Anda di halaman 1dari 22

Keluhan Nyeri Kepala dan Penglihatan Ganda Pada Wanita Dewasa

Maria Yuliva Ndua


102012230
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, 11470
Email : mariayuliva@gmail.com

Pendahuluan
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis.1 Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah
tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.
Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif,
berukuran 0,4-3µ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu
dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini
merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intraselular patogen pada hewan dan
manusia. Selain Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan
tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, dan Mycobacterium
microti.

Anamnesis
Untuk mendapatkan informasi mengenai masalah terhadap pasien yang datang kepada
seorang dokter, dokter akan melakukan anamnesis atau wawancara. Anamnesis yang baik
seringkali dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Anamnesis
dapat langsung dilakukan terhadap pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarganya atau
pengantarnya (aloanamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai,
misalnya keadaan gawat darurat dan lain sebagainya. Pada umumnya, yang dapat ditanyakan
kepada pasien adalah identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pribadi dan sosial serta riwayat alergi.2
Dalam skenario, dokter melakukan autoanamesis langsung kepada pasien, perempuan
berusia 35 tahun. Hal yang dapat ditanyakan tentang identitas seperti nama, umur, alamat,
pekerjaan. Semua akan dicatat dalam rekam medik atau catatan medis pasien. Riwayat
kesehatan yang lainnya adalah 1) Keluhan utama, yaitu alasan yang membuat pasien datang
ke dokter, 2) Riwayat penyakit sekarang, menyangkut keluhan utama dan keluhan yang lain
yang terkait yang dapat membantu diagnosis pasien, dapat ditanyakan seperti keluhan sudah
sejak kapan, kapan mulai timbul keluhan. Jika pasien datang dengan keluhan nyeri kepala
dan penglihatan ganda dapat ditanyakan seputar keluhan sakit kepala yang di rasakan,
bagaimana sakit kepala yang dirasakan, apakah menusuk – nusuk, atau berputar, apakah sakit
kepala menyeluruh di seluruh kepala atau hanya sebagian saja, apakah sakitnya hilang timbul
atau terus menerus, dan kemudian sudah berapa lama, adakah gangguan penglihatan akibat
dari sakit kepala, adakah keluhan yang lain atau tidak, 3) Riwayat penyakit dahulu, apakah
pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, adakah penyakit lain yang dialami
pasien,
4) Riwayat penyakit keluarga, menanyakan perihal apakah di keluarga pasien pernah
mengalami hal yang sama, 5) Riwayat pribadi dan sosial, menanyakan kebiasaan sehari – hari
pasien, mengenai tempat tinggal, gaya hidup, apakah pasien merokok, minum alkohol atau
tidak, dan 6) Riwayat alergi, termasuk alergi obat, makanan, bau – bauan atau hal lainnya.2
Hasil anamnesis dari skenario 12 adalah pasien perempuan 35 tahun dengan keluhan
sakit kepala seperti berdenyut – denyut di seluruh kepala, hilang timbul dan memburuk sejak
2 minggu terakhir. Penglihatan berbayang bila melihat jauh dan harus menyipitkan salah satu
matanya. Demam naik turun sudah 2 minggu terakhir tetapi tidak tinggi dan sudah berobat
tetapi tidak membaik. Riwayat penyakit dahulu, penyakit TBC paru positif, sudah mendapat
obat selama 2 bulan tetapi tidak teratur minum obat dan tidak teratur kontrol.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan –
temuan anamnesis. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan keadaan umum
pasien melalui ekspresi wajah, gaya berjalan dan tanda – tanda spesifik lainnya yang segera
tampak begitu melihat pasien serta kesadaran umum pasien. Lakukan pemeriksaan tanda –
tanda vital meliputi suhu tubuh, frekuensi nadi, frekuensi nafas dan juga tekanan darah .
Pemerikaan selanjutnya adalah pemeriksaan menyeluruh dari head to toe untuk
melihat ada atau tidaknya kelainan. Pemeriksaan dimulai dari kepala, mata, hidung, telinga,
leher, daerah paru, jantung, abdomen dan terakhir adalah ekstremitas. Selain itu, dilanjutkan
dengan pemeriksaan neurologis.
- Skala Koma Glasgow
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow
yang memperhatikan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan
nilai pada respon tersebut.

- Pemeriksaan Neurologis
Kepala dan Leher
Bentuk : simetris atau asimetris
Fontanella : tertutup atau tidak
Transiluminasi
Rangsang meningeal
Kaku kuduk : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala
ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan
diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu
tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
Kernig sign : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap
paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka
dikatakan Kernig sign positif.
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign) : Pasien berbaring dalam sikap terlentang,
dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi
lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign): Pasien berbaring terlentang.
Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas
diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
Lasegue sign: Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua
tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan
(fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam
keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70°
maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya
diambil patokan 60°.

- Saraf-saraf otak3
Nervus I (olfaktorius) :
o Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
o Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam.
o Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
o Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
o Kakosmia adalah mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.
o Halusinasi penciuman adalah bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya
perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini
Nervus II (optikus) :
o Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan
jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding,
membaca huruf di buku atau koran.
o Lapangan pandang : Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode
Konfrontasi dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih
jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka
mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus
menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah
pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa
dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai
melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberitahu, dan hal ini
dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya
ada gangguan kampus penglihatan (visual field) maka pemeriksa akan lebih dahulu
melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan
masing masing mata harus diperiksa.
o Melihat warna
o Refleks ancaman
o Refleks pupil
Nervus III (okulomotorius) :
o Pergerakan bola mata ke arah : atas, atas dalam, atas luar, medial, bawah, bawah
luar.
o Diplopia (melihat kembar)
o Strabismus (juling)
o Nistagmus (gerakan bola mata diluar kemauan pasien)
o Eksoftalmus (mata menonjol keluar)
o Pupil : lihat ukuran, bentuk dan kesamaan antara kiri dan kanan
o Refleks pupil (refleks cahaya) :
Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil. Normal, akibat
adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis). Perhatikan juga apakah pupil
segera miosis, dan apakah ada pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan
segera.
Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu
pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.
o Rima palpebra
o Deviasi konjugae
Nervus IV (trochlearis) :
o Pergerakan bola mata ke bawah dalam
Nervus V (trigeminus) :
o Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan
temporalis; kekuatan gigitan.
o Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan
suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
o Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup
matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
o Refleks masseter : Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada
bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul
dengan ”hammer reflex” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah
kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan hebat yaitu kontraksi M. masseter, M.
temporalis, M. pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini
disebut refleks meninggi.
o Refleks bersin : menggunakan kapas.
Nervus VI (abdusens) :
o Pergerakan bola mata ke lateral
Nervus VII (fasialis) :
o Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh
lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata
dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau
menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan
pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan
maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.
o Pemeriksaan fungsi sensorik
Nervus VIII (vestibulo-koklearis) :
o Pemeriksaan fungsi n. koklearis untuk pendengaran
o Pemeriksaan Weber : Maksudnya membandingkan transportasi melalui tulang
ditelinga kanan dan kiri pasien. Garputala ditempatkan didahi pasien, pada
keadaan normal kiri dan kanan sama keras (pasien tidak dapat menentukan
dimana yang lebih keras). Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara
terganggu, misal: otitis media kiri, pada test Weber terdengar kiri lebih keras. Bila
terdapat “nerve deafness” disebelah kiri, pada test Weber dikanan terdengar lebih
keras
o Pemeriksaan Rinne : Maksudnya membandingkan pendengaran melalui tulang
dan udara dari pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara
didengar lebih lama daripada melalui tulang. Garputala ditempatkan pada planum
mastoid sampai pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala
dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih
terdengar dikatakan test positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada
“conduction deafness” test Rinne negatif.
o Pemeriksaan Schwabah : Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan
kemudian ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan
bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar
bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk
konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan
pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak
mendengar lagi maka garpu tala diletakkan di tulang mastoid pemeriksa. Bila
pemeriksa masih mendengar bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk
konduksi tulang) lebih pendek.
o Pemeriksaan fungsi n. vestibularis untuk keseimbangan
o Pemeriksaan dengan tes kalori : Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin)
timbul nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan (diberi air panas) timbul
nistagmus kekiri.
Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan,
misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan
keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.
o Pemeriksaan ‘past pointing test : Pasien diminta menyentuh ujung jari
pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta
untuk mengulangi. Normalnya pasien harus dapat melakukannya.
o Tes Romberg : Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu
didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang
lainnya, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal
mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
o Stepping test : Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini pasien
diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya
selama test berlangsung. Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien
beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari
30 derajat.
Nervus IX :
o Pemeriksaan motorik : disfagia, palatum molle, uvula, disfonia, refleks muntah.
o Pemeriksaan sensorik : pengecapan 1/3 belakang lidah
Nervus X :
o Pemeriksaan bersamaan dengan nervus IX.
Nervus XI :
o Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien
dan pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.\
o Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri
dan ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m.
sternocleidomastoideus.
Nervus XII :
o Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan tidak dapat
diucapkan dengan baik, hal demikian disebut: dysarthria. Dalam keadaan diam lidah
tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun. Bila
lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit. Melihat apakah ada
atrofi atau fasikulasi pada otot lidah. Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan
menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi
pipi.

- Pemeriksaan sistem motorik


Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk
menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.2
o Pengamatan
o Gaya berjalan dan tingkah laku
o Simetri tubuh dan ektremitas
o Kelumpuhan badan dan anggota gerak
o Gerakan volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
o Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu
o Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti
o Mengepal dan membuka jari-jari tangan
o Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul
o Fleksi dan ekstensi artikulus genu
o Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki
o Gerakan jari- jari kaki.
Palpasi otot :
o Pengukuran besar otot.
o Nyeri tekan
o Kontraktur.
o Konsistensi (kekenyalan).
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :
o Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP
o Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas)
o Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas)
o Kontraktur otot
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada :
o Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
o Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di “motor end plate”
Perkusi otot :
o Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
o Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat pada
pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).
o Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena
kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
Tonus otot :
o Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas
tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang
normal terdapat tahanan yang wajar.
Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
Kekuatan otot :
o Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa
menahan gerakan ini.
o Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan.
Sistem sensibilitas :
o Eksteroseptif : terdiri atas rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
o Proprioseptif : rasa raba dalam (rasa gerak, rasa posisi/sikap, rasa getar dan rasa
tekanan)
o Diskriminatif : daya untuk mengenal bentuk/ukuran; daya untuk mengenal
/mengetahui berat sesuatu benda dsb.
o Rasa gramestesia : untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit
pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.
o Rasa barognosia : untuk mengenal berat suatu benda.
o Rasa topognosia : untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh pasien.
Refleks
Refleks fisiologis :
- Biseps
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respons : fleksi lengan pada sendi siku.
Afferent : n. musculucutaneus (C5-6)
Efferenst : n. musculucutaneus (C5-6)
- Triseps
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi.
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis (C 6-7-8)
Efferenst : idem
- KPR
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps emoris.
Efferent : n. femoralis (L 2-3-4)
Afferent : idem
- APR
Stimulus : ketukan pada tendon achilles
Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m. Gastrocnemius
Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent : idem
- Periosto-radialis
Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah
fleksi dan sedikit pronasi
Respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m.
Brachioradialis
Afferent : n. radialis (C 5-6)
Efferenst : idem
- Periosto-ulnaris
Stimulus : ketukan pada periosteum proc. styloigeus ulnea, posisi lengan setengah
fleksi & antara pronasi – supinasi.
Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator quadratus
Afferent : n. ulnaris (C8-T1)
Efferent : idem

Refleks Patologis

- Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari – jari kaki.
Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari
posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski
- Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal
Respons : seperti babinski
- Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras
Respons : seperti babinski
- Schaeffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons : seperti babinski
- Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat
Respons : seperti babinski
- Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya berefleksi
- Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman

Pemeriksaan Penunjang4
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap terdiri dari pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht),
Laju Endap Darah (LED), Jumlah sel darah putih, Hitung jenis sel darah putih, Jumlah sel
darah merah, Jumlah trombosit, dan Indeks Eritrosit.
Adapun manfaat pemeriksaan darah lengkap adalah sebagai pemeriksaan penyaring untuk
membantu diagnosis, sebagai pencerminan reaksi tubuh terhadap suatu penyakit, dapat
dipakai sebagai petunjuk penderita atau infeksi.
2. Radiologi
- Foto Thoraks
Pada pemeriksaan radiologi, gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah : 1)
Bayangan berawan atau nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah, 2) Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh
bayangan opak berawan atau nodular, 3) Bayangan bercak milier, 4) Efusi pleura
unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
-
- CT Scan Otak dengan Kontras
Pemeriksaan CT Scan Otak dengan kontras pada pasien yang curiga meningitis terdapat
penyengatan kontras di sisterna basalis

3. Lumbal Punksi
Pemeriksaan Lumbal Punksi dilakukan oleh ahli pada lumbal 3 dan 4 dengan
pengambilan cairan kira kira 2 cc. Jika CSS keruh dan reaksi Nonne dan Pandy positif,
pertimbangkan meningitis dan segera mulai berikan pengobatan sambil menunggu hasil
laboratorium. Pemeriksaan mikroskopik CSS pada sebagian besar meningitis
menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih (PMN) di atas 100/mm3. Selanjutnya
dilakukan pengecatan Gram. Tambahan informasi bisa diperoleh dari kadar glukosa CSS
(rendah: < 1.5 mmol/liter), protein CSS (tinggi: > 0.4 g/l), dan biakan CSS (bila
memungkinkan). Jika terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial, tunda tindakan
pungsi lumbal tetapi tetap lakukan pengobatan.
4. MRI
Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex. Baku
emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun
pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif
hanya pada kira-kira setengah dari penderita
Hasil Pemeriksaan Penunjang dari kasus diatas adalah LED : 90, Hb : 12,8 g/dl, Ht : 38%,
Leukosit : 12.000 u/L, Eritrosit : 5 juta/uL, Trombosit : 242.000 u/L, dan GDS : 148 mg/dl.
Pada Thorak foto terdapat kesuraman di apek paru sinistra, dan pada CT Scan otak dengan
kontras terlihat lesi penyengatan kontras di daerah basal disertai adanya tanda peninggian
tekanan intrakranial. Pada lumbal punksi, warna jernih, jumlah sel 187, sel dominan
mononuklear, protein 102, glukosa LCS 50, none pandi (+).
Working Diagnosis
Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang mengenai selaput
otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut sebagai meningens. Meningitis
Tuberkulosis tergolong ke dalam meningitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu
Mycobacterium Tuberkulosa. Bakteri tersebut menyebar ke otak dari bagian tubuh yang lain.
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah
tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 5

Differential Diagnosis
Meningitis ec Virus
Di tandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat.
Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala
anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi
kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan
timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler
pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit
kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis Bakteri
Biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis
bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai
dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya
dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan
gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan
serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.4

Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis adalah bakteri aerob obligat yang tidak membentuk spora,
ukuran 3 x 0.3 mikrometer, lambat bermutiplikasi (15-20 jam), waktu gerak (-) , tahan asam
dan alkali, kekeringan, peka terhadap sinar ultraviolet, panas (mati dengan pasteurisasi),
alkohol, formaldehid, glutaraldehid dan kurang peka terhadap hipoklorit dan fenol. Dinding
sel terdiri dari Mycolic Acida yang tahan asam, Wax D(lilin) yang dapat memperkuat respon
imun dan fosfatida berperan dalam proses nekrosis pengejuan.6

Epidemiologi
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 TB
primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2%
dari TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya
bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor
genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi
TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan
diabetes melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering
dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada
usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.4
Patofisiologi

Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam


perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau
meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran
secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan.
Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa
(lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang
subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi 3–6 bulan setelah infeksi primer.
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring
atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak, atau selaput meningen.
Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi
dari infeksi.
Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid
secara epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dll.
Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun
meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat
berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran
cairan serebrospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan
herniasi.3
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa :

BTA masuk tubuh  Tersering melalui inhalasi, droplet, jarang pada kulit, saluran cerna 
multiplikasi  infeksi paru/fokus infeksi lain  penyebaran hematogen  meningens 
membentuk tuberkel  BTA tidak aktif/dormain, bila daya tahan tubuh menurun  rupture
tuberkel meningen  Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid  Meningitis.

Gejala Klinis

Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor yang


bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang
ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu
beberapa minggu.
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung.
Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor
tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah
dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernig’s dan Brudzinsky
positif.
Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium :2
1. Stadium I : Stadium awal
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam,
anoreksia
2. Stadium II : Intermediate
Gejala menjadi lebih jelas, mengantuk, kejang, defisit neurologik fokal : hemiparesis,
paresis saraf kranial (terutama N.III dan N.VII, gerakan involunter), hidrosefalus,
papil edema.
3. Stadium III : Advanced
Penurunan kesadaran, disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi

Pertimbangkan meningitis tuberkulosis jika :7


- Demam berlangsung selama 14 hari
- Demam timbul lebih dari 7 hari dan ada anggota keluarga yang menderita TB
- Hasil foto dada menunjukkan TB
- Pasien tetap tidak sadar
- CSS tetap mempunyai jumlah sel darah putih yang tinggi (tipikal < 500 sel darah putih
per ml, sebagian besar berupa limfosit), kadar protein meningkat (0.8–4 g/l) dan kadar
gula darah rendah (< 15 mmol/liter).
- Pada pasien yang diketahui atau dicurigai menderita HIV-positif, perlu pula
dipertimbangkan adanya TB atau meningitis kriptokokal.
- Bila ada konfirmasi epidemi meningitis meningokokal dan terdapat petekie atau purpura,
yang merupakan karakteristik infeksi meningokokal, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal
dan segera berikan Kloramfenikol.
Penatalaksanaan
Antibiotik4

 Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.


o seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam;
atau
o sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.
 Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan:
o Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
o ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
 Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5
hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi.
Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara
parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
 Jika tidak ada perbaikan:
o Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses
serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk.
o Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti
selulitis pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.
o Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 3–5
hari, ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
 Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat
ditambahkan. Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
o INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 6–9 bulan
o Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) – selama 6-9 bulan
o Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan
pertama
o Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 30-
50 mg/kgBB/hari (maksimum 1 g) – selama 2 bulan
Steroid
Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4 minggu, dilanjutkan
tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan
dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu.
Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin deksametason pada
semua pasien dengan meningitis bakteri.
Penatalaksanaan farmakologi
- Pemberian OAT : INH 1x300 mg, Rifampicin 1x450 mg, Pirazinamid 1x1000 mg,
Etambutol 1x750 mg, diberikan selama 2 bulan dan selanjutnya INH, Rifampicin dan
Pirazinamid selama 7-10 bulan.
- Analgetik/antipiretik : paracetamol 3x500 mg atau Asam Mefenamat 3x500 mg
- Steroid Injeksi :
Dexametason inj 4x5 mg IV xelama 1 minggu pertama
Dexametason inj 3x5 mg IV xelama satu minggu kedua
Dexametason inj 2x5 mg IV xelama satu minggu ketiga
Dexametason inj 1x5 mg IV xelama satu minggu keempat
Selama 4 minggu diberikan Dexametason oral tappering off 1 mg tiap minggunya

Pengobatan dengan deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya


perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak.

Steroid diberikan untuk:

 Menghambat reaksi inflamasi


 Mencegah komplikasi infeksi
 Menurunkan edema serebri
 Mencegah perlekatan
 Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi Steroid :
 Kesadaran menurun
 Defisit neurologist fokal

Perawatan Penunjang
Pada anak yang tidak sadar:
 Jaga jalan napas
 Posisi miring untuk menghindari aspirasi
 Ubah posisi pasien setiap 2 jam
 Pasien harus berbaring di alas yang kering
 Perhatikan titik-titik yang tertekan.
Tatalaksana pemberian cairan dan Nutrisi
Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata laksana pemberian
cairan dan nutrisi.
Pemantauan
Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat.
 Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau
perubahan perilaku anak.
 Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam, selama
setidaknya dalam 48 jam pertama.
 Periksa tetesan infus secara rutin.
Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama gangguan
pendengaran. Ukur dan catat ukuran kepala bayi. Jika terdapat kerusakan syaraf, rujuk anak
untuk fisioterapi, jika mungkin; dan berikan nasihat sederhana pada ibu untuk melakukan
latihan pasif. Tuli sensorineural sering terjadi setelah menderita meningitis. Lakukan
pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien pulang dari rumah sakit.

Komplikasi
Kejang
- Jika timbul kejang, berikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana kejang
Hipoglikemia
- Jika timbul hipoglikemia, berikan glukosa sesuai dengan tatalaksana hipoglikemi
Tindakan kesehatan masyarakat
- Bila terjadi epidemi meningitis meningokokal, nasihati keluarga untuk kemungkinan
adanya kasus susulan pada anggota keluarga lainnya sehingga mereka dapat melaporkan
dengan segera bila hal tersebut ditemukan.

Prognosis

Prognosis meningitis tuberkulosa lebih baik sekiranya didiagnosa dan diterapi seawal
mungkin. Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal akan dijumpai gejala sisanya.
Secara umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik
atau mental atau meninggal tergantung :
 Umur penderita.
 Jenis kuman penyebab
 Berat ringan infeksi
 Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
 Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
 Adanya dan penanganan penyakit.

Pencegahan
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu
yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. meningitis
TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi
kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat
kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari
luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara
mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di
lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis
juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang
bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.5
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi
dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test
darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .
Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan
untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisikondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli
atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk
mencegah dan mengurangi cacat.
Penutup
Meningitis adalah suatu penyakit peradangan selaput otak. Meningitis TB dapat merupakan
komplikasi dari penyakit TBC yang sudah menyebar dapat secara hematogen hingga dapat
menginfeksi selaput otak. Penanganan dan deteksi dini yang baik akan memberikan prognosis
yang baik bagi penderita.

Daftar Pustaka
1. Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Jakarta. EG
2. Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta. EGC
3. Ginsberg L. Difficult and recurrent meningitis. Journal of Neurology, Neurosurgery and
Psychiatry. 2004; 75: 16-21
4. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL et al. Practice guidelines for the management of
bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004; 39: (9) 1267-84
5. Meningitis tuberculosis. http://www.mayoclinic.com/health/tuberculosis Accessed
September, 25th 2013.
6. Epidemiologi tbc Indonesia. http://www.tbindonesia.or.id. Accessed September, 25th
2013.
7. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International Standards for
Tuberculosis Care (ISTC). 2nd ed. The Hague: Tuberculosis Coalition for Technical
Assistance, 2009.

Anda mungkin juga menyukai