Blok 7
Blok 7
Pendahuluan
Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari
atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus-
menerus CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Sistem pernapasan
berperan dalam homeostasis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah.
Darah mengangkut O2 dan CO2 antara sistem pernapasan dan jaringan. Fungsi utama
respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk digunakan sel tubuh dan untuk
mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel. Pertukaran gas dari udara ke paru, diperantarai
oleh saluran pernapasan yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu saluran pernapasan bagian
atas atau jalan napas dan saluran pernapasan bagian bawah.1
Berdasarkan skenario yang didapat, yaitu mengenai seorang laki-laki 20 tahun dengan
keluhan pilek, nyeri saat menelan dan suara serak, maka pada makalah ini akan dibahas
mengenai struktur sistem saluran pernapasan atas serta mekanisme pernapasan.
Pembahasan
Struktur Makroskopis
Sistem respiratorius dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian konduksi dan bagian
respirasi. Bagian konduksi adalah saluran nafas yang menghantarkan udara dari luar ke
dalam paru untuk respirasi. Sedangkan bagian respirasi adalah saluran nafas di dalam paru
tempat berlangsungnya respirasi atau pertukaran gas. Bagian konduksi sistem pernafasan
terdiri atas rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus ekstrapulmonal dan intrapulmonasl
dengan diameter yang semakin kecil dan berakhir pada bronkiolus terminalis.1
Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama
(principal structure), dan struktur pelengkap (accessory structure). Yang termasuk struktur
utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan.
Saluran udara pernapasan dibagi menjadi dua, yaitu:1
A.) Saluran udara pernapasan bagian atas (upper respiratory tract) atau jalan napas.
Yang disebut sebagai jalan napas adalah (1) nares, hidung bagian luar (external
nose), (2) hidung bagian dalam (internal nose), (3) sinus paranasal, (4) faring, (5)
laring.
B.) Saluran udara pernapasan bagian bawah (lower respiratory tract) atau saluran napas
yang mencangkup trakea, bronkus dan bronkiolus (keduanya dibahas dalam
pulmonologi). Batas saluran udara pernapasan bagian atas dan saluran udara
pernapasan bagian bawah adalah pinggir bawah kartilago krikoidea. Saluran udara
pernapasan bagian bawah dimulai dari ujung trakea (pinggir bawah kartilago
krikoidea) sampai bronkiolus terminalis.
Sinus paranasalis
Sinus paranasalis adalah ruang di dalam tulang tengkorak yang berhubungan melalui
lubang ke dalam kavum nasi. Sinus ini dilapisi oleh membran mukosa yang bersambungan
dengan cavum nasi. Sinus paranasalis terdiri dari sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus
sphenoidalis dan sinus maxillaris. Nama sinus-sinus ini adalah sesuai dengan nama tulang-
tulang yang ditempatinya.2
Gambar 3(Sumber: google.com/image/sinus paranasalis)
Sinus frontalis terletak antara tabula eksterna dan tabula interna ossis frontalis, di
belakang arcus superciliaris dan akar hidung. Masing-masing sinus berhubungan melalui
duktus frontonasalis dengan infundibulum yang bermuara di meatus nasalis medius. Sinus
frontalis dipersarafi oleh cabang-cabang kedua nervus supra-orbitalis.2
Sinus ethmoidalis terdiri dari beberapa rongga yang kecil, cellulae ethmoidales, di
dalam massa lateral os ethmoidale, antara cavitas nasi dan orbita. Cellulae ethmoidales
anterior dapat berhubungan secara tidak langsung dengan meatus nasalis medius melalui
infundibulum. Cellulae ethmoidales tengah berhubungan langsung dengan meatus nasalis
medius. Cellulae ethmoidales posterior berhubungan langsung dengan meatus nasalis
superior. Sinus ethmoidales dipersarafi oleh nervus ethmoidales anterior dan nervus
ethmoidales posterior cabang nervus nasociliaris.2
Sinus sphenoidales yang terpisah oleh sebuah sekat tulang, terletak di dalam corpus
ossis sphenoidalis dan dapat meluas ke dalam ala major dan ala minor ossis sphenoidalis.
Karena sinus sphenoidales ini, corpus ossis sphenoidalis mudah retak. Sinus sphenoidalis
dipersarafi oleh nervus ethmoidalis posterior, serta diperdarahi oleh arteria ethmoidalis
posterior.2
Sinus maxillaris adalah yang terbesar dari semua sinus paranasales. Rongga-rongga
ini yang berbentuk seperti limas, menempati seluruh badan masing-masing maxilla. Puncak
sinus maxillaris menjulang ke arah os zygomaticum, bahkan seringkali memasukinya.
Persarafan sinus maxillaris diurus oleh nervus alveolaris superior posterior, nervus alveolaris
anterior, nervus alveolaris medius, dan nervus alveolaris superior. Perdarahannya oleh arteri
alveolaris superior cabang arteria maxillaris.2
Faring (tekak)
Pharynx atau tekak terletak dibelakang hidung, mulut, dan laring (tenggorokan).
Faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot (muskulo membranosa)
dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai ketinggin
vertebra cervikal 6, yaitu ketinggian tulang rawan crikoid, tempat pharynx bersambung
dengan oesophagus. Pharynx berguna untuk menyalurkan makanan ke oesophagus dan udara
ke larynx, trachea, dan pulmo.
Dinding pharynx terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot pharynx. Lapis otot
sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapis otot internal yang terutama
teratur longitudinal, terdiri dari m. palatopharyngeus, m. stylopharyngeus, dan m.
salpingopharyngeus. Otot-otot ini mengangkat pharynx dan larynx sewaktu menelan dan
berbicara.5
Pharynx dibedakan menjadi tiga bagian antara lain:
1.
Nasopharynx (bagian di belakang hidung dan di atas palatum molle), mempunyai
fungsi respiratorik. Hidung berhubungan dengan nasopharynx melalui kedua choana.
Di dalam membran mukosa atap dan dinding posterior nasopharynx terdapat massa
jaringan limfoid yaitu tonsila pharyngealis. Dari ujung medial tuba auditiva meluas
sebuah lipatan yaitu plica salpingopharyngea, menutupi m. salpingopharyngeus yang
membuka ostium pharyngeum tuba auditoriae di pharynx sewaktu menelan. Massa
jaringan limfoid di dekat ostium pharyngeum dikenal sebagai torus tubarius. Di
posterior torus tubarius terdapat sebuah tonjolan pharynx ke lateral yang menyerupai
celah, yaitu recessus pharyngeus.5
2. Oropharynx (bagian di belakang mulut), mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan pencernaan makanan. Batas superior oleh palatum molle, inferior oleh radix
linguae, dan lateral oleh arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus. Oropharynx
meluas dari palatum molle ke tepi atas epiglotis.5
3. Laryngopharynx (bagian di belakang larynx), terletak posterior dari larynx, dari tepi
atas epiglotis sampai tepi bawah cartilago cricoidea, kemudian menyempit dan beralih
ke oesophagus. Laryngopharynx berhubungan dengan larynx melalui aditus laryngis.5
Cavitas laryngis meluas dari aditus laryngis sampai setinggi tepi bawah cartilago
cricoidea untuk beralih ke dalam lumen tenggorok. Cavitas laryngis dibedakan menjadi tiga
bagian:5
1. Vestibulum laryngis, superior terhadap plica vestibularis.
2. Ventriculus laryngis, terletak antara plica vestibularis dan di atas plica vocalis.
3. Cavitas infraglottica, meluas dari plica vocalis ke tepi inferior cartilago cricoidea.
Trakea
Trakea adalah tabung fleksibel dengan panjang kurang lebih 10 cm dan lebar 2,5 cm.
Trakea berjalan dari cartilago cricoidea ke bawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir pada setinggi angulus sternalis(taut manubrium dengan corpus
sterni) tempatnya berakhir, membagi menjadi bronkus kanan dan kiri. Di dalam leher, trakea
disilang di bagian depan oleh isthymus glandula thyroidea dan beberapa vena. Trakea terdiri
dari 16-20 kartilago berbentuk C yang dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Konstruksi trakea
sedemikian rupa sehingga tetap terbuka pada semua posisi kepala dan leher.7
Bronkus
Bronkus merupakan kelanjutan dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan
dan kiri. Bronkus bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri. Bronkus kanan
memiliki 3 lobus yaitu lobus atas, tengah dan bawah. Sedangkan bronkus kiri lebih panjang
dari bagian kanan dengan dua lobus, yaitu lobus atas dan bawah.
Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan sesudah bronkus(gambar 7). Bronkiolus
bercabang-cabang halus dengan diameter kurang lebih 1 mm dindingnya makin menipis jika
dibanding dengan brokus. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan, tetapi rongganya masih
mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada
bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantong
udara(alveolus).
Alveolus
Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang mengandung udara, melalui seluruh
dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli.
Lubang – lubang kecil didalam dinding alveolar memungkinkan udara melewati satu alveolus
yang lain.
Struktur Mikroskopis
Pada dasarnya dinding saluran napas terdiri atas tunika mukosa, lamina propria,
tunika muskularis, dan kerangka tulang rawan. Makin kecil saluran napas itu, makin tipis
dindingnya. Hanya sampai bronkus, kerangka tulang rawan terlihat, namun sampai yang kecil
pun masih dilengkapi dengan otot polos dan epitel bersilia dan sel goblet. Sel goblet berguna
untuk mensekresi mucus pada saluran pernapasan. Saluran udara yang paling kecil tidak lagi
mengandung sel goblet. Hanya alveolus paru yang dilapisi epitel selapis gepeng.4
Bagian konduksi sistem pernafasan ditunjang oleh tulang rawan hialin. Trakea
dilingkari oleh cincin-cincin tulang rawan hialin berbentuk C. Setelah bercabang menjadi
bronki yang kemudian memasuki paru, cincin hialin diganti oleh lempeng-lempeng tulang
rawan hialin. Saat diameter bronkiolus mengecil, semua lempeng hialin menghilang dari
saluran pernafasan bagian konduksi. Bagian konduksi saluran nafas yang terkecil adalah
bronkiolus terminalis.4
Mukosa trakea dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia bersel goblet. Dalam
lamina propria terdapat kelenjar campur. Bagian trachea yang mengandung tulang rawan
disebut pars kertilaginea trachea. Celah pada huruf C ini ditutup oleh jaringan ikat dengan
kerangka jaringan otot polos. Bagian ini disebut pars membranasea trachea. Di sekeliling
trachea, meliputi bagian luar trachea baik pars kartilaginea maupun pars membranasea
terdapat selubung jaringan ikat jarang yang disebut tunika adventisia.5
Bronkus intrapulmonal memiliki mukosa saluran napas yang tidak rata, berkelok-
kelok dan dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia bersel goblet. Dalam lamina propria
terdapat berkas otot polos yang tersusun melingkar. Di bawah lapisan otot polos dapat
ditemukan penggalan tulang hialin. Di antara penggalan tulang rawan tersebut, di bawah
berkas otot polos, terlihat kelenjar campur. Permukaan luar dindingnya yaitu tunika
adventisia merupakan jaringan ikat jarang.5
Mukosa pada bronkiolus juga sering tampak bergelombang. Pada bronkiolus yang
besar, epitelnya selapis torak bersilia bersel goblet. Sementara pada bronkiolus yang kecil,
epitelnya lebih rendah, epitel selapis kubis tak bersilia. Perubahan jenis epitel itu terjadi
berangsur-angsur, semakin ke arah distal, dari bronkiolus besar ke bronkiolus kecil, epitel
makin rendah, terlihat epitel tak bersilia. Sel goblet makin jarang, sampai akhirnya tak
ditemukan lagi pada daerah yang epitelnya selapis kubis tak bersilia. Dalam lamina propria
tidak lagi terdapat kelenjar maupun penggalan tulang rawan. Berkas serat otot polos pun
semakin ke distal semakin tipis, sehingga sulit dikenali. Bronkiolus yang paling kecil akan
menyalurkan udara ke dalam suatu lobulus disebut bronkiolus terminalis yang menyalurkan
udara pernapasan ke asinus, yaitu suatu unit struktural paru.5,6
Pada bronkioli terminalis juga terdapat sel kuboid tanpa silia yang disebut sel clara.
Bronkiolus terminalis hanya dapat dipelajari pada bronkiolus yang terpotong memanjang
karena pendeknya saluran ini.4
Bagian superior atau atap rongga hidung mengandung epitel yang yang sangat khusus
untuk mendeteksi dan meneruskan bebauan. Epitel ini adalah epitel olfaktoris yang terdiri
atas tiga jenis sel, yaitu sel penyokong (sustentakular), sel basal, dan sel olfaktoris. Sel
olfaktoris adalah neuron bipolar sensoris yang berakhir pada permukaan epitel olfaktori
sebagai bulbus olfaktoris kecil. Di dalam jaringan ikat di bawah epitel olfaktoris terdapat N.
olfaktoris (gabungan akson tak bermielin dan akson reseptor lain pada lamina propria) dan
kelenjar olfaktoris. Sel olfaktorius terletak diantara sel basal dan sel penyokong.
Sel sustentakuler atau sel penyokong merupakan sel silindris dengan inti lonjong dan
ada granula kuning kecoklatan pada sitoplasmanya. Sel basal berbentuk segitiga dengan inti
lonjong, merupakan sel cadangan yang membentuk sel penyokong dan menjadi sel
olfaktorius.6
Mukosa olfaktoris terdapat pada permukaan konka superior, yaitu salah satu sekat
bertulang dalam rongga hidung. Epitel respirasi di dalam rongga hidung adalah epitel
bertingkat semu silindris bersilia dan bersel goblet. Epitel olfaktoris dikhususkan untuk
menerima rangsang bau yang terdiri dari epitel bertingkat semu silindris tinggi tanpa sel
goblet. Epitel olfaktorius terdapat di atap rongga hidung, pada kedua sisi septum, dan di
dalam konka nasal superior. Di bawah lamina propia terdapat kelenjar Bowman yang
menghasilkan sekret serosa, berbeda dengan sekret campur mukosa dan serosa yang
dihasilkan kelenjar di bagian lain rongga hidung.5
Faring adalah ruangan di belakang kavum nasi, yang menghubungkan traktus
digestivus dan traktus respiratorius. Yang termasuk bagian dari faring adalah nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Nasofaring tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel
goblet. Orofaring terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, sedangkan pada
laringofaring epitelnya bervariasi, sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Laring terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika
vokalis berlapis gepeng. Dindingnya tersusun dari tulang rawan hialin, tulang rawan elastis,
jaringan ikat, otot bercorak, dan kelenjar campur.5
Epiglotis adalah bagian superior laring, terjulur ke atas dari dinding anterior laring
berupa lembaran pipih. Tulang yang membentuk kerangka epiglotis adalah sepotong tulang
rawan elastin yang terletak di tengah. Permukaan lingual (anterior) dilapisi epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk. Lamina propia dibawahnya menyatu dengan perikondrium
tulang rawan epiglotis. Sedangkan pada permukaan posterior yang menghadap ke arah laring
(permukaan laryngeal) terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dalam lamina
propria kedua permukaan tersebut tedapat kelenjar campir. 4,5
Mekanisme pernapasan
Sebagian besar orang berpikir bahwa respirasi sebagai proses menghirup dan
menghembuskan udara. Namun, dalam fisiologi respirasi memiliki arti yang jauh lebih luas.
Respirasi mencakup dua proses terpisah tetapi berkaitan: respirasi internal dan respirasi
eksternal.7
Respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-proses metabolik intrasel
yang dilakukan di mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selagi
mengambil energi dari molekul nutrien. Sedangkan respirasi eksternal merujuk kepada
seluruh rangkaian kejadian dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel
tubuh.8
Kesimpulan
Sistem saluran pernapasan manusia dimulai dari hidung lalu masuk ke faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolius dan alveolus. Mekanisme pernapasan pada manusia dikendalikan oleh
adanya otot-otot pernapasan dan pusat pernapasan. Selain itu, mekanisme pernapasan
manusia tidak dapat terlepas dari pertukaran O2 dan CO2. Jika terjadi gangguan pada saluran
pernapasan atas maka dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan seperti pilek, suara
serak, dan nyeri saat menelan . Hipotesis diterima.
Daftar Pustaka
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC, 2004. Hal. 266.
2. Gunadi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007.
3. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2009. Hal. 218.
4. Eroschenko VP. Atlas histologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2003. h.231-46.
5. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Histologi. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007.
h.160-6.
6. Bloom, Fowcett. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: EGC, 2002: 629-48.
7. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2012. Hal. 496-534.
8. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit EGC; 2006; 498-9.
9. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC, 1995. Hal. 121-2.