Para ulama telah memberikan sebuah kaedah yang mesti kita perhatikan berkenaan dengan hutang
piutang. Kaedah yang dimaksud adalah:
“Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan (keuntungan), maka itu adalah riba.” (Lihat Al
Majmu’ Al Fatawa, 29/533; Fathul Wahaab, 1/327; Fathul Mu’in, 3/65; Subulus Salam, 4/97)
“Setiap piutang yang mensyaratkan adanya tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tidak ada
perselisihan di antara para ulama.”
Yang masih bingung antara hutang piutang (qardh) n kerjasama (mudhorobah;musyarokah), silahkan
disimak ilustrasi berikut:
??Tambahan modal mbak. Dapat order agak besar, modal saya masih kurang. Bisa bantu mbak?
?? Gitu ya. Ini mbak ada sih 20juta. Rencana untuk beli sesuatu. Tapi kalau dua bulan sudah kembali
ya gak apa-apa, pakai dulu aja.
?? Ya kan uangnya untuk usaha, jadi kan ada untungnya tuh. Naa..kalau mbak enggak kasih
?? Oh, bisa-bisa. Boleh saja kalau mbak pengennya begitu. Nanti saya kasih bagi hasil mbak.
Lha, gitu kan enak. Kamu terbantu, mbak juga dapat manfaat.
?? Iyaa..gak masalah. Sama aja lah itu. Cuman beda istilah doang.
??Maksudnya??
??Jadi gini mbak: kalau akadnya hutang, maka jika usaha saya lancar atau tidak lancar ya saya
tetap wajib mengembalikan uang 20juta itu. Tapi jika akadnya kerjasama, maka kalau usaha
saya lancar, mbak akan dapat bagian laba. Namun sebaliknya, jika usaha tidak lancar atau
merugi maka mbak juga turut menanggung resiko. Bisa berupa kerugian materi→uangnya
tidak bisa saya kembalikan, atau rugi waktu→ kembali tapi lama.
??Waduh, kalau gitu ya mending uangnya saya deposito kan dek: gak ada resiko apa2, uang
??Itulah riba mbak. Salah satu ciri2nya tidak ada resiko dan PASTI untung.
??Tapi kalau uangku dipinjam si A untuk usaha ya biasanya aku dapet bagi hasil kok dek. 2% tiap
bulan. Jadi kalau dia pinjam 10juta selama dua bulan, maka dua bulan kemudian uangku
kembali 10juta+400ribu.
??Itu juga riba mbak. Persentase bagi hasil ngitungnya dari laba, bukan berdasar modal yang
disertakan.Kalau berdasar modal kan mbak gak tau apakah dia beneran untung atau tidak.
Dan disini selaku investor berarti mbak tidak menanggung resiko apapun donk. Mau dia untung atau
rugi mbak tetep dapet 2%. Lalu apa bedanya sama deposito?
??Dia ikhlas lho dek, mbak gak matok harus sekian persen gitu kok.
??Meski ikhlas atau saling ridho kalau tidak sesuai syariat ya dosa mbak.
??Ya karena kita sudah terlanjur terbiasa dengan yang keliru mbak. Memang butuh perjuangan
untuk mengikuti aturan yang benar. Banyak kalau tidak berkah bikin penyakit lho mbak.hehe.
??Hmmm…ya sudah, ini 20juta nya hutang aja. Mbak gak siap dengan resiko kerjasama. Nanti
dikembalikan dalam dua bulan yaa.
??Iya mbak. Terimakasih banyak mbak. Meski tidak mendapat hasil berupa materi tapi insyaAllah
Amiiin..
Kl cuma diskusi masalah ekonomi umat… ngbrol sama balita yg baru belajar bicara jauh lebih
menarik.
Notes : perhatikan dlm bisnis akad kerjasama kah?? Atau akad peminjaman uang.. ini 2 hukum islam
yg berbeda dn efeknya pun di dunia dan akhirat juga berbeda.
“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS.Al-baqarah:275)
Sebenarnya apa sih tujuan islam melarang riba? Seharusnya khan asal saling sepakat, saling rela,
tidak kena dosa?
Hukum islam itu dibuat untuk mengatur agar manusia mendapatkan kemaslahatan sebesar-besarnya
tanpa manusia merugikan siapapun sekecil-kecilnya.
Mari kita bahas contoh LABA dan RIBA agar anda mudah untuk memahami dengan bahasa yang
umum:
1. Saya membeli sebuah sepeda motor Rp. 10 Juta dan saya hendak menjual dengan mengambil
untung dengan bunga 1% perbulan untuk jangka waktu pembayaran 1 tahun.
2. Saya membeli sepeda motor Rp. 10 juta, dan saya hendak menjual secara kredit selama setahun
dengan harga Rp. 11.200.000,-. Transaksi ini termasuk transaksi SYARIAH.
Apa bedanya? Khan kalau dihitung2 ketemunya sama Untungnya Rp. 1.200.000?
Mari kita bahas kenapa transaksi pertama riba dan transaksi kedua syar’i.
1. Tidak ada kepastian harga, karena menggunakan sistem bunga. Misal dalam contoh diatas, bunga
1% perbulan. Jadi ketika dicicilnya disiplin memang ketemunya untungnya adalah Rp. 1.200.000,-.
Tapi coba kalau ternyata terjadi keterlambatan pembayaran, misal ternyata anda baru bisa melunasi
setelah 15 bulan, maka anda terkena bunganya menjadi 15% alias labanya bertambah menjadi Rp.
1.500.000,-.
Jadi semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk melunasi utang, semakin besar yang harus kita
bayarkan.
Bahkan tidak jarang berbagai lembaga leasing ada yang menambahi embel2 DENDA dan BIAYA
ADMINISTRASI, maka semakin riba yang kita bayarkan. Belum lagi ada juga yang menerapkan bunga
yang tidak terbayar terakumulasi dan bunga ini akhirnya juga berbunga lagi.
2. Sistem riba seperti diatas jelas2 sistem yang menjamin penjual pasti untung dengan merugikan
hak dari si pembeli. Padahal namanya bisnis, harus siap untung dan siap rugi.
1. Sudah terjadi akad yang jelas, harga yang jelas dan pasti. Misal pada contoh sudah disepakati
harga Rp. 11.200.000,- untuk diangsur selama 12 bulan.
2. Misal ternyata si pembeli baru mampu melunasi utangnya pada bulan ke-15, maka harga yang
dibayarkan juga masih tetap Rp. 11.200.000,- tidak boleh ditambah. Apalagi diistilahkan biaya
administrasi dan denda, ini menjadi tidak diperbolehkan.
Kalau begitu, si penjual jadi rugi waktu dong? Iya, bisnis itu memang harus siap untung siap rugi.
Tidak boleh kita pasti untung dan orang lain yang merasakan kerugian.
Nah, ternyata sistem islam itu untuk melindungi semuanya, harus sama hak dan kewajiban antara si
pembeli dan si penjual. Sama-sama bisa untung, sama-sama bisa rugi. Jadi kedudukan mereka
setara. Bayangkan dengan sistem ribawi, kita sebagai pembeli ada pada posisi yang sangat lemah.
Kalau menurut anda informasi ini akan bermanfaat untuk anda dan orang lain, silakan share status
ini, untuk menebar kebaikan.
Dakwah anda hanya dengan meng-KLIK SHARE/BAGIKAN, maka anda akan mendapatkan pahala dari
orang yang membaca dari share anda, dan juga jika dishare lagi anda akan mendapatkan pahala dari
orang yang membaca dari share kawan anda.
Semoga bermanfaat
Saudaraku, cukup nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut sebagai wejangan bagi kita
semua.
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti
padamu dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih)