Anda di halaman 1dari 30

Referat

PAPILITIS

Pembimbing:
dr. Trisihono, Sp.M

Disusun oleh:
Linda Levina Dharmawan
11.2016.124

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 16 OKTOBER-18 NOVEMBER 2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Mata merupakan organ yang mengandung reseptor penglihatan pada salah


satu bagiannya yang disebut retina. Retina merupakan reseptor permukaan untuk
informasi visual. Sebagaimana ditunjukkan oleh asal embriologis umum, retina,
dan jaras-jaras penglihatan anterior (nervus optikus, kiasma optikus, dan traktus
optikus) merupakan bagian dari kesatuan otak yang utuh, yang menyediakan
sebagian besar input sensoris total. Retina dan jaras-jaras penglihatan anterior
sering memberi petunjuk diagnostik penting untuk berbagai gangguan sistem saraf
pusat. Penyakit intrakranial sering menyebabkan gangguan penglihatan karena
adanya kerusakan atau tekanan pada salah satu bagian dari jaras-jaras optikus. 1,2

Nervus Optikus adalah saraf yang membawa rangsang dari retina menuju
otak, saraf optikus ini seperti sebuah wayar listrik dimana setiap wayar membawa

informasi penglihatan menuju otak.
 Nervus Optikus bercabang menjadi 3 bagian

yaitu : Bagian Intraokular(kepala dari nervus optikus), Bagian Rongga Mata (orbita

yang meluas dari bola mata menuju foramen optikus), Bagian Intrakranial(terletak

antara foramen optikus dengan chiasma optikus. Jika satu ataupun semua serabut

saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi sebagaimana mestinya maka


penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun demielisasi nervus

optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis optikus.
 Pada neuritis optikus,

serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya.


Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang
mengalami peradangan.1,2

Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat


berbagai macam penyakit.1 Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu
papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang
2
disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik dan dapat terlihat dengan
pemeriksaan funduskopi. Tipe neuritis retrobulbar merupakan suatu neuritis
optikus yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus sehingga tidak tampak
kelainan diskus optik dengan oftalmoskop, tetapi terjadi penurunan tajam
penglihatan.1,2
Neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000
sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Berdasarkan data The Optic Neuritis
Treatment Trial (ONTT) lebih dari 77% pasien adalah wanita, 85% berkulit putih
dan usia rata-rata 32 tahun. Di berbagai kelompok populasi di seluruh dunia,
neuritis retrobulbaris berkaitan dengan sklerosis multipel pada 13-85% pasien.
Persentase perkembangan menjadi sklerosis multipel setelah suatu episode neuritis
optikus cenderung lebih tinggi seiring dengan peningkatan tindak lanjut pasien.1,3
Etiopatogenesis terjadinya papilitis adalah adanya peradangan pada serabut
retina saraf optik yang masuk pada papil saraf optik yang berada dalam bola mata.
Neuritis retrobulbar dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf,
anemia pernisiosa, diabetes melitus, dan intoksikasi yang nantinya menyebabkan
peradangan saraf optik dibelakang bola mata, biasanya berjalan akut yang mengenai
satu atau kedua mata.2,3
Pada neuritis optik pasien mengeluhkan penurunan tajam penglihatan yang
mendadak dan disertai dengan nyeri pada mata. Pada papilitis pemeriksaan
oftalmoskopi dapat ditemukan tanda-tanda disfungsi nervus optikus seperti
hiperemi papil saraf optik dengan batas papil yang kabur, pelebaran vena retina
sentral dan edema papil, sedangkan pada neuritis retrobulbaris tidak ditemukan
tanda-tanda kelainan tersebut. Ditemukan pula kelainan relative afferent pupillary
defect (RAPD) dengan pemeriksaan swinging flashlight test. 2,3
Penatalaksanaan pada neuritis optik yaitu kortikosteroid (berdasarkan
ONTT) atau ACTH (Adrenocorticotropic hormone). Selain itu diberikan juga terapi
penyakit penyebabnya.2,3

3
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Nervus Optikus


Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dan retina menuju

otak. Saraf optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel

ganglion retina yang memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik

berkisar antara 35-55 mm (rata-rata 40 mm) dan secara anatomis terbagi menjadi

segmen intaokular, itraorbital, intrakanalikular dan intakranial yang berakhir

sebagai kiasma optik.1,3,4

Gambar 1. Nervus Optik2

4
Segmen intraokular saraf optik sepanjang 1 mm terbagi menjadi lapisan

serabut-serabut saraf superfisial, bagian prelaminar, laminar (lamina kribosa) dan

retrolaminar. Papil saraf optik (diskus optik) merupakan bagian prelaminar saraf

optik berbentuk oval, 1,5 mm horizontal dan 1,75 mm vertikal dengan cekungan

(cup shaped depression) agak ke temporal. Papil saraf optik merupakan daerah

keluarnya akson-akson sel ganglion terletak sekitar 3-4 mm sebelah nasal fovea.

Bagian prelaminar dan laminar terdiri dari akson-akson sel ganglion retina tak

bermielin, astrosit dan arteri-vena retina sentralis yang keluar dari bagian tengah

papil saraf optik. Akson-akson bergabung menjadi fasikulus dan menembus sklera

200-300 lubang pada lamina kribosa. Setelah melewati lamina kribosa (bagian

retrolaminar) diameter saraf optik bertambah menjadi 3-4 mm akibat pembentukan

mielin akson-akson sel ganglion retina, adanya oligodendroglia (yang membentuk

mielin akson) dan selubung meningeal yang terdiri dari piamater, arakhnoid dan

duramater. Bagian prelaminar dan laminar diperdarahi terutama oleh arteri siliaris

posterior brevis yang beranastomosis dengan pleksus pial dan pembuluh darah

koroid peripapilar membentuk siklus Zinn-Haller.2,3,4

Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang

dari jarak antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak

pada pergerakan bola mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh

anulus Zinn sebelum berlanjut ke kanal optik. Saraf optik berjalan kearah

porteromedial dan meninggalkan orbita melalui foramen optik (optic ring) menuju

kanal optik. Nervus optikus pars intraorbita diperdarahi oleh cabang-cabang

intraneural dan cabang-cabang pial dari arteri retina sentral.1,3,4

5
Segmen intrakanalikular yang terdapat di dalam kanalis optik memiliki

panjang 4-10 mm. Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian

ini diperdarahi oleh cabang pial arteri oftalmika.3,4

Segmen Intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm, antara kanalis optik

sampai kiasma optikum. Bagian ini berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah

superomedial arteri karotis interna sehingga diperdarahi langsung oleh cabang-

cabang arteri tersebut.4 Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami

peradangan dan tak berfungsi sebagaimana mestinya maka penglihatan akan

menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun demielinisasi nervus optikus, keadaan

ini disebut dengan neuritis optikus. Pada neuritis optikus, serabut saraf menjadi

bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal

atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan.4

2.2 Vaskularisasi Nervus Optikus2,4


 Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina
 Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang dari
peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina
cribrosa.
 Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri
circle of zinn
 Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-cabang
arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang dibentuk
dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri oftalmika.

6
Gambar 2. Vaskularisasi nervus optikus3
2.3 Jaras Visual

Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di


depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan
bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber
sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas
membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing- masing
mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang
lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus
genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah
anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum
lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus
superior menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik
seperti refleks pupil.2,3,4

7
Gambar 3. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal) 3

Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang


membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic
radiation) atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus
kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a.
kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri posterior. Serabut yang
berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang
pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls
dari lapang pandang atas (gambar 3).1,3

Gambar 3. Radiatio Optica3

8
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus
superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi
yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua
sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen
motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus
okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot
sfingter pupil 1,4

Gambar 4. Jaras Refleks Pupil4

2.4 Lesi Jalur Penglihatan3,4,5


1. Lesi saraf optik.
Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada
sisi yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi
ipsilateral dan reflek tidak langsung pada sisi kontralateral.
Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada
saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.
2. Lesi melalui bagian proksimal saraf optik.

9
Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan
kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang
terkena dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral.
3. Lesi kiasma sentral.
Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil.
Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus.
Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma,tumor
kelenjar hipofise, craniopharyngioma, meningioma suprasellar,
glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga,
dan kiasma arachnoiditis kronis.
4. Lesi kiasma lateral.
Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan
kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut
diantaranya penggelembungan dari ventrikel ketiga yang
menyebabkan tekanan pada setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis
atau arteri communican posterior.
5. Lesi saluran optik.
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil
kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi
optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan
dengan kelumpuhan saraf ketiga kontralateral serta hemiplegic
ipsilateral.
Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberculosis, dan
aneurisma dari cerebellar atas atau arteri serebral posterior.
6. Lesi badan genikulatam lateral.
Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil
minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.
7. Lesi radiasi optik.
Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan
radiasi optic total mengakibatkan hemianopsia homonim total.
Hemianopia quadrantic inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi
lobus parietal (mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia

10
quadratic superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus
temporal (mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari
radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan
sekunder, serta trauma.
8. Lesi korteks visual.
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang
dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak
senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi
kortetk visual.

Gambar 5. Lintasan Impuls visual dan Gangguan Medan Penglihatan Akibat Berbagai Lesi di
Lintasan 3,4,5

11
2.5 Pemeriksaan Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus II, yaitu:
5,6

1. Pemeriksaan visus

Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada


jarak 6 meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan
pemeriksaan menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus
akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih
dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6.
Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka
visusnya adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan
kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/∞.
2. Pemeriksaan refleks pupil

Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi


cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung
maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari
cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah
mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya.
3. Pemeriksaan lapang pandang

Dua jenis cara pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara


kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan
menggunakan kampimeter atau perimeter. Pemeriksaan lapang pandang
bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana
benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang
normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan,
misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100 ̊ dari titik fiksasi, ke medial
60 ̊, ke atas 50 – 60 ̊ dan ke bawah 60 – 75 ̊.
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga
korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada
lapang pandag. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau
anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan
12
arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri
karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian
menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut
amaurosis fugax. Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan
medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal,
sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan
hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan
hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial
akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral,
sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia
superior homonim kontralateral.

Gambar 6. Lintasan Impuls visual dan Gangguan Lapang Pandang Akibat Berbagai Lesi di
Lintasan Visual 5,6

4. Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai


keadaan fundus okuli terutama papil dan retina nervus optikus. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal
berbentuk bulat, warna merah kekuningan, di bagian temporal sedikit pucat,
batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur serta
13
terdapat lekukan fisiologis (cup fisiologis). Pembuluh darah keluar dari cup
disk danbercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena
berkelok-kelok.

Gambar 7. Gambaran funduskopi normal5,6

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Papilitis adalah inflamasi diskus optikus. Papilitis disebut juga neuritis
optik, ditandai dengan peradangan dan kerusakan di bagian saraf optik yang dikenal
dengan diskus optikus yang juga disebut dengan bintik buta. Diskus optikus adalah
bagian dari saraf optik yang memasuki mata dan bergabung dengan membran saraf
yang kaya lapisan mata (retina). Dengan kata lain, papilitis merupakan radang pada
serabut retina saraf optik yang masuk pada papil saraf optik yang berada dalam bola
mata. 1,3,5
3.2 Epidemiologi
Sekitar 35% kasus neuritis optik ditemukan adanya inflamasi pada anterior
serabut saraf optikus, udema papil, dan tanda-tanda peradangan papil. Neuritis optik
sering terjadi unilateral, pada usia dewasa muda (18 - 45 tahun), dengan usia rata-
rata 30 – 35 tahun, dan lebih sering pada wanita . Insidensi neuritis optik per tahun
adalah 5 per 100.000 penduduk sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. 4, 5, 6
Pada anak lebih umum terkena bilateral, dan timbul papilitis dengan
kecenderungan menjadi sklerosis multipel yang rendah. Kasus neuritis optik pada
anak lebih jarang dibandingkan kasus neuritis optik pada dewasa, kurang lebih 5%
kasus. 4,5
3.3 Etiologi
Papilitis atau neuritis optik dapat disebabkan oleh:
1. Demielinatif
2. Diperantarai imun
3. Infeksi langsung
4. Neuropati optik granulomatosa
5. Penyakit peradangan sekitar

Papilitis demielinatif dapat terjadi secara idiopatik, atau karena sklerosis


multipel, atau karena adanya neuromielitis optika (Devic’s disease). Papilitis yang
diperantarai imun terjadi setelah adanya infeksi virus (morbili atau cacar air pada
anak), atau setelah imunisasi, atau karena adanya acute disseminated
15
encephalomyelitis, atau Guillain Barre Syndrome, atau Systemic Lupus
Erytematosus (SLE). Papilitis pasca infeksi lebih sering terjadi dan lebih infeksius
daripada papilitis demielinatif, namun tumpang tindih antar keduanya sulit
dibedakan. Penyebab papilitis karena infeksi langsung seperti infeksi oleh HZV
(herpes zoster virus), CMV (cytomegalovirus), sifilis (treponema pallidum),
tuberkulosis (mycobacterium tuberculosis), maupun cryptococcocis. Neuropati
optik granulomatosa dapat terjadi idiopatik atau terjadi pada seseorang dengan
sarkoidosis. Papilitis karena peradangan sekitar dapat terjadi dalam bola mata
(intraokular) maupun pada pusat persarafannya (intrakranial). Papilitis secara
umum juga dapat disebabkan karena faktor-faktor lain seperti diabetes mellitus,
anemia pernisiosa, intoksikasi obat. 2, 4, 6, 7

Gambar 8. a). Demielinisasi; pembengkakan non spesifik tanpa perdarahan atau exsudat. b).
Infektif neuroretinitis; pembengkakan diskus disertai perdarahan dan eksudat macular (macular
star). c). Neuritis optik viral; pembengkakan keseluruhan diskus non spesifik. d). Neuritis optik
sifilis; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus, hiperemia dan perdarahan. e). Neuritis optik
16
terhubung HIV; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus masif, exudat yang luas dan
perdarahan. f). Neuritis optik toxocara; dengan infiltrat, pembengkakan dan distorsi masif pada yang
kepala/pangkal nervus optikus normal.2,4,6,7

3.4 Faktor Resiko


Faktor resiko neuritis optikus termasuk: 5,6,7
1. Usia

Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia
rata-rata terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga
tetapi frekuensinya lebih sedikit.
2. Jenis kelamin

Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.
3. Ras

Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang
lain
3.5 Klasifikasi4,6
Neuritis optikus secara anatomi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Papilitis. Hal ini mengacu pada keterlibatan optik disk akibat gangguan
inflamasi dan demielinasi. Kondisi ini biasanya unilateral tapi kadang-
kadang mungkin bilateral.
2. Neuroretinitis mengacu pada keterlibatan gabungan optik disk dan retina
sekelilingnya pada area macula.
3. Retrobulbar neuritis ditandai dengan keterlibatan saraf optik di belakang
bola mata. Gambaran klinis neuritis retrobulbar akut dasarnya mirip dengan
akut papillitis kecuali untuk perubahan fundus dan perubahan okular.
3.5 Patofisiologi

Dasar patologi penyebab Neuritis optikus paling sering adalah inflamasi


demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada
multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular cuffing,
edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin.

17
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului
demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan
mielin dapat melebihi hilangnya akson. 1,4,6
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus
diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum
diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului
perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali
menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T
menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B
melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di
cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan
dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu
diantara pasien Neuritis optikus1,6
3.6 Gejala Klinis
3.6.1. Gambaran akut6,7
Tanda dan gejala :
 Gejala neuritis optik biasanya monokular.
 Hilangnya penglihatan terjadi dalam periode jam-hari, mencapai puncak
dalam 1-2 minggu.
 Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata digerakkan.
 Defek pupil aferen (afferent pupillary defect) selalu terjadi pada neuritis
optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen ini
ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil).
 Defek lapang pandang pada neuritis optik ditandai dengan skotoma sentral.
 Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat batas
diskus tidak jelas.
 Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan
pemeriksaan funduskopi yang normal.
 Perdarahan peripapil, sering menyertai papilitis karena neuropati optik
iskemik anterior.
 Fotopsia sering dicetuskan oleh pergerakan bola mata.
 Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien .
18
 Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan
funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina
(risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars planitis
menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.
3.6.2. Gambaran Kronik6,7
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik
masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:
 Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optik
mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.
 Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun setelah
gejala awal.
 Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna
merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat
dengan mata yang terkena.
 Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan
penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan
mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik.
 Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.
Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.
3.7 Diagnosis
3.7.1 Anamnesis

Pada anamnesis dapat didapatkan pasien mengeluh adanya


pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya
bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna
yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk
sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan
mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, seringkali
unilateral.2,5,7
Pasien terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak
akan mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko
sklerosis multipel yang lebih besar. Rasa sakit pada mata, terutama ketika
mata bergerak, dapat terjadi sebelum atau bersamaan dengan terjadinya
19
penurunan tajam penglihatan. Adanya penglihatan objek yang bergerak
lurus terlihat mempunyai lintasan melengkung (pulfrich phenomenon)
kemungkinan dikarenakan konduksi yang asimetris antara nervus optikus.2,5
3.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat gejala objektif. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut2,6:
a. Uji tajam penglihatan (visus)
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi, dari ringan sampai
kehilangan penglihatan total. Hilangnya visus dapat :
 ringan (≥ 20 / 30)
 sedang (≥ 20 / 60)
 maupun berat (≤ 20 / 70)
b. Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan ini segmen anterior mata terlihat wajar atau dalam
batas normal. Namun refleks pupil mata yang terkena menurun, dan
biasanya ditemukan defek pupil aferen atau Marcus Gunn. Pada
kasusyang mengenai kedua mata defek ini biasanya tidak ditemukan.
c. Pemeriksaan segmen posterior
Pada kasus neuritis optik akut sebagian besar merupakan neuritis
optik retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya waktu
maka papil akan menjadi pucat karena adanya atrofi papil. Pada kasus
neuritis akut tipe papilitis akan ditemukan papil yang hiperemis dan
difus, dengan perubahan pada pembuluh darah retina, arteri menciut dan
vena melebar. Jika ditemukan gambaran star figure mengarahkan
diagnosis pada neuroretinitis.

Berdasarkan perjalanan penyakit, Terdapat beberapa stadium


perubahan pada neuritis optikus disertai kelainan pada bilik mata belakang,
yaitu3,6,7:
a. Perubahan awal
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal
dalam 44% kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi

20
optik neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada
18% dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di
karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan
sedikit hiperemis.
b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk
menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya
fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus
vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk
melihat adanya sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting.
c. Perubahan lanjut
Pada neuritis optikus retrobulbar, diskus yang normal dapat dijumpai
selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang
berlanjut kadang-kadang didapati gambaran optik atropi sekunder.
Pada keadaan ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat
jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir
optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat diamati pada
retina dengan perangkat lampu hijau merah.

Gambar 9. Edema nervus optikus pada neuritis optikus

3.7.3 Pemeriksaan Penunjang7,8


1. Uji konfrontasi
Uji konfrontasi dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya defek
lapangan pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat berupa:
skotoma sentrosekal, kerusakan gelendong saraf parasentral, kerusakan
21
gelendong saraf yang meluas ke perifer, kerusakan gelendong saraf yang
melibatkan fiksasi dan perifer saja.
2. Uji Ishihara
Dilakukan untuk melihat ada tidaknya gangguan pada penglihatan
warna. Jika ada biasanya gangguan terjadi pada penglihatan warna merah.
3. Pemeriksaan CT(computerized tomography) orbita dan kepala
Dilakukan untuk mencari penyebab neuritis optik pada kanal optik.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging).
MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi
kerusakan myelin, yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya
sklerosis multipel. MRI juga dapat membantu menyingkirkan kemungkinan
tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai menderita neuritis
optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan
gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis
dan menilai lesi white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah
gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat
suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan pelebaran
nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk
memutuskan apakah terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko
tinggi mengarah ke sklerosis multipel adalah terdapat lesi white matter
dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area periventrikular dan
menyebar ke ruangan ventrikular.
5. Pemeriksaan cairan serebrospinal.
Protein ologinal banding pada cairan serebrospinal merupakan
penentu sklerosis multipel. Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien
dengan pemeriksaan MRI normal.
6. Test Visually Evoked Potentials.
Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam
sistem visual, auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi
subklinis. Test Visually evoked potentials menstimulasi retina dengan pola
papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal elektrik yang lambat sebagai
hasil dari kerusakan daerah nervus.

22
7. Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi
neuromyelitis optica. Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya
menjalani pemeriksan ini untuk mendeteksi apakah berkembang menjadi
neuromyelitis optica. Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte
sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh,
tes ini dapat menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi
arteri kranialis.

3.8. Diagnosa Banding


Diagnosis banding tersering adalah edema papil dan iskemik optik
neuropati. Oleh karena itu diantara papilitis/ neuritis optik, papiledema/ edema
papil dan iskemik optik neuropati dapat dibedakan menjadi: 1,4,7,8,9

Neuritis Optik Papilaedema Iskemik


Optik Neuropati
Gejala Visus Visus sentral hilang Visus tidak hilang; Defek akut
cepat, progresif; kegelapan transien lapangan pandang;
jarang biasanya altitudinal;
ketajaman bervariasi-
turun akut

Lain Bola mata pegal; Sakit kepala, mual, Biasanya nihil;


sakit bila digerakkan; muntah, tanda fokal arteritis kranial perlu
sakit alis atau orbita neurologik lain. disingkirkan
Sakit Ada. Jarang pada Tidak ada. Tidak ada. Khas
bergerak orang dewasa; sering Selalu bilateral unilateral pada
bilateral pada anak-anak dengan pengecualian stadium akut, mata
yang sangat jarang; kedua
dapat asimetris terlibat subsequently
dengan gambaran
sindrom Foster
Kennedy

23
Gejala Pupil Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria;
reaksi sinar reaksi normal reaksi sinar
menurun pada sisi menurun pada sisi
neuritis infark disk
Penglihatan Berkurang Normal Normal/ berkurang
Warna
Ketajaman Biasanya menurun Normal Ketajaman
Visus bervariasi; hilang
hebat/ NLP (nolight
perception)
lazim pada arteritis
Sel badan Ada. Retrobulbar; Tidak ada Tidak ada
kaca normal
(vitreus)
Fundus Papilitis Derajat Biasanya edema
derajat pembengkakan pembengkakan disk disk segmental
disk bervariasi bervariasi, hemoragi pallid, dengan sedikit
hemoragi lidah api
Pulsasi vena Hilang titik buta Defek
kampus besar inferior altitudinal.

Prognosis Visus biasanya Baik dengan Prognosis baik


Visus kembali normal atau menghilangkan untuk kembali, mata
tingkat fungsional kausa tekanan intra- kedua lama untuk
kranial terlibatdalam 1/3
kasus idiopatik.
Usia Dewasa muda (18 - >55 kasus giant
45 tahun) cell arteritis 40-60thn
nonarter.

24
Tabel 1. Diagnosis banding papilitis/ neuritis optik, papiledema/ edema papil dan iskemik optik
neuropati1,4,7,8,9

3.9.Penatalaksanaan
a. Terapi jangka pendek

The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara


komprehensif tentang penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan
steroid. Dalam penelitiannya ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-
46 tahun dengan neuritis optikus akut unilateral. Data follow up didapatkan dari
kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study (LONS)) menghasilkan
informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang,
penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam
memutuskan resiko berkembang menjadi Clinically Definite Multiple Sclerosis
(CDMS).12 Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok
perlakuan terapi, yaitu:7,8,9
a. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14
hari dengan 4 hari tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan
4) (kelompok terapi oral).
b. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV
250 mg tiap 6 jam selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral (1
mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4 hari tappering off
(kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).
c. Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.

Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan


sensitifitas terhadap kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS
adalah hal kedua yang dinilai. MRI otak dan orbita dengan menggunakan
gadolinium telah dilakukan untuk semua pasien. Hasil yang didapatkan dari
penelitian ini adalah:7,8,9
a. Terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV mempercepat
pulihnya penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6
bulan sampai dengan 5 tahun bila dibandingkan dengan terapi
menggunakan placebo atau prednison oral. Keuntungan terapi

25
dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15
hari pertama saja.
b. Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan
prednison oral saja didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis
optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan dengan kelompok
placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%)
sampai dengan follow up 5 tahun.
c. Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi
dengan menggunakan metilprednisolon intra vena didapatkan
penurunan tingkat perkembangan ke arah CDMS selama 2 tahun
pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun karena
persentase perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan
kelompok prednison oral dan placebo.
b. Terapi jangka panjang

Di antara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi


CDMS yang ditetapkan dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih
lesi white matter), telah dilakukan penelitian 383 pasien oleh (The
Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study (CHAMPS))
menunjukkan terapi dengan interferon β 1a pada pasien acute
monosymptomatic demyelinating optic neuritis berkurang secara
signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan kelompok placebo, juga
terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang sama
juga didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien
kelompok terapi dengan interferon β-1a dan kelompok placebo juga
mendapatkan terapi dengan metilprednisolon IV selama 3 hari diikuti
dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan protokol ONTT.
Meskipun terapi dengan interferon β-1a pada pasien neuritis optikus dan
pada pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka
panjangnya tidak diketahui, tetapi hasil dari CHAMPS memberikan
suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh hasil penelitian dari
Early Treatment of Multiple Sclerosis Study, (ETOMS)) yang
menghasilkan selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang
26
signifikan jumlah pasien yang berkembang menjadi CDMS dengan
terapi awal interferon 13-1a (34%) bila dibandingkan dengan kelompok
placebo (45%).8,9
Pada model eksperimen sklerosis multipel, dengan
menggunakan terapi immunoglobulin intravena telah menunjukan
terjadinya remielinisasi pada sistem syaraf sentral. Penelitian lain
(1992) menyarankan bahwa terapi dengan immunoglobulin bermanfaat
pada pasien neuritis optikus dengan penurunan penglihatan yang
bermakna. Akan tetapi dalam penelitian terbaru tentang
immunoglobulin intravena dengan placebo pada 55 pasien sklerosis
multipel dengan kehilangan penglihatan tetap (20/40 atau lebih rendah)
yang disertai neuritis optikus tidak menunjukkan pemulihan yang
signifikan terhadap tajam penglihatan.8,9
Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua
atau lebih (diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari
ONTT, CHAMPS, dan ETOMS, yaitu:8,9
a. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi
selama 3 hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari
selama 11 hari kemudian 4 hari tappering off).
b. Interferon β-1a intramuskular satu kali seminggu.

Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI


kurang dari 2, dan yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi
metilprednisolon (diikuti prednison oral) dapat dipertimbangkan untuk
memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk jangka
panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison
oral saja (sebelumnya tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat
meningkatkan resiko rekurensi.7,8,9
3.10. Komplikasi
Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen. Neuritis
retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik yang terjadi
cukup jauh di belakang diskus optikus8,9

27
Neuritis optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas
kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada
setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas
(fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan.8

3.11. Prognosis

Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah


6-12 minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus
20/40 atau lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal
dalam 1-2 bulan, meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat
keparahan kehilangan penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis
penglihatan. Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih
baik, banyak pasien dengan acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi
kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian dan kualitas
hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%),
penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang
gelap (89-100%), reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-80%), dan
visual-evoked potensial (63-100%).1,5,7,8

28
BAB IV
KESIMPULAN
Papilitis adalah inflamasi diskus optikus. Papilitis disebut juga neuritis
optik, ditandai dengan peradangan dan kerusakan di bagian saraf optik yang dikenal
dengan diskus optikus yang juga disebut dengan bintik buta.2,5,6
Individu dengan papilitis memiliki pengalaman hilang penglihatan pada
satu atau kedua mata dalam onset waktu beberapa jam sampai hari. Pada beberapa
orang, papilitis dapat menyebabkan penurunan visus dari ringan hingga hilangnya
persepsi cahaya total/ buta. Terdapat rasa sakit pada rongga orbita terutama saat
pergerakan mata, gangguan lapangan pandang dan adanya tanda Uhthoff
(penglihatan turun setelah olahraga atau suhu tubuh naik). Adanya defek
pupil Marcus Gunn. Papilitis dapat pula menyebabkan penurunan persepsi warna.
Pada beberapa kasus hal tersebut dapat sembuhdengan sendirinya.1,5,10
Steroid dapat digunakan untuk mempersingkat fase akut penyakit, namun
tidak mempengaruhi hasil akhir dari penglihatan. Pengobatan dapat dimulai dengan
steroid sistemik untuk fase akut diikuti dengan imunosupresan jangka panjang
sesuai aktivitas penyakitnya. Walaupun pada penelitian di Amerika, oleh the Optic
Neuritis Treatment Trial (ONTT), prednisolon oral 1mg/kg BB/hari selama 14 hari
kemudian diturunkan perlahan selama 4 hari. Injeksi intravena metilprednisolon
250 mg 4 kali sehariuntuk 3 hari kemudian dilanjutkan prednisolon oral 1mg/kg
BB/hari selama 14 hari kemudian diturunkan perlahan selama 4 hari. Pemberian
prednison oral tidak meningkatkan kecepatan kembalinya tajam penglihatan dan
akan meningkatkan risiko terjadinya neuritis optik rekuren, akan tetapi pemberian
injeksi intravena metilprednisolon dikombinasikan dengan oral prednison dapat
mempercepat kembalinya tajam penglihatan dan dapat menurunkan risiko multipel
sklerosis pada pasien risiko tinggi selama 2 tahun.2,3,10
Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada sebagian
besar pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 sampai 3 minggu setelah
onset penyakit walaupun tanpa pengobatan. Sisa defisit pada penglihatan warna,
kontras, serta sesitivitas adalah hal yang umum.1,4,10
29
DAFTAR PUSTAKA
1. SA, Lim and KY, Goh. Optic Neuritis in Singapore. Tan Tock Seng Journal of
Medicine. Singapore;2008.
2. Shams, PN and Plant, GT. Optic Neuritis. The National Hospital for Neurology
& Neurosurgery. Moorfields Eye Hospital. London;2009.
3. Osborne, Benjamin and Volpe, Nicholas. Optic Neuritis and Risk of Multiple
Sclerosis. Cleveland Clinic Journal of Medicine, Volume 76, No.
3.Washington; 2009.

4. Murphy, Marjorie. Clinical Update on Optic Neuritis and Multiple Sclerosis.


Volume 91, No. 2. Rhode Island; 2008.
5. Paul Riordan-Eva, John P. Whitcher, Neuritis Optik. Vaughan & Asbury
Ophtamologi Umum. Edisi ke-17, EGC; 2009. p; 266 – 274
6. A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12–
New Age Internasional;2007. p. 288-96.
7. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment
of Eye Disease;2008. p. 250-52.
8. Umuroglu, Tumay. Papilitis: a Rare Complication of Severe Sepsis.
Istambul:Marmara University;2008.
9. American academy of ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San
Fransisco : LEO;2008-2009. p. 25-6.
10. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp. M, Neuritis Optik. Ilmu Penyakit Mata. Ed. III. Jakarta,
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI;2006. hal; 179 -182

30

Anda mungkin juga menyukai