sumber daya yang ada, sedemikian rupa sehingga
memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil yang optimal.
f. Kriteria masuk
ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi
yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang
memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien yang
memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian obyektif atas beratnya
penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk ke
ICU.
Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala ICU, beberapa
golongan pasien bisa dikecualikan untuk dirawat di ICU. Namun perlu dingat bahwa
pasien-pasien demikian bila perlu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang
terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga).
g. Kriteria keluar
Pasien prioritas 1 (satu)
Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi secara intensif telah gagal atau tidak
bermanfaat sehingga prognosis jangka pendek jelek. Contoh-contoh golongan ini
adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistim organ yang tidak respons terhadap
pengelolaan agresif.
2. Prasarana
a. Lokasi
Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan
atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan
radiologi.
b. Disain
Standar ICU yang memadai ditentukan oleh disain yang baik dan pengaturan
ruang yang adekuat.
Bangunan ICU
- Terisolasi
- Mempunyai standar tertentu terhadap :
a. Bahaya api
b. Ventilasi
c. AC
d. Exhaust fan
e. Pipa air
f. Komunikasi
g. Bakteriologis
h. Kabel monitor
- Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata
1. Area pasien :
- Unit terbuka 12 – 16 m2 / tempat tidur
- Unit tertutup 16 – 20 m2 / tempat tidur
- Jarak antara tempat tidur : 2 m
- Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur
- Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan
Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier
paling sedikit 3 outlet udara-tekan, dan 3 pompa hisap dan minimal 16 stop
kontak untuk tiap tempat tidur.
Pencahayaan cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL
day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan
pasien dan personil. Disain dari unit juga memperhatikan privasi pasien.
3. Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan / AC yang dapat mengontrol suhu dan
kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22o – 25o kelembaban 50 – 70%.
4. Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.
5. Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe,
peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli,
penghangat darah, alat hisap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat
bersih.
7. Ruang perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas
dam pimpinannya.
10. Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan
terpusat.
3. Peralatan
a). Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan
harus sesuai dengan beban kerja ICU, diseuaikan dengan standar yang berlaku.
b). Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat.
c). Peralatan dasar meliputi :
- Ventilator
- Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
- Alat hisap
- Peralatan akses vaskuler
- Peralatan monitor invasif dan non-invasif
- Defibrilator dan alat pacu jantung
- Alat pengatur suhu pasien.
- Peralatan drain thorax.
- Pompa infus dan pompa syringe
- Peralatan portable untuk transportasi
- Tempat tidur khusus.
- Lampu untuk tindakan
- Continous Renal Replacement Therapy
Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur
diagnostik dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi
dan untuk mendukung fungsi ICU.
Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik perlu
tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi
apabila terjadi malfungsi.
Buku Standar Pelayanan ICU ini berlaku untuk seluruh Rumah Sakit Pendidikan maupun
Rumah Sakit non Pendidikan baik Rumah sakit Swasta maupun Rumah Sakit Pemerintah di
wilayah Indonesia. Klasifikasi ICU di Rumah Sakit disesuaikan dengan kemampuan sumber
daya di Rumah Sakit. Berlakunya buku ini terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Standar Pelayanan ICU selanjutnya perlu dijabarkan dalam prosedur tetap di setiap Rumah
Sakit guna kelancaran pelaksanaannya.
Tinjau ulang sebagai upaya perbaikan dapat dilakukan setiap 3 (tiga) tahun sekali dan
dikoordinasikan oleh Direktorat Pelayanan Medik dan Gigi Spesialistik, Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.
Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 30 Desember 2008
Standar Ketenagaan
Kualifikasi Tenaga Kesehatan yang bekerja di ICU, mempunyai pengetahuan yang memadai,
mempunyai ketrampilan yang sesuai dan mempunyai komitmen tehadap waktu
Kontributor
1. Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo, SpAn KIC
2. Dr. Chris A Johannes, SpAn KIC
3. Dr. Sudarsono, SpAn KIC
4. Dr. Koeshartono, SpAn KIC
5. Dr. Sumara Niman, SpAn KIC
6. Dr. Pandit Saroso, SpAn KIC
7. Dr. Marwoto, SpAn KIC
8. Dr. Wuwuh Utamni Ningtyas, M Kes
9. Ir. Thomas Patria.
10. Dr. Made Wiryana, SpAn
11. Dr. Az Rifki, SpAn KIC
12. Dr. Syafri K Arif, SpAn KIC
13. Dr. Poltak Sianturi, SpAn KIC
14. Dr. Loyd Yahya, SpAn KIC
15. Dr. Bambang Siswitono, SpAn
16. Dr. Harly Joy, SpAn
17. Dr. Endang Melati Maas, SpAn KIC
18. Dr. Admar Anwar, SpAn
19. Dr. Hasanul Arifin, SpAn
20. Dr. April Poerwanto, SpAn
21. Dr. Luwiharsih, MSc
22. Dr. Subiyanto, SpPD
23. Dr. Nico A Lumenta, K. Nefr. MM
24. Fresley Hutapea, SH
TENTANG
FARID W. HUSAIN
NIP 130808593
SAMBUTAN KETUA PERDICI
Dari waktu ke waktu keberadaan institusi rumah sakit semakin dituntut untuk memberikan
pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada masyarakat. Kebutuhan ini sejalan dengan
dua hal penting, yaitu semakin ketatnya kompetisi sektor pelayanan dirumah sakit seiring
dengan peningkatan kesadaran untuk menerapkan motto: patient first dan patient safety
serta tuntutan client/customer terhadap kualitas pelayanan rumah sakit.
Pada sisi lain dengan adanya penambahan jumlah rumah sakit yang kian pesat,
menyebabkan setiap rumah sakit saat ini masuk dalam lingkaran persaingan yang menuntut
pelayanan yang semakin lama harus mempunyai kualitas yang lebih baik. Tingkat
keberhasilan rumah sakit sangat tergantung pada aspek efesiensi, efektifitas pelayanan,
kemudahan, kecepatan, kemutakhiran, keamanan, dan kenyamanan.
Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan ICU. Saat ini palayanan di
ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca bedah tetapi meliputi berbagai jenis
pasien dewasa, anak, yang mengalami kegawatan lebih dari satu disfungsi/gagal organ.
Kelompok pasien ini dapat berasal dari unit gawat darurat, kamar operasi, ruang perawatan,
ataupun kiriman/rujukan rumah sakit lain. Ilmu yang diaplikasikan dalam pelayanan di ICU,
pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga telah menjadi cabang
ilmu kedokteran tersendiri yaitu “Intensive Care Medicine”.
Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber daya
tenaga medis (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan sangat spesifik dan jumlahnya
pada saat ini di Indonesia sangat terbatas.
Biaya pengobatan pasien yang dirawat di ICU jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan
ruang perawatan biasa. Ini semua mengharuskan penerapan manajemen yang efektif dan
efesien agar benar- benar tepat guna dan berdaya guna.
Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan manajemen yang efektif dan efesien, maka
ICU harus dikelola sesuai suatu standar yang bukan saja dapat digunakan secara nasional
tetapi juga mengikuti perkembangan terakhir dari "Intensive Care Medicine”. Departemen
Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI)
dan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI)
memandang perlu untuk meninjau ulang standar pelayanan ICU yang dicetak tahun 2003
dan disusun saat itu oleh DR. Dr. Iqbal Mustafa, SpAn KIC, FCCM dan kawan-kawan dari
PERDICI dengan Dr. Gunawarman Basuki, SpAn K dari (IDSAI). Tinjauan ulang standar ini
disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta konsep ICU dimasa datang.
Semoga standar pelayanan ICU ini dapat berguna dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya
oleh tenaga kesehatan di rumah sakit, agar dapat meningkatkan mutu pelayanan di ICU
secara nasional sekaligus memenuhi kebutuhan standar ICU internasional di negeri kita
tercinta ini.
Pada kesempatan baik ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim penyusun
ulang dan kontributor serta pihak-pihak lain yang membantu hingga terwujudnya buku ini.
Saran dan kritik kami harapkan untuk lebih sempurnanya buku ini.
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, dengan diterbitkannya revisi Buku Standard
Pelayanan Intensive Care ini. Pelayanan Intensive Care merupakan suatu pelayanan spesifik
yang makin dibutuhkan oleh rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan maksimal bagi
pasien. Pelayanan Intensive Care adalah pelayanan multidisiplin yang memerlukan
kerjasama dan koordinasi diantara staf medis dan perawat secara profesional, serta
memerlukan sistem pelayanan terpadu yang dapat memanfaatkan peralatan canggih dan
mahal secara optimal bagi pasien sakit kritis sehingga tercapai Pelayanan Intensive Care
yang efisien tapi berkualitas.
Pada awalnya Pelayanan Intensive Care dirintis oleh Bagian Anestesiologi FKUI-RSCM, yang
selanjutnya terus berkembang hingga menyebar ke rumah sakit lainnya di Indonesia dan
akhir -akhir ini Pelayanan Intensive Care menjadi pelayanan medis yang dibutuhkan untuk
meningkatkan pelayanan pasien kritis di rumah sakit. Pelayanan Intensive Care di rumah
sakit memerlukan profesionalisme staf medis dan perawat, sarana dan peralatan medis yg
cukup dan dukungan anggaran serta sistem pelayanan. Tentunya pelayanan ini memerlukan
pembiayaan yang besar dan efisien. Untuk itu diterbitkan Buku Standard Pelayanan
Intensive Care yang kemudian telah dilakukan revisi sesuai dengan kebutuhan. Dengan
adanya buku standard pelayanan intensive care, maka rumah sakit dapat
memberi Pelayanan Intensive Care sesuai standard yang telah ditentukan sehingga
pelayanan menjadi berkualitas dan menguntungkan pasien. Demikian pula dokter pengelola
pasien, apakah dokter intensivist maupun dokter spesialis anestesiologi yang bekerja di ICU
harus dapat memenuhi standard kompetensi dan pelayanan yang telah ditentukan di buku
standard ini.
Buku standard ini dapat digunakan sebagai acuan dan landasan indikator pengukuran
kualitas pelayanan, baik dalam penilaian akreditasi rumah sakit maupun sebagai indikator
pelayanan klinis. Dengan buku standard ini diharapkan rumah sakit maupun kalangan profesi
kedokteran dapat menjalankan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas dengan
berorientasi pada kepentingan pasien, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat..
Buku standard yang direvisi ini dapat diwujudkan karena kerja keras dan dedikasi besar para
pakar maupun para praktisi di bidang intensive care. Standard ini juga sudah melewati
berbagai uji coba di lapangan, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Meskipun demikian buku ini tidak tertutup kemungkinan untuk mengalami revisi lagi, sesuai
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran serta sesuai kondisi di masa mendatang,
khususnya yang berhubungan dengan Pelayanan Intensive Care.
Atas nama Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia, saya
sangat bangga dan berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tim Penyusun dan para
kontributor serta semua pihak yang telah bersedia berpartisipasi dan membagikan ilmunya
bagi perkembangan Pelayanan Intensive Care di Indonesia.