PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak
mungkin, maka klien menghindari atau lari secara emosional sehinga klien jadi pasif,
tergantung, tidak ada motivasi dan tidak ada keinginan untuk berperan. Setiap saat, 450
juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun prilaku. Di
Indonesia, pravalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa.
Klien yang dirawat di rumah sakit pada umumnya tidak hanya mengalami masalah
fisik, namun mereka juga mengalami masalsh psikososial seperti berdiam diri, tidak ingin
bertemu siapapun, merasa kecewa atau putus asa, malu dan tidak berguna disertai
keraguan dan percaya diri yang kurang. Keluarga juga sering merasa kekhawatiran dan
ketidak pastian tentang keadaan klien ditambah lagi gengan kurangnya waktu petugas
kesehatan ( perawat dan dokter ) untuk mengonfirmasikan kondisi klien kepada anggota
keluarga klien. Klien dan keluarga sering tidak diajak berkomunikasi, kurang diberi
informasi yang dapat mengakibatkan perasaan sedih ansietas, takut, marah, prestasi, tidak
berdaya karena informasi yang tidak jelas disertai ketidak pastian.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus dapat meyakinkan bahwa klien
adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang utuh dan unik sebagai satu kesatuan dalam
berintregasi terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan berhubungan sosial yang di intregasikan secara
komperhensif kepada program asuhan klien, diharapkan klien dan keluarga segera
mungkin dapat berperan serta sehingga “self-care” (perawatan diri) dan “family support”
(dukungan keluarga) dapat terwujud. Termasuk tindakan rehabilitatif (pemulihan
keadaan), preventif (aktivitas, dan ikhtiar yang menyangkut pengakhiran konflik), kuratif,
promotif (seluruh kerja dan ikhtiar dalam rangka mendorong pemulihan klien). Salah satu
aspek yang dilakukan asuhan keperawatan psikososial khususnya pada klien dengan
gangguan hubungan sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
1. menjelaskan pengertian gangguan hubungan social atau menarik diri.
2. menjelaskan rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
3. menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan hubungan sosial.
4. menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan hubungan sosial.
5. mengkaji pada klien gangguan hubungan sosial.
6. melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan hubungan sosial
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan hubungan social atau menarik
diri.
2. Tujuan khusus :
a. Mampu menjelaskan pengertian gangguan hubungan social atau menarik diri.
b. Mampu menjelaskan rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
c. Mampu menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan hubungan
sosial.
d. Mampu menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan hubungan sosial.
e. Mampu mengkaji pada klien gangguan hubungan sosial.
f. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan hubungan sosial.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari, selalu membutuhkan orang lain dan
lingkungan sosial. Rentang respon sosial berfluktuasi dengan rentang adaptif sampai rentang
maladaptif.
Dalam teori kepribadin (1991 : hal 32) dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari
3 unsur yaitu : identitas, ego, dan super ego. Ketiga sistem tersebut memiliki fungsi
kelengkapan, prinsip – prinsip operasi, dinamisme dan mekanisme masing – masing, keriga
sistem ini saling berkaitan serta membentuk totalitas. Tingkah laku manusia merupakan
produk interaksi antara identitas, ego, dan super ego. Kepribadian terus – menerus mengalami
perkembangan mulai dari lahir hingga akhr hayatnya. Menurut Sigmund Freud, dalam
perkembangan kerpibadian manusia tersebut ada beberapa tugas perkembangan yang harus
dilaksanakan. Kegagalan atau tidak terselesaikan tahap perkembangan kepribadian dapat
berdampak terhadap kepribadian seseorang dimasa yang akan datang. Salah satu di antaranya
adalah kegagaln dalam fase oral. Fase ini berlangsung dari mulai lahir, sampai tahun pertama.
Pada waktu seseorang lahir, ia memiliki identitas. Identitas merupakan dunia batin yang
berisikan hal – hal yang dibawa sejak lahir, berupa dorongan naluri yang selalu berhubungan
dengan jasmani, mementingkan diri sendiri dan merupakan bagian dari alam tak sadar.
Karena itu identitas bekerja sesuai dengan prinsip keterangn tanpa memperdulikan kenyataan.
Seorang bayi pada waktu lahir telah memiliki identitas. Ia tidak mempunyai kemampuan
untuk menghambat, mengawasi atau memodifikasi dorongan nalurinya. Karena itu fase oral
ini ia akan sangat tergantung pada ego orang lain didalam lingkungannya. Dalam fase oral ini
terbagi atas 2 fase kenikmatan dan sadisme. Mula – mula seorang bayi hanya menerima
apapun yang dimasukan kedalam mulutnya, kemudian ia menghisapnya. Inilah yang
dinamakan fase kenikmatan. Pada saat itulah mulai tumbuh rasa percaya pada ibunya yang
telah memberi makan dan kasih sayang. Ibu merupakan orang pertama yang dikenalinya pada
fase sadisme, seseorang bukan hanya menghisap saja akan tetapi ia mulai menggigit,
mengunyah, dan menelan. Makanan yang disukai akan ditelannya, sedangkan makanan yang
tidak disukai akan ditolak dan dimuntahkannya. Pada usia 4 – 5 bulan dalam fase oral ini
mulia terjadi pembentukan ego. Ego bertugas sebagai pengendali untuk menjaga
keseimbangan antara identitas dan super ego. Apabila ia lebih dominan dalam diri seseorang
maka dia akan lebih berfokus pada dirinya sehingga dia akan bersifat ingin menang sendiri.
Sebaliknya apabila super ego lebih dominan dalam dirinya maka ia akan bersifat kaku dan
terpaku pada norma – norma yang ada dimasyarakat, sehingga dengan tidak adanya
keseimbangan antara identitas dan super ego dapat menimbulkan gangguan dikemudian
harinya. Rasa pecaya sejak bayi dilahirkan dan berinteraksi sengan lingkungan, ibu
merupakan orang pertama dan utama yang akan membentuk kata percaya. Apabila bayi
memperoleh kepuasan sesuai dengan kebutuhannya dari ibu ataupun dari lingkungannya
maka dia akan percaya bahwa lingkungannya dapat memenuhi kebutuhan dan terbentuklah
rasa percaya terhadap orang lain. Dan papbila hal ini tidak terpenuhi dan berlangsung terus –
menerus dalam tempo yang lama maka bayi tdak dapat menyelesaikan pertumbuhan dan
perkembangan dengan baik sehingga akan terbentuk rasa tidak percaya kepada didrinya
maupun lingkungannya yang akibatnya individu akan membatasi hubungan dengan
lingkungannya. Reaksi ini timbul berbeda – beda pada pihak in dividu, ada yang menetap,
prilaku menarik diri merupakan proses terjadinya skizofrenia. Pasien mula – mula rendah diri
merasa tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina
hubungan dengan orang lain. Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai
usaha untuk melindungi diri, pasien menjadi pasif dan kepribadian menjadi kaku. Semakin
individu menjauhi kenyataan, semakin banyak kesulitan yang timbul dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain.
D. Pathway Gangguan Hubungan Sosial
E. Komplikasi
· istirahat dan tidur : melamun dan timbul kecemasan, dan gelisah menyebabkan gangguan
tidur
Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi, dan tidak berguna dampaknya
adalah gangguan kebutuhan akan harga diri..
Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien denga gangguan berhubungan,
minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya dangkal.
F. Rentang respon
Saling ketergantungan
1) Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma social dan cultural dimana
individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
a. Solitude
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya
dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk
memberi dan menerma.
d. Saling ketergantungan
Saling ketergantngan antara individu dengan orang lain dalam hubungan iterpersonal
a. Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan
orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.
b. Manipulasi
Hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek dan
berorientasi pada diri sendiri atau pad tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu
tidak dapat membina hubungan secara mendalam.
c. Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.
d. Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat
diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
e. Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,
memiliki setiap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak mendukung.
G. Tahapan perkembangan
Pada dasarnya kemampuan hubungan social berkembang sesuai dengan proses tumbuh
kembang individu mulai dari bayi sampa dengan dewasa lanjut.
a. Masa bayi
Respon lingkungan (ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar
berkembang rasa percaya diri bayi akan respon atau prilakunya dan rasa percaya diri terhadap
orang lain (ericson). Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada
orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri r lusendiri dan orang lain, serta
menarik diri (huber. Dkk 1987).
b. Masa prasekolah
c. Masa sekolah
Pada usia ini anak muai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Kegagalan dalam
membina hubungan dengan teman disekolah, kurangnya dukungan guru dan pembatasan
serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhasap
kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.
d. Masa remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis dan
umumnya mempunyai sahabat karib. Kegagalan membina hubungan dengan teman dan
kurangnya dukungan dari orang tua, akan mengakibatkan keraguan akan identitas,
ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.
Individu yang mengalami perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi
dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam
menghadapi kehilangannya. Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi
pada kehidupan serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan
mengakibatkan perilaku menarik diri.
Menurut Carpineto, L.J ( 1998:352 ); Keliat, B.A ( 1994:20 ); perilaku yang berhubungan
dengan harga diri rendah antara lain:
Data subjektif:
d. Rasa bersalah
Data objektif:
a. Produktivitas menurun
d. Penyalahgunaan zat
I. Mekanisme Koping
· Proyeksi
· Pemisahan
· Pemisahan
· Reaksi formasi
· Proyeksi
· Isolasi
· Idealisasi orang lain
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan
kultural. Data yang akan muncul pada klien isolasi sosial pada data subjektif dapat
ditemukan klien mengatakan malas berinteraksi, klien mengatakan orang lain tidak mau
menerima dirinya, klien merasa tidak berguna. Pada data objektif akan timbul adalah klien
terlihat menyendiri, klien tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain, klien terlihat
mondar-mandir tanpa tujuan, klien tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain, kontak
mata kurang.
a. Faktor perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial yang
maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah
orang yang tidak berhasil memisahkan diri dari orang tua. Keluarga sering kali mempunyai
peran yang tidak jelas. Orang tua pecandu alkohol dan penganiaya anak juga dapat
mempengaruhi seseorang berespon sosial maladaptif.
b. Faktor biologis
Faktor genetik juga dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmiter dallam perkembangan gangguan ini, namun masih tetap
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kebenaran keterlibatan neurotransmiter.
c. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari norma yang
tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat
yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat, berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok mayotritas.
Harapan yang tidak realistik tehadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stres seperti
kehilangan, uang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
dan menyebabkan ansietas. Stresor pencetus dapat digolongkan dalam katagori :
a. stresor sosiokultural
b. Stresor psikoligis
ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain
untuk mengetahui kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
3. Pemeriksaan fisik
- Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam tidur, hal
yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.
4. Status mental
- Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik, interaksi klien
selama wawancara.
- Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas, menyalahkan
diri sendiri, afek tumpul.
- Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses piker waham curiga, tidak
percaya pada orang lain.
- Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori, biasanya
konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping yang tidak konstruktif.
Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari kelemahan sendiri,
menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang tidak baik, pesimis
dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa putus asa karena harapan tidak
terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut:
d. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat dan motivasi terhadap
perawatan diri
C. Perencanaan keperawatan
Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas dan pasien yang lain
dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.
3) Kriteria evaluasi
- Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat, cara dan akibatnya bila
tidak melakukan interaksi social
- Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian, manfat,
cara-cara melakukan interaksi, unsir-unsur penting dalam berinteraksi serta akibat yang
ditimbulkan: dengan memberikan kejelasan mengenai interaksi social maka pengetahuan
klien akan meningkat.
- Ajak klien dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan klien lain: dengan
mengajak klien melakukan aktivitas maka klien akan merasa diperhatikan dan diberi
kepercayaan sehingga klien mau bergaul dengan orang lain.
- Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan destruktif
- Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi masalah
3) Kriteria evaluasi
- Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien dengan perawat:
menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada perawat.
- Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak efektif dalam
mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan koping yang tidak efektif:
pengetahuan klien akan meningkat.
- Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan koping baru yang
efektif dalam menyelesaikan masalah: klien menjadi tahu koping baru yang efektif.
- Beri dukungan yang positif terhadap klien: untuk meningkatkan rasa percaya diri
sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.
3) Kriteria evaluasi.
- Beri penjelasan kepada keluarga dan klien mengenai lingkungan terapeutik: akan
meningkatkan pengetahuan keluarga dan klien.
3) Kriteria evaluasi
- Klien dapat menyebutkan pengertian makan, manfaat makan dan akibatnya apabila
kekurangan makan.
- Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya makan bagi tubuh: dapat meningkatkan
pengetahuan klien tentang pentingnya makan.
- Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan aman: akan merangsang minat klien
untuk makan.
- Beri kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang disukainya : agar klien
makan makanan tersebut.
- Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali: untuk dapat mengetahui
peningkatan dan penurunan berat badan.
e. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah
mengenai dirinya.
- Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang harga diri.
3) Kriteria evaluasi
- Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya: akan menumbuhkan dan
membina saling percaya.
- Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa salah pada
dirinya: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.
- Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-unsur konsep
diri, pentingnya konsep diri: maka pengetahuan klien mengenai konsep diri meningkat.
- Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien: dapat meningkatkan
rasa percaya diri klien.
D. Implementasi
Dalam melaksanakan intervensi yang telah dibuat maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
f. Membicarakan dengan pasien mengenai peristiwa yang menyebabkan pasien menarik diri.
l. Memberikan obat sesuai dengan program medik dengan prinsip lima benar.
E. Evaluasi
a. Evaluasi Diagnosa I
1) klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan pasien lain.
2) Klien dapat memahami pengertian interaksi sosial, manfaat interaksi sosial, cara-cara
melakukan interaksi sosial, unsur-unsur penting dalam interaksi sosial, dan akibatnya bila
tidak melakukan interaksi sosial.
b. Evaluasi Diagnosa 2
3) Klien dapat menggunakan dan mempraktekan koping yang efektif dalam mengatasi
masalah.
c. Evaluasi Diagnosa 3
3) Pengetahuan klien dan keluarga mengenai cara-cara perawatan klien di rumah bertambah.
5) Klien dapat memahami cara-cara perawatan diri dan akibatnya bila tidak merawat diri.
d. Evaluasi Diagnosa 4
2) Klien dapat memahami manfaat makan dan guna makan bagi tubuh.
e. Evaluasi DP 6
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan
sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang
mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan
minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya
sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan
atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan
orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep.
Psikiatri, 1998 ).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan
secara langsung dan tak langsung.hal ini ditandai dengan adanya upaya menarik diri dari
lingkungannya,yang disebabkan dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional.
B. Saran
Bermutu atau tidaknya pelayanan Keperawatan di suatu Rumah Sakit sangat bergantung pada
kerjasama antar Perawat itu sendiri. Apabila tidak adanya suatu hubungan yang baik antara
sesama anggota dan klien maka akan sulit membangun kepercayaan masyarakat dalam
Asuhan Keperawatan yang diberikan. Agar kinerja dalam keperawatan berjalan dengan
efektif maka seorang perawat juga perlu memahami setiap karakter yang berbeda dari setiap
klien. Selain dapat memberikan hasil kerja yang terbaik, dalam memberikan Asuhan
Keperawatan juga dapat dilakukan dengan lancar. Tentunya dengan melibatkan keluarga
klien maka kesembuhan klien akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tanpa
melibatkan anggota keluarga
DAFTAR PUSTAKA