Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak
mungkin, maka klien menghindari atau lari secara emosional sehinga klien jadi pasif,
tergantung, tidak ada motivasi dan tidak ada keinginan untuk berperan. Setiap saat, 450
juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun prilaku. Di
Indonesia, pravalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa.
Klien yang dirawat di rumah sakit pada umumnya tidak hanya mengalami masalah
fisik, namun mereka juga mengalami masalsh psikososial seperti berdiam diri, tidak ingin
bertemu siapapun, merasa kecewa atau putus asa, malu dan tidak berguna disertai
keraguan dan percaya diri yang kurang. Keluarga juga sering merasa kekhawatiran dan
ketidak pastian tentang keadaan klien ditambah lagi gengan kurangnya waktu petugas
kesehatan ( perawat dan dokter ) untuk mengonfirmasikan kondisi klien kepada anggota
keluarga klien. Klien dan keluarga sering tidak diajak berkomunikasi, kurang diberi
informasi yang dapat mengakibatkan perasaan sedih ansietas, takut, marah, prestasi, tidak
berdaya karena informasi yang tidak jelas disertai ketidak pastian.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus dapat meyakinkan bahwa klien
adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang utuh dan unik sebagai satu kesatuan dalam
berintregasi terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan berhubungan sosial yang di intregasikan secara
komperhensif kepada program asuhan klien, diharapkan klien dan keluarga segera
mungkin dapat berperan serta sehingga “self-care” (perawatan diri) dan “family support”
(dukungan keluarga) dapat terwujud. Termasuk tindakan rehabilitatif (pemulihan
keadaan), preventif (aktivitas, dan ikhtiar yang menyangkut pengakhiran konflik), kuratif,
promotif (seluruh kerja dan ikhtiar dalam rangka mendorong pemulihan klien). Salah satu
aspek yang dilakukan asuhan keperawatan psikososial khususnya pada klien dengan
gangguan hubungan sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
1. menjelaskan pengertian gangguan hubungan social atau menarik diri.
2. menjelaskan rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
3. menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan hubungan sosial.
4. menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan hubungan sosial.
5. mengkaji pada klien gangguan hubungan sosial.
6. melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan hubungan sosial
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan hubungan social atau menarik
diri.
2. Tujuan khusus :
a. Mampu menjelaskan pengertian gangguan hubungan social atau menarik diri.
b. Mampu menjelaskan rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
c. Mampu menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan hubungan
sosial.
d. Mampu menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan hubungan sosial.
e. Mampu mengkaji pada klien gangguan hubungan sosial.
f. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan hubungan sosial.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Gangguan Hubungan Sosial


 Gangguan berhubungan social adalah perilaku menarik diri, merupakan percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari berhubungan dengan
orang lain ( Rawlins, 1993 ).
 Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ).
 Perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa
bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan
orang lain ( DepKes, 1998 ).
 Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan
sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang
mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan
untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau
ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia.
Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna.
Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain.
Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah
orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998 )
B. Etiologi
Menurut Townsend (1998) penyebab penarikan diri dari masa bayi sampai tahap akhir
perkembangan adalah :
a. Kelainan pada konsep diri
b. Perkembangan ego yang terlambat
c. Perlambatan mental yang ringan sampai sedang
d. Abnormalitas SPP tertentu, seperti adanya neurotoksin, epilepsi, serebral palsi, atau
kelainan neurologis lainnya.
e. Kelainan fungsi dari sistem keluarga
f. Lingkungan yang tidak terorganisir dan semrawut
g. Penganiayaan dan pengabaian anak
h. Hubungan orang tua – anak tidak memuaskan
i. Model – model peran yang negative
j. Fiksasi dalam fase perkembangan penyesuaian
k. Ketakutan yang sangat terhadap penolakan dan terlalu terjerumus

l. Kurang identitas pribadi

Manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari, selalu membutuhkan orang lain dan
lingkungan sosial. Rentang respon sosial berfluktuasi dengan rentang adaptif sampai rentang
maladaptif.

C. Proses Terjadinya Masalah

Dalam teori kepribadin (1991 : hal 32) dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari
3 unsur yaitu : identitas, ego, dan super ego. Ketiga sistem tersebut memiliki fungsi
kelengkapan, prinsip – prinsip operasi, dinamisme dan mekanisme masing – masing, keriga
sistem ini saling berkaitan serta membentuk totalitas. Tingkah laku manusia merupakan
produk interaksi antara identitas, ego, dan super ego. Kepribadian terus – menerus mengalami
perkembangan mulai dari lahir hingga akhr hayatnya. Menurut Sigmund Freud, dalam
perkembangan kerpibadian manusia tersebut ada beberapa tugas perkembangan yang harus
dilaksanakan. Kegagalan atau tidak terselesaikan tahap perkembangan kepribadian dapat
berdampak terhadap kepribadian seseorang dimasa yang akan datang. Salah satu di antaranya
adalah kegagaln dalam fase oral. Fase ini berlangsung dari mulai lahir, sampai tahun pertama.
Pada waktu seseorang lahir, ia memiliki identitas. Identitas merupakan dunia batin yang
berisikan hal – hal yang dibawa sejak lahir, berupa dorongan naluri yang selalu berhubungan
dengan jasmani, mementingkan diri sendiri dan merupakan bagian dari alam tak sadar.
Karena itu identitas bekerja sesuai dengan prinsip keterangn tanpa memperdulikan kenyataan.
Seorang bayi pada waktu lahir telah memiliki identitas. Ia tidak mempunyai kemampuan
untuk menghambat, mengawasi atau memodifikasi dorongan nalurinya. Karena itu fase oral
ini ia akan sangat tergantung pada ego orang lain didalam lingkungannya. Dalam fase oral ini
terbagi atas 2 fase kenikmatan dan sadisme. Mula – mula seorang bayi hanya menerima
apapun yang dimasukan kedalam mulutnya, kemudian ia menghisapnya. Inilah yang
dinamakan fase kenikmatan. Pada saat itulah mulai tumbuh rasa percaya pada ibunya yang
telah memberi makan dan kasih sayang. Ibu merupakan orang pertama yang dikenalinya pada
fase sadisme, seseorang bukan hanya menghisap saja akan tetapi ia mulai menggigit,
mengunyah, dan menelan. Makanan yang disukai akan ditelannya, sedangkan makanan yang
tidak disukai akan ditolak dan dimuntahkannya. Pada usia 4 – 5 bulan dalam fase oral ini
mulia terjadi pembentukan ego. Ego bertugas sebagai pengendali untuk menjaga
keseimbangan antara identitas dan super ego. Apabila ia lebih dominan dalam diri seseorang
maka dia akan lebih berfokus pada dirinya sehingga dia akan bersifat ingin menang sendiri.
Sebaliknya apabila super ego lebih dominan dalam dirinya maka ia akan bersifat kaku dan
terpaku pada norma – norma yang ada dimasyarakat, sehingga dengan tidak adanya
keseimbangan antara identitas dan super ego dapat menimbulkan gangguan dikemudian
harinya. Rasa pecaya sejak bayi dilahirkan dan berinteraksi sengan lingkungan, ibu
merupakan orang pertama dan utama yang akan membentuk kata percaya. Apabila bayi
memperoleh kepuasan sesuai dengan kebutuhannya dari ibu ataupun dari lingkungannya
maka dia akan percaya bahwa lingkungannya dapat memenuhi kebutuhan dan terbentuklah
rasa percaya terhadap orang lain. Dan papbila hal ini tidak terpenuhi dan berlangsung terus –
menerus dalam tempo yang lama maka bayi tdak dapat menyelesaikan pertumbuhan dan
perkembangan dengan baik sehingga akan terbentuk rasa tidak percaya kepada didrinya
maupun lingkungannya yang akibatnya individu akan membatasi hubungan dengan
lingkungannya. Reaksi ini timbul berbeda – beda pada pihak in dividu, ada yang menetap,
prilaku menarik diri merupakan proses terjadinya skizofrenia. Pasien mula – mula rendah diri
merasa tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina
hubungan dengan orang lain. Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai
usaha untuk melindungi diri, pasien menjadi pasif dan kepribadian menjadi kaku. Semakin
individu menjauhi kenyataan, semakin banyak kesulitan yang timbul dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain.
D. Pathway Gangguan Hubungan Sosial

E. Komplikasi

a. kebutuhan fisiologi dan biologis

· nutrisi : menolak makan atau sebaliknya, makan secara berlebihan

· istirahat dan tidur : melamun dan timbul kecemasan, dan gelisah menyebabkan gangguan
tidur

· eleminasi : kurangnya aktivitas menurunkan metabolisme tubuh dan peristaltik usus


sehingga menyebabkan konstipasi

· aktivitas sehari –hari : keinginan hidup produktif berkurang sehingga pemenuhan


kebutuhan aktivitas terganggu

· seksual : sulit mengekspresikan keinginan membina hubungan lawan jenis

b. Kebutuhan rasa aman

Karena kurangnya mengembangkan kehangatan emosional dalam membina hubungan yang


positif cenderung tidak mempunyai rasa percaya diri, mengembangkan kepercayaan dalam
berhubungan dengan orang lain akhirnya menimbulkan kecemasan dan dampak yang
ditimbulakn adalah gangguan rasa aman.

c. Kebutuhan mencintai dan memiliki


Karena hilangnya hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan berbagi rasa, pikiran
prestasi sehingga menyulitkan terjadinya hubungan interpersonal termasuk hubungan untuk
mencintai dan dicintai.

d. Kebutuhuan akan harga diri

Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi, dan tidak berguna dampaknya
adalah gangguan kebutuhan akan harga diri..

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien denga gangguan berhubungan,
minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya dangkal.

F. Rentang respon

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

Solitude Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme

Saling ketergantungan

keterangan rentang respon

1) Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma social dan cultural dimana
individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.

Karakteristik respon adapif :

a. Solitude

Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya
dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.

b. Otonomi

Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran.


c. Kebersamaan

Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk
memberi dan menerma.

d. Saling ketergantungan

Saling ketergantngan antara individu dengan orang lain dalam hubungan iterpersonal

2) Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang


menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya lingkungan.

Karakteristik respon maladapif

a. Menarik diri

Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan
orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.

b. Manipulasi

Hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek dan
berorientasi pada diri sendiri atau pad tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu
tidak dapat membina hubungan secara mendalam.

c. Ketergantungan

Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.

d. Impulsif

Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat
diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.

e. Narkisisme

Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,
memiliki setiap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak mendukung.

G. Tahapan perkembangan
Pada dasarnya kemampuan hubungan social berkembang sesuai dengan proses tumbuh
kembang individu mulai dari bayi sampa dengan dewasa lanjut.

a. Masa bayi

Respon lingkungan (ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar
berkembang rasa percaya diri bayi akan respon atau prilakunya dan rasa percaya diri terhadap
orang lain (ericson). Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada
orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri r lusendiri dan orang lain, serta
menarik diri (huber. Dkk 1987).

b. Masa prasekolah

Telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan

Anak meggunakan kemampuan berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Kegagalan


anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respon keluarga yang negatif akan
mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri, ragu, menarik diri
dari lingkunga, kurang percaya diri, pesimis, takut prilakunya salah.

c. Masa sekolah

Pada usia ini anak muai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Kegagalan dalam
membina hubungan dengan teman disekolah, kurangnya dukungan guru dan pembatasan
serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhasap
kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.

d. Masa remaja

Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis dan
umumnya mempunyai sahabat karib. Kegagalan membina hubungan dengan teman dan
kurangnya dukungan dari orang tua, akan mengakibatkan keraguan akan identitas,
ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.

e. Masa dewasa muda

Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akn mengakibatkan


individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa akan karir.

f. Masa dewasa tengah


Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan hubungan dan dukungan
baru. Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan
mendapatkan dukungan dari orang lain akan kreatifitas berkurang, perhatian pada orang lain.

g. Masa dewasa lanjut

Individu yang mengalami perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi
dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam
menghadapi kehilangannya. Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi
pada kehidupan serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan
mengakibatkan perilaku menarik diri.

H. Tanda dan Gejala

Menurut Carpineto, L.J ( 1998:352 ); Keliat, B.A ( 1994:20 ); perilaku yang berhubungan
dengan harga diri rendah antara lain:

Data subjektif:

a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain

b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan

c. Perasaan tidak mampu

d. Rasa bersalah

e. Sikap negative pada diri sendiri

f. Sikap pesimis pada kehidupan

g. Keluhan sakit fisik

h. Pandangan hidup yang terpolarisasi

i. Menolak kemampuan diri sendiri

j. Pengurangn diri/mengejek diri sendiri

k. Perasaan cemas dan takut


l. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif

m. Mengungkapkan kegagalan pribadi

n. Ketidak mampuan menentukan tujuan

Data objektif:

a. Produktivitas menurun

b. Perilaku destruktif pada diri sendiri

c. Perilaku destruktif pada orang lain

d. Penyalahgunaan zat

e. Menarik diridari hubungan social

f. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah

g. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )

h. Tampak mudah tersinggung/mudah marah

I. Mekanisme Koping

1. koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti sosial

· Proyeksi

· Pemisahan

· Merendahkan orang lain

2. koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian “border line”.

· Pemisahan

· Reaksi formasi

· Proyeksi

· Isolasi
· Idealisasi orang lain

· Merendahkan orang lain

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan
kultural. Data yang akan muncul pada klien isolasi sosial pada data subjektif dapat
ditemukan klien mengatakan malas berinteraksi, klien mengatakan orang lain tidak mau
menerima dirinya, klien merasa tidak berguna. Pada data objektif akan timbul adalah klien
terlihat menyendiri, klien tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain, klien terlihat
mondar-mandir tanpa tujuan, klien tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain, kontak
mata kurang.

1. Faktor penyebab ( predisposisi )

a. Faktor perkembangan

Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial yang
maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah
orang yang tidak berhasil memisahkan diri dari orang tua. Keluarga sering kali mempunyai
peran yang tidak jelas. Orang tua pecandu alkohol dan penganiaya anak juga dapat
mempengaruhi seseorang berespon sosial maladaptif.

b. Faktor biologis

Faktor genetik juga dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmiter dallam perkembangan gangguan ini, namun masih tetap
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kebenaran keterlibatan neurotransmiter.

c. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari norma yang
tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat
yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat, berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok mayotritas.
Harapan yang tidak realistik tehadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.

2. Faktor pencetus ( presipitasi )

Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stres seperti
kehilangan, uang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
dan menyebabkan ansietas. Stresor pencetus dapat digolongkan dalam katagori :

a. stresor sosiokultural

Stres dapat ditimbulkan oleh :

· Menurunnya stabilitas unit keluarga

· Perpisahan dengan orang yang berarti dalam kehidupannya.

b. Stresor psikoligis

ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain
untuk mengetahui kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.

3. Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system


gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal.

- Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam tidur, hal
yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.

4. Status mental

- Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik, interaksi klien
selama wawancara.
- Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas, menyalahkan
diri sendiri, afek tumpul.

- Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam berkomunikasi yang


menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir, sehingga menimbulkan proses berfikir.

- Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses piker waham curiga, tidak
percaya pada orang lain.

- Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori, biasanya
konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping yang tidak konstruktif.

- Psiko sosial spiritual

Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari kelemahan sendiri,
menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.

Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.

Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang tidak baik, pesimis
dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa putus asa karena harapan tidak
terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut:

a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah

b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam


pemecahan masalah

c. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

d. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat dan motivasi terhadap
perawatan diri

e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat


f. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah
mengenai dirinya.

C. Perencanaan keperawatan

a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah

1) Tujuan jangka panjang

Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas dan pasien yang lain
dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.

2) Tujuan jangka pendek

- Terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.

- Klien mengetahui dan mengerti tentang interaksi social.

- Klien mampu terlibat aktif dalam kegiatan kelompok.

3) Kriteria evaluasi

Dalam satu minggu:

- Klien mau berkenalan dengan perawat

- Klien mau tersenyum dengan perawat

- Klien mau menyapa dan disapa

- Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat, cara dan akibatnya bila
tidak melakukan interaksi social

- Klien mau terlibat dalam kegiatan kelompok

4) Intervensi and rasional


- Lakukan pendekatan dan bina rasa percaya klien terhadap perawat: dengan melakukan
pendekatan secara terapetik akan menumbuhkan dan membina rasa saling percaya sehingga
klien mau mengungkapkan perasaannya pada perawat.

- Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian, manfat,
cara-cara melakukan interaksi, unsir-unsur penting dalam berinteraksi serta akibat yang
ditimbulkan: dengan memberikan kejelasan mengenai interaksi social maka pengetahuan
klien akan meningkat.

- Ajak klien dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan klien lain: dengan
mengajak klien melakukan aktivitas maka klien akan merasa diperhatikan dan diberi
kepercayaan sehingga klien mau bergaul dengan orang lain.

b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam


pemecahan masalah

1) Tujuan jangka panjang

Klien mampu menggunakan koping yang efektif.

2) Tujuan jangka pendek

- Terbinanya hubungan saling percaya

- Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan destruktif

- Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi masalah

3) Kriteria evaluasi

Dalam satu minggu:

- Klien mau mengenal perawat

- Klien mau disapa dan menyapa

- Klien dapat memilih dan menggunakan koping yang efektif


4) Intervensi and rasional

- Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien dengan perawat:
menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada perawat.

- Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak efektif dalam
mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan koping yang tidak efektif:
pengetahuan klien akan meningkat.

- Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan koping baru yang
efektif dalam menyelesaikan masalah: klien menjadi tahu koping baru yang efektif.

- Beri dukungan yang positif terhadap klien: untuk meningkatkan rasa percaya diri
sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.

c. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

1) Tujuan jangka panjang

Penyakit klien tidak kambuh lagi.

2) Tujuan jangka pendek

- Terbinanya hubungan saling percaya.

- Pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan klien dirumah meningkat.

- Pengetahuan klien dan keluarga mengenai lingkungan yang terapetik bertambah.

3) Kriteria evaluasi.

Dalam waktu satu minggu:

- Keluarga dan klien percaya dan mau berkenalan.

- Keluarga dan klien mengetahui penyebab dan tanda-tanda kambuh.

- Keluarga dan klien dapat menyebutkan cara perawatan klien di rumah.

- Keluarga dan klien dapat menyebutkan mengenai lingkungan yang terapeutik.

4) Intervensi dan rasional


- Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga: agar terbina hubungan saling percaya.

- Beri penjelasan tentang penyebab dan tanda-tanda kambuh: dapat menambah


pengetahuan klien dan keluarga.

- Beri penjelasan kepada keluarga dan klien mengenai lingkungan terapeutik: akan
meningkatkan pengetahuan keluarga dan klien.

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat.

1) Tujuan jangka panjang

Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

2) Tujuan jangka pendek

- Terbinanya hubungan saling percaya.

- Klien mengetahui dan mengerti manfaat makan bagi tubuh.

- Klien mengetahui akibatnya apabila tidak makan.

- Klien berminat untuk makan.

3) Kriteria evaluasi

Dalam satu minggu:

- Klien mau berkenalan

- Klien dapat menyebutkan pengertian makan, manfaat makan dan akibatnya apabila
kekurangan makan.

- Porsi makan yang disediakan habis.

- Berat badan klien bertambah.

4) Intervensi and rasional


- Lakukan pendekatan dengan klien dan bina hubungan saling percaya: untuk
menumbuhkan rasa percaya terhadap perawat sehingga klien mampu mengungkapkan
perasaannya.

- Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya makan bagi tubuh: dapat meningkatkan
pengetahuan klien tentang pentingnya makan.

- Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan aman: akan merangsang minat klien
untuk makan.

- Beri kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang disukainya : agar klien
makan makanan tersebut.

- Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali: untuk dapat mengetahui
peningkatan dan penurunan berat badan.

e. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah
mengenai dirinya.

1) Tujuan jangka panjang

Harga diri klien meningkat.

2) Tujuan jangka pendek

- Klien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.

- Klien mau mengetahui penyebab penilaiannya yang salah pada dirinya.

- Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang harga diri.

- Rasa percaya diri klien meningkat.

3) Kriteria evaluasi

Dalam satu minggu

- Klien mau mengenal perawat.

- Klien mau disapa dan menyapa.


- Klien mau bercerita pada perawat.

- Klien menyebutkan mengenai konsep diri.

4) Intervensi dan rasional

- Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya: akan menumbuhkan dan
membina saling percaya.

- Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa salah pada
dirinya: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.

- Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-unsur konsep
diri, pentingnya konsep diri: maka pengetahuan klien mengenai konsep diri meningkat.

- Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien: dapat meningkatkan
rasa percaya diri klien.

D. Implementasi

Dalam melaksanakan intervensi yang telah dibuat maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :

a. Menetapkan hubungan saling percaya.

b. Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka.

c. Kenal dan dukung kelebihan pasien.

d. Membatasi orang yang berhubungan dengan pasien pada awal terapi.

e. Melakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin.

f. Membicarakan dengan pasien mengenai peristiwa yang menyebabkan pasien menarik diri.

g. Menerangkan harapan dari tindakan secara bersama-sama dengan klien.

h. Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan hubungan dengan pasien.


i. Melibatkan klien dalam aktivitas kelompok.

j. Memperhatikan kebutuhan fisiologis klien.

k. Membantu pasien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai melaksanakannya sendiri.

l. Memberikan obat sesuai dengan program medik dengan prinsip lima benar.

m. Memfasilitasi pasien untuk berperan serta dalam terapi kelompok.

E. Evaluasi

a. Evaluasi Diagnosa I

1) klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan pasien lain.

2) Klien dapat memahami pengertian interaksi sosial, manfaat interaksi sosial, cara-cara
melakukan interaksi sosial, unsur-unsur penting dalam interaksi sosial, dan akibatnya bila
tidak melakukan interaksi sosial.

b. Evaluasi Diagnosa 2

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2) Klien dapat mengetahui dan mengerti mengenai koping yang efektif.

3) Klien dapat menggunakan dan mempraktekan koping yang efektif dalam mengatasi
masalah.

c. Evaluasi Diagnosa 3

1) Penyakit klien tidak kambuh lagi.

2)Klien dan keluarganya dapat memahami cara-cara perawatan klien di rumah.

3) Pengetahuan klien dan keluarga mengenai cara-cara perawatan klien di rumah bertambah.

4) Klien dapat merawat dirinya secara kontinyu dan mandiri.

5) Klien dapat memahami cara-cara perawatan diri dan akibatnya bila tidak merawat diri.
d. Evaluasi Diagnosa 4

1) Kebutuhan nutrisi terpenuhi

2) Klien dapat memahami manfaat makan dan guna makan bagi tubuh.

3) Berat badan meningkat.

e. Evaluasi DP 6

1) Harga diri klien meningkat

2) Klien dapat memahami pengertian konsep diri.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan
sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang
mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan
minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya
sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan
atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan
orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep.
Psikiatri, 1998 ).

Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan
secara langsung dan tak langsung.hal ini ditandai dengan adanya upaya menarik diri dari
lingkungannya,yang disebabkan dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional.
B. Saran

Bermutu atau tidaknya pelayanan Keperawatan di suatu Rumah Sakit sangat bergantung pada
kerjasama antar Perawat itu sendiri. Apabila tidak adanya suatu hubungan yang baik antara
sesama anggota dan klien maka akan sulit membangun kepercayaan masyarakat dalam
Asuhan Keperawatan yang diberikan. Agar kinerja dalam keperawatan berjalan dengan
efektif maka seorang perawat juga perlu memahami setiap karakter yang berbeda dari setiap
klien. Selain dapat memberikan hasil kerja yang terbaik, dalam memberikan Asuhan
Keperawatan juga dapat dilakukan dengan lancar. Tentunya dengan melibatkan keluarga
klien maka kesembuhan klien akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tanpa
melibatkan anggota keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998

Anda mungkin juga menyukai