Naskah Publikasi
Naskah Publikasi
S POST CRANIOTOMY
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar
Profesi Ners (Ns)
Disusun Oleh:
NADIA CITRA SAVITRI
J230113020
NA
ASKAH PUBL
LIKASI
3
Abstrak
Nadia Citra Savitri*
Nanang Sri Mujiono, S.Kep**
Ari Setiyajati, S.Kep.,Ns**
ABSTRACT
Head injury is a leading cause of death and disability mostly occurs due to traffic
accidents. The incidence of head injuries 58% more men than women. It is caused due to
high mobility among the productive age while maintaining road safety is low, in addition to
the treatment of patients both at the scene and during the course of the victim to a hospital
that has not been appropriate and referral fee will cause the patient's death, judgment and
early action in the emergency room will determine further management and prognosis.
Severe head injury is an injury due to pressure or impact hard objects on the head can
cause temporary loss of neurologic function or decreased consciousness temporarily,
patients usually complain of dizziness headache without any other damage. The general
objective of the writer Scientific Writing is to be aware of the concept of theory, provide
nursing care to the right, proper and in accordance with professional nursing standards in
Tn. S post craniotomy with severe head injuries. The conclusions of this scientific paper is
Mr. patients. S post craniotomy with severe head injury diagnoses problems occur ineffective
airway clearance that require special attention in handling nursing.
Patofisiologi 6. Anisokor
Otak dapat berfungsi dengan baik 7. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat 8. Hilangnya kesadaran kurang dari 30
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam menit atau lebih
sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui 9. Kebingungan/kecemasan
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai 10. Iritabel
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran 11. Pucat
darah ke otak walaupun sebentar akan 12. Pusing kepala
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian 13. Terdapat hematoma
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai 14. Sukar untuk dibangunkan
bahan bakar metabolisme otak tidak boleh 15. Bila fraktur, mungkin adanya cairan
kurang dari 20 mg %, karena akan serebrospinal yang keluar dari hidung
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan fraktur tulang temporal.
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa Komplikasi
plasma turun sampai 70 % akan terjadi Menurut Ester (2001), komplikasi yang akan
gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral terjadi pada pasien cedera kepala antara
(Brunner & Suddart, 2003). lain:
Pada saat otak mengalami hipoksia, 1. Hemorhagic
tubuh berusaha memenuhi kebutuhan 2. Infeksi
oksigen melalui proses metabolik anaerob 3. Oedema
yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh 4. Herniasi
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau Pemeriksaan Diagnostik
kerusakan otak akan terjadi penimbunan Menurut Brunner & Suddart (2003),
asam laktat akibat metabolisme anaerob. pemeriksaan diagnosatik dari cedera kepala
Hal ini akan menyebabkan asidosis antara lain:
metabolik. Dalam keadaan normal Cerebral 1. CT-Scan
Blood Flow (CBF) yaitu 50-60 ml/menit/100 2. MRI
gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari 3. Cerebral Angiography
cardiac output (Price, 2005). 4. Serial EEG
Trauma kepala menyebabkan 5. X-Ray
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas 6. BAER
atypical-myocardial, perubahan tekanan 7. PET
vaskuler dan menyebabkan oedema paru. 8. CSF
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel 9. ABGs
adalah perubahan gelombang T dan P, 10. Kadar Elektrolit
disritmia fibrilasi atrium dan ventrikel dan 11. Screen Toxicologi
takikardia (Muttaqin, 2008). Penatalaksanaan
Akibat adanya perdarahan otak 1. Penanganan Pre Hospital
akan mempengaruhi tekanan vaskuler, Dua puluh persen penderita
dimana penurunan tekanan vaskuler ini cedera kepala mati karena kurang
akan menyebabkan pembuluh darah arteriol perawatan sebelum sampai di rumah
akan berkontraksi. Pengaruh persarafan sakit. Penyebab kematian yang
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh tersering adalah syok, hipoksemia, dan
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu hiperkarbia. Dengan demikian, prinsip
besar (Price, 2005). penanganan ABC (airway, breathing,
dan circulation) dengan tidak melakukan
Tanda dan Gejala manipulasi yang berlebihan dapat
Menurut Mansjoer (2007), gejala yang timbul memberatkan cedera tubuh yang lain,
antara lain: seperti leher, tulang punggung, dada,
1. Sakit kepala berat dan pelvis.
2. Muntah proyektil Umumnya, pada menit-menit
3. Pupil edema pertama penderita mengalami semacam
4. Perubahan tipe kesadaran brain shock selama beberapa detik
5. Tekanan darah menurun, bradikardia sampai beberapa menit. Ini ditandai
6
dengan refleks yang sangat lemah, Denyut nadi perifer yang teratur,
sangat pucat, napas lambat dan penuh, dan lambat biasanya
dangkal, nadi lemah, serta otot-otot menunjukkan status sirkulasi yang
flaksid bahkan kadang-kadang pupil relatif normovolemik. Pada penderita
medriasis. Keadaan ini sering cedera kepala, tekanan darah sistolik
disalahtafsirkan bahwa penderita sudah sebaiknya dipertahankan diatas 100
mati, tetapi dalam waktu singkat tampak mmHg untuk mempertahankan perfusi
lagi fungsi-fungsi vitalnya. Saat seperti ke otak yang adekuat. Denyut nadi
ini sudah cukup menyebabkan dapat digunakan secara kasar untuk
terjadinya hipoksemia, sehingga perlu memperkirakan tekanan sistolik. Bila
segera bantuan pernapasan (Brunner & denyut arteri radialis dapat teraba maka
Suddarth, 2003). tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg.
Yang pertama harus dinilai Bila denyut arteri femoralis yang dapat
adalah kelancaran jalan napas (airway). teraba maka tekanan sistolik lebih dari
Jika penderita dapat berbicara maka 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi
jalan napas kemungkinan besar dalam hanya teraba pada arteri karotis maka
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas tekanan sistolik hanya berkisar 50
sering terjadi pada penderita yang tidak mmHg. Bila ada perdarahan eksterna,
sadar, yang disebabkan oleh benda segera hentikan dengan penekanan
asing, muntahan, jatuhnya pangkal pada luka (Brunner & Suddarth, 2003).
lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Cairan resusitasi yang dipakai
Usaha untuk membebaskan jalan napas adalah Ringer Laktat (RL) atau NaCl
harus melindungi vertebra servikalis, 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra
yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, vena. Pemberian cairan jangan ragu-
fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari ragu, karena cedera sekunder akibat
leher (Ester, 2001). hipotensi lebih berbahaya terhadap
Dalam hal ini, kita dapat cedera otak dibandingkan keadaan
melakukan chin lift atau jaw thrust oedema otak akibat pemberian cairan
sambil merasakan hembusan napas yang berlebihan. Posisi tidur yang baik
yang keluar melalui hidung. Bila ada adalah kepala dalam posisi datar, cegah
sumbatan maka dapat dihilangkan head down (kepala lebih rendah dari
dengan cara membersihkan dengan jari leher) karena dapat menyebabkan
atau suction jika tersedia. Untuk bendungan vena di kepala dan
menjaga potensi jalan napas menaikkan tekanan intrakranial
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa (Brunner & Suddarth, 2003).
orofaring. Bila hembusan napas tidak Setelah ABC stabil, segera
adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan siapkan transport ke rumah sakit untuk
napas dari mulut ke mulut akan sangat mendapatkan penanganan selanjutnya.
bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat Selama dalam perjalanan, bisa terjadi
diberikan dalam jumlah yang memadai. berbagai keadaan seperti syok, kejang,
Pada penderita dengan cedera kepala apnea, obstruksi napas, dan gelisah.
berat atau jika penguasaan jalan napas Dengan demikian, saat dalam
belum dapat memberikan oksigenasi perjalanan, keadaan ABC pasien harus
yang adekuat, bila memungkinkan tetap dimonitor dan diawasi ketat.
sebaiknya dilakukan intubasi Dengan adanya resiko selama
endotrakheal (Brunner & Suddarth transportasi, maka perlu persiapan dan
2003). persyaratan dalam transportasi, yaitu
Status sirkulasi dapat dinilai disertai tenaga medis, minimal perawat
secara cepat dengan memeriksa tingkat yang mampu menangani ABC, serta
kesadaran dan denyut nadi (circulation). alat dan obat gawat darurat (di
Tindakan lain yang dapat dilakukan antaranya ambubag, orofaring dan
adalah mencari ada tidaknya nasofaring tube, suction, oksigen, cairan
perdarahan eksternal, menilai warna infus RL atau NaCl 0,9%, infus set, spuit
serta temperatur kulit, dan mengukur 5 cc, aquabidest 25 cc, diazepam
tekanan darah (Price, 2005). ampul, dan chlorpromazine ampul)
7
11. Kemampuan bergerak : kerusakan area f. Siapkan ambu bag tetap berada di
motorik, hemiparesis/plegia, gangguan dekat pasien.
gerak volunter, ROM (Range Of Rasional : membantu memberikan
Motion), kekuatan otot. ventilasi yang adekuat bila ada
12. Kemampuan komunikasi : kerusakan gangguan pada ventilator.
pada hemisfer dominan, disfagia atau 2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
afasia akibat kerusakan saraf penumpukan sputum.
hipoglosus dan saraf fasialis. Tujuan (NIC) : Mempertahankan
13. Psikososial : ini penting untuk jalan napas dan mencegah aspirasi
mengetahui dukungan yang didapat KH : Suara napas bersih, tidak
pasien dari keluarga. terdapat suara sekret pada selang dan
DIAGNOSA KEPERAWATAN bunyi alarm karena peninggian suara
Diagnosa Keperawatan Nanda mesin, sianosis tidak ada.
(2005) yang biasanya muncul adalah: Rencana tindakan (NOC) :
1. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat a. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit)
napas di otak kelancaran jalan napas.
Tujuan (NIC) : Mempertahankan Rasional : obstruksi dapat disebabkan
pola napas yang efektif melalui ventilator. pengumpulan sputum, perdarahan,
KH (Kriteria Hasil): Penggunaan otot bronchospasme atau masalah
bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada terhadap tube.
atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan b. Evaluasi pergerakan dada dan
gas darah dalam batas-batas normal. auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Rencana tindakan (NOC) : Rasional : Pergerakan yang simetris
a. Hitung pernapasan pasien dalam satu dan suara napas yang bersih indikasi
menit. pemasangan tube yang tepat dan tidak
Rasional : dengan menghitung adanya penumpukan sputum.
pernafasan akan diketahui pernapasan c. Lakukan pengisapan lendir dengan
yang cepat dari pasien dapat waktu <15 detik bila sputum banyak.
menimbulkan alkalosis respiratori dan Rasional : Pengisapan lendir tidak
pernapasan lambat meningkatkan selalu rutin dan waktu harus dibatasi
tekanan PaCo2 dan menyebabkan untuk mencegah hipoksia.
asidosis respiratorik. d. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam.
b. Cek pemasangan tube. Rasional : Meningkatkan ventilasi
Rasional : untuk memberikan ventilasi untuk semua bagian paru dan
yang adekuat dalam pemberian tidal memberikan kelancaran aliran serta
volume. pelepasan sputum.
c. Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi. 3. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d
Rasional : pada fase ekspirasi udem otak
biasanya 2 x lebih panjang dari Tujuan (NIC) : Mempertahankan
inspirasi, tapi dapat lebih panjang dan memperbaiki tingkat kesadaran
sebagai kompensasi terperangkapnya fungsi motorik.
udara terhadap gangguan pertukaran Kh : Tanda-tanda vital stabil,
gas. tidak ada peningkatan intrakranial.
d. Perhatikan kelembaban dan suhu Rencana tindakan (NOC) :
pasien. a. Monitor dan catat status neurologis
Rasional : keadaan dehidrasi dapat menggunakan GCS.
mengeringkan sekresi / cairan paru Rasional : mengetahui status
sehingga menjadi kental dan neurologis pasien saat ini
meningkatkan resiko infeksi. b. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
e. Cek selang ventilator setiap waktu (15 Rasional : Peningkatan sistolik dan
menit). penurunan diastolik serta penurunan
Rasional : adanya obstruksi dapat tingkat kesadaran dan tanda-tanda
menimbulkan tidak adekuatnya peningkatan tekanan intrakranial.
pengaliran volume dan menimbulkan Adanya pernapasan yang irreguler
penyebaran udara yang tidak adekuat. indikasi terhadap adanya peningkatan
9
Ekstremitas bawah : kekuatan otot (4), pada kepala yang tertutup hepafix, terdapat
terpasang IV transfusi darah PRC dengan luka jahitan di kepala sebanyak 33 jahitan,
golongan darah O 1 flash, pada kaki kiri, luka jahitan agak lembab dan bersih,
tidak oedema, capillary refill 3 detik, terdapat terdapat lesi dan jejas pada wajah, luka
luka lesi pada kaki kanan dan kiri, terpasang tidak bengkak, luka tidak ada nanah,
restrain pada kaki kanan dan kiri. Pada disekitar luka tidak memerah dan panas,
pemeriksaan penunjang CT-Scan luka tidak sakit jika ditekan.
didapatkan hasil EDHRegio Frontal Dextra, PEMBAHASAN KASUS
tampak defect di regio parietal kanan, Dalam bab ini, penulis akan
panjang 1,5 cm, lebar 0,5 cm, volume 49 cc. membahas diagnosa keperawatan yang
Dengan data laboratorium pada tanggal 7 muncul pada Tn. S dengan diagnosa cedera
Juli 2012 antara lain nilai Hemoglobin 7,8 kepala berat dan membandingkan antara
g/dl, Hematokrit 23 %, Leukosit 10,1 ribu/ul, teori dengan kasus nyata dengan
Eritrosit 3,01 juta/ul, PH 6,957, PCO2 143,3 menggunakan proses keperawatan yang
mmHg, PO2 72,7 mmHg, Hco3 21,0 terdiri dari pengkajian, analisa data,
mmol/L. Dan klien mendapatkan terapi diagnosa keperawatan, intervensi,
injeksi dan infus antara lain Injeksi implementasi dan evaluasi. Pelaksanaan
Ceftriaxone 2 gr/24 jam,Injeksi Piracetam 3 asuhan keperawatan pada Tn. S ini dimulai
gr/8 jam,Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam, pada tanggal 7 Juli 2012.
Injeksi Metamizol 500 mg/8 jam,Tranfusi Dalam memberikan penatalaksanaan
darah PRC dengan golongan darah O 20 kepada pasien cedera kepala, perawat
tetes/menit (tpm) : Infus NaCl dengan harus melakukan asuhan keperawatan yang
kecepatan tetesan 60 cc/jam : Infus sesuai dengan standar asuhan keperawatan
Aminofusin dengan kecepatan tetesan 60 atau prosedur tetap penanganan pasien
cc/jam : Infus Asering dengan kecepatan 60 cedera kepala. Dengan itu klien akan
cc/jam. tertangani dengan maksimal dan akan
Dari data yang ada maka didapatkan mengurangi tingkat mortilitas. Untuk itu
beberapa diagnosa yang muncul yaitu penulis memberikan asuhan keperawatan
bersihan jalan nafas tidak efektif kepada pasien cedera kepala dengan tepat
berhubungan dengan penumpukan sputum, sesuai standar asuhan keperawatan yang
gangguan perfusi jaringan cerebral ada di RSUD Dr. Moewardi dan teori.
berhubungan dengan oedema otak, nyeri Adapun standar asuhan keperawatan atau
akut berhubungan dengan agen injury, prosedur tetap penanganan pasien cedera
resiko infeksi berhubungan dengan port d’ kepala antara lain, yaitu jika terdapat riwayat
entry, defisit perawatan diri berhubungan trauma pada kepala hal yang perlu ditangani
dengan kelemahan fisik. adalah Airway, Breathing, Circulation,
Kemudian dari semua tindakan yang melakukan tindakan resusitasi. Untuk
kami lakukan selama 3 hari perawatan maka penanganan airway yaitu membebaskan
didapatkan evaluasi sebagai berikut, yaitu: saluran nafas dengan posisi, buka mulut,
Klien terpasang O2 nasal kanul 4 lpm, suara bersihkan muntahan, lendir, benda asing,
nafas klien vesikuler, tidak ada sumbatan pelrhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah
jalan nafas, produksi sputum berkurang, gerakan hiperekstensi, hiperfleksi, rotasi,
klien relax, GCS E4V5M6, posisi kepala semua penderita tidak sadar harus dianggap
head up 300, TTV TD berkisar antara: ada cedera tulang leher. Untuk penanganan
120/70-130/80 mmHg, nadi= 50-90 x/menit, breathing yaitu berikan masker oksigen/
RR= 20-24x/menit, Suhu= 36-370C, klien nasal. Untuk penanganan circulation yaitu
mengatakan nyeri berkurang, nyeri terasa denyut jantung mungkin cardiact arrest
saat kepala digerakkan, nyeri terasa senut- makak lakukan resusitasi jantung, bila syok
senut dengan skala nyeri 3 dan nyeri terasa (tensi < 90 mmHg dan Nadi > 100 x/menit
hilang timbul, klien relax, kepala klien atasi dengan infus cairan Ringer Laktat (RL),
terbalut perban, terdapat luka jahitan pada cari sumber perdarahan (tulang,thorak,
kepala, hematoma pada kepala sudah abdomen, pervis), bila tensi < 90 mmHg 75nadi
mengecil dan klien post craniotomy, klien juga < 90x/menit pikirkan kemungkinan
mengatakan luka di kepala masih terasa spinal syok, batasi cairan, dan hentikan
sedikit sakit jika dipegang, terdapat balutan perdarahan dari luka terbuka. Untuk
12
penunjang yang kurang lengkap, karena dengan melakukan suction pada klien.
klien mengalami penurunan kesadaran, Dari intervensi yang ada, hanya 1
sehingga sulit mendapatkan data untuk intervensi yang tidak dilakukan penulis
menegakkan diagnosa. yaitu intervensi dalam melakukan
Pemecahan masalahnya adalah fisioterapi dada pada pasien,
melengkapi pendokumentasian yang dikarenakan selain kesadaran klien yang
masih kurang lengkap dan pendekatan menurun, klien juga terlihat gelisah, tidak
pada keluarga ditingkatkan dengan bisa tenang, sehingga penulis merasa
menggunakan komunikasi terapiutik. kesulitan dalam melakukan tindakan
fisioterapi dada, seharusnya dalam
B. Diagnosa Yang Muncul Pada Kasus melakukan fisioterapi dada, klien dalam
dan Ada di Teori keadaan tenang, dengan kesadaran
Diagnosa keperawatan yang penuh, bisa berkonsentrasi
muncul pada kasus dan ada di teori yaitu mendengarkan instruksi perawat dalam
terdapat 5 diagnosa, antara lain: melakukan tindakan fisioterapi, sehingga
bersihan jalan nafas tidak efektif tidak menimbulkan kesalahan dalam
berhubungan dengan penumpukan melakukan tindakan (Smeltzer, 2006).
sputum, gangguan perfusi jaringan Namun, dari hasil implementasi yang
cerebral berhubungan dengan oedem telah dilakukan penulis, maka
otak, nyeri akut berhubungan dengan didapatkan evaluasi dengan tujuan
agen injury, kerusakan mobilitas fisik tercapai sebagian ditandai dengan data
berhubungan dengan penurunan subyektif klien mengatakan sudah tidak
kesadaran, dan resiko infeksi ada sumbatan air liur lagi yang
berhubungan dengan luka, gangguan mengganggu pernafasan klien, klien
integritas kranium. mengatakan pernafasan lancar,
Untuk diagnosa pertama yaitu sedangkan data obyektif klien terpasang
bersihan jalan nafas tidak efektif o2 nasal kanul 4 lpm, suara nafas klien
berhubungan dengan penumpukan vesikuler, tidak ada sumbatan jalan
sputum. Menurut Nanda (2006) bersihan nafas, produksi sputum berkurang. Dan
jalan nafas tidak efektif adalah hasil evaluasi sudah sesuai dengan teori
ketidakmampuan dalam membersihkan yang ada.
sekresi atau obstruksi dari saluran Diagnosa yang kedua yaitu
pernafasan untuk menjaga bersihan gangguan perfusi jaringan cerebral
jalan nafas. Data yang menunjang berhubungan dengan oedema otak.
munculnya diagnosa tersebut adalah Menurut Nanda (2006), gangguan
suara nafas ronchi, terdapat produksi perfusi jaringan cerebral yaitu penurunan
sputum dan gelisah. Diagnosa ini kadar oksigen sebagai akibat dari
dijadikan prioritas pertama karena kegagalan dalam memelihara jaringan di
bersifat gawat dan jika klien mengalami tingkat kapiler.
sumbatan pada jalan nafas maka suplai Diagnosa yang ketiga yaitu nyeri
O2 ke otak mengalami gangguan, akut berhubungan dengan agen injury.
sehingga otak tidak mendapatkan O2 Menurut Carpenito (2002) nyeri akut
secara maksimal dan hal ini akan adalah sensori yang tidak
menyebabkan kematian jaringan, selain menyenangkan dan pengalaman
itu jantung juga membutuhkan O2 untuk emosional yang muncul secara aktual
proses metabolisme, sehingga intervensi atau potensial kerusakan jaringan atau
yang diutamakan pada bersihan jalan menggambarkan adanya kerusakan:
nafas ini adalah kaji kelancaran jalan serangan mendadak atau pelan
nafas atau lakukan auskultasi dada, intensitasnya dari ringan sampai berat
lakukan suction (pengambilan sputum) yang dapat diantisipasi dengan akhir
dan fisioterapi dada. Sedangkan yang dapat diprediksi dan dengan durasi
implementasi yang dilakukan antara lain: kurang dari 6 bulan.
mengkaji kelancaran jalan nafas dengan Diagnosa yang keempat yaitu
mengauskultasi dada dan evaluasi resiko infeksi berhubungan dengan port
pergerakan dada, menghisap lendir d’ entry. Menurut Nanda (2006), resiko
14