Anda di halaman 1dari 18

WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

WANPRESTASI

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Dosen Pengampu : Hasanain Haikal Hadining, S.H, M.H

Disusun Oleh :

Ita Noviana (212154)


Liadatun Mas’ulah (212155)
Zainal Abidin (212156)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


JURUSAN SYARI’AH / EKONOMI ISLAM
TAHUN 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial (Zoon Politicon) tidak ada yang bisa hidup sendiri di
dunia ini. Maka diperlukan adanya hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain berupa
perikatan, termasuk dalam pencapaian kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia satu dan
manusia lainnya berbeda sesuai usia dan status sosialnya.
Dahulu kala, orang melakukan perikatan dengan yang lain guna memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara barter (penukaran barang dengan barang), lalu berubah menjadi penukaran
barang dengan uang barang dan kemudian berganti menjadi barang dengan uang.
Ternyata perkembangan zaman sudah merubah peradaban cara hidup manusia memenuhi
kebutuhannya. Tidak hanya melakukan transaksi (akad) secara langsung, tapi juga bisa dengan
kredit, dan lain-lain bahkan ada perjanjian secara tertulis sebelum diadakan perikatan pemenuhan
kebutuhan tersebut.
Akibat kian hari kian banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi yang tidak diiringi
dengan jumlah pendapatan, maka lahirlah ingkar janji dari suatu kesepakatan yang telah dibuat
yang dinamakan Wanprestasi yang tentunya tidak lain merugikan pihak kreditur, baik perjanjian
itu berupa sepihak (cuma-cuma) maupun timbal-balik (atas beban).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wanprestasi ?
2. Bagaimana wujud wanprestasi ?
3. Apa saja sebab dan akibat wanprestasi ?
4. Bagaimana cara penyelesaian wanprestasi di Pengadilan ?
5. Bagaimana sanksi dan ganti rugi terhadap wanprestasi ?
6. Apa perbadaan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH)?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wanprestasi
Wanpresentasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Somasi sendiri
merupakan terjemahan dari ingerbrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata
dan Pasal 1243 KUH perdata.1[1]
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Menurut
kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati
kewajibannya dalam perjanjian.2[2] Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan
yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti
yang telah ditentukan dalam perjanjian3[3] dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang
menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.4[4]
Wanprestasi berarti tidak melakukan apa yang menjadi unsur prestasi, yakni:
1. Berbuat sesuatu;
2. Tidak berbuat sesuatu; dan
3. Menyerahkan sesuatu.
Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi atau breach of
contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan;
2. Partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan.
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh
kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau
Juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu

1[1] Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hal.
96.

2[2] Sudarsono. Kamus Hukum. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 578.

3[3] Rohmadi Jawi. Hukum Kontrak. http://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/. diakses 27 September


2014.

4[4] Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Materil. (Jakarta : Pradnya Paramita, 2004), hal. 53.
ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau
tidak.5[5]

B. Wujud Wanprestasi
Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya,
maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi
merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai
isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan.6[6]
Wanprestasi seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:
1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
Contoh: A dan B telah sepakat untuk jual-beli motor dengan merek Snoopy dengan harga Rp
13.000.000,00 yang penyerahannya akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober
2011 pukul 10.00. Setelah A menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama sekali tanpa alasan
yang jelas.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan janjinya.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat waktu, tapi membawa motor Miu bukan
merk Snoopy yang telah diperjanjikan sebelumnya.
3. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi kedaluwarsa.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B datang pada hari itu membawa motor Snoopy, namun
datang pada jam 14.00.
4. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Contoh:(Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat pukul 10.00 pada hari itu dan membawa
motor Snoopy, namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga yang sudah jelas-jelas dilarang
dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-
kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak
diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.

5[5] Salim H.S.,S.H.,M.S. Op Cit, hal. 98-99.

6[6] Yogi Ikhwan. Wanprestasi Sanksi Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa.
http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-
memaksa/. diakses. 27 September 2014.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu,
akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur
berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur
yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam
perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi
dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya
maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan
tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan
somasi.7[7]

C. Sebab dan Akibat Wanprestasi


Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut8[8]:
1. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud
wanprestasi, maka faktornya adalah:
a. Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali;
b. Faktor keadaan yang bersifat general;
c. Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa;
d. Menyepelekan perjanjian.
2. Adanya keadaan memaksa (overmacht).
Biasanya, overmacht terjadi karena unsur ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga.
Contohnya seperti kecelakaan dan bencana alam.
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut9[9]:
1. Perikatan tetap ada;
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata);

7[7] Abdul Rosyid Sulaiman, SH., MM. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. (Jakarta: Prenada
Media, 2005), hal. 44.

8[8] Rohmadi Jawi, Op, Cit.

9[9] Salim H.S.,S.H.,M.S. Op, Cit, hal. 99.


3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur
wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena
itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa;
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari
kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur,
sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
1. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH
Perdata);
2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata);
3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH
Perdata);
4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya
swbagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena ada unsure salah padanya,
maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hokum yang atas tuntutan dari kreditur
bisa menimpa dirinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal debitur lalai untuk
memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang
berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak
debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah
bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266
sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai
dengan tuntutan ganti rugi.10[10]

D. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Pengadilan


Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan
lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal

10[10] Rohmadi Jawi, Op, Cit.


olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim. Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi
dimulai dengan adanya somasi yang dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang
membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat
kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dimungkiri oleh si berutang.11[11]
Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau lupa,
karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan
wanprestasi yang dijanjikan.12[12]
Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya (debitur)
tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu pula dengan debitur, debitur
harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya dengan pembelaan seperti
berikut:
1. Overmacht;
2. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya; dan
3. Kelalaian kreditur.
Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa menuntut
apa-apa dari debitur tersebut.
Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka pengadilan terbukti, maka kreditur dapat
menuntut:
1. Menuntut hak pemenuhan perjanjian;
2. Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal 1246 KUH Perdata
yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas
kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”.
Berdasarkan pasal 1246 KUH Perdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi
harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur,

11[11] Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan Ketigapuluh enam. (Jakarta: Pradnya Paramita,
2005), hal. 147.

12[12] Subekti, Hukum Perjanjian. Cetakan Ketigabelas. (Jakarta: PT. Intermasa, 1991), hal. 45.
keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga
(interst).13[13]
a. Ganti biaya yaitu mengganti pengeluranan yang dikeluarkan kreditur;
b. Ganti rugi yaitu mengganti barang-barang rusak; dan
c. Ganti bunga yaitu mengganti keuntungan yang seharusnya didapat.
3. Pembatalan perjanjian
Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa
pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang bersifat declaratoir.
Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang bernama “discretionair”, artinya ia berwenang
untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim
berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus
dituluskan.14[14]
4. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi;
5. Meminta/ menuntut ganti rugi saja.
Dan hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum dalam surat
gugatan. Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak melakukan wanprestasi tersebut,
maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh debitur.

E. Sanksi dan Ganti Rugi terhadap Wanprestasi


Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar
kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya
perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan.15[15]
Kewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika
terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan
tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata.

13[13] Advokatku. Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.


http://advokatku.blogspot.com/2009/01/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum.html. diakses 27
September 2014.

14[14] Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 148.

15[15] Hokum Kompasmania. Wanprestasi. http://hukum.kompasiana.com/2011/05/27/wanprestasi/ . diakses 27


September 2014.
Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya
yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh
menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen),
yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).16[16]
Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan
akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan
kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori
tentang sebab-akibat yaitu:
1. Conditio Sine qua Non (Von Buri)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan
peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A;
2. Adequated Veroorzaking (Von Kries)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila
peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat
(peristiwa B).
Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking
karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai
akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan.17[17]
Selanjutnya pasal-pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi. Prinsip
dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian; yang diganti meliputi
ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi
ada kemungkinan tuntutan pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame.
Karena tuntutan ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui,
bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu, kreditur dapat minta
bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu
melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip
bahwa debitur bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya
telah diletakkan dalam pasal 1131 KUH Perdata.

16[16] Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. hal. 148.

17[17] Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), cet. 1, hal. 223.
F. Perbedaan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Banyak yang mengira wanprestasi adalah bagian kesatuan dari perbuatan melawan
hukum, banyak praktisi hukum sekalipun menganggap bahwa wanprestasi adalah perbuatan
melawan hukum (genus spesific). Banyak kasus contohnya dalam suatu perjanjian, si A
meminjam uang kepada si B dengan dasar surat perjanjian, kemudian A cidera janji atas
perjanjian tersebut, kemudian B dengan banyak bicara akan menuntut A ke pengadilan kemudian
membuat surat gugatan. Hal ini salah besar karena kita harus melihat kaidah kaidah hukum itu
sendiri sebelum membuat surat gugatan karena jika dicampur adukan akan menimbulkan
kekeliruan posita, bisa saja A dapat tuntutan karena perbuatan melawan hukum tapi bisa saja
tidak, kembali lagi kepada asas kebebasan berkontrak. Namun dalam perbuatan melawan hukum
timbulnya hak menuntut ketika melakukan perbuatan yang dilarang Undang- Undang.
Maka dari itu sebelum menuntut dan membuat surat gugatan anda perlu mengetahui
tentang perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hokum
1. Wanprestasi bersumber dari suatu ikatan, adanya wanprestasi karena sebelumnya ada suatu
perjanjian yang mengharuskan melaksanakan suatu kewajiban, dikatakan wanprestasi saat pihak
yang memiliki kewajiban tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya, sehingga
penyelesaiannya dapat melalui jalur negosiasi, mediasi, atau yang tertera sebelumnya pada
perjanjian. Sedangkan perbuatan melawan hukum ialah bersumber dari Undang-undang bukan
berdasarkan perjanjian hasil persetujuan, perbuatan melawan hukum berpatokan pada melawan
hukum atau tidak sesuai dengan hukum maka akibatnya hukuman pidana atau pertanggung
jawaban perdata.
2. Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi kepada pihak
yang cidera janji, karena butuh proses untuk melihat perjanjian awal, apakah dia cidera janji
karena lalai atau tidak. sedangkan dalam Perbuatan melawan hukum jika pihak yang dirugikan
sesuai dengan ketentuan Undang undang hukum positif maka bisa dapat langsung melaporkan
kerugian tersebut kepada kepolisian.
3. Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci dan jelas.
Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan pasal
1265 KUHPerdata, tidak perlu menyebut ganti rugi bagaimana bentuknya, tidak perlu perincian.
Dengan demikian, tuntutan ganti rugi didasarkan pada hitungan objektif dan konkrit yang
meliputi materiil dan moril. Dapat juga diperhitungkan jumlah ganti rugi berupa pemulihan
kepada keadaan semula (restoration to original condition, herstel in de oorpronkelijke toestand,
herstel in de vorige toestand)18[18]

CONTOH KASUS
Di Desa Kecamatan Karangbatu, Kelurahan Makmur Jaya, terjadi suatu perjanjian antara
dua kepala keluarga berkenaan dengan perjanjian tempat tinggal antara keduanya (25/05/2013).
Sebut saja pihak pertama yaitu Bapak Suherman beserta istri dan kedua anaknya sebagai pihak
yang membutuhkan tempat tinggal sementara karena keluarga ini sedang mengalami masalah
ekonomi sehingga hilang kepemilikan tempat tinggal sebelumnya. Bapak Suherman memiliki
teman akrab bernama Bapak Jali yang berperan sebagai pihak kedua dalam kejadian ini. Bapak
Jali bersedia membantu keluarga Bapak Suherman dengan beberapa ketentuan yang harus
dipenuhi oleh pak Suherman dan keluarganya.
Bahwa keluarga Pak Suherman bisa menempati salah satu dari rumah yang dimiliki oleh
pak Jali, tetapi Pak Suherman harus mampu membayar uang sewa rumah tersebut sebesar
Rp.500.000/bulan tepat setiap tanggal 25. Apabila terjadi tunggakan/penundaan pembayaran
sewa rumah tersebut berdasarkan waktu yang telah ditetapkan, maka Bapak Jali berhak mengusir
keluarga Pak Suherman dari rumahnya.
Hingga pada bulan ketiga Bapak Suherman menempati rumah tersebut, ia dan
keluarganya belum juga mampu membayar sewa rumah sesuai kesepakatan dengan pak Jali. Pak
Jali pun menderita kerugian dengan kejadian ini. Sehingga beliau dengan terpaksa harus
mengusir keluarga pak Suherman setelah memberikan beberapa dispensasi sebagai seorang
teman seperti memaklumi penundaan pembayaran selama 3 bulan lamanya dan tidak menuntut
ganti rugi bayaran selama 3 bulan tersebut.
Analisa:

18[18] Hokum kompasiana. Bedakan Wanprestasi Dengan PMH Perbuatan Melawan Hukum.
http://hukum.kompasiana.com/2014/04/14/bedakan-wanprestasi-dengan-pmh-perbuatan-melawan-hukum-
646893.html. diakses, 6 September 2014.
 Jenis perbuatan : Wanprestasi/Cidera Janji
 Subyek hukum : Bapak Suherman dan Bapak Jali
 Peristiwa hukum adalah Segala kejadian kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam babVII Buku III KUH Perdata yang berjudul
“Tentang Sewa-Menyewa” yang meliputi pasal 1548 sampai dengan pasal 1600 KUH Perdata.
Definisi perjanjian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa: “
Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan dari suatu barang, selama
waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah
disanggupi pembayaranya.”
Alasan :
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak
memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Bentuk-bentuk Wanprestasi :
1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
2. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
3. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dalam kejadian diatas termasuk bentuk wanprestasi yang pertama, dimana bapak
Suherman tidak melaksanakan janji yang telah disepakati sama sekali. Ia lalai untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai pihak yang menyewa rumah.

CONTOH KASUS PERDATA

PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Almarhum nyai HJ munah mahripah mempunyai sebidang tanah di kawasan industri


candi kecamatan semarang barat atas tanah seluas 25.000 m²,dengan batas-batas sebagai berikut:
Utara : Tanah milik Benjo
Selatan : Jalan Raya Industri Candi
Barat : Tanah milik A Ching
Timur : Pabrik Semen 2 Roda
Tanah tersebut di wariskan kepada Deden Peot, umur 40 tahun, agama Islam, tempat
tinggal di Desa Bringin RT 8 RW 2 Kelurahan Tambak Aji Kecamatan Ngaliyan Semarang,
pada tanggal 9 september 1999 dengan nomor wasiat 16/APW/1999/PA.SR tanggal 9-9-1999.
Pada semasa hidupnya, tanggal 11 januari 1955 Nyai Hj. Munah Mahripah melimpahkan
wewenang atas tanah Nyai Hj. Maunah Mahripah yang seluas 20.000 m2 untuk digarap oleh H.
Muslih Rahmat berdasarkan Surat Kuasa untuk mengusahakan pertanian di atas tanah Nyai Hj.
Maunah Mahripah dengan padi serta palawija dan hasilnya dijual ke Pasar Jrakah, dengan
menyetorkan hasil keuntungan bersih secara bagi hasil 80% untuk Hj. Maunah Mahripah dan
20% untuk H. Muslih Rahmat. Sedangkan sisanya, yakni 5.000 m2 akan dibangun rumah.
Pada tanggal 4 Juli 1980, Nyai Hj. Maunah Mahripah meminjam uang sebesar Rp
6.000.000,00 dengan bunga 2,5 % tiap bulan berdasarkan Akta Perjanjian Hutang No.
500/PH/VII/1980 untuk membangun sebuah rumah diatas tanah Kawasan Industri Candi kepada
Udin Prasetyo Betoro Kolo, umur 45 tahun, agama Kristen, tempat tinggal di Ringin wok RT 1 /
RW 1 Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan Semarang.
Nyai Hj. Maunah Mahripah menjaminkan tanahnya dan menyerahkan salinan Akta tanah
kepada Udin Prasetyo Betoro Kolo, sebagai jaminan atas Perjanjian Pinjaman berdasarkan Akta
Penjaminan Pelunasan Pembayaran No. 100/JP/VII/1980 tertanggal 4 juli 1980.
pada tanggal 25 Desember 1980 Nyai Hj. Maunah mahripah telah melunasi hutangnya
berserta bunga 2,5 % sebulan kepada Udin Prasetyo Betoro Kolo di hadapan Izzuddin, S.N.,
Notaris di Semarang dibawah Akta Pelunasan Hutang No.123/L-80.
Sekitar akhir tahun 1981, tanpa sepengetahuan, tanpa hak dan tanpa seizin Nyai Hj.
Maunah mahripah,PT.Praharja Setia Selalu Kawasan Industri Candi dengan persetujuan Udin
Prasetyo Betoro Kolo telah mengajukan permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas
tanah Nyai Hj. Maunah mahripah secara melawan hukum, dengan menyertakan Salinan Akta
tanah. Dengan dalih bahwa hutangnya belum dilunasi.
Tanah tersebut dibangun sebuah perusahaan besar yang kini kita kenal dengan PT.
Praharja Setia Selalu di Kawasan Industri Candi.19[19]

PASAL-PASAL KUH PERDATA


1) Pasal 1243 KUH Perdata, berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai,
tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu
yang telah ditentukan.”
2) Pasal 1267 KUH Perdata, berbunyi: “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat
memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat
dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan
bunga.”
3) Pasal 1236: “Debitur wajib memberi ganti biaya, kerugian dan bunga kepada kreditur bila ia
menjadikan dirinya tidak mampu untuk menyerahkan barang itu atau tidak merawatnya dengan
sebaik-baiknya untuk menyeIamatkannya.”
4) Pasal 1237: “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi
tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang
bersangkutan, maka barang itu semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya.
5) Pasal 1238: “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau
berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
6) Pasal 1244: “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak
dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam

19[19] http://joyonegoro.blogspot.com/2011/01/contoh-kasus-perdataperbuatan-melawan.html. diakses pada 06


Oktober 2014
melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat
dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikat buruk kepadanya.”
7) Pasal 1245: “Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena keadaan memaksa
atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat
sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”
8) Pasal 1246: “Biaya, ganti rugi dan bunga, yang bo!eh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian
yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi
pengecualian dan perubahan.”
9) Pasal 1247: “Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga, yang diharap
atau sedianya dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali jika tidak dipenuhinya
perikatan itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukannya.”
10) Pasal 1248: “Bahkan jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu daya debitur,
maka penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang menyebabkan kreditur menderita kerugian
dan kehilangan keuntungan, hanya mencakup hal-hal yang menjadi akibat langsung dari tidak
dilaksanakannya perikatan itu.”
11) Pasal 1249: “Jika dalam suatu perikatan ditentukan bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus
membayar suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak lain-lain tak
boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu.”
12) Pasal 1250: “Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang,
penggantian biaya, kerugian dan bunga yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya,
hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang tanpa mengurangi berlakunya
peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar,
tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian o!eh kreditur. Penggantian biaya,. kerugian dan
bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka Pengadilan, kecuali bila undang-undang
menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum.”
13) Pasal 1251: “Bunga uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena
suatu permohonan di muka Pengadilan, maupun karena suatu persetujuan yang khusus, asal saja
permintaan atau persetujuan tersebut adalah mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu
tahun.”
14) Pasal 1252: “Walaupun demikian, penghasilan yang dapat ditagih, seperti uang upah tanah dan
uang sewa lain, bunga abadi atau bunga sepanjang hidup seseorang, menghasilkan bunga mulai
hari dilakukan penuntutan atau dibuat persetujuan. Peraturan yang sama berlaku terhadap
pengembalian hasil-hasil sewa dan bunga yang dibayar oleh seorang pihak ketiga kepada
kreditur untuk pembebasan debitur.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak
dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam
keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau
lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara
kreditur dengan debitur.
2. Wujud Wanprestasi
a. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan janjinya.
c. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi kedaluwarsa.
d. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
3. Sebab dan Akibat Wanprestasi
a) Sebab adanya wanprestasi
- Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
- Adanya keadaan memaksa (overmacht).
b) Akibat wanprestasi
- Perikatan tetap ada
- Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
- Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur
wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur.
- Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari
kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
4. Sanksi dan Ganti Rugi terhadap Wanprestasi
Kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat
langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan
kerugian yang diderita.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhay, Marhainis. 2004. Hukum Perdata Materil. Jakarta : Pradnya Paramita.


Advokatku. Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.
http://advokatku.blogspot.com/2009/01/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum.html.
diakses. 27 September 2014.
Ikhwan, Yogi. Wanprestasi Sanksi Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa.
http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-
memaksa/. diakses. 27 September 2014.
Jawi, Rohmadi Hukum Kontrak. http://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/.
diakses 27 September 2014.
Kompasmania, Hokum. Wanprestasi.
http://hukum.kompasiana.com/2011/05/27/wanprestasi/ . diakses 27 September 2014.
M.S., Salim H.S.,S.H., 2003. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.
Jakarta: Sinar Grafika.
Pramono, Nindyo. 2003. Hukum Komersil, Jakarta: Pusat Penerbitan UT, cet. 1.
Subekti. 1991. Hukum Perjanjian. Cetakan Ketigabelas. Jakarta: PT. Intermasa.
Subekti. 2005. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan Ketigapuluh enam.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulaiman, SH., MM., Abdul Rosyid. 2004. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan
Contoh Kasus. Jakarta: Prenada Media.
Hokum kompasiana. Bedakan Wanprestasi Dengan PMH Perbuatan Melawan Hukum.
http://hukum.kompasiana.com/2014/04/14/bedakan-wanprestasi-dengan-pmh-perbuatan-
melawan-hukum-646893.html. diakses, 6 September 2014.
Joyo Negoro. Contoh Kasus Perdata Perbuatan Melawan.
http://joyonegoro.blogspot.com/2011/01/contoh-kasus-perdataperbuatan-melawan.html. diakses
pada 06 Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai