Anda di halaman 1dari 20

PENGERTIAN DEMOKRASI

Demokrasi berasal dari bahasa yunani, yaitu demos yang berarti rakyat
dan cratos yang berarti pemerintahan. Artinya adalah pemerintahan rakyat
dimana rakyat memegang seluruh kekuasaan. Pemerintahan ditangan
rakyat. Sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat. Atau bisa disebut
dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

UNSUR – UNSUR DEMOKRASI

1. Kebebasan adalah keleluasaan untuk membuat pilihan terhadap beragam


pilihan atau melakukan sesuatu yang bermamfaat untuk kepentingan
bersama atas kehendak sendiri tanpa tekanan dari pihak manapun. Bukan
kebebasan untuk melakukan hal tanpa batas. Kebebasan harus digunakan
untukhal yang bermamfaat bagi masyarakat, dengan cara tidak melanggar
aturan yang berlaku.
2. Persamaan adalah Tuhan menciptakan manusia dengan harkat dan
martabat yang sama. Di dalam masyarakat manusia memiliki kedudukan
yang sama di depan hukum,politik, mengembangkan kepribadiannya
masing-masing, sama haknya untuk menduduki jabatan pemerintahan.
3. Solidaritas adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan
bekerjasama dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung
demokrasi agar tidak jatuh kedalam perpecahan.
4. Toleransi adalah sikap atau sifat toleran. Toleran artinya bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dll) yang
bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri.
5. Menghormati Kejujuran adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran,
agar hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benih-
benih konplik di masa depan.
6. Menghormati penalaran adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki
pandangan tertentu, membela tindakan tertentu,dan menuntut hal serupa
dari orang lain. Kebiasaan memberipenalaran akan menumbuhkan
kesadaran bahwa ada banyakalternatif sumber informasi dan ada banyak
cara untuk mencapai tujuan.
7. Keadaban adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan
budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan
penghormatan terhadap dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang
tercermin dalam sopan santun, dan beradab.

KONSEP DEMOKRASI DALAM ISLAM

Kenyataan bahwa Islam mengajarkan etika politik yang bersesuaian


dengan prinsip-
prinsip demokrasi, dapat dikatakan bahwa kurangnya pengalamandemokratis
sebagian besar negara Islam tidak ada hubungannya dengan dimensi“interior”
ajaran Islam. Secara teologis, barangkali dapat diisyaratkan bahwakegagalan
politik yang demokratis antara lain disebabkan oleh adanya pandanganyang
legalistik dan formalistik dalam melihat hubungan antara Islam dan
politik.Karenanya, adalah pendekatan substansialistik terhadap ajaran Islam
diharapkan. dapat mendorong terciptanya sebuah sintesa yang memungkinkan
antara Islam dan Demokrasi.

Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual


Islam,Esposito mengatakan bahwa kesesuaian demokrasi dengan Islam
dapatdikembangkan melalui beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan
politik.Seperti banyak konsep dalam tradisi politik barat, istilah-istilah ini tidak
selaludikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai banyak konteks
dalamwacana Muslim dewasa ini. Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem
yangmengukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu
konsepsyura, Ijma’, Maslahah, dan ijtihad.
DEMOKRASI DALAM PANDANGAN ISLAM

Secara etimologis, kata demokrasi (dari bahasa Yunani) adalah bentukan dari
dua kata demos (rakyat) dan cratein atau cratos (kekuasaan dan kedaulatan),
perpaduan kata demos dan cratein atau cratos membentuk kata demokrasi yang
memilki pengertian umum sebagai sebuah bentuk pemerintahan rakyat
(government of the people) dimana kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat
dan dilakukan secara langsung oleh rakyat atau para wakil mereka melalui
mekanisme pemilihan yang berlangsung secara bebas. Secara subtansial,
demokrasi adalah – seperti yang dikatakn oleh Abraham Lincoln – suatu
pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.
Batasan demokrasi menurut pengertian secara harfiah diatas menimbulkan
kontradiksi dalam pemahamannya, karena dalam pengertian demikian berarti
yang berjumlah lebih banyak memerintah yang jumlahnya lebih sedikit,
sedangkan dalam kenyataannya adalah sebaliknya, yaitu yang berjumlah lebih
sedikit memerintah, yang berjumlah lebih banyak diperintah. Mengenai
pengertian ini Jean Rousseau mengemukakan
“Kalau dipegang arti kata seperti diartikan umum, maka demokrasi yang
sungguh-sungguh tidak pernah ada dan tidak ada. Adalah berlawanan dengan
kodrat alam, bahwa yang berjumlah terbesar memerintah, sedangkan yang
paling sedikit harus diperintah”
Norma – norma yang menjadi pandangan hidup demokrasi, yaitu:
a. Pentingnya kesadaran akan pluralisme
b. Musyawarah
c. Pertimbangan moral
d. Pemufakatan yang jujur dan sehat
e. Pemenuhan segi-segi ekonomi
f. Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik
masing – masing.
Dalam konsep demokrasi, pemerintahan suatu negara merupakan
pemerintahan oleh rakyat. Hanya saja, dalam pengertian zaman sekarang,
pengertian disini tidak lagi diharuskan bersifat langsung melainkan dapat pula
bersifat tidak langsung atau perwakilan (representative goverment). Atas dasar
prinsip demikian itulah, kekuasaan pemerintahan dibagi-bagi ke dalam beberapa
fungsi, yang atas pengaruh Montesquieu, terdiri atas funsi-fungsi legislative,
eksekutif, dan judikatif. Dalam negara yang menganut kedaulatan rakyat,
pembagian ketiga fungsi itu tidak dapat mengurangi makna bahwa yang
sesungguhnya berdaulat adalah rakyat. Semua fungsi kekuasaan itu tunduk pada
kemauan rakyat yang disalurkan melalui institusi yang mewakilinya.
Demokrasi dalam islam pada dasarnya mempunyai berbagai macam
penafsiran. Para cendikiawan muslim membahas hubungan islam dengan
demokrasi melalui dua pendekatan: normatif dan empiris. Pada dataran
normatif, mereka mempersoalkan nilai-nilai demokrasi dalam sudut pandang
ajaran Islam. Sementara pada dataran empiris, mereka menganalisis
implementasi demokrasi dalam praktek politik dan ketatanegaraan.
John L. Esposito dan James P. Piscatori mengatakan bahwa Islam bisa
digunakan untuk mendukung demokrasi maupun kediktaroran, republikanisme
maupun monarki, sehingga pernyataan ini dapat mengidentifikasi tiga
pemikiran.Pertama, Islam menjadi sifat dasar demokrasi karna konsep syura’,
ijtihad, dan ijma’ merupakan konsep yang sama dengan demokrasi. Kedua,
menolak bahwa Islam berhubungan dengan demokrasi. Dalam pandangan ini,
kedaulatan rakyat tidak bisa terdiri di atas kedaulatan Tuhan, juga tidak bisa
disamakan antara Muslim dan Non-Muslim serta antara laki-laki dan perempuan.
Hal ini bertentangan dengan prinsip equality dalam demokrasi. Ketiga,
sebagaimana pandangan pertama bahwa Islam merupakan dasar demokrasi,
meskipun kedaulatan rakyat tidak bisa bertemu deangan kedaulatan Tuhan,
perlu diakui bahwa kedaulatan rakyat tersebut merupakan subordinasi hukum
tuhan.
Namun dalam pandangan Habib Rizieq, demokrasi itu haram, bahkan lebih
bahaya daripada babi. Menurutnya Demokrasi lebih bahaya dari babi. Jika colek
babi itu terkena najis mughaladah, dan jika dimakan dagingnya kita akan berdosa
namun tidak jatuh kafir. Namun jika demokrasi dibenak kaum muslimin maka dia
ridha hukum Allah dipermainkan, maka dia bisa murtad, keluar dari Islam.
Demokrasi bisa memurtadkan kita.
Sedangkan Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab membantah dengan menyatakan
bahwa ditengah masyarakat ada anggapan bahwa Islam jauh dari demokrasi.
Karenanya, Islam sering dibenturkan dengan demokrasi. Padahal sesungguhnya
Islam bukan hanya mendukung tapi mensyaratkan demokrasi. Menurutnya,
Islam jelas bukan hanya mendukung, dia mensyaratkan. Kalau mendukung, ini
seakan-akan datang dari luar yang didukung. Sebenarnya, demokrasi yang
diajarkan Islam justru lebih dulu, lebih jelas dari pada demokrasi yang berasal
dari barat (Yunani). Islam bukan hanya mendukung, tapi bisa menjadikan prinsip
ajaran dalam kehidupan bermasyarakat, apa yang kita kenal pilar dalam Islam
dengan syura atau dipadankan dengan demokrasi. Dalam Islam, yang dinamakan
syura adalah pada mulanya berarti mengeluarkan madu pada sarangnya. Jadi,
orang-orang demokrasi itu dipersamakan dengan lebah yang menghasilkan
madu, lebah punya keistimewaan, dia tidak makan kecuali yang baik. Dia tidak
menganggu. Kalaupun dia menyengat, sengatan obat. Hasilnya selalu baik,
bermanfaat. Itulah yang dicari. Kemudian dari syura lahirlah mencari pendapat
yang baik seperti baiknya madu.di manapun madu ditemukan, itu kita ambil. Baik
dari yang mendengar pendapat maupun yang menyampaikan pendapat.
Dalam Islam mengajarkan manusia tidak hanya hal-hal spiritual (ibadah),
namun juga masalah akhlak dan muamlat manusia. Oleh karena itu, dalam
penyelenggaraan dan pengisian negara termasuk dalam pengertian modern
Negara-bangsa, Al-Qur’an memberikan pesan-pesan yang lebih subtansial yaitu
menawarkan nilai etik dan moral daripada bersifat formal yaitu menekankan
bentuk Negara atau formal politik. Menurut Yusdani, prinsip-prinsip kenegaraan
yang terdapat dalam Al-Qur’an antara lain bahwa:
1. Kekuasaan Sebagai Amanah
Dalam surah Annisa ayat 58 yang artinya: sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Seseungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.

2. Musyawarah Sebagai Dasar Pengambilan Kekuasaan


Dalam surah Asy Syuura ayat 38 yang artinya: dan (bagi) orang-orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

3. Keadilan Harus Ditegakkan


Surah An-nisa ayat 135 yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu orang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.
Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi
saksi, maka sesungguhnya Allah dalah maha mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan. Dan ada juga pada ayat lain seperti surah Al-maidah ayat 8.

4. Adanya Prinsip Persamaan


Dalam surah Al-mukmin ayat 13 yang artinya: Dialah yang
memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunan
untukmu rezeki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-
orang yang kembali (kepada Allah).
5. Pengakuan Terhadap HAM
Dalam surah Al-Israa’ ayat 30 yang artinya: Dan janganlah kamu mebunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka
sesungguhnya Kami telah member kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungghnya ia
adalah orang yang mendapat pertolongan. Dan juga ada pada ayat 70
dengan surah yang sama tentang pengakuan terhadap HAM.

6. Perdamaian
Dalam surah Al-Baqarah ayat 190, artinya: Dan perangilah di jalan Allah
orang yang memerangi kamu, (tetapi) jangan kamu melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang melampaui batas.

Dalam surah Al-anfaal ayat 61, artinya: Dan jika mereka condong
kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam keangka konseptual Islam,


Esposito mengatakan bahwa kesesuaian demokrasi dengan Islam dapat
dikembangkan melalui beberapa aspek khusus dari ranah social dan politik.
Seperti banyak konsep dalam politik tradisi barat, istilah – istilah ini tidak selalu
dikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai banyak konteks dalam
wacana Muslim dewasa ini. Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang
mengukuhkan konsep – konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu konsep
Syura, Ijma’, Maslahah, dan Ijtihad. Adapun hubungan antara Islam dan
demokrasi yaitu seperti berikut:
a. Syura Dalam Konsep Demokrasi
Secara historis, konsep syura dalam sejarah Islam telah ada jika menunjuk
pertemuan di Bani Sa’idah segera setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
Menurut Fazlur Rahman kejadian itu sebagai pelaksaan prinsip syura yang
pertama. Kejadian ini kemudan diikuti dengan pidato pelantikan Abu Bakar
sebagai khalifah pertama. Dalam pidato pelantikannya itu, secara kategoris
ia menyatakan bahwa dirinya telah menerima mandat dari rakyat yang
memintanya melaksanakan Al-Quran dan Sunnah. Abu Bakar juga
menyatakan bahwa ia melaksanakan Al-Quran dan Sunnah, ia perlu
didukung terus. Tetapi bilamana ia melakukan pelanggaran berat maka ia
harus diturunkan. Konsep syura dan demokrasi, Fazlur Rahman juga
berpendapat bahwa institusi semacam syura telah ada pada masyarakat
Arabia pra-Islam. Waktu itu, para pemuka suku atau kota menjalankan
urusan bersama melalui permusyawaratan. Institusi inilah yang kemudian
didemokrasikan oleh Al-Quran, yang menggunakan istilah syura. Perubahan
dasar yang dilakukan Al-Quran adalah mengubah syura dari sebuah institusi
suku menjadi institusi komunitas, karena ia menggantikan hubungan darah
dengan hubungan iman.

Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik prinsip


kekhalifahan maanusia. “perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam
tercermin terutama dalam doktrin musyawarah (syura). Karena semua
muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria dan wanita adalah khalifah
(agen) Tuhan, mereka mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa
dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani permasalahan
negara”. Ayatullah Baqir Al-Sadr menegaskan bahwa musyarawah adalah
hak rakyat. “rakyat sebagai khalifah Allah berhak mengurus persoalan
mereka sendiri atas dasar prinsip musyawarah” dan ini termasuk
“pembentukan mejelis yang para anggotanya adalah wakil – wakil rakyat
yang sesungguhnya. Dengan demikian syura menjadi unsur operasional yang
menentukan dalam hubungan antara Islam dan demokrasi.

Namun akan berbeda ketika wakil rakyat yang telah dipilih tersebut tidak
menggambarkan apa yang menjadi keinginan rakyat yang diwakilinya. Oleh
karena itu, seorang wakil rakyat harus benar – benar mewakili setiap
kebutuhan rakyat yang harus diperjuangkan. Jika wakil rakyat hanya
mewakili golongannya tentu sudah menyalahi dari konsep demokrasi itu
sendiri.

Piagam Madinah merupakan konstitusi demokrasi Islam pertama dalam


sejarah pemerintahan konstitusional. Para intelektual muslim sepakat bahwa
prinsip syura adalah sumber etika demokrasi Islam. Mereka menyamakan
konsep syura dengan konsep demokrasi modern.

b. Ijma’ Dalam Konsep Demokrasi


Ijma’ atau kesepakatan telah lama dijadikan sebagai salah satu sumber
bagi hukum Islam walaupun dibatasi oleh para cendikiawan Muslim.
sedangkan ijma’ atau kesepakatan rakyat mempunyai makna yang kurang
begitu penting. Namun di era modern, potensinya lebih besar. Dalam hal ini
ijma’ dan demokrasi dipandang sebagi landasan yang efektif bagi demokrasi
Islam modern. Konsep ini memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang
mengakui suara mayoritas. Para cendikiawan Muslim menyatakan bahwa
dalam sejarah Islam tidak ada rumusan yang pasti mengenai struktur negara
dalam Al-Quran, oleh karna itu kekuasaan suatu negara mencerminkan
kehendak rakyatnya. Sebab seperti yang pernah ditekankan oleh para ahli
hukum klasik, legitimilasi pranata – pranata negara tidak berasal dari sumber
tekstual, tetapi didasarkan prinsip ijma’.
c. Maslahah Dalam Konsep Demokrasi
Dalam demokrasi maslahah menjadi penting ketika berbenturan dengan
kebebasan individu dan persamaan HAM. Konsep ini memberikan penilaian
terhadap kepentingan umum didahulukan daripada kepentingan pribadi.
Mereka yang menyalahgunakan maslahah memang tidak bisa dipungkiri.
Mereka menggunakan maslahah sebagai metode untuk menetapkan hukum
tanpa mengindahkan batasan – batasan dan kaedah – kaedah yang baku.
Akibatnya terjadilah kekacauan dalam menetapkan hukum Islam dalam
masyarakat.

d. Ijtihad Dalam Konsep Demokrasi


Ijtihad diterapkan pada pertanyaan – pertanyaan yang tidak tercakup
oleh Al-Quran dan Sunnah, tidak dengan taqlid, atau dengan analogy
langsung (qiyas). Ijtihad dianggap oleh pemikir Musllim sebagai kunci
pelaksanaan kehendak Allah dalam waktu dan tempat tertentu.

Bentuk demokrasi menurut Fazlur Rahman dapat berbeda – beda


menurut kondisi yang ada dalam suatu masyarakat. Untuk dapat memilih
suatu demokrasi yang sesuai dengan keadaan dengan keadaan sutu
masyrakat Islam tertentu. Peranan ijtihad menjadi menentukan.
PRINSIP DEMOKRASI DALAM ISLAM

1. syura : cara pengambilan keputusan


2. al-amanah : pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada
orang lain
3. al-hurriyyah : kebebasan (hak setiap warga)
4. al-musaqah : kesejajaran

islam dan demokrasi sama-sama berkedaulatan dari rakyat, dan untuk


rakyat, sehingga kedaulatan ada ditangan rakyat. Dalam pandangan Barat
islam dan demokrasi kurang memperhatikan nilai-nilai kebenaran demokrasi
dan tidak dekat dengan nilai-nilai religi, sedangkan dalam islam demokrasi
sangat memperhatikan nilai kebenaran dan dekat dengan nilai-nilai religi.

PERIODE PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA:

Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan


Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang
ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan
dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal
kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4
Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk
menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh
KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
absolut pemerintah mengeluarkan :

 Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah


menjadi lembaga legislatif.
 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan
Partai Politik.
 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan
sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal
mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua,
presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator.
Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya
sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system
kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan
politik kita.

Perkembangan Demokrasi Parlementer (1950-1959)


Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai
1959 menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya.
Pada masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir
semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik
di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan
yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan
parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad
pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.

Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang
parlementer, dimana presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala
eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat
tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik
demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

 Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap


pengelolaan konflik
 Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
 Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
 Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan
Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik
yang berjalan
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 :

 Bubarkan konstituante
 Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
 Pembentukan MPRS dan DPAS.

Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)


Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat
secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:

 Dominasi Presiden
 Terbatasnya peran partai politik
 Berkembangnya pengaruh PKI

Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah


menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu
terjadi karena partai politik sangat orientasi pada kepentingan ideologinya
sendiri dan dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara
menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan gagasan bahwa demokrasi
parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai oleh
Pancasila.

Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

 Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan


 Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden membentuk DPRGR
 Jaminan HAM lemah
 Terjadi sentralisasi kekuasaan
 Terbatasnya peranan pers
 Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI, menjadi


tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.

Perkembangan Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru


Pemerintahan Orde Baru ditandai oleh Presiden Soeharto yang
menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa orde
baru ini menerapkan Demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasanya model
demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.

Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan


disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997.Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap
gagal sebab:

 Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada


 Rekrutmen politik yang tertutup
 Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
 Pengakuan HAM yang terbatas
 Tumbuhnya KKN yang merajalela
 Sebab jatuhnya Orde Baru:
 Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
 Terjadinya krisis politik
 TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
 Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto
untuk turun jadi Presiden.

Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif
otonom, dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan
kekuasaan danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1)
kemenangan mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi
legitimasi politik yangkuat kepada negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi
politik semacam birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi; (3) dipakai
pendekatan keamanan; (4) intervensi negara terhadap perekonomian dan pasar
yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk mengakumulasikan modal
dan kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari
eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak
domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6)
sukses negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan
pokok rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul
karena sebab struktural.

Perkembangan Demokrasi Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan


Sekarang)
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya
Presiden Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan
yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap
hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku
sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD
1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama
kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan


dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis


antara lain:

 Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok


reformasi
 Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang
Referandum
 Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas
dari KKN
 Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden
dan Wakil Presiden RI
 Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
 Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah
dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini


adalah demokresi Pancasila, namun berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip
dengan demokrasi perlementer tahun 1950 1959. Perbedaan demkrasi reformasi
dengan demokrasi sebelumnya adalah:

 Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang


sebelumnya.
 Ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada
tingkat desa.
 Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara
terbuka.
 Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan
menyatakan pendapat

Demikian penjelasan singkat mengenai perkembangan demokrasi di


Indonesia setelah kemerdekaan sampai saat ini. Silakan kunjungi artikel sistem
pemerintahan Indonesia lainnya.

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

Sejak merdeka, bangsa Indonesia pernah melaksanakan tiga macam


demokrasi yaitu Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, dan Demokrasi
Pancasila.

Demokrasi Liberal (1950-1959)


Demokrasi liberal atau demokrasi parlementer berlaku pada tahun
1950—1959. Pada saat itu, konstitusi yang berlaku adalah UUDS
1950. Berdasarkan UUDS 1950, sistem pemerintahan dan demokrasi yang
diterapkan di Indonesia, yaitu sistem parlementer dan demokrasi liberal. Artinya,
kabinet yang menterinya diajukan oleh parlemen (DPR) dan bertanggung jawab
kepada parlemen (DPR).

Dalam sistem parlementer ini, kepala pemerintahan adalah perdana menteri


dan presiden hanya sebagai kepala negara. Masa demokrasi liberal ini membawa
dampak yang cukup besar, memengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik
pada waktu itu. Dampaknya, yaitu:

 Pembangunan tidak berjalan lancar karena kabinet selalu silih berganti.


 Tidak ada partai yang dominan maka seorang kepala negara terpaksa
bersikap mengambang di antara kepentingan banyak partai.
 Dalam sistem multi partai, tidak pernah ada lembaga legislatif, yudikatif, dan
eksekutif yang kuat.
 Munculnya pemberontakan di berbagai daerah (DII/TII, Permesta, APRA,
RMS).
 Memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan saat itu.

Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia


membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Akhirnya, pada
tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran
Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945, serta tidak berlakunya UUDS
1950.

Demokrasi Terpimpin (1959—1966)

Demokrasi terpimpin atau demokrasi terkelola yaitu seluruh keputusan


serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara saja. Menurut TAP MPRS No.
VIII/MPRS/1965, demokrasi terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berasaskan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong bagi semua kekuatan nasional
yang progresif revolusioner dengan berporoskan Nasakom.

Pada saat itu, konstitusi yang berlaku adalah UUD 1945 dan Presiden
Sukarno berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
yang berlandaskan pada sistem presidensial (presidesiil). Para menteri berada di
bawah wewenang presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.

Demokrasi Pancasila (1966—sekarang)

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang merupakan perwujudan


kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang mengandung semangat Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila, yaitu:

1. Persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia


2. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
3. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggungjawab secara moral kepada Tunan
Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.
4. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
5. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
6. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
7. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
HUBUNGAN DEMOKRASI DENGAN PEMILIHAN UMUM

Dalam sebuah Negara yang menganut paham Demokrasi, Pemilu menjadi


kunci terciptanya demokrasi. Tak ada demokrasi tanpa diikuti Pemilu. Pemilu
merupakan wujud yang paling nyata dari demokrasi. Salah satu perwujudan
keterlibatan rakyat dalam proses politik adalah Pemilihan Umum. Demokrasi
sebuah bangsa hampir tidak terpahamkan tanpa Pemilu.

Sehingga setiap pemerintahan suatu Negara yang hendak


menyelenggarakan pemilu selalu menginginkan pelaksanaanya benar-benar
mencerminkan proses demokrasi. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk
ikut serta menentukan figure dan arah kepemimpinan Negara dalam periode
waktu tertentu.

Ide demokrasi yang menyebutkan bahwa dasar penyelenggaraan Negara


adalah kehendak rakyat merupakan dasar bagi penyelenggaraan pemilu. Pemilu
yang teratur dan berkesinambungan saja tidak cukup untuk menghasilkan
kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Pemilu
merupakan saran legitimasi bagi sebuah kekuasaan. Setiap penguasa betapapun
otoriternya pasati membutuhkan dukungan rakyat secara formal untuk
melegitimasi kekuasaanya.

Pemilihan umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek


bernegara saat ini karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk menyatakan
kedaulatan rakyat atas Negara dan Pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat
tersebut dapat diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk
menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan di sisi lain mengawasi
pemerintahan Negara. Karena itu, fungsi utama bagi rkayat adalah “untuk
memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka”.

Dan yang tidak boleh kita lupakan pemilu adalah peristiwa perhelatan
rakyat yang paling akbar yang hanya terjadi lima tahun dan melalui pemilulah
rakyat secara langsung tanpa kecuali benar-benar menunjukkan eksistensinya
sebagai pemegang kedaulatan dalam Negara. Berdasarkan dapat ditegaskan
bahwa pemilu sebagai wujud paling nyata dari demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai