Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia yang mempunyai panjang garis pantai sekitar 81.791 km, yang
mungkin merupakan pantai terpanjang diseluruh dunia (Supriharyono, 2000). Hal ini
merupakan potensi sekaligus tantangan untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.Pada
sepanjang garis pantai yang berada pada wilayah pesisir inilah denyut aktifitas
perekonomian sangat dominan dibandingkan dengan wilayah sebelah dalam.Hal ini dapat
dilihat dari lokasi pemukiman penduduk yang tersebar dan tumbuh disepanjang wilayah
ini.Selanjutnya antara satu lokasi dengan lainnya dihubungkan dengan jalur transportasi
yang terus dikembangkan.
Namun tak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar wilayah pantai Indonesia
mengalami abrasi pantai yang penanggulangannya masih belum sempurna,hal ini menjadi
PR bagi pemerintah yang terus menerus diupayakan dikarenakan akibat yang
ditimbulakan oleh masalah abrasi sangat memprihatinkan.Akibat-akibat tersebut
membawa serta kondisi perekonomian rakyat Indonesia terutama yang tinggal siwilayah
pantai.Oleh karena itu peran serta pemerintah dan masyarakat amat sangat menentukan
dalam penaggulangan dan upaya pencegahan abrasi di Indonesia.Jika upaya ini berhasil
maka bukan tidak mungkin jika keadaan perokonimian rakyat disekitar pantai akan turut
serta membaik dak kehidupan yang sejahtera akan tercapai

1
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN ABRASI
Abrasi adalah fenomena alam yang selalu menjadi masalah di lingkungan
pantai.Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut
yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai
akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.
Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut
sebagai penyebab utama abrasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah
dengan

Abrasi adalah suatu proses perubahan bentuk pantai atau erosi pantai yang
disebabkan oleh gelombang laut, arus laut dan pasang surut laut. Abrasi yang
terjadi terus menerus akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Menurut berita
dari koran “ Pikiran Rakyat” tanggal 31 Mei 2004 bahwa sedikitnya 40 kilometer
kawasan pantai di Kabupaten Indramayu terus digerus abrasi. Kerusakan akibat
gerusan air laut yang tersebar di tujuh wilayah kecamatan di Indramayu itu sangat
memprihatinkan, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Abrasi pantai Indonesia saat ini dinilai sudah mencapai tingkat mengkhawatirkan.
Lebih dari 30 ribu kilometer pantai, atau sekitar 40 persen dari 80 ribu kilometer bibir
pantai rusak akibat abrasi. Kondisi rawan ini menyebabkan potensi dampak
bencana yang lebih buruk ketimbang sebelumnya. Bencana yang akan kerap terjadi antara
lain gelombang besar, pasang laut luar biasa, erosi pantai, sedimentasi pantai, tsunami,
angin badai, gempa bumi dan banjir.pantai rusak akibat abrasi. Kondisi rawan ini
menyebabkan potensi dampak bencana yang lebih buruk ketimbang sebelumnya.
Bencana yang akan kerap terjadi antara lain gelombang besar, pasang laut luar biasa,
erosi pantai, sedimentasi pantai, tsunami, angin badai, gempa bumi dan banjir.

2
Demikian disampaikan Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Departemen PU Iwan
Nursyirwan Diar di Jakarta, Sabtu (22/9). Disisi lain, lanjutnya, pemerintah hanya bisa
menargetkan perbaikan bibir pantai yang rusak sepanjang 250 kilometer sampai tahun
2009. “Dari kerusakan yang begitu besar, kita memang tidak bisa berbuat banyak, selain
luasnya pantai di Indonesia juga karena anggaran yang terbatas senilai Rp 423 milyar,”
ujarnya. Kepala Pusat Data, Statistik Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP) Saut Hutagalung menyatakan, belum dapat membenarkan atau penilaian
menyalahkan bahwa 40 persen bibir pantai di Indonesia. Pihaknya akan melakukan
verifikasi terlebih dahulu kepada direktorat bina pesisir serta konservasi yang selama ini
menanganinya.

Menurutnya, rusaknya bibir pantai di perairan Indonesia akibat abrasi itu tidak
terlepas dari geologi, kekuatan ombak laut serta pusaran angin menjadi faktor . Namun,
kondisi tersebut juga kerap terjadi dikarenakan tidak kuatnya daya dukung tata ruang
pesisir akibat menguatnya mobilitas ekonomi penduduk. Apakah itu berbentuk
pengembangan properti, perumahanan atau industri.

3
 TERJADINYA ABRASI

Proses Terjadinya Abrasi


Abrasi dapat terjadi karena:

 Faktor Alam, dan


 Faktor manusia.

Proses terjadinya abrasi karena faktor alam disebabkan oleh angin yang bertiup
di atas lautan yang menimbulkan gelombang dan arus laut sehingga mempunyai
kekuatan untuk mengikis daerah pantai. Gelombang yang tiba di pantai dapat
menggetarkan tanah atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan.

Gambar di atas menunjukkan skema arah gelombang laut yang mengikis pantai.
Abrasi terjadi ketika angin yang bergerak di laut menimbulkan gelombang dan
arus menuju pantai. Arus dan angin tersebut lama kelamaan menggerus pinggir
pantai. Gelombang di sepanjang pantai menggetarkan tanah seperti gempa kecil.
Kekuatan gelombang terbesar terjadi pada waktu terjadi badai sehingga dapat
mempercepat terjadinya proses abrasi.

4
Contoh abrasi karena faktor alam, misalnya adalah Pura Tanah Lot di pulau Bali
yang terus terkikis

Selain faktor alam, abrasi juga disebabkan oleh faktor manusia,


misalnya penambangan pasir. Penambangan pasir sangat berperan banyak
terhadap abrasi pantai, baik di daerah tempat penambangan pasir maupun di
daerah sekitarnya karena terkurasnya pasir laut akan sangat berpengaruh terhadap
kecepatan dan arah arus laut yang menghantam pantai.

 FENOMENA ABRASI

Di Kota Tegal, Jawa Tengah, sekitar 30 persen pantainya terkena abrasi. Menurut
Ketua Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas Kota Tegal Suharjo, dari sekitar
750 meter panjang pantai yang ada, 250 m di antaranya terkena abrasi. Bahkan, lebar
daratan pantai yang dulunya mencapai 200 m, saat ini hanya tersisa sekitar 20 m.Abrasi
yang terjadi di wilayah Kota Tegal itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan baru
kini disadari akibatnya. Akibat abrasi, sebagian besar daratan termasuk ratusan hektar

5
tambak yang ada hilangSelama ini abrasi terparah terjadi di wilayah Muarareja,
Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal. Di wilayah tersebut, sekitar 300 hektar lahan tambak
milik nelayan hancur. Selain itu, abrasi juga menghancurkan sebagian perumahan
penduduk di wilayah tersebut.
Sementara, di Kabupaten Brebes, abrasi telah mengakibatkan hal yang sama.
Data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Brebes, Sabtu (17/12/05), abrasi di
Brebes mencapai luasan 947,05 hektar.Abrasi di Brebes terdapat di lima kecamatan, yaitu
Kecamatan Losari, Tanjung, Bulakamba, Wanasari, dan Kecamatan Brebes. Abrasi
terparah terdapat di Kecamatan Losari, mencapai 481,9 hektar dan meliputi lima desa,
yaitu Desa Limbangan, Karangdempel, Prapag Lor, Prapag Kidul, dan Kecipir.
Tidak hanya di Kota Tegal dan Kabupaten Brebes. Di Kota Pekalongan pun
abrasi telah menimbulkan persoalan sosial yang kompleks. Abrasi terparah di Kota
Pekalongan terjadi di Kelurahan Panjang Wetan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota
Pekalongan, yaitu di Pantai Sari.Di sana abrasi bahkan telah mengganggu ketenangan
hidup sekitar 200 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Panjang Wetan. Pasalnya, abrasi
telah menimbulkan rob yang setiap hari menggenangi rumah penduduk. Akibatnya, warga
di sana banyak yang terkena penyakit kulit.

 PENCEGAHAN ABRASI
1. Penanaman kembali hutan bakau

Yaitu melalui rehabilitasi lingkungan pesisir yang hutan bakaunya sudah


punah, baik akibat dari abrasi itu sendiri maupun dari pembukaan lahan
tambak.

Gambar penanaman pohon bakau, di tepian Desa Lemo-lemo, Kabupaten Sinjai,


Sulawesi Selatan, yang dipelopori oleh Muhammad Tayib

2. Pelarangan penggalian pasir pantai

6
Perlu peraturan baik tingkat pemerintah daerah maupun pusat yang
mengatur pelarangan pasir pantai secara besar besaran yang tidak memperhatikan
kelestarian lingkungan.

Gambar beberapa warga dan Tim Gabungan Pemkot memasang papan yang
melarang warga mengambil pasir laut dan mendirikan bangunan di pantai
Pekalongan.

3. Pembuatan pemecah gelombang

Pemecah gelombang perlu dibuat di pesisir-pesisir karena dapat


mengurangi kekuatan gelombang yang menerjang pantai.

Gambar Pemecah Gelombang

4. Pelestarian terumbu karang

Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan gelombang yang


sampai ke pantai. Oleh karena itu perlu pelestarian terumbu karang dengan
membuat peraturan untuk melindungi habitatnya.

7
PENANGANAN ABRASI

DENGAN PENGGUNAAN ALAT PEMECAH GELOMBANG


Di Kota Tegal, dibangun lima break water (pemecah gelombang) di sekitar pantai
yang berfungsi menangkal arus air laut. Pemecah gelombang itu dibangun vertikal
sepanjang sekitar 200 meter.Menurut Suharjo, dengan adanya lima pemecah gelombang,
muncul sedimen pasir dan mengakibatkan penambahan luas wilayah pantai. Oleh karena
itu, jumlah pemecah gelombang di tempat itu akan ditambah tiga buah, masing-masing
sepanjang 60 meter. Diharapkan, upaya itu akan menambah luas wilayah pantai selebar
75 meter.Selain itu, Pemkot Tegal bekerja sama dengan berbagai lembaga juga menanam
pohon bakau di sepanjang pantai. Dalam setengah tahun terakhir, sekitar 10.000 bibit
tanaman bakau sudah ditanam untuk mengatasi abrasi di wilayah pantai Kota Tegal.
Di Kota Pekalongan, pemerintah setempat juga membangun penahan gelombang
sepanjang 380 meter di Pantai Sari pada pertengahan Juni 2005. Biaya pembangunannya
mencapai sekitar Rp 960 juta, diambilkan dari dana APBD setempat.Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Kota Pekalongan Moch Feizal mengatakan, pembuatan penahan
gelombang tersebut dimaksudkan untuk menahan terjangan ombak yang selama ini
terjadi di Pantai Sari. Dengan adanya pemecah gelombang, diharapkan air dari laut tidak
masuk ke permukiman penduduk.

8
Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Pekalongan dan
Paguyuban Masyarakat Pesisir Cinta Lingkungan (PMPCL) juga telah menyiapkan
400.000 benih pohon bakau. Pohon bakau tersebut mulai ditanam pada bulan September
lalu di sepanjang pantai dan di sela-sela bangunan penahan gelombang
DENGAN PEMASANGAN KUBUS BETON
Khusus untuk Kalimantan Barat lokasi pemukiman (kota) dan jalur
transportasi secara sederhana tercantum pada Gambar 1.

Namun dalam perkembangannya, wilayah pesisir khususnya yang


berbatasan langsung dengan laut sangat rentan terhadap berbagai perubahan.
Menurut Kepala Dinas Kimpraswil Kalbar, Ir. Said Djafar, kerusakan garis
pantai di Kalimantan Barat telah mencapai 8.035 km dan yang telah
diperbaiki sepanjang 4.386 km tahun 1992 (Marsudi dan Hari, 2001).
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang dikuasai hingga saat ini, perlu
dicarikan alternatif untuk menggantikan pemecah gelombang yang hilang atau telah
semakin berkurang tadi. Tentunya dengan mempertimbangkan berbagai aspek, misal
seberapa besar kemampuannya mengurangi energi dari gelombang dan arus laut serta
seberapa lama keberlanjutannya.

9
Berdasarkan hasil penelitian LIPI dan Litbang Pengairan pada tahun 1992 serta
Konsultan Darma Dakra Tama tahun 1998 yang menyimpulkan bahwa struktur paling
baik dan efektif untuk menangani kerusakan pantai di Kalbar adalah berupa kubus beton
ukuran 0,40 m2 (Marsudi dan Hari, 2001).

Gambar 6. Alternatif pencegahan kerusakan sepanjang garis pantai yang


diakibatkan abrasi, (a) kubus beton ukuran 0,40 m2 dan (b) Hutan
Mangrove.

Gambar 7. Penyusunan balok beton sebagai pemecah


gelombang buatan secata diagonal paralel grup terhadap garis
pantai.

Penggunaan kubus beton dengan ukuran 0,40 m2 sesuai dengan hasil


penelitian LIPI dan Litbang Pengairan pada tahun 1992 serta Konsultan Darma Dakra
Tama tahun 1998 telah dilakukan di Kalimantan Barat (Marsudi dan Hari, 2001).Sistem
penumpukan kubus beton rawan terhadap hantaman gelombang dan arus sungai apabila
musim penghujan. Hal ini karena adanya sifat gerusan arus (scouring of current) yang
bersifat siklik akan menggerus bagian bawah dari struktur.Sehingga beban kubus beton
yang begitu berat akibat digerus oleh arus siklik tersebut dikhawatirkan akan
runtuh/kolap akibat bebannya sendiri.

10
Cara ini dilaksanakan khususnya diwilayah Kalimantan Barat yang memiliki
jalur pantai yang berperan sangat penting bagi kehidupan seluruh rakyat karena akses
transportasi melalui laut dan pantai disekitarnya.

DENGAN PENANAMAN POHON BAKAU (HUTAN MANGROVE)


Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi tropis, yang didominasi oleh
berbagai jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang surut berlumpur.

Gambar 8. Proses penggerusan bagian bawah struktur susunan kubus


beton.

Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia terdiri dari Avicennia spp. pada
daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir. Pada zona ini biasa
berasosiasi Sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan
organik. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora
spp. Di Zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. Zona berikutnya
didominasi oleh Bruguiera spp. Terakhir pada zona transisi antara hutan mangrove
dengan hutan daratan rendah biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa
spesies palem lainnya.
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove berfungsi sebagai (a)
peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan
perangkap sedimen, (b) penghasil sejumlah detritus dari daun dan dahan pohon
mangrove, (c) daerah asuhan (nursery grounds), mencari makan (feeding grounds), dan

11
Gambar 5. Bentuk-bentuk akar pohon Mangrove (Bengen,
2001a).
pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya, (d)
penghasil kayu untuk konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas
(pulp), (e) pemasok larva ikan, udang dan biota lainnya, dan (f) tempat pariwisata
(Bengen, 2001a).
Hal ini didukung oleh kemampuan adaptasi yang tinggi dari pohon mangrove.
Bengen (2001a) mengatakan bahwa pohon mangrove mampu beradaptasi terhadap kadar
oksigen rendah, kadar garam tinggi, tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut.
Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah dilakukan pohon mangrove dengan membentuk
perakaran yang khas, yakni: (a) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora
(misalnya Avicennia spp., Xylocarpus spp., dan Sonneratia spp.), untuk mengambil
oksigen dari udara, dan (b) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel
(misalnya: Rhizophora spp.). Sedangkan untuk beradaptasi terhadap kadar garam yang

tinggi dilakukan dengan memiliki: (a) sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk
menyimpan garam, (b) daun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk
mengatur keseimbangan garam, dan (c) daun berstruktur stomata khusus untuk
mengurangi penguapan.
Terakhir. pohon mangrove juga beradaptasi terhadap tanah atau media tumbuh yang
kurang stabil (berlumpur) dan adanya passang-surut dengan mengembangkan struktur
akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Disamping
untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara
dan menahan sedimen.
Hutan mangrove juga umum disebut hutan bakau atau mangal. “Bakau” adalah
nama tumbuhan daratan berbunga yang mengisi kembali pinggiran laut. Sebutan bakau
ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh

12
komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan lain (Nybakken, 1982). Walsh
(1974) melaporkan bahwa 60-75 persen garis pantai daerah tropik di bumi telah
ditumbuhi oleh bakau.
Hutan mangrove Indonesia kini tersisa 2,5 juta hektar. Padahal sepuluh tahun silam
mencapai 4,5 juta hektar. Sehingga menjadi negara dengan hutan mangrove terluas di
dunia. Dimana total luasnya hutan mangrove mencapai 14,70 juta hektar.
Hutan mangrove di Indonesia ini keragamannya juga tinggi. Mencapai total 89 jenis
tumbuhan, dengan rincian sebagai berikut: (a) 35 jenis pohon, (b) 5 terna, (c) 9 perdu. (d)
9 liana, (e) 29 epifit, dan (f) 2 parasit (Trubus, 2000).
Di Brebes, Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Konservasi Lahan melakukan
rehabilitasi kawasan pantai dengan penanaman hutan bakau.Pada program tersebut
ditanam 2,09 juta pohon pada tahun 2004. Pohon bakau tersebut di tanam di atas lahan
seluas 500 hektar di sepanjang pantura Brebes.Meskipun penanganan abrasi sudah
dilakukan, hingga saat ini hasilnya belum maksimal. Rehabilitasi pantai dan tambak
belum sepenuhnya pulih. Itu dapat dilihat di Desa Sawojajar, Kecamatan Wanasari,
Kabupaten Brebes.

Gambar 9. Partisipasi masyarakat dalam usaha Penanaman


Mangrove (Dok. PKSPL-IPB: Warta Pesisir dan Laut, 2001).

ALTERNATIF CARA KOMBINASI KUBUS BETON DAN MANGROVE


Melihat kondisi ini maka tercetus konsep untuk mengkombinasikan
penggunaan kubus beton dengan mangrove. Sebagaimana dikatakan sejak 1992
telah dilakukan perbaikan kerusakan garis pantai sepanjang 4.386 km diantaranya
dengan membangun bangunan pemecah gelombang. Selanjutnya penggunaan
mangrove yang memerlukan waktu dan pelindung langsung dari laut terbuka sangat
tepat. Penggunaan kubus beton terlajur digunakan tidak menjadi masalah bahkan
menciptakan zone terlindung bagi pertumbuhan pohon mangrove muda. Sehingga

13
bila seiring perjalanan waktu dan telah terjadi penggerusan bahkan keruntuhan
susunan kubus beton maka pada saat itu diharapkan pohon mangrove telah tumbuh
kuat dan dapat berfungsi sebagai pelindung abrasi.

Gambar 10. Kombinasi penananan pohon mangrove


dalam zone terlindung dan kubus beton di lokasi.

 AKIBAT ABRASI

KutaiKartanegara.com 26/11/2006 19:51 WITA


Akibat abrasi yang terjadi di tepi sungai Mahakam, dua buah rumah permanen yang
berada di Desa Perjiwa, Kecamatan Tenggarong Seberang, ambruk dan secara perlahan
tenggelam ke dasar sungai.

Dampak negatif yang diakibatkan oleh abrasi antara lain:

14
 Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk
yang tinggal di pinggir pantai
 Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai, karena terpaan ombak yang
didorong angin kencang begitu besar.
 Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan perairan pantai karena
terkikisnya hutan bakau

15
16

Anda mungkin juga menyukai