Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SABU “SAVU”
Nama : Andry Marza Bale Doto
KLS/NIM: C /169114145
Masyarakat dalam budaya sabu yakni
masyarkat yang berdomisili
A. PENDAHULUAN di Pulau Sabu,yakni Flores Nusa
A.LATAR BELAKANG Tenggara Timur. Pulau Sabu dalam latar
belakang sejarahnya dulunya disebut
Secara lebih singkat dan lebih luas, dengan nama Sawu atau Savu
kebudayaan merupakan hasil karya selanjutnya dalam perkembangan orang-
dan cipta karsa manusia untuk orang Sabu menyebutnya RAIHAWU
memenuhi kebutuhan hidup agar atau Tanah Sabu. Pulau Sabu atau Rai
mampu bertahan dalam lingkungan Hawu merupakan pulau terpencil dengan
sosial atau lingkungan alam luas 460,78 km persegi, berpenduduk
dimana tinggal. Kebudayaan sekitar 30.000, dan sekarang telah
berupa nilai- nilai, kepercayaan, menjadi dimekarkan menjadi kabupaten.
ilmu pengetahuan, kesenian, Masyarakat Sabu sangat menghormati
hukum, moral, teknologi, adat dan menghargai budaya yang mereka
istiadat dan segala kemampuan anut dan terus dipertahankan warisan
lainnya yang diperoleh manusia budaya tersebut hingga saat ini, di mana
dan digunakan manusia. budaya yang dianut tersebut sangat
Manusia sebagai makhluk hidup berpengaruh kehidupan sosial mereka.
memiliki kecenderungan untuk Orang Sabu semenjak zaman nenek
bertahan hidup.Lingkungan dan moyang (bahkan sebelum agama barat di
masyarakat mengambil peran bawa masuk oleh bangsa penjajah
penting dalam proses terbentuknya Belanda dan Portugis) telah memiliki
budaya. Manusia memiliki cara dan menganut sebuah sistem
dan sudut pandang dalam kepercayaan atau agama suku yang
pemenuhan diri atau bentuk mereka sebut dengan Jingitiu. Jingitiu
mengekspresikan diri merupakan agama suku orang Sabu,
yang dibangun atas konsep dasar akan
adanya Zat Ilahi yang disapa sebagai
Deo Ama (Allah Bapa) Asal dari segala
sesuatu atau Deo Woro, Deo Pennji
(Tuhan Pencipta Semesta Alam); suatu
oknum Ilahi Yang Maha Tinggi,
2
Unsur – Unsur Budaya
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen
yaitu:
1. alat-alat teknologi
2. sistem ekonomi
3. keluarga
4. kekuasaan politik
• organisasi ekonomi
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam
tersebut.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan
3.Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
kebudayaan.
yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
4
B. ADAT ISTIADAT SABU
Rumah Adat Sabu
Permukiman
Masyarakat Sabu Bagian yang khas
pada rumah adat Sabu adalah
Dalam buku mengenai Dunia atapnya. Bentuk atap rumah Sabu
Orang Sabu, Nico L kana menjelaskan seprti perahu yang ditelungkupkan.
bahwa perkampungan Sabu atau Sebelumnya telah dijelaskan bahwa
yang bisa disebut rae atau Rae bagian –bagian dalam rumah
kowa yang artinya adalah kampung merupakan bagian-bagian dalam
perahu terletak di punggung- perahu. Bagi orang Sabu rumah
punggung bukit dan dikelilingi pagar adalah bangunan fisik yang berada di
karang atau batu. “darat” yang berfungsi sebagai
Bentukperkampungan masyarakat tempat berlindung, pusat segala
Sabu umumnya elips atau bisa juga aktivitas manusia sedang perahu
persegi panjang dengan betukan adalah sebuah bangunan fisik tempat
lengkung di keempat sisinya. segala aktivitas serta tempat
perlindungan dilaut. Jadi ada dua
Pada kedua sisinya yang sarana yang dilakukan untuk
melebar terdapat dua gerbang melakukan aktivitas kehidupan yaitu
yang disebelah timur disebut Toka Rai Balla (daratan) dan Dahi Balla
Dimu dan yang berada disebelah (lautan). Rai Balla dan Dahi Balla
barat disebut Toka Wa, adalah makrokosmos sedangkan
diasosiasikan dengan terbit dan Ammu dan Kowa adalah
tenggelamnya matahari.Hal ini mikrokosmos. Lokasi tempat
juga berarti sesuai dengan mendirikan rumah selalu atau
ungkapan masyarakat di Sabu biasanya tempat yang tinggi yaitu
yaitu penau nga ngi’u rai yang bukit atau lereng, selalu menghadap
artinya bentuk memanjang seperti arah ke utara atau keselatan, haluan
pulau Sabu. Tatanan kampung rumah selalu ada arah barat dan
Sabu dibagi menjadi beberapa timur Ammu Kowa adalah perahu
bagian. Ditengah kampung orang yang melayari kehidupan di darat
Sabu terdapt lapangan kampung masyarakat Sabu. Menurut Mone Ama
tau Telora yang artinya tengah dan Bha leluhur mereka bernama
didalam lingkaran telora terdapat Maja ketika mencipta Amu Kowa ia
nada Rae atau altar kampung yang mentrasformasi bentuk dasar sebuah
biasa digunakan sebagai tempat perahu menjadi Amu Kowa dengan
upacara adat, berupa susunan batu cara melakukan peminjaman
yang melingkari 11 sebatang terhadap unsur-unsur penting dalam
pohon. Pohon yang terdapat perahu. Oleh karena itu dilihat secara
didalamnya jika bukan pohon konstruksi fisik semua bagian dari
kepaka (Nitas), pohon Madiri rumah Sabu mengambil nama dan
(beringin) atau pohon ko (bidara elemen pembentuk perahu antara
cina). lain pada bentuk atap Amu Kowa
adalah perahu yang ditelungkupkan
karena dibuat sedekat mungkin
dengan bentukan perahu.
5
Goetha (2010) dalam dimaknai sebagai Roapana.
kajiannya menuliskan Secara harfiah kata Roapana
pemaknaan ruang dalam terdiri dari dua suku kata yaitu
kehidupan masyarakat Sabu Roa yang diartikan sebagai
erat kaitannya dengan filosofi ruang dalam atau rongga dalam
mengenai hubungan perahu sedangkan Pana artinya
ketergantungan dengan panas.
lingkungan alamnya.yang
Pusat Informasi
Pusat informasi dalam bahasan ini Bangunan Pusat Informasi adat dan
adalah bangunan yang merupakan pusat Budaya didefinisikan sebagai satuan
untuk memperoleh pengetahuan mengenai bangunan yang memiliki fungsi
menginformasikan kepada baik wisatawan
keadaan, peristiwa adat dan budaya di
domestik maupun mancanegara mengenai
KabupatenSabu-Raijua yang dikumpulkan hal-hal yang menjadi kebiasan dan adat
melalui prose komunikasi dengan tua-tua istiadat suatu daerah sebelum wisatawan
adat dan masyarakat setempat serta mengalami atau merasakan suasana
pengumpulan tulisan-tulisan mengenai kehidupan masyarakanya melalui kegiatan
budaya dan adat yang ditulis oleh peneliti workshop, tontonan dan juga dokumentasi
terdahulu. Tatanan informasi yang berupa foto dan display peralatan sehari-
hari masyarakat setempat.Bangunan pusat
dibutuhkan adalah tatanan informasi yang
informasi adat dan budaya biasa
runtut dan mempermudah pengunjung memudahkan wisatawan untuk lebih
mengetahui alur kegiatan yang ada dalam mamahami kebiasaan masyarakat disuatu
Bangunan Pusat Informasi Adat dan daerah.
Budaya Sabu. Tatanan informasi
merupakan media komunikasi yang perlu
memperhatikan gagasan yang diberikan
oleh desainer.
6
Teori Transformasi
Transformasi merupakan perubahan bentuk atau pemalihan yang
artinya perubahan dari benda asal manjadi benda jadiannya.
Perubahan itu sudah tidak memiliki atau memperlihatkan kesamaan
atau keserupaan dengan benda asalnya namun perubahan jadiannya
masih menunjukkan petunjuk benda asalnya. Desain transformasi pada
perancangan ini dengan pendekatan tipologi yang menggunakan
pendekatan –pendekatan pemalihan atau transformasi, eksotik dan
multicultural serta kompleksitas dan kontradiksi dalam prosesnya.
Poin-poin yang akan dibahas dalam tiap aspek berbeda-beda.
Tipologi
Kajian ini digunakan untuk menjelaskan bentuk secara keseluruhan, strukur atau karakter
suatu bentuk atau objek tertentu (Johnson, 1994) Pengertian tipologi dikaitkan langsung
dengan objek arsitektural, karena pada dasarnya arsitektur merupakan kegiatan budaya yang
menghasilkan obyek tertentu. Tipologi merupakan kajian yang berusaha menelusuri asal-usul
awal mula terbentuknya objek-objek arsitektural.
Metode
Tema pada perancangan Pusat Kebudayaan masyarakat sabu menggunakan metode
transformasi dari tipologi perkampungan dan rumah adat masyarakat Sabu. Metode umum
yang digunakan adalah penelusuran yang disusun melalui beberapa tahapan yang menujang
mecahan masalah.
Analisis
Fasilitas Pusat Informasi adat dan Budaya
Pusat Informasi adat dan budaya merupakan bangunan yang
memfasilitasi kegiatan khas dan memiliki nilai lokalitas yang tinggi. Kriteria
kebudayaan yang perlu difasilitasi dalam Bangunan Pusat Informasi Adat dan
Budaya: Merupakan kebudayaan yang khas didaerah tersebut, memiliki nilai
lokalitas yang tinggi, memiliki nilai ekonomi, masih dilakukan hingga sekarang
dan dapat difasilitasi dalam bentuk ruang
Tabel 3. Analisis Fasilitas Pusat Informasi Adat dan Budaya
4 Kosmologis
5 Orientasi Rumah Orientasi rumah berhadap hadapan menghadap utara -selatan
6 Prinsip Keseimbangan Bentu perkampungan simetris
7 Desain Unity
Sedangkan pada analisis spasial kedua mengenai pola ruang dalam rumah
Sabu sendiri. Masyarakat sabu membagi ruang dalam rumah mereka menjadi 3
pembagian ruang.
Gambar 2. Metode Desain
(Sumber: Kini , 2012)
Pada analisis mengenai Fisik dan Stilistik terdapat dua aspek yang
dikajian antara lain aspek Visual bentuk mencakup bentuk bangunan, warna,
tekstur, bukaan dan ornamen. Aspek kajian kedua adalah mengenai prinsip
desain yaitu tentang keseimbangan bentuk, irama, skala dan proporsi. Rumah
Adat Sabu memiliki kesimbangan bentuk bangunan yang
simetri.
Desain
Tata massa bangunan Pusat Informasi Adat dan Budaya Sabu ini menggunakan tata massa
perkampungan adat dengan transformasinya. Pada Kampung adat Sabu terdapat beberapa
prinsip yang selalu ada antara lain terdapat ruang bersama yang dikelilingi oleh rumah-
rumah tinggal, letak ruang bersama selalu dibagian tengah, terdapat dua pintu masuk yang
terdapat di bagian barat dan timur disebut Toka Wa dan Tola Dimu, sirkulasi memutar dan
semua rumah selalu berpasang-pasangan .
Ruang Bersama
Implementasi penggunaan ruang bersana pada Pusat informasi adat dan budaya sesuai
mengambil posisi ditengah kampung. Ruang bersama ini biasa digunakan untuk mengadakan
penampilan penari pedo’a yang dilakukan setiap bulan purnama dan beberapa tarian adat
lainnya.
Zonasi Massa
Pada kawasan pusat informasi adat dan budaya dibagi menjadi tiga bagian yaitu
area publik, area semi publik, dan area privat.
Gambar 7. Zonasi
(Sumber: Kini, 2012)
Massa Rumah Tenun dan Rumah Nira
Massa rumah tenun ini menggunkan konsep penggunaan ruang secara vertical yaitu
semakin ke atas sifat ruangnya semakin privat.
Kesimpulan
Arsitektur tradisional rumah adat Sabu beraneka ragam dan indah yang
menunjukan bagaimana desain dan tipologi disesuaikan dengan alam dan kebutuhan
mengelompok,dimana masa bangunan yang ada tetap berpusat pada satu titik yang
berada pada ruang terbuka dimana pertunjukan seni dan tradisi adat dilakukan. Pada
perbukitan untuk mengintai musuh dan menghindar dari bahaya lainya yang
mengancam.
Bentuk rumah adat juga mengambil konsep dasar dari bentuk perahu,bahkan sebagian besar
konstruksi mengambil nama dari elemen konstruksi perahu.Masyarakat sabu juga cukup tegas
dalam menzoning ruangan dimana ada pembagian ruangan perempuan dan laki-laki.
Tarian
Tarian Ledo
Merupakan sebuah tarian tradisional yang sakral bagi
manusia yang telah meninggal dunia menuju tempat yang damai dan
diiringi oleh gong dan tambur serta syair – syair sakral oleh para
penyair.
Tarian ini juga ditarikan berpasang-pasangan secara
rantai emas, anting dan sabuk, gelang gading dan kain ikat terbaik.
kapanpun mereka mau. Selama masih ada wanita yang menari, para
Tarian Ledo
gerakan yang lambat untuk memagari arena dari roh – roh jahat (Lau
tangkas (Gigi), lalu disusul dengan suatu gerakan perang antara dua
anggota penari laki – laki (Pej’uru) dan penutup adalah gerakan Lau
Nada kembali. Pada saat sekarang ini tarian Ledo Hawu juga
ditampilkan bila ada tamu kehormatan yang datang berkunjung ke
laki berupa kain tenun berwarna putih atau motif Sabu di bagian
Saat ini tarian Ledo bukan hanya dilaksanakan pada saat hari
Tarian Pedo’a
Berbeda dengan tarian Pedo’a, dimana merupakan tarian
menyambut lagu dan ritme tersebut dalam satu paduan suara. Tarian
Pakaian Adat
iki
disebut hi’i (atau hig’i, hij’i) dalam bahasa Sabu, atau ‘selimut’
kepercayaan kuno Jingi tiu yang memakai hi’i buatan lokal pada
lebih suka memakai sarung Jawa dari bahan katun yang dingin,
sepasang kain diikat dan dicelup pada waktu yang sama. Dewasa
Besar atau dengan kelompok Bunga Palem Kecil (hubi ae dan hubi
iki). Identifikasi sosial mengikuti garis ibu ini sudah sangat kuno dan
dari hubi atau wini yang sama). Bila garis keturunan mereka
hubi iki
Palem Besar (hubi ae), motif belah ketupat bentuknya lebih lonjong, dan
sederhana (Gbr.3).
dekoratif lainnya.
Gbr. 3. Hi’i wohèpi, huri henguru pidu hubi ae (17 baris bermotif),
anggota kelompok hubi iki. Motif wohèpi hegai berasal dari pola
jumlah huri, lebih tinggi nilai selimut tersebut. Hal ini menunjuk
sebagai satu helai, hasil proses tenun tunggal, jadi terdiri dari
indigo bervariasi dari biru muda hingga biru tua atau hampir
ikat tunggal. Pada setiap sisi kain terdapat dua kelompok titik-
atau delapan baris, dan dari Liae dan Dimu memiliki lima, enam
dapat diketahui daerah asal sehelai hi’i. Ada sejumlah hi’i yang
tiga warna dalam satu baris ikat, menciptakan hi’i adati dari
worapi berwarna cerah, terdiri dari garis tipis berwarna merah, biru
tujuh warna.
Gbr.5. Motif boda untuk hi’i worapi, Mesara
hijau dari daun pohon pinang (Areca catechu) dan pohon dadap, biru
muda dari dedaunan nila (indigo), dan kedua nuansa merah dari akar
pohon mengkudu.
para wini Putenga, motif ini dinamakan huri kejanga atau motif
Hawu merupakan sumber dari motif modern kètu pedi yang tidak
(Henge’do)
sedikit kurang lazim bagi beberapa orang dan akan terlihat aneh jika
dinilai oleh orang dari luar Provinsi NTT atau dari budaya suku lain.
Karena pada umumnya orang Nusa Tenggara Timur kurang lebih sudah
mengetahui makna dari cium hidung ini. Ini bisa dilihat dari jumlah
penduduk yang sekitar 30.000 jiwa dengan sifat mobilitas tinggi, sehingga
banyak orang sabu yang menyebar ke seluruh pulau di NTT untuk mencari
selamat datang oleh seorang ibu dengan cara cium hidung, dan saat itu juga
terlihat sekali bahwa presiden Jokowi sangat kaget dengan tingkah sang ibu
sabu tersebut. Akan tetapi sebaliknya bila tradisi cium hidung ini tidak
persaudaraan, empati dan juga pemberian maaf yang tulus kepada orang
yang dianggap berhak mendapatkan itu. Cium hidung atau dalam bahasa
Sabunya disebut Henge’do, bisa anda temukan pada saat - saat tertentu
seperti pada saat adanya ritual – ritual seperti kematian, pernikahan dan
sebab sudah lama tidak bertemu, pada saat merayakan hari – hari raya
pembaptisan, dan acara ucapan syukur lainnya, serta pada saat mengakhiri
belis untuk kenoto (masuk minta calon pengantin perempuan) yang akan di
bawa oleh sang calon pengantin pria, serta penentuan hari pernikahan.
ataupun menentukan hak atas tubuh seseorang yang sudah meninggal akan
di taruh di rumah siapa serta tempat dan hari penguburan jenazah dari
orang sabu dengan tidak mengenal umur, gender, profesi bahkan status
menyenggolkan hidung satu sama lain, baik itu antara sesama perempuan,
atau pun laki-laki yang sudah dianggap kerabat dan saudara dekat maupun
saudara, bahkan antara perempuan dan laki-laki. Henge’do dalam suku sabu
setelah berciuman hidung. Sungguh besar dan dalam makna cium hidung ini
diwariskan oleh nenek moyang Orang Sabu yang mengandung makna yaitu
betapa kita sebagai sesama manusia harus bisa saling memberi dan
budaya masyarakat setempat, dan kita pun secara resmi telah diterima
menjadi bagian dari kelompok tertentu. Bagi masyarakat Sabu yang masih
kental dengan budayanya, cium hidung ini memiliki peran yang penting
acara pernikahan yang masih ketat dengan belis (mahar) yang besar dan
permintaan belis dari keluarga wanita dan setelah itu tidak ada lagi yang
Pendeta, pengantin pria akan membuka cadar pengantin wanita dan mereka
akan saling memberi hidung untuk dicium sebagai tanda bahwa mereka
telah resmi menjadi satu dalam kasih Kristus, karena dipercayai bahwa cium
hidung lambang kasih sayang dari suku sabu dan Kristus sebagai kepala
KATOLIK 7,06 8 1
PROTESTAN 80,76 116 37
ISLAM 0,79 1 10
HINDU 0,02 0 0
LAINNYA 11,37 0 0
JUMLAH 100 125 48
Jejak dari kepercayaan ini adalah banyaknya kuburan batu, gua pemujaan, dan
kepercayaan Jingitiu menjadi penanda bahwa agama modern belum menyentuh sisi
Ama Lay Lado, salah seorang tokoh masyarakat Sabu, yang di temui di
Menia, ibu kota Kabupaten Sabu Raijua, Sabtu, 24 Maret 2012, menuturkan,
kekuasaan menurut kepercayaan Jingitiu, ada sejak nenek moyang orang Sabu yang
tepatnya di Gua Merabu. Kekuasaan dalam kepercayaan orang Sabu tertata secara
hierarkis mulai dari Tuhan hingga pemimpin adat. Konsep kekuasaan ini masih
Lirubala (Tuhan langit) di atas sebuah batu merah (Wadumea). Hingga kini, gua
Merabu dan Wadumea dikeramatkan oleh orang Sabu. Selain tidak boleh
sembarangan orang menjamahnya, di kedua tempat ini juga sering digelar upacara
adat,” jelasnya.
Kikaga adalah seorang pencari ikan. Suatu ketika, datanglah sosok dari langit
bernama Ludji Liru yang menanyakan dari mana asal Kikaga apa yang dicari.
Kikaga menjawab, ia berasal dari seberang dan sedang mencari ikan. Kikaga lalu
dikembalikan ke bumi dan diminta untuk tidur di atas batu merah (Wadumea)
untuk menantikan sesuatu yang akan diturunkan dari langit. Hingga sekarang,
karena itu, hingga sekarang kerbau menjadi binatang yang dikeramatkan oleh
orang Sabu.
Menurutnya, penganut ajaran Jingitiu percaya bahwa
dibapakkan”.
bagian yang dipimpin oleh 7 pejabat, yaitu Deo Rai, Dohe Leo, Rue,
Bangu Uda, Pulodo Muhu, Mau Kia, dan Bawa Iri. Tujuh pejabat
upacara.
Sabu Raijua atau 8000 orang, yang menyebar di seluruh wilayah ini,”
ujarnya.
Sabu Raijua, Marthen Luther Dira Tome. Hal ini karena, aliran Jingitiu
hewan kurban yang besar, tetapi karena masalah kemiskinan maka hanya
dilakukan dengan seekora ayam atau sabut kelapa yang dibakar sebagai
yang dinginkan dari ritual itu akan terwujud, dan saya akan
Protestan, Katolik, Islam, Hindu dan Budha, juga kepada agama suku
Jingitiu untuk tetap eksis. Akan ada kebijakan khusus untuk melindungi
anak dari orang yang menganut aliran Jingitiu lahir dan dipermandikan
sesuai ajaran Jingitiu yang dikenal dengan sebutan “hapo” maka anak
layak
aliran Jingitiu semakin berkurang. Hal itu, lantaran ada kebijakan masa
lalu yang keliru. Selain itu, ada kegiatan upacara adat yang tidak bisa
diabaikan kerena aliran Jingitiu penuh dengan ritual dan prosesi adat.
Bahkan, dari bulan ke bulan ada ritual yang wajib dilakukan oleh
kepercayaan Jingitiu.
kepada agama suku ini agar tetap ada. Upaya ini merupakan wujud
Pengertian Seni
Pengertian kata seni kita ambil dari Inggris art, yang berakar pada kata Latin
pengamatan atau proses belajar". Dari akar kata ini kemudian berkembang
yang dibuat (diciptakan) dengan kecakapan yang luar biasa seperti sanjak,
itu ditekankan segi kebaruan dari seni. Seni itu tidak mengulang alam,
dengan alam, namun ia sudah tercabut dari kenyataan alamiah. Pada seni
terdapat prinsip kelainan dari alam, yang membuat seni itu sungguh-
penciptaan seni. Karena Langer bertolak dari asumsi bahwa karya seni
Orang percaya bahwa intuisi atau inspirasi memegang peranan yang penting di dalam
Kesan-kesan inilah yang kemudian dituangkan dan diabadikan dalam sebuah karya
seni.
TEORI TENTANG SENI
Realisme
Realisme di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan
Maknanya bisa pula mengacu kepada usaha dalam seni rupa unruk
buruk sekalipun.
terlalu luas, dan bentuk-bentuk klasik lainnya yang telah lebih dahulu
alam secara akurat.Sebagai contoh, bentuk rumah adat dan motif tenun
Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada, yakni
kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang
obyek indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari
kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada
hubungannya dengan pikiran kita. Bagi kelompok realis, alam itu, dan
satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan yang
Macmurray mengatakan:
perbedaan antara benda dan ide. Bagi common sense biasa, ide adalah ide
tentang sesuatu benda, suatu fikiran dalam akal kita yang menunjuk suatu
benda. Dalam hal ini benda adalah realitas dan ide adalah 'bagaimana
benda itu nampak pada kita'. Oleh karena itu, maka fikiran kita harus
jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika ide kita cocok dengan
bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah. Benda tidak
mendapatkan ide yang benar. Cara berpikir common sense semacam itu
adalah cara yang realis; cara tersebut adalah realis karena ia menjadikan
'benda' adalah bukan 'ide' sebagai ukuran kebenaran, pusat arti. Realisme
menjadikan benda itu dari real dan ide itu penampakkan benda yang
bentuk seni
Mimesis
Teori Mimesis berpijak pada pemikiran bahwa seni adalah suatu usaha
untuk menciptakan tiruan alam. Kata mimesis berasal dari kata Yunani
dimana teori ini pertama kali dicetuskan oleh Plato. Terjemahan yang
tepat dari kata mimesis agak sukar dicari, karena bagi Plato mimesis ini
tidak saja berlaku untuk seni rupa melainkan juga berlaku untuk seni
atau “imitasi”. Aristoteles melihat mimesis itu lebih dari sekedar imitasi
adalah gambaran dari apa yang memungkinkan, jadi hasil karya seni
dengan kenyataan yang dapat kita indrai. Tapi karya ini pun tidak
INSTRUMENTAL
Teori ini berpijak pada pemikiran bahwa seni mempunyai tujuan
tertentu dan bahwa fungsi dan aktivitas seni sangat menentukan dalam
propaganda, religius dan sebagainya. Cabang lain dari teori ini adalah
Penutup
Kesimpulan
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama
Akibatnya setiap wilayah memiliki budaya yang berbeda satu sama lain
Pakaian adat wilayah Sabu juga terkesan terbuka, hanya terdiri dari
dipakai yakni bunga palem besar dan kecil, motif bela ketupat, garis