Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai

dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan melalui upaya pengajaran

dan latihan, proses perluasaan dan cara mendidik. Menurut Undang-Undang sistem

pendidikan nasional No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar agar siswa secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara. Dengan demikian pendidikan di Indonesia mengharapkan peserta didik

untuk dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mereka untuk

hidup yang lebih baik di era globalisasi.

Kurikulum di Indonesia saat ini telah disesuaikan dengan macam cara agar

kualitas pendidikan semakin maju dan semakin berkembang sehingga potensi peserta

didiknya pun semakin berkualitas. Pemerintah telah melakukan serangkaian revisi

dari kurikulum 2013 ke kurikulum 2013 revisi karena adanya berbagai tantangan

yang dihadapi dimana kurikulum nasional ini mengarahkan proses pembelajaran

berpusat pada peserta didik student centered dengan harapan peserta didik menjadi

lebih paham dan mengerti mengenai konsep pembelajaran di kelas. Bukan hanya

sekedar di kelas saja akan tetapi kurikulum sekarang mengarahkan peserta didik dapat

1
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran harus diubah

dari teacher centered ke student centered, metode yang semula di dominasi oleh

ekspositori berganti ke partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak

bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual dengan keseimbangan antara

pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sesuai dengan kurikulum 2013 revisi peserta

didik dituntut untuk mampu berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi

sehingga fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi

peserta didik dalam proses belajar mengajar di kelas.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti

dengan guru kimia di SMA Negeri 1 Prambanan, bahwa rata-rata nilai pembelajaran

kimia pada materi kesetimbangan kimia masih tergolong rendah hal ini dikarenakan

tidak semua peserta didik tuntas pada materi tersebut secara klasikal. Hal ini

diketahui dari Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada materi kesetimbangan

kimia kelas XI tersebut adalah 75, dari 25 orang peserta didik, yang tuntas hanya 15

orang sedangkan yang lainnya tidak. Menurut Chiu, Chou & Liu (2002)

kesetimbangan kimia merupakan salah satu dari konsep yang paling sulit dalam kimia

untuk dipelajari oleh peserta didik berbagai tingkatan, padahal kesetimbangan kimia

merupakan salah satu konsep pokok dalam pembelajaran kimia baik di sekolah

menengah maupun di perguruan tinggi. Penerapan model pembelajaran yang

disesuaikan dengan kurikulum 2013 juga tidak berjalan dengan efektif pada proses

pembelajaran di kelas. Walaupun guru telah menggunakan model pembelajaran 5M

di kelas akan tetapi proses pembelajaran masih berpusat pada guru dan peserta didik

2
kurang belajar mandiri dan aktif. Menurut Schunk (2012:26-32) menyatakan

pengajaran adalah ranah studi para pendidik yang fokus perhatiannya berkaitan

dengan penerapan metode-metode pengajaran secara langsung di kelas dan pada

keadaan pembelajaran lainnya. Metode pembelajaran yang masih berpusat pada guru

sehingga mengabaikan peran penting peserta didik dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran terjadi melalui praktik (dengan melakukan tindakan) dan melalui

pengamatan (dengan memerhatikan, membaca, dan mendengarkan). Sebagian besar

pembelajaran di sekolah memerlukan kombinasi dari pengalaman melalui

pengamatan dan pengalaman melalui praktik. Oleh karena itu, peneliti perlu

mengadakan perbaikan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran

yang efektif dan inovatif.

Penggunaan model pembelajaran sangat direkomendasikan dalam pengajaran.

Kuncinya adalah mula-mula menghadirkan pengaruh-pengaruh sosial seperti

memberikan model dan berangsur-angsur beralih ke pengaruh diri, yaitu dengan

ketika peserta didik menginternalisasikan keterampilan dan strategi yang

didemonstrasikan oleh model (Schunk, 2012:36). Salah satu model pembelajaran

yang disarankan menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri untuk

pembelajaran di kelas. Menurut Ketpichainarong, Panijpan & Ruenwongso (2010)

model pembelajaran berbasis inkuiri mengacu pada strategi pedagogis yang

menggunakan proses umum seperti penyelidikan ilmiah sebagai pengajaran dan

metodologi pembelajaran dimana menekankan kepada pertanyaan peserta didik,

menyelidiki, dan pemecahan masalah yang mirip dengan proses ilmuwan saat

3
penyelidikan dan investigasi di laboratorium, di lokasi lapangan, di perpustakaan, dan

dalam proses diskusi dengan teman-teman dalam kegiatan pembelajaran. Sementara

itu, Trowbridge & Bybee (1990) menjelaskan model inkuiri sebagai proses

mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang

eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah

tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge & Bybee (1990) mengatakan bahwa esensi dari

pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan/suasana belajar yang berfokus pada

siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya dalam menemukan konsep-konsep

dan prinsip-prinsip ilmiah. Menurut Joyce & Weil (2000:143) mengelompokan

pembelajaran ini pada kelompok model yang memproses informasi, yakni bagaimana

guru dan para peserta didik dapat memperoleh informasi. Tujuan umum dari

pembelajaran berbasis inkuiri adalah untuk membantu siswa mengembangkan

keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan

pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingin tahuan

mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce & Weil (2000:194). Ada juga

penelitian oleh Crawford (2007), yaitu walaupun membutuhkan waktu yang lama,

pembelajaran dengan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep, karena dalam

inkuiri terdapat proses-proses yang melibatkan peserta didik secara langsung

sehingga mereka mengalami sendiri dan akan lebih melekat pada ingatan siswa itu

sendiri. Jadi model pembelajaran berbasis inkuiri adalah pembelajaran yang

melibatkan peserta didik dalam merumuskan pertanyaan yang mengarahkan untuk

melakukan investigasi dalam upaya membangun pengetahuan dan makna baru

4
sehingga mempengaruhi kinerja peserta didik, misalnya dalam memecahkan masalah,

menarik kesimpulan, menghasilkan prediksi dalam proses pembelajaran dan dapat

membangun pengetahuan dan pemahaman yang saling terkait. Sebagai suatu model

pembelajaran dari sekian banyak model pembelajaran yang ada, inkuiri menempatkan

guru sebagai fasilitator, guru membimbing peserta didik yang diperlukan. Dalam

model pembelajaran ini, peserta didik didorong untuk berfikir sendiri, menganalisis

sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang

telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh peserta didik dibimbing, tergantung pada

kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.

Pemahaman peserta didik pada materi kesetimbangan kimia masih sangat

kurang hal ini diketahui dari nilai rata-rata peserta didik yang masih banyak dibawah

KKM. Menurut Badar (2014:6) masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan

formal (sekolah) dewasa ini yakni masih rendahnya daya serap peserta didik. Prestasi

ini tentunya merupakan kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan

tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri serta tidak memberikan akses

bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses

berpikirnya. Menurut Celik, Sagir & Armagan (2008) ada banyak kesalahpahaman

tentang kesetimbangan kimia karena konsep abstrak dan peserta didik berpikir

kesetimbangan kimia adalah kesetimbangan yang sama dengan yang mereka hadapi

dalam fisika dan dalam kehidupan sehari-hari. Senada dengan itu menurut Calik &

Ayas (2005), Chairam (2009), Coll (2010), kimia adalah salah satu mata pelajaran

ilmu pengetahuan yang paling penting, dan berkaitan dengan sifat dan reaksi zat

5
sehingga kimia menjadi sesuatu yang dianggap sulit bagi peserta didik di sekolah

menengah atas maupun di pendidikan tinggi. Dengan demikian diperlukan cara agar

peserta didik memahami konsep pembelajaran kimia tersebut sehingga peserta didik

mencapai ketuntasan klasikal secara menyeluruh.

Pembelajaran kimia tidak terlepas dari pembelajaran di laboratorium.

Pembelajaran di laboratorium adalah inti dari belajar peserta didik. Peserta didik

harus dibantu untuk meningkatkan pembelajaran mereka dalam pembelajaran mudah,

karena laboratorium dalam ilmu sekolah yang berbeda satu sama lain, seperti

lingkungan yang unik dari laboratorium dan pengalaman langsung dengan fenomena

alam dari dunia nyata. Perbedaan ini dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran

sains peserta didik selama proses belajar di laboratorium (Hume & Coll, 2008).

Sarana dan prasarana laboratorium kimia di SMA Negeri 1 Prambanan dalam kondisi

yang baik dimana dari hasil wawancara dengan guru menyatakan bahan, alat serta

keadaaan laboratorium sejauh ini masih lengkap dan guru juga telah melakukan

praktikum pada materi kesetimbangan kimia akan tetapi dalam proses pembelajaran

peserta didik masih belum dapat menunjukkan keterampilan proses sains ketika

bekerja di laboratorium. Hal ini dikarenakan guru masih berfokus pada aspek kognitif

saja tanpa berusaha dalam mengembangkan dan mengukur keterampilan-

keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik. Padahal keterampilan proses sains

merupakan salah satu kategori aspek prikomotorik, sehingga guru berkewajiban

untuk mengevaluasi dan mengembangkan keterampilan proses sains dalam

pembelajaran. Leach & Scott (2003) juga menunjukkan bahwa mengajar ilmu harus

6
seperti ilmu yang ilmuwan benar-benar melakukan. Guru harus memperkenalkan ide-

ide ilmiah untuk siswa dan membimbing belajar sebagai individu siswa masuk akal

dari sudut ilmiah tampilan, karena guru memainkan peran perencanaan tugas belajar

dan menjadi fasilitator pengetahuan.

Pembelajaran keterampilan proses sebenarnya sudah lama dikenal dan

digunakan dalam lingkungan pendidikan sains. Prinsip pembelajaran sains adalah

untuk membekali peserta didik memiliki keterampilan mengetahui dan mengerjakan

agar peserta didik memahami alam sekitar secara mendalam, sehingga proses

pembelajaran yang menekankan pada memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh

pengalaman secara langsung. Keterampilan proses sains memiliki 10 indikator, hal

tersebut diungkapkan oleh Harlen (1999) yaitu, mengamati, mengelompokkan,

menafsirkan, meramalkan, mengajukan pertanyaan, berhipotesisi, merencanakan

percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep dan berkomunikasi.

Pemahaman konsep dengan keterampilan proses adalah dua konsep yang tidak jauh

berbeda, yang memiliki hubungan fungsional secara simultan. Keterkaitan antara

pemahaman konsep dengan keterampilan proses dapat divisualisasikan melalui

diagram ilmiah (Vee) (Novak & Gowin, 1984: 5-6). Studi mengakui bahwa peserta

didik membutuhkan alat praktis untuk berhasil memandu pelajaran melalui model

pembelajaran inkuiri (Knaggs, 2012). Penelitian telah menunjukkan bahwa manfaat

mengajar dengan pembelajaran berbasis inkuiri yaitu belajar lebih baik dan

pemahaman baik di kelas sains, dan telah terbukti meningkatkan tingkat pembelajaran

7
dan pemahaman siswa jika dibandingkan dengan siswa yang menerima pembelajaran

tradisional.

Melihat ketidaktuntasan belajar peserta didik secara klasikal serta masih

belum menunjukkan keterampilan proses sains dalam proses pembelajarannya, maka

diperlukan usaha agar peserta didik dapat memahami konsep kesetimbangan kimia

dan keterampilan proses sains dalam melakukan percobaan. Menurut

Karamustafaoğlu (2011) keterampilan proses sains adalah keterampilan khusus yang

mempermudah pembelajaran sains, mengaktifkan peserta didik, mengembangkan rasa

tanggung jawab dalam pembelajaran mereka sendiri, meningkatkan keabadian

belajar, dan juga mengajarkan metode penelitian. Keterampilan proses sains disini

menggunakan diagram ilmiah (Vee) yang telah dimodifikasi dari Chairam, Klahan &

Coll (2015), Novak (1990) pada saat peserta didik melakukan praktikum dimana

digunakan untuk mengukur tujuh tahapan keterampilan proses sains yaitu teori,

prinsip, alat dan bahan yang digunakan, prosedur percobaan, data percobaan, hasil

dan pembahasan dan kesimpulan. Hal ini untuk membantu peserta didik memperoleh

pemahaman dan keterampilan proses sains pada materi kesetimbangan kimia pada

saat praktikum.Untuk akhir pembelajaran guru akan memberikan soal yang berupa

uraian yang disesuaikan dengan indikator keterampilan proses sains. Dengan

demikian jika terlibat dalam pembelajaran berbasis inkuiri di kelas maupun di

laboratorium, peserta didik dapat memahami konsep kesetimbangan kimia baik

materi maupun praktikum.

8
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini berjudul

“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri terhadap Pemahaman

Konsep dan Keterampilan Proses Sains Peserta Didik pada Materi Kesetimbangan

Kimia”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka identifikasi

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran harus diubah dari teacher centered ke student centered

hal ini sesuai dengan kurikulum 2013 revisi dimana belajar mengajar di kelas

guru hanya sebagai fasilitator bagi peserta didik

2. Proses pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru walaupun guru telah

menggunakan model pembelajaran 5 M dalam proses pembelajaran kelas.

3. Peserta didik kurang aktif dan mandiri karena guru kurang memberikan

keluasaan buat peserta didik dalam proses pembelajaran

4. Nilai peserta didik pada materi kesetimbangan masih belum tuntas secara

klasikal sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik pada materi

kesetimbangan kimia.

5. Sarana dan prasarana laboratorium sudah baik akan tetapi pada saat

praktikum guru belum mengarahkan peserta didik tentang keterampilan

proses sains secara menyeluruh dimana guru masih berfokus pada aspek

kognitif saja.

9
6. Metode praktikum yang digunakan oleh guru masih belum berinovasi

sehingga diperlukan cara agar siswa merasa tertarik dalam proses

pembelajaran salah satunya menggunakan diagram ilmiah (Vee) untuk

menunjang keterampilan proses sains peserta didik.

7. Penggunaan diagram ilmiah (Vee) masih jarang digunakan untuk menunjang

keterampilan proses sains dalam pembelajaran praktikum

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka pembatasan

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru. Padahal dalam

kurikulum 2013 proses pembelajaran harus berpusat kepada siswa dan siswa

juga harus aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Guru berfungsi sebagai

fasilitator untuk siswa. Dengan demikian diperlukan model pembelajaran

yang dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam proses pembelajaran

2. Nilai siswa pada materi kesetimbangan kimia masih rendah sehingga

diperlukan pemahaman konsep yang baik untuk siswa

3. Penggunaan laboratorium untuk proses pembelajaran tidak dimanfaatkan

secara maksimal padahal proses pembelajaran kimia memerlukan percobaan

untuk menunjang pembelajaran di kelas agar siswa lebih memahami dan

mengerti mengenai konsep-konsep yang abstrak. Metode praktikum yang

digunakan oleh guru masih belum berinovasi sehingga diperlukan cara agar

10
siswa merasa tertarik dalam proses pembelajaran salah satunya menggunakan

diagram ilmiah untuk menunjang keterampilan proses sains siswa

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini sebagai berikut

1. Adakah pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri terhadap

pemahaman konsep dan keterampilan proses sains apabila pengetahuan awal

peserta didik dikendalikan secara statistik?

2. Apakah terdapat perbedaan signifikan pemahaman konsep peserta didik

sebelum dan setelah menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri?

3. Apakah terdapat perbedaan signifikan keterampilan proses sains peserta didik

sebelum dan setelah menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri?

4. Bagaimana tanggapan peserta didik terhadap pelaksanaan model pembelajaran

berbasis inkuiri?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka tujuan dalam

penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk menguji pengaruh penerapan pemahaman konsep dan keterampilan

proses sains peserta didik dengan model pembelajaran berbasis inkuiri apabila

pengetahuan awal peserta didik dikendalikan secara statistic.

2. Untuk menguji perbedaan signifikan pemahaman konsep peserta didik

sebelum dan setelah menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri

11
3. Untuk menguji perbedaan signifikan keterampilan proses sains peserta didik

sebelum dan setelah menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri.

4. Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pelaksanaan model pembelajaran

berbasis inkuiri pada pembelajaran kimia.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian adalah sebagai berikut.

1. Diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran berbasis inkuri dapat

meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi kesetimbangan kimia

2. Diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri

meningkatkan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran kimia.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran berbasis inkuiri adalah suatu model pembelajaran yang

melibatkan siswa dalam merumuskan pertanyaan yang mengarahkan untuk

melakukan investigasi dalam upaya membangun pengetahuan dan makna

baru sehingga mempengaruhi kinerja peserta didik, dimulai dari fase

orientasi, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data

seta menguji hipotesis dalam proses pembelajaran dan dapat membangun

pengetahuan dan pemahaman yang saling terkait.

2. Pemahaman konsep adalah pemahaman konsep kimia tentang materi

kesetimbangan yang terlibat dalam pembelajaran berbasis inkuiri dikelas

maupun dilaboratorium, sehingga peserta didik mampu dalam menjelaskan,

12
membedakan, menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep berdasarkan

pengetahuannya sendiri.

3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dipelajari peserta didik

pada saat mereka berproses ilmiah, dimana teori, prinsip, data, hasil dan

kesimpulan yang disediakan dalam bentuk diagram ilmiah sehingga peserta

didik mampu merancang prosedur percobaan sendiri, sedangkan untuk tes

keterampilan proses sains siswa yang menggunakan lima indikator KPS yaitu

mengajukan pertanyaan, menerapkan konsep, berkomunikasi,

menginterpretasi data, dan meramalkan sehingga peserta didik memperoleh

pemahaman tentang materi kesetimbangan dengan tujuan mengembangkan

dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menemukan dan

mengemukakan sendiri fakta, konsep, dan nilai dalam diri peserta didik

sendiri.

13
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Kimia

Pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku,

atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari

praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya (Schunk, 2012:5). Pembelajaran

menurut Gagne dan Briggs (1979:3) secara umum menjelaskan pembelajaran

adalah instruction atau pembelajaran yaitu suatu sistem yang bertujuan untuk

membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang

dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung

terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal. Duffy dan Roehler

(1989) menyatakan pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan

dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai

tujuan kurikulum. Senada dengan itu, Dick and Carey (1985) pembelajaran

adalah anak didik belajar menguasai dan langkah-langkah prosedural bawaan

yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu (sub ordinate

skills). Pembelajaran merupakan suatu sistem yang kompleks yang

keberhasilannya dapat dilihat dari dua aspek, yakni aspek produk dan aspek

proses. Kedua sisi ini sama pentingnya karena keberhasilan pembelajaran tidak

dapat dilihat dari satu sisi saja tidak akan sempurna.

14
Salah satu mata pelajaran yang dipelajari siswa SMA/sederajat adalah

mata pelajaran kimia. Kimia adalah salah satu cabang dari ilmu sains yang

dipelajari oleh peserta didik agar dapat memahami berbagai fenomena yang

terjadi di sekitarnya. Topik kimia umumnya berhubungan dengan struktur materi

sehingga kimia menjadi subjek yang dianggap sulit oleh kebanyakan peserta

didik (Sirhan,2007). Mata pelajaran kimia merupakan salah satu ilmu dasar yang

memegang peranan penting, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembelajaran kimia adalah suatu proses interaksi antara peserta didik

dengan guru dalam rangka mencapai tujuan dalam pembelajaran kimia.

Ketercapain tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh variabel yang mempengaruhi

kegiatan proses sistem pembelajaran di antaranya adalah guru, faktor siswa,

sarana, metode, strategi belajar, alat dan media yang tersedia serta faktor

lingkungan. Penggunaan model pembelajaran membantu guru dalam kegiatan di

kelas sehingga peserta didik menajadi aktif dan komunikatif dalam proses

pembelajaran.

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu hal terpenting yang perlu

diperhatikan guru untuk melakukan rancangan pembelajaran supaya tujuan yang

ingin dicapai dalam pembelajaran dapat berjalan secara maksimal. Model

pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam

15
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di

dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce & Weil,

2000:12). Menurut Arends (1997) model pembelajaran mengacu pada

pendekatan yang akan digunakan,termasuk di dalamnya tujuan pembelajaran,

tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang

tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah pola pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir

proses pembelajaran yang disajikan secara khas oleh guru untuk mencapai tujuan

dalam proses belajar di kelas.

3. Model Pembelajaran berbasis Inkuiri

Menurut teori konstruktivistik, perkembangan intelektual adalah suatu

proses dimana anak secara aktif membangun pemahamannya dari hasil

pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. Teori Piaget mewakili

konstruktivistik yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses

dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas

melalui pengalaman dan interaksi mereka (dalam Badar, 2014: 30). Berdasarkan

teori Piaget, pembelajaran inkuiri cocok bila diterapkan dalam kegiatan

pembelajaran karena inkuiri menyandarkan pada dua sisi yang sama pentingnya,

yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkontruksi

16
pengetahuan dan penguasaan materi pelajaran baru. Selain itu, yang dinilai dalam

pembelajaran inkuiri adalah proses menemukan sendiri hal baru dan proses

adaptasi yang berkesinambungan secara tepat dan serasi antara hal baru dengan

struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik.

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry”, yang secara harfiah berarti

penyelidikan. Inquiry berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau

terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan

melakukan penyelidikan. Galileo (2004) memberikan definisi yang lebih luas

tentang inkuiri, yakni inkuiri adalah proses dinamis terbuka terhadap keajaiban

dan kebingungan dan mengenal dan memahami dunia. Menurut Alberta (2004)

pembelajaran berbasis inkuiri adalah proses dimana siswa terlibat dalam

pembelajaran, merumuskan pertanyaan, menyelidiki, dan kemudian membangun

pemahaman, pengertian dan pengetahuan. Dengan demikian pembelajaran

berbasis inkuiri adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik

dalam merumuskan pertanyaan yang mengarahkan untuk melakukan investigasi

dalam upaya membangun pengetahuan dan makna baru sehingga mempengaruhi

kinerja peserta didik, dimulai dari fase orientasi, merumuskan masalah,

mengajukan hipotesis, mengumpulkan data seta menguji hipotesis dalam proses

pembelajaran dan dapat membangun pengetahuan dan pemahaman yang saling

terkait.

Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang

menitikberatkan kepada aktifitas peserta didik dalam proses belajar.

17
Pembelajaran dengan model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Ridchard

Suchman tahun 1962 (dalam Joyce& Weil, 2000). Ia menginginkan agar peserta

didik bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia mengajarkan pada

siswa mengenai prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan dan prinsip-

prinsip umum. Peserta didik melakukan kegiatan, mengumpulkan dan

menganalisa data, sampai akhirnya peserta didik menemukan jawaban dari

pertanyaan itu.

Model inkuiri didefinisikan oleh Piaget sebagai pembelajaran yang

mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam

arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin

menggunakan simbul-simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri,

menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain,

membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.

Sementara itu, Trowbridge (1990) menjelaskan model inkuiri sebagai

proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis,

merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan

masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge mengatakan bahwa esensi

dari pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan/suasana belajar yang berfokus

pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya dalam menemukan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.

Menurut Bybee (2004) pembelajaran berbasis inkuiri mengacu pada

strategi pedagogis yang menggunakan proses umum penyelidikan ilmiah sebagai

18
pengajaran dan metodologi pembelajaran. Model ini menekankan pada

pertanyaan siswa, menyelidiki, dan pemecahan masalah yang mirip dengan

proses ilmuwan saat melakukan penyelidikan dan investigasi mereka di

laboratorium, di lokasi lapangan, di perpustakaan, dan dalam diskusi dengan

rekan-rekan dalam kegiatan pembelajaaran. Hal yang senada juga disampaikan

oleh Jones & Eick (2007) menjelaskan bahwa pembelajaran inkuiri adalah

sebuah proses aktif dan menggambarkan penyelidikan yang ilmiah dan terjadi

dalam konteks pendidikan formal. Pada pembelajaran inkuiri yang menjadi poin

penting adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswa yang harus mendapatkan

penekanan, sehingga dapat aktif mengembangkan pengetahuannya dan peserta

didiklah yang bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Jadi, dalam proses

pembelajaran peran guru sebagai pembimbing belajar dan fasilitator belajar

bukan lagi sebagai pusat pembelajaran.

Pembelajaran inkuiri mempunyai tiga karakteristik, yaitu:

1. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal

untuk mencari dan menemukan, artinya pembelajaran ini menempatkan siswa

sebagai subyek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya

berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal,

tetapi mereka berperan menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu

sendiri

2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan

menemukan sendiri jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga

19
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Aktivitas

pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan

siswa. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya

merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.

3. Tujuan dari penggunaan strategi inkuiri dalam pembelajaran adalah

mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau

mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

Dengan demikian, dalam inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk menguasai

materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi

yang dimilikinya.

Menurut Secker (2002) dalam ilmu pendidikan berbasis inkuri, anak-

anak menjadi terlibat dalam banyak kegiatan dan proses berpikir yang seperti

ilmuwan gunakan untuk menghasilkan pengetahuan baru. Pendidik sains

mendorong para guru untuk menggantikan praktek-praktek tradisional yang

berpusat pada guru instruksional, seperti penekanan pada buku teks, dan fakta-

fakta ilmiah dengan pembelajaran inkuiri berorientasi bahwa

a. minat siswa terlibat dalam ilmu pengetahuan

b. memberikan kesempatan bagi siswa untuk digunakan sesuai teknik

laboratorium untuk mengumpulkan bukti-bukti

c. mengharuskan siswa untuk memecahkan masalah menggunakan logika dan

bukti

20
d. mendorong siswa untuk melakukan studi lebih lanjut untuk mengembangkan

penjelasan lebih rumit, dan

e. menekankan pentingnya menulis penjelasan ilmiah atas dasar bukti

Ada berbagai macam sintak pembelajaran berbasis inkuiri menurut

beberapa ahli. Menurut Richard Suchman dalam Joyce (1992:199) menyatakan

bahwa langkah-langkah pembelajaran inkuiri sebagai berikut:

a. Mengajak siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi yang sebenarnya

b. Mengidentifikasi komponen-komponen yang berada di sekeliling kondisi

tersebut

c. Merumuskan permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi tersebut.

d. Memperoleh data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan

jawabannya “ya” atau “tidak”

e. Membuat kesimpulan dari data-data yang diperoleh.

Adapun tahapan inkuiri menurut Eggen&Kauchak (1996) sebagai berikut.

Tabel 2.1 Tahapan model pembelajaran inkuiri

Fase Perilaku guru


1. Menyajikan Guru membimbing siswa mengidentifikasikan masalah
pertanyaaan atau dan masalah dituliskan di papan tulis
masalah Guru membagi siswa dalam kelompok
2. Membuat hipotesis Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah
pendapat dalam membentuk hipotesis
Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis
yang relevan dengan permasalahan dan
memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi
prioritas penyelidikan
3. Merancang Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
percobaan menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan

21
hipotesis yang akan dilakukan
Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-
langkah percobaan
4. Melakukan Guru membimbing siswa mendapatkan informasi
percobaan untuk melalui percobaan
memperoleh
informasi
5. Mengumpulkan Guru memberikan kesempatan pada tiap kelompok
dan menganalisis untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang
data terkumpul
6. Membuat Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
kesimpulan

Menurut Joyce &Weil (2000:198-199) pembelajaran dengan model inkuiri

mengikuti lima tahapan sebagai berikut:

1. Tahapan pertama : penyajian masalah atau menghadapkan siswa

pada permasalahan. Pada tahap ini guru menyatakan situasi masalah dan

menjelaskan prosedur inkuiri kepada siswa

2. Tahapan kedua: pengumpulan dan verifikasi data Tahap ini siswa

mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang mereka lihat atau alami, dan

membuktikannya.

3. Tahap ketiga: eksperimen dan mengumpulkan data. Pada tahap ini siswa

melakukan eksperimen yang mempunyai dua fungsi yakni eksplorasi yang

mengetes secara langsung, melihat apakah yang akan terjadi, tidak memerlukan

suatu teori atau hipotesis, tetapi boleh menggunakan ide-ide untuk terjadinya

suatu teori. Sedangkan tes langsung berlaku apabila siswa-siswa mencoba suatu

teori atau hipotesis.

22
4. Tahap keempat: merumuskan penjelasan. Pada tahap keempat ini guru

mengajak siswa merumuskan penjelasan. Beberapa diantara siswa akan

menemui kesulitan dalam mengemukakan informasi yang mereka peroleh,

untuk memberikan uraian yang jelas. Mereka dapat memberikan penjelasan

yang tidak mendetail

5. Tahap kelima: mengadakan analisis tentang proses inkuiri. Pada tahap kelima

siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka. Mereka boleh

menentukan pertanyaan yang lebih efektif, pertanyaan yang produktif dan yang

tidak, atau tipe informasi yang mereka butuhkan dan yang tidk diperoleh

Berdasarkan uraian langkah-langkah model inkuiri dari para ahli di atas

memiliki beberapa kesamaan yaitu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,

mengumpulkan data, menguji data, dan menarik kesimpulan. Pelaksanaan

pembelajaran dimulai dengan mengondisikan agar peserta didik siap

melaksanakan proses pembelajaran dengan cara merangsang dan mengajak peserta

didik untuk berpikir memecahkan masalah secara berkelompok. Peserta didik

menyelesaikan permasalahan dengan praktikum atau demonstrasi. Penelitian ini

menggunakan langkah-langkah model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya

(2007). Hal ini karena model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2007) ada

langkah orientasi, langkah orientasi merupakan langkah penting pada model

pembelajaran berbasis inkuiri. Pada langkah ini pendidik mengondisikan agar

peserta didik siap melaksanakan proses pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran

ini bergantung pada kemauan peserta didik untuk beraktivitas menggunakan

23
kemampuannya dalam memecahkan masalah, tanpa kemauan dan kemampuan

tidak mungkin proses pembelajaran berjalan dengan lancar, sehingga langkah-

langkah model pembelajaran berbasis inkuiri menurut Sanjaya (2007) yang paling

tepat untuk proses pembelajaran pada materi kesetimbangan kimia.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis inkuiri menurut Sanjaya

(2007:199-203) sebagai berikut:

a. Orientasi

Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses

pembelajaran dengan cara merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir

memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting,

karena keberhasilan pembelajaran inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa

untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahap orientasi adalah :

1. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai

oleh siswa.

2. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk

mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta

tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai

dengan merumuskan kesimpulan.

3. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam

rangka memberikan motivasi belajar siswa.

24
b. Merumuskan Masalah

Pada langkah ini guru membawa siswa pada suatu persoalan yang

mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang

siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Proses berpikir dan mencari

jawaban teka-teki itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh karena itu

melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga

sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah

1. Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki

motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah

yang hendak dikaji

2. Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki dan

jawabannya pasti

3. Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui

terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh

melalui melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa

sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan

masalah.

c. Mengajukan Hipotesis

Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah

dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir tersebut dimulai dari kemampuan

setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu

25
permasalahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan

kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai

pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban

sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari

suatu permasalahan yang dikaji.

d. Mengumpulkan Data

Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental

yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data

bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga

membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh

sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang

dibutuhkan.

e. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap

diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan

pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yang terpenting adalah mencari

tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji

hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya,

kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan

tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggungjawabkan.

26
f. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Kadang banyaknya jawaban yang

diperoleh menyebabkan kesimpulan yang diputuskan tidak fokus terhadap masalah

yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat

guru mampu menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan.

Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran berbasis inkuiri

1. Keunggulan

Keunggulan dari model pembelajaran berbasis inkuiri sebagai berikut.

a. Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

secara seimbang

b. Peserta didik menjadi aktif dalam mencari dan mengolah sendiri informasi

c. Peserta didik mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide secara lebih baik

d. Memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan gaya

belajar mereka

e. Peserta didik yang memiliki kemampuan diatas rata-rata tidak akan

terhambat oleh peserta didik yang lemah dalam belajar

f. Membantu peserta didik dalam menggunakan ingatan dalam transfer konsep

yang dimilikinya kepada situasi-situasi proses belajar yang baru

g. Mendorong peserta didik untuk berfikir intuitif dan merumuskan

hipotesisnya sendiri

27
h. Dapat membentuk dan mengembangkan konsep sendiri (self-concept) pada

diri peserta didik sehingga secara psikologis peserta didik lebih terbuka

terhadap pengalaman baru, berkeinginan untuk selalu mengambil dan

mengeksploitasi kesempatan-kesempatan yang ada

i. Memungkinkan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis

sumber yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber

belajar

2. Kelemahan

Kelemahan dari model pembelajaran berbasis inkuiri sebagai berikut.

a. Jika guru tidak dapat merumuskan teka-teki atau pertanyaan kapada peserta

didik dengan baik, untuk memecahkan permasalah secara sistematis, maka

akan membuat murid lebih bingung dan tidak terarah

b. Kadang kala guru mengalami kesulitan dalam merencanakan pembelajaran

oleh karena terbentur dengan kebiasaan peserta didikdalam belajar

c. Dalam implementasinya memerlukan waktu panjang sehingga guru sering

sulit menyesuaikannya dengan waktu yang ditentukan

d. Pada sistem klasikal dengan jumlah siswa yang relatif banyak penggunaan

pendekatan ini sukar untuk dikembangkan dengan baik

e. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa

menguasai materi, maka pembelajaran ini sulit di implementasikan oleh

guru

28
4. Pemahaman Konsep

Anderson dan Krathwohl (2001: 70) menyatakan pemahaman adalah ketika

seseorang menyampaikan informasi, pusat yang ditekankan adalah mengingat.

Namun, ketika tujuan utama pengajaran adalah untuk meyalurkan informasi

maka seseorang dapat memahami apabila disertai proses. Pemahaman adalah

kemampuan untuk membuat makna Anda sendiri dari materi pendidikan seperti

penjelasan bacaan dan guru. Aksela (2005) menambahkan bahwa pemahaman

merupakan kemampuan untuk membangun pengertian dari pesan-pesan dalam

pembelajaran yang mencakup lisan, tulisan dan komunikasi grafis. Winkel

(2004: 274) mengemukakan bahwa pemahaman mencakup kemampuan untuk

menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Berdasarkan taksonomi

Bloom, pemahaman merupakan jenjang kognitif C2, pada jenjang ini

kemampuan pemahaman meliputi tranlasi (kemampuan mengubah simbol dari

satu bentuk ke bentuk lain), interpretasi (kemampuan menjelaskan materi) dan

ekstrapolasi (kemampuan memperluas arti). Menurut Berns & Erickson (2001)

mengungkapkan bahwa, dalam suatu domain belajar, pemahaman merupakan

prasyarat mutlak untuk tingkatan kemampuan kognitif yang lebih tinggi, aplikasi,

analisis, sintesis, dan evaluasi.

Menurut Schunk (2012:408) menyatakan konsep adalah serangkaian objek,

simbol atau kejadian yan memiliki karakteristik yang sama atau sifat-sifat

penting. Menurut Rosser (1984) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili

suatu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut

29
yang sama. Konsep adalah abstraksi-abstarksi yang berdasarkan pengalaman

seseorang. Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat. Hanya dengan bantuan

konsep dapat dijalankan pendidikan formal. Jadi pemahaman konsep adalah

pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

Menurut Kilpatrick, Swafford & Findell (2001) pemahaman konsep adalah

kemampuan dalam memahami konsep, operasi, dan relasi. Bloom menyatakan

bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian

seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk

yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu

mengaplikasikannya. Pemahaman konsep dapat diartikan sebagai kemampuan

mengkonstruk makna atau pengertian suatu konsep berdasarkan pengetahuan

awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam

skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Menurut Depdiknas,

pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam

memahami konsep dan dalam melakukan prosedur secara luwes, akurat, efisien

dan tepat. Chiu (2000) menjelaskan pemahaman konseptual merupakan

kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan

suatu materi yang disajikan dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu

memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. Selain itu, Anderson

& Krathwohl (2010) mengemukakan bahwa dengan memahami konsep, siswa

akan memiliki kemampuan mendasar untuk mentransfer pengetahuan yang biasa

ditekankan di sekolah-sekolah. Yang terpenting lagi yaitu bahwa pemahaman

30
konsep menjadi bekal bagi mereka untuk menggunakan apa yang telah dipelajari

atau mengaplikasikan pengetahuan guna mengerjakan soal latihan atau

menyelesaikan masalah (Anderson & Krathwohl, 2010:116). Jadi pemahaman

konsep adalah memperoleh pemahaman tentang konsep materi yang di ajarkan

dan praktek penyelidikan ilmiah, jika terlibat dalam pembelajaran berbasis

inkuiri dikelas dan dilaboratorium, sehingga siswa dapat memahami sifat

penyelidikan ilmiah dengan terlibat dalam penyelidikan sendiri. Pemahaman

konsep merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaian kimia. Penilaian

pada aspek pemahaman konsep ini bertujuan mengetahui sejauh mana siswa

mampu menerima dan memahami konsep dasar kimia yang telah diterima siswa.

Dengan demikian, pemahaman konsep kimia siswa dikatakan baik apabila siswa

dapat mengerjakan soal–soal yang diberikan dengan baik dan benar.

Menurut Anderson & Krathwohl (2001), indikator yang digunakan sebagai

acuan dalam proses pemahaman konsep-konsep yang dilakukan oleh siswa yaitu:

(1) menginterpretasi (interpreting), (2) memberi contoh (exemplifying), (3)

mengklasifikasikan (classifying), (4) merangkum (summarizing), (5) menduga

(inferring), (6) membandingkan (comparing), dan (7) menjelaskan (explanning).

Pemahaman salah satu konsep dalam kimia sangat berpengaruh dengan konsep

yang lain. Oleh karena itu, konsep yang dipelajari harus dikuasai dengan benar

sebelum mempelajari konsep yang lain. Pemahaman konsep berbeda dengan

hasil belajar. Hasil belajar meliputi 3 ranah, yaitu: (1) ranah kognitif, (2) ranah

afektif, dan (3) ranah psikomotorik, sedangkan pemahaman konsep merupakan

31
bagian dari hasil belajar yaitu ranah kognitif. Berdasarkan hasil penelitian

(Abraham, 1992), membagi pemahaman konsep menjadi beberapa kategori

seperti pada Tabel 2.

Tabel 2.2 Kategori tingkat pemahaman konsep menurut Abraham (1992).

No Tingkat pemahaman Kriteria untuk penilaian


1 Tidak ada respon Kosong
Saya tidak tahu
Saya tidak mengerti
2 Tidak ada pemahaman Mengulangi pertanyaan yang
konsep tidak relevan atau tidak jelas.
3 Kesalahpahaman secara Respon yang tidak logis atau
spesifik informasi yang tidak benar.
4 Pemahaman konsep parsial Respon yang menunjukkan
dengan kesalahpahaman yang bahwa pemahaman konsep
spesifik juga menimbulkan
pernyataan yang
mengakibatkan
kesalahpahaman.
5 Pemahaman konsep parsial Respon yang mencakup
setidaknya salah
satukomponen dari respon
divalidasi, tetapi tidak semua
komponen.
6 Pemahaman konsep yang Respon yang mencakup
baik semua komponen respon
divalidasi.
Pendapat lain juga disampaikan oleh Kilpatrick dan Findel (2001), bahwa

indikator pemahaman konsep dibagi menjadi tujuh, antara lain:

1. Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari.

2. Kemampuan mengklarifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya

persyaratan yang membentuk konsep tersebut.

32
3. Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma. Kemampuan memberikan

contoh dari konsep yang dipelajari.

4. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi

matematis.

5. Kemampuan mengaitkan berbagai konsep.

6. Kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

Berdasarkan indikator pemahaman konsep dari berbagai sumber, indikator

pemahaman konsep dalam penelitian ini disesuaikan dengan indikator

pembelajaran pada materi kesetimbangan kimia yaitu menjelaskan, membedakan,

menafsirkan, serta menganalisis dan disesuaikan pula dengan kurikulum 2013.

5. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains adalah keterampilan khusus yang mempermudah

pembelajaran sains, mengaktifkan siswa, mengembangkan rasa tanggung jawab

siswa dalam pembelajaran mereka sendiri, meningkatkan keabadian belajar, serta

mengajarkan metode penelitian (Karamustafaoğlu, 2011). Selain itu,

keterampilan proses sains adalah kemampuan berpikir yang kita gunakan untuk

mendapatkan informasi, memikirkan masalah dan merumuskan hasilnya. Gagne

menjelaskan keterampilan proses dalam bidang ilmu pengetahuan alam yaitu

pengetahuan tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip dapat diperoleh bila dia

memiliki kemampuan-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains

yang dibutuhkan untuk menggunakan sains. Menurut BSNP ilmu kimia

menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui

33
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah. Jadi

dapat disimpulkan, keterampilan proses sains adalah suatu keterampilan dalam

pembelajaran yang memberikan kesempatan pada peserta diidk untuk berproses

ilmiah dengan tujuan mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa

untuk menemukan dan mengemukakan sendiri fakta, konsep, nilai serta sikap

dalam diri peserta didik sendiri.

Harlen (1999) mengemukakan bahwa keterampilan proses sains tidak dapat

dipisahkan dalam praktiknya dari konseptual pemahaman dan harus didiskusikan

dan diidentifikasi karena peran sentral mereka dalam belajar dengan pengertian,

baik dalam pendidikan formal maupun sepanjang hidup. Keterampilan sains juga

menyangkut keterampilan dalam berkomunikasi, seperti keterampilan (a)

menyusun laporan secara sistematis, (b) menjelaskan hasil percobaan atau

pengamatan, (c) cara mendiskusikan hasil percobaan, (d) cara membaca grafik

atau tabel, dan (e) mengajukan pertanyaan, baik bertanya apa, mengapa dan

bagaimana, maupun bertanya untuk meminta penjelasan serta mengajukan

pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.

Menurut Harlen (1999), keterampilan proses sains dan indikator dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Indikator keterampilan proses sains

Keterampilan Proses Sains Indikator


1. Mengamati/observasi a. Mengumpulkan sebanyak mungkin
indera
b. Mengumpulkan/menggunakan fakta-

34
fakta yang relevan
2. Mengelompokkan/klasifikasi a. Mencatat setiap pengamatan secara
terpisah
b. Mencari perbedaan, persamaan
c. Mengontraskan cirri-ciri
d. Membandingkan
e. Mencari dasar pengelompokkan atau
penggolongan
f. Menghubungkan hasil-hasil
pengamatan
3. Menafsirkan/interpretasi a. Menghubungkan hasil-hasil
pengamatan
b. Menemukan pola dalam satu seri
pengamatan
c. Menyimpulkan
4. Meramalkan/prediksi a. Menggunakan pola-pola hasil
pengamatan
b. Mengemukakan apa yang mungkin
terjadi pada keadaan yang belum
diamati
5. Mengajukan pertanyaan a. Bertanya apa, bagaimana, dan
mengapa
b. Bertanya untuk meminta penjelasan
c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar
belakang hipotesis
6. Berhipotesis a. Mengetahui bahwa ada lebih dari satu
kemungkinan penjelasan dari satu
kejadian
b. Menyadari bahwa suatu penjelasan
perlu diuji kebenarannya dengan
memperoleh bukti lebih banyak atau
melakukan cara pemecahan masalah
7. Merencanakan a. Menentukan alat/bahan/sumber yang
percobaan/penelitian akan digunakan
b. Menentukan variabel/fakto penentu
c. Menentukan apa yang akan diukur,
diamati, dicatat
d. Menentukan apa yang akan
dilaksanakan berupa langkah kerja
8. Menggunakan alat/bahan a. Memakai alat/bahan
b. Mengetahui alas an mengapa
menggunakan alat/bahan

35
c. Menggunakan bagaimana
menggunakan alat/bahan
9. Menerapkan konsep a. Menggunakan konsep yang telah
dipelajari dalam situasi baru
b. Menggunakan konsep pada
pengalaman baru untuk menjelaskan
apa yang sedang terjadi
10. Berkomunikasi a. Memeriksa/ menggambarkan data
empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan grafik atau tabel
atau diagram
b. Menyusun dan menyampaikan laporan
secara sistematis
c. Menjelaskan hasil percobaan atau
penelitian
d. Membaca grafik atau tabel atau
diagram
e. Mendiskusikan hasil kegiatan suatu
masalah atau suatu peristiwa
Keterampilan proses sains yang digunakan pada penelitian ini yaitu

menggunakan diagram ilmiah atau vee (V). Gowin menemukan suatu alat yang

bermanfaat untuk membantu orang memahami struktur dari pengetahuan dan

proses dari pemahaman konsep pengetahuan yang disebut dengan diagram vee.

Menurut Novak & Gowin (1984:5-6), bentuk V bukan suatu keharusan, dan bisa

dibuat dalam bentuk garis lurus, lingkar, ataupun bentuk yang lain akan tetapi

yang lebih ditekankan adalah bahwa diagram vee pada dasarnya merupakan

metode untuk membuat hubungan antara ‘thinking’ dan ‘doing’ yang terjadi

selama di laboratorium.

36
Diagram Vee menurut Novak (1990)

Conceptual/Theory Methodological

Focus Question

World view: Value claim

Philosophies
Interpretation, explanation, &
generalization
Theories:

Transformation
Conceptual structure

Record

Events/objects

Gambar.1 Diagram Vee

37
Diagram Vee menurut Chairam, Klahan & Coll (2015)

Knowing Doing

Concept List: Scientific Question:


Conclusion:

Scientific question:
Result (Graph):

Identification of variables:
Controlled variables : Data (Chart):
Independent Variable:
Dependent Variable:

Experimental procedure:

Gambar 2. Diagram Vee

38
Maka dapat disimpulkan diagram ilmiah (Vee) pada penelitian ini dapat

dilihat sebagai berikut. Kerangka Diagram Vee ditampilkan dalam Gambar 3

Konsep teoritis Metodologis


(Pengetahuan) (Doing)

Teori (tuliskan teori yang Kesimpulan:


digunakan sebagai
landasan dari percobaan

Hasil percobaan:
Prinsip (Tuliskan beberapa prinsip
kerja yg anda ketahui )

Konsep (Tuliskan konsep-konsep Data percobaan:


yg berkaitan dengan kerja anda)

Prosedur percobaan:

a. Kuesioner atau Angket

Gambar 3. Diagram ilmiah (Vee)

Keterampilan proses sains digunakan untuk mengukur kemampuan siswa

dalam proses sains yaitu teori, prinsip kerja, konsep, prosedur percobaan, data

percobaan, hasil percobaan dan kesimpulan dalam bentuk diagram. Artinya, siswa

harus merancang prosedur percobaan sendiri untuk memperoleh pemahaman

tentang proses penyelidikan ilmiah. Ada beberapa bahan bacaan atau buku teks

yang digunakan untuk membantu siswa dalam menjelaskan prinsip-prinsip dan

prosedur percobaan. Untuk mengukur kemampuan siswa dalam keterampilan

39
proses sains digunakanlah diagram ilmiah praktis/diagram vee (Chairam, Klahan,

& Coll, 2015).

Keterampilan proses sains yang diterapkan pada materi kesetimbangan kimia

dalam penelitian ini yaitu dengan metode praktikum dan berupa soal uraian

sehingga di dalam praktikum keterampilan proses sains yang diukur adalah teori,

prinsip, alat dan bahan, data percobaan, hasil dan pembahasan serta kesimpulan.

Untuk keterampilan proses menggunakan soal uraian terdiri dari indikator

mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis dan menggunakan alat dan bahan

ketika praktikum. Indikator ini juga sinkron dengan langkah-langkah yang ada

dalam model pembelajaran berbasis inkuiri. Jadi dalam penelitian ini merujuk

pada indikator menurut Harlen (1999) dan Rustaman (2005), yang

mengungkapkan 10 indikator keterampilan proses sains. Penilaian ini dilakukan

pada saat akhir materi pembelajaran, sedangkan untuk penilaian keterampilan

proses sains yang dilakukan dengan observasi langsung menggunakan lembar

observasi.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Kajian penelitian yang relevan sebelumnya dilakuan oleh Sanoe Chairam,

Nutsuda Klahan & Richard K. Coll (2015) yang berjudul “Exploring secondary

students' understanding of chemical kinetics through inquiry-based learning

activities” menggunakan metode studi kasus untuk mengumpulkan dan mengevaluasi

data, karena memungkinkan untuk pemahaman yang lebih dalam terhadap pandangan

siswa tentang konsep dan keterampilan proses sains pada materi kinetika kimia.

40
Sampel pada penelitian ini terdiri dari 33 siswa kelas 11 Thai dengan rentang usia 17-

18 tahun dimana penelitian ini berusaha untuk memindahkan proses pembelajaran

yang didominasi oleh guru menjadi proses pembelajaran yang berpusat pada siswa

dengan menggunakan kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri. Sehubungan dengan

instrumen, tes diagnostik yang dikembangkan di sini membuat penggunaan instrumen

diagnostik two-tier, dan mencari wawasan lebih dalam pemahaman siswa tentang

kinetika kimia dengan meminta penjelasan pada pilihan mereka. Banyak siswa

memberikan jawaban yang benar tetapi dengan alasan yang salah. Hal ini mungkin

karena sifat dari tes yang didasarkan pada pilihan dan penalaran. Tes diagnostik

menunjukkan bahwa siswa kelas-11 Thai tidak dapat mengembangkan pemahaman

yang memadai dari beberapa konsep (yaitu, katalis dan inhibitor reaksi, keadaan fisik

reaktan dan tingkat, konsentrasi dan tingkat, dan suhu dan tingkat ), karya ini

memberikan wawasan ke dalam apa yang mereka mengerti tentang kinetika kimia

sebelum dan sesudah instruksi. Berdasarkan hasil penelitian dari survei menunjukkan

bahwa ada perbedaan dalam pemahaman siswa tentang kinetika kimia antara pre-test

dan post-test uji diagnostik. Namun, temuan dari menggunakan diagram praktis

ilmiah menunjukkan bahwa siswa membuat kemajuan yang signifikan dalam

menggambar daftar konsep, ungkapan pertanyaan ilmiah, mengidentifikasi variabel,

merancang eksperimen, menyajikan data, menganalisis hasil, tapi mereka

menunjukkan sedikit perbaikan dalam menggambar kesimpulan. Selain itu, lebih

aktif, pembelajaran yang berpusat pada siswa ini tersedia berbagai jenis belajar

mengajar pendekatan untuk kinetika kimia di Thailand.

41
Watcharee Ketpichainarong, Bhinyo Panijpan, Pintip Ruenwongsa (2010)

dengan judul “Enhanced learning of biotechnology students by an inquiry-based

cellulase laboratory” menggunakan metode studi kasus untuk memberikan

kesempatan untuk mendapatkan detil pemandangan persepsi peserta, untuk

mengidentifikasi dan mengenali tema, dan untuk melakukan penelitian dalam konteks

otentik. Hasil dari pemahaman tes tentang tiga topik enzim utama mengungkapkan

bahwa semua skor post-test secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pre-

test. Keuntungan yang lebih tinggi diamati pada aspek aplikasi dan metode untuk

mengukur aktivitas enzim jika dibandingkan dengan pengetahuan dasar tentang

selulase - interaksi selulosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa bisa mencari

cara untuk mengukur aktivitas selulase dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh

setelah kegiatan laboratorium berbasis inquiry. Dalam hal dokumen siswa, laporan

laboratorium dari masing-masing kelompok dianalisis dengan menggunakan rubrik

penilaian yang dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata

dari peta konsep siswa meningkat secara signifikan setelah proses pembelajaran

sesuai dengan tiga kriteria pada konten, logika dan pemahaman, dan penyajian peta

konsep. Peta konsep setelah menyelesaikan unit pembelajaran jelas menunjukkan

kompleksitas dengan konsep lebih. Hasil demikian menunjukkan bahwa strategi

pembelajaran inkuiri membantu siswa untuk membangun konsep pengetahuan

tentang enzim selulase dari prinsip-prinsip dasar aplikasinya. Persepsi siswa tentang

unit pembelajaran diukur menggunakan kuesioner CLES. Respon siswa dalam

kuesioner pra-CLES, para siswa diminta untuk berpikir tentang pengalaman dikelas

42
sebelumnya dalam metode pembelajaran tradisional sedangkan kuesioner pasca

CLES memungkinkan siswa untuk berpikir tentang proses pembelajaran inkuiri. Skor

post-test secara keseluruhan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pre-

test yang ditentukan oleh t-test berpasangan. Namun, setelah melihat lebih dekat ke

setiap skala, perbedaan signifikan yang diamati pada relevansi pribadi, ketidakpastian

ilmiah, suara kritis, negosiasi siswa, dan sikap, tapi tidak di kontrol bersama. Hasil ini

menunjukkan bahwa unit pembelajaran inkuiri lebih konstruktif daripada di

laboratorium tradisional.

C. Kerangka Pikir

Dalam proses belajar mengajar di kelas tidak telepas dari suatu permasalahan,

dimana peserta didik yang kurang aktif dan nilai yang masih tergolong rendah. Hal

ini karena proses pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru walaupun guru

telah menggunakan model pembelajaran 5 M dalam proses pembelajaran kelas

sehingga mengabaikan peran penting peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh

karena itu, peneliti perlu mengadakan perbaikan proses pembelajaran dengan

menerapkan model pembelajaran yang efektif dan inovatif. Penggunaan model

pembelajaran sangat direkomendasikan dalam pengajaran salah satu model

pembelajaran yang disarankan adalah menggunakan model pembelajaran berbasis

inkuiri untuk pembelajaran di kelas. Model pembelajaran berbasis inkuiri adalah

pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam merumuskan pertanyaan yang

mengarahkan untuk melakukan investigasi dalam upaya membangun pengetahuan

dan makna baru sehingga mempengaruhi kinerja peserta didik, misalnya dalam

43
memecahkan masalah, menarik kesimpulan, menghasilkan prediksi dalam proses

pembelajaran dan dapat membangun pengetahuan dan pemahaman yang saling

terkait.

Nilai peserta didik pada materi kesetimbangan masih belum tuntas secara

klasikal sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik pada materi kesetimbangan

kimia. Pembelajaran dengan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep, karena

dalam inkuiri terdapat proses-proses yang melibatkan peserta didik secara langsung

sehingga mereka mengalami sendiri dan akan lebih melekat pada ingatan peserta

didik itu sendiri. Sebagai suatu model pembelajaran dari sekian banyak model

pembelajaran yang ada, inkuiri menempatkan guru sebagai fasilitator, guru

membimbing peserta didik yang diperlukan. Dalam model pembelajaran ini, peserta

didik didorong untuk berfikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat

menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru.

Sarana dan prasarana laboratorium sudah baik akan tetapi pada saat praktikum

guru belum mengarahkan peserta didik tentang keterampilan proses sains secara

menyeluruh dimana guru masih berfokus pada aspek kognitif saja. Padahal

keterampilan proses sains merupakan salah satu kategori aspek prikomotorik,

sehingga guru berkewajiban untuk mengevaluasi dan mengembangkan keterampilan

proses sains dalam pembelajaran. Prinsip pembelajaran sains adalah untuk membekali

peserta didik memiliki keterampilan mengetahui dan mengerjakan agar peserta didik

memahami alam sekitar secara mendalam, sehingga proses pembelajaran yang

menekankan pada memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman secara

44
langsung. Metode praktikum yang digunakan oleh guru masih belum berinovasi

sehingga diperlukan cara agar siswa merasa tertarik dalam proses pembelajaran salah

satunya menggunakan diagram ilmiah (V) untuk menunjang keterampilan proses

sains peserta didik. Hal ini untuk membantu peserta didik memperoleh pemahaman

dan keterampilan proses sains pada materi kesetimbangan kimia pada saat praktikum.

Diagram ilmiah (Vee) adalah diagram yang berbentuk huruf V yang membantu

peserta didik dalam proses pembelajaran di laboratorium sehingga dapat memahami

konsep dan keterampilan proses sains secara bersamaan. Dengan demikian jika

terlibat dalam pembelajaran berbasis inkuiri di kelas maupun di laboratorium, peserta

didik dapat memahami konsep kesetimbangan kimia baik materi maupun praktikum.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Model pembelajaran berbasis inkuiri berpengaruh terhadap pemahaman

konsep dan keterampilan proses sains apabila pengetahuan awal peserta didik

dikendalikan secara statistic

2. Pemahaman konsep peserta didik sebelum dan setelah menggunakan model

pembelajaran berbasis inkuiri terdapat perbedaan yang signifikan

3. Keterampilan proses sains peserta didik sebelum dan setelah menggunakan

model pembelajaran berbasis inkuiri terdapat perbedaan yang signifan

45
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model

pembelajaran berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep dan keterampilan proses

sains peserta didik. Oleh karena itu metode penelitian yang digunakan adalah Quasi

Eksperiment (eksperimen semu). Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi

tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Quasi Experimental Design digunakan

karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan utuk

penelitian. Meski demikian, dalam beberapa penelitian eksperimen, hanya sampel

yang sempat memiliki waktu kemungkinan untuk dipilih sebab peneliti biasanya

menggunakan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk secara alamiah (misalnya

sebuah kelas) (Creswell, 2016:224).

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas

kontrol, dengan desain penelitian Posttest Design Only. Kelas eksperimen merupakan

kelas yang menerapkan model pembelajaran berbasis inkuiri, sedangkan pada

kelompok kontrol menerapkan model pembelajaran 5M. Dalam penelitian ini

digunakan postest untuk mengukur pemahaman konsep kesetimbangan kimia peserta

didik, sedangkan untuk keterampilan proses sains peserta didik digunakan soal

berbentuk uraian dan diagram ilmiah pada saat praktikum.

46
Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Postes


Eksperimen Xekperimen Y1 N1
Kontrol Xkontrol Y1N1
Keterangan :

Xekperimen : pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran

berbasis inkuiri

Xkontrol : pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran 5M

Y1 : tes pemahaman konsep

N1 : tes keterampilan proses sains

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Prambanan, Sleman Yogyakarta.

Pengambilan data sekitar bulan November-Desember 2017

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah

peserta didik kelas XI MIPA yang berjumlah 118 peserta didik yang terdiri dari XI

MIPA 1, MIPA 2, MIPA 3, dan MIPA 4.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Penggunaan sampel dikarenakan populasi besar yang mengakibatkan

ketidakmampuan penggunaan semua yang ada pada populasi. Oleh karena itu, sampel

yang diambil dari populasi harus bersifat representatif (mewakili). Sampel dalam

47
penelitian ini berjumlah 55 peserta didik yang terdiri dari kelas XI MIPA 3 dan XI

MIPA 4.

Pada penelitian ini sampel diambil dengan teknik purposive sampling karena

pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan berdasarkan rekomendasi dari

guru melihat dengan asumsi guru bahwa kemampuan siswa kedua kelas berimbang.

D. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan

variabel terkontrol.

1. Variabel bebas yang digunakan adalah model pembelajaran

2. Variabel terikat yang digunakan adalah pemahaman konsep dan keterampilan

proses sains. Pada penelitian ini ada kovariat yaitu pemahaman awal peserta

didik.

3. Variabel terkontrol

Variabel terkontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi

pembelajaran, guru dan lama waktu pembelajaran,

E. Teknik dan Intrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ada dua cara

yaitu secara kuantitatif dan kualitatif.

48
a. Secara kuantitatif

 Pengetahuan awal

Pengetahuan awal digunakan untuk pengambilan data peserta didik

berupa nilai hasil ulangan semester di kelas eksperimen dan di kelas kontrol.

 Tes pemahaman konsep

Tes pemahaman konsep merupakan uji akhir eksperimen, yaitu tes

setelah dilaksanakannya eksperiman. Tes pemahaman konsep dilaksanakan

dengan tujuan untuk mendapatkan nilai sampel kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan. Kelompok eksperimen

menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri sedangkan kelompok

kontrol menggunakan model pembelajaran 5M.

Nilai pengetahuan awal dan postes pemahaman konsep diuji menggunakan

rumus N-gain (Hake,1998:68)

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙


N-gain = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙

Tingkat perolehan gain ternormalisasi dikategorikan sebagai berikut:

N – g ≤ 0,3 : rendah

0,31<N-g≤0,7 sedang

N-g>0,71 : tinggi

Bentuk tes yang digunakan pada soal postes ini adalah soal pilihan ganda

beralasan sebanyak 25 soal dimana untuk mengetahui peningkatan

pemahaman konsep kimia peserta didik pada materi kesetimbangan kimia.

49
 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang disusun digunakan untuk

memandu peserta didik dalam melakukan kegiatan eksperimen dan

mengerjakan pertanyaan terkait dengan materi yang dieksperimenkan serta

dipelajari. LKPD ini disesuikan dengan model pembelajaran yang digunakan

yaitu model pembelajaran berbasis inkuiri untuk kelas eksperimen sedangkan

untuk kelas kontrol menggunakan model pembelajaran 5M.

 Keterampilan Proses Sains (KPS)

Keterampilan proses sains digunakan untuk mengukur keterampilan

peserta didik dalam proses sains yang terdiri dari percobaan yang disediakan

dalam bentuk diagram ilmiah (V) serta pada akhir pembelajaran berupa soal

uraian yang disesuikan dengan indikator keterampilan proses sains yaitu

mengajukan pertanyaan, menerapkan konsep, menginterpretasi,

berkomunikasi dan meramalkan yang berjumlah 20 soal menurut Harlen

(1996) dan Rustaman (2005), sedangkan untuk diagram ilmiah dimodifikasi

dari Chairam, Klahan, & Coll (2015), Novak (1990). Diagram Vee pada

dasarnya merupakan metode untuk membuat hubungan antara ‘thinking’ dan

‘doing’ yang terjadi selama di laboratorium. Untuk mengetahui nilai

keterampilan proses sains peserta didik digunakan alat ukur yakni lembar

observasi keterampilan proses sains berupa metode check-list. Lembar

50
observasi digunakan untuk mengetahui gambaran keterampilan proses sains

pada saat proses pembelajaran berlangsung.

b. Secara kualitatif

 Observasi

Observasi adalah proses pengamatan tentang kejadian atau tingkah laku.

Observasi dalam penelitian ini berupa lembar observasi dimana untuk

mengukur keterampilan proses sains peserta didik pada saat praktikum

menggunakan diagram ilmiah (V). Lembar observasi berisi sebuah daftar jenis

kegiatan yang diamati dan kolom skor. Pengamat melakukan penskoran

keterampilan proses sains dengan memberikan skor mulai dari skala 1 sampai

dengan 3.

 Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya. Angket dalam penelitian ini merupakan angket

respon peserta didik tentang keterlaksanaan model pembelajaran berbasis

inkuiri dalam pembelajaran kesetimbangan kimia.

 Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya. Metode dokumentasi

51
digunakan untuk memperoleh data nilai ujian peserta didik, nama-nama

sampel penelitian kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, serta data

profil sekolah.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat pengambil data untuk mengungkapkan

peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan proses peserta didik.

Instrumen yang dipersiapkan adalah :

a. Pengetahuan awal

Instrumen yang digunakan untuk pengetahuan awal adalah nilai ulangan

kimia peserta didik.

b. Tes pemahaman konsep (posttest)

Instrumen tes yang digunakan untuk pemahaman konsep siswa adalah tes

tertulis dalam bentuk pilihan ganda beralasan yang disusun berdasarkan indikator

yang berjumlah 25 soal dapat dilihat pada Lampiran 12. Tes ini merupakan tes

akhir yang diadakan secara terpisah terhadap masing-masing kelas. Data ini

digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Soal yang akan

digunakan adalah tes bentuk pilihan ganda beralasan. Sebelum tes diberikan pada

saat evaluasi, terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui validitas,

reliabilitas, daya pembeda dari tiap-tiap butir tes. Jika terdapat butir soal yang

tidak valid dan bedanya tidak signifikan, maka butir soal tersebut tidak digunakan

dalam penelitian, sedangkan butir soal yang valid, signifikan dan reliabel

52
digunakan dalam penelitian dan diberikan pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol untuk evaluasi.

c. Keterampilan proses sains

Keterampilan proses sains digunakan untuk mengukur keterampilan

peserta didik dalam proses sains yang terdiri dari percobaan yang disediakan

dalam bentuk diagram ilmiah (Vee) serta pada akhir pembelajaran berupa soal

uraian yang disesuikan dengan indikator keterampilan proses sains yaitu

mengajukan pertanyaan, menerapkan konsep, menginterpretasi, berkomunikasi

dan meramalkan yang berjumlah 20 soal menurut Harlen (1996) dan Rustaman

(2005) dapat dilihat pada Lampiran 13, sedangkan untuk diagram ilmiah (Vee)

dimodifikasi dari Chairam, Klahan, & Coll (2015), Novak (1990) dapat dilihat

pada Lampiran 4 dan Lampiran 7. Diagram ilmiah (Vee) pada dasarnya

merupakan metode untuk membuat hubungan antara ‘thinking’ dan ‘doing’ yang

terjadi selama di laboratorium. Kerangka Diagram Vee ditampilkan pada Gambar

4.

53
Konsep teoritis Metodologis
(Pengetahuan) (Doing)

Teori (tuliskan teori yang


digunakan sebagai
Kesimpulan
landasan dari percobaan

Prinsip (Tuliskan beberapa prinsip


kerja yg anda ketahui ) Hasil percobaan

Konsep (Tuliskan konsep-konsep Data percobaan


yg berkaitan dgn kerja anda)

Prosedur percobaan

Gambar 4. Diagram ilmiah (Vee)

Untuk mengetahui nilai keterampilan proses sains peserta didik digunakan

alat ukur yakni lembar observasi keterampilan proses sains berupa metode check-

list. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui gambaran keterampilan

proses sains pada saat proses pembelajaran berlangsung dapat dilihat pada

Lampiran 11.

d. Angket

Angket yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui

tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis inkuiri. Angket yang

digunakan berupa pernyataan tertutup dengan jawaban yang disediakan. Angket

54
dalam penelitian ini merupakan angket respon peserta didik terhadap

keterlaksanaan model pembelajaran berbasis inkuiri dan diagram ilmiah (V)

dalam proses pembelajaran praktikum dapat dilihat pada Lampiran15.

d. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang nilai

ujian peserta didik, nama-nama sampel penelitian kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen, serta data profil sekolah.

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas suatu alat ukur adalah sejauhmana alat ukur itu mampu mengukur

apa yang seharusnya diukur ( Kerlinger, 1986). Validitas itu dapat dikelompokkan

menjadi tiga tipe, yaitu: (1) validitas kriteria (criterion-related), (2) validitas isi, dan

(3) validitas konstruk (Kerlinger, 1986). Pada penelitian ini hanya menggunakan

validitas isi dan validitas kontruk.

Validitas isi suatu instrumen adalah sejauhmana butir-butir dalam instrumen

itu mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang

hendak diukur dan sejauh mana butir-butir itu mencerminkan ciri perilaku yang

hendak diukur. Validitas isi hanya dapat ditentukan berdasarkan expert judgement

(penilaian para ahli). Setelah judgement experts melakukan pengecekan instrumen,

maka selanjutnya judgement experts memberikan penilaian terhadap setiap butir soal

dengan skala penilaian berupa skala rating politomi dengan rentang nilai 1-4,

kemudian peneliti melakukan perhitungan validitas isi menggunakan indeks V dari

55
Aiken dengan alasan validitas ini hanya digunakan untuk butir yang penilaiannya

menggunakan skala politomi. Adapun rumus indeks V adalah: (Aiken, 1980:956)

∑s
V=[n(C−1)]

V = indeks validitas butir

s = r – lo Lo = angka penilaian validitas yang terendah (1)

C = Angka penilaian validitas tertinggi (4)

r = Angka yang diberikan oleh penilai

n = banyaknya ahli

Untuk menginterpretasi nilai validitas isi yang diperoleh dari perhitungan di atas,

maka digunakan pengklasifikasian validitas seperti yang ditunjukkan pada tabel

kriteria validitas di bawah ini:

Tabel 3.2 Kriteria Validitas Ahli

Hasil validitas Kriteria validitas


0,80 < V ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < V≤ 0,80 Tinggi
0,40 < V≤ 0,60 Cukup
0,20 < V≤ 0,40 Rendah
0,00 < V≤ 0,20 Sangat rendah

Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan sejauh mana

instrumen mengungkap suatu kemampuan atau konstruk teoretis tertentu yang

hendak diukurnya. Prosedur validasi konstruk diawali dari suatu identifikasi dan

batasan mengenai variabel yang hendak diukur dan dinyatakan dalam bentuk

konstruk logis berdasarkan teori mengenai variabel tersebut. Dari teori ini ditarik

56
suatu konskuensi praktis mengenai hasil pengukuran pada kondisi tertentu, dan

konskuensi inilah yang akan diuji. Apabila hasilnya sesuai dengan harapan maka

instrumen itu dianggap memiliki validitas konstruk yang baik.

 Reliabilitas Soal

Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajeg atau sama

memberikan data yang sesuai dengan kenyataan. Keajegan tersebut menunjukan

reliabilitas.

 Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal

pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks.

Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi

yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken, 1994: 66). Semakin besar indeks

tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal

itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab

benar dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar.

Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada

prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang

bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu. Rumus ini dipergunakan

untuk soal pilihan ganda beralasan. Rumusnya adalah seperti berikut ini (Nitko,

1996: 310).

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑠 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑜𝑎𝑙


𝑚𝑒𝑎𝑛 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑠

57
𝑚𝑒𝑎𝑛
𝑇𝐾 =
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛

Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Interval TK Kriteria
0,00 ≤ TK ≤ 0,30 Sukar
0,31≤ TK ≤ 0,70 Sedang
0,71 ≤ TK ≤ 1,00 Mudah

 Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan

antara warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan

warga belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan.

Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda adalah dengan

menggunakan rumus berikut ini.

𝐵𝐴−𝐵𝐵 2(𝐵𝐴−𝐵𝐵)
𝐷𝑃 = 1 atau 𝐷𝑃 =
𝑁 𝑁
2

DP = daya pembeda soal

BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

N = jumlah siswa yang mengerjakan tes

Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan

menggunakan rumus berikut ini (Crocker & Algina, 1986: 315).

𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑠 − 𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ


𝐷𝑃 =
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑠𝑜𝑎𝑙

58
Tabel 3.4 Tolak Ukur Daya Pembeda

Interval DP Kriteria
0,00 ≤ DP ≤ 0,20 Jelek
0,21≤ DP ≤ 0,40 Cukup
0,41 ≤ DP ≤ 0,70 Baik
0,71 ≤ DP ≤ 1,00 Baik sekali
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan

tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang sudah

memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum/tidak

memahami materi yang diujikan.

Adapun klasifikasinya adalah seperti berikut ini (Crocker & Algina, 1986:

315).

0,40 - 1,00 soal diterima baik

0,30 - 0,39 soal diterima tetapi perlu diperbaiki

0,20 - 0,29 soal diperbaiki

0,19 - 0,00 soal tidak dipakai/dibuang

G. Teknik Analisis Data

Dari instrumen penelitian yang disebutkan di atas, maka data yang

dihasilkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif.

Selanjutnya data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis sesuai dengan jenisnya.

a. Analisis data kuantitatif

Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk data pengetahuan awal siswa

dan postes. Data hasil pretes dan postes diolah dengan software SPSS. Pengolahan

data kuantitatif diarahkan untuk menguji hipotesis penelitian.

59
b. Analisis data kualitatif

Analisis kualitatif, pada dasarnya untuk memperjelas atau melengkapi hasil

analisis kuantitatif. Data angket siswa dan data hasil observasi dianalisis tiap

selesai proses pembelajaran untuk melihat kekurangan yang akan diperbaiki di

pertemuan selanjutnya.

Untuk menguji data hasil pengetahuan awal peserta didik yang diperoleh

dari nilai ujian dan posttes, diolah dengan secara statistik dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Uji Prasyarat Hipotesis

a. Uji Normalitas

Pada analisis multivariat data harus berasal dari populasi yang berdistribusi

normal multivariat. Tujuan dari pengukuran normalitas adalah ingin mengetahui

apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Oleh

karena pada MANCOVA jumlah variat lebih dari satu variat, maka pengukuran

normalitas adalah untuk multivariat. Namun, pada semua teknik analisis

multivariat tidak ada uji langsung untuk menguji kenormalan dari data multivariat.

Untuk menguji normal multivariat, dapat dilakukan dengan menggunakan uji

normalitas dari masing-masing variat secara terpisah. Jika masing-masing variat

sudah berdistribusi normal atau mendekati normal, maka gabungan dari semua

variat dalam multivariat akan berdistribusi normal. Dalam penelitian ini akan

digunakan plot chi-square dari distribusi chi-square dan jarak Mahalanobis yang

merupakan pendekatan dari normal univariat untuk memperlihatkan normal

60
multivariat pada data. Plot chi-square tersebut dibuat dengan menggunakan

software SPSS ver 16.0 dengan rumus

1 1 1 1
1− 2− 3− 𝑛−
𝑋𝑝2 ( 2) , 𝑋𝑝2 ( 2) , 𝑋𝑝2 ( 2) , … . , 𝑋𝑝2 ( 2)
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛

dimana secara berurutan mendekati garis lurus (Johnson & Wichern, 2007:183).

Secara individu (masing-masing), untuk menguji normalitas data skor tes

kemampun pemahaman konsep dan keterampilan proses sains menggunakan uji

normalitas Lilliefors (uji kecocokan Kolmogorov-Smirnov) yang diolah dengan

software SPSS 16.0 Statistik.

Hipotesis pada uji normalitas adalah :

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Ha : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Taraf signifikansi (α) yang digunakan adalah 0,05 dengan kriteria keputusan

yakni jika nilai signifikan (p) lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 (p > 0,05)

maka H0 diterima.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari

populasi yang sama atau tidak. Uji ini dilakukan untuk melihat perbedaan antara

kelompok atau lebih yang dibandingkan, bukan disebabkan adanya perbedaan data

dasar. Data dikatakan homogen apabila menunjukkan keseragaman antara

kelompok yang dibandingkan. Pengujian dilakukan pada pengetahuan awal kimia,

pemahaman konsep, dan kps peserta didik. Uji homogenitas dilakukan dengan uji

61
Levene melalui uji One way Anova. Adapun rumus uji Levene sebagai berikut

(Levene, 1960:278-292)

H0 = 𝜎1 = 𝜎2 = ⋯ = 𝜎𝑘

H1 = 𝜎1 = 𝜎𝑗 untuk setidaknya satu pasang (i,j)

𝑁−𝑡 ∑𝑡𝑖=1 𝑛𝑖 (𝑧̅𝑖−𝑧̅)2


F= ∑𝑖 =1 ∑𝑛𝑖
𝑡 2
𝑡−1 𝑗 =1 (𝑧̅𝑖𝑗−𝑧̅𝑖)

Keterangan :

n= jumlah data observasi

t=banyaknya kelompok

zij=|yij − y̅i|

yi adalah rata-rata dari kelompok ke i

𝑧̅𝑖 adalah rata-rata kelompok zi

𝑧̅ adalah rata-rata menyeluruh (overall mean) dari zij

H0 ditolak jika Fhit > F(𝜎, 𝑡 − 1, 𝑛 − 𝑡). Pengujian homogenitas menggunakan

program SPSS 16.0 for Windows

2. Analisis deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan data yang tidak

memerlukan uji statistik tetapi tetap dapat dipahami dengan rinci. Data

keterampilan proses sains peserta didik dari lembar observasi dapat dilakukan

analisis secara deskriptif yaitu dengan menghitung KPS (%KPS). Untuk

menghitung persentase keterampilan proses sains pada lembar observasi dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

62
Σ skor yang diperoleh
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑥 100%
Σskor maksimal

Data yang telah di dapat dari hasil perhitungan data berupa lembar

observasi kemudian dikonversikan dalam kategori nilai persentase dan dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.5 Kategori keterampilan proses sains (KPS)

Persentase Kategori
81-100 Sangat baik
61-80 Baik
41-60 Cukup
21-40 Kurang
0-20 Sangat kurang

Untuk soal berbentuk uraian yang berjumlah 20 soal yang disesuaikan

dengan indikator keterampilan proses sains yaitu mengajukan pertanyaan,

menerapkan konsep, menginterpretasi, berkomunikasi dan meramalkan. Pada

intrumen keterampilan proses sains yang berupa tes uraian peserta didik pada

akhir materi masing-masing pokok bahasan dianalisis dengan cara sebagai

berikut:

a. Skor yang diperoleh peserta didik yang menjawab dengan benar dapat

menggunakan rumus penskoran sebagai berikut:

𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟


𝑠𝑘𝑜𝑟 = 𝑥100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

b. Menghitung persentase aspek KPS dengan menggunakan rumus

𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑘𝑜𝑟


%= 𝑥100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

63
2) Uji Hipotesis

a. Multivariate Analysis of Covariance (MANCOVA)

Analisis multivariat dilakukan karena adanya data multivariat yaitu

data yang tidak hanya terdiri atas satu variable, tetapi ada beberapa variabel

yang digunakan untuk mengukur karakteristik tertentu. Uji MANCOVA

digunakan untuk membandingkan dua data atau lebih dari dua kelompok atau

lebih disertai pengendalian satu data atau lebih (Rencher, 1998).

Pada penelitian ini, hipotesis nolnya (H0) adalah tidak ada perbedaan

yang signifikan pada pemahaman konsep dan kps antara peserta didik yang

mengikuti pembelajaran dengan model inkuiri dan model pembelajaran 5M,

jika pengetahuan awal dikendalikan secara statistik. Pengujian MANCOVA

dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows melalui

Multivariate General Linear Model. Harga F0 dibandingkan denga Ftabel pada

taraf signifikan 5%, apabila harga F0>Ftabel, maka ada perbedaan rerata kelas

kontrol dan eksperimen, atau jika p<0,05 maka H0 ditolak, berarti ada

perbedaan yang signifikan.

1. Hipotesis pertama

Adapun hipotesis statistik yang diuji dalam penelitian ini adalah:

H0 : 𝛼1 = 𝛼2 = 0

64
(Tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri

terhadap pemahaman konsep dan keterampilan proses sains apabila

pengetahuan awal peserta didik dikendalikan secara statistik)

Ha :∃ 𝛼1 ≠ 0 𝑙 = 1,2,

(Ada pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri

terhadap pemahaman konsep dan keterampilan proses sains apabila

pengetahuan awal peserta didik dikendalikan secara statistik).

1 − ᴧ𝐴 𝑉𝐸 + 𝑉𝐻 − 𝑝
𝐹=( )( )
ᴧ𝐴 𝑝

Kriteria keputusan, H0 ditolak jika Fhitung > F0,05(𝛼) atau pvalue < 𝛼

(Timm, 2002)

b. Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk kelanjutan dari uji MANCOVA. Analisis

ini digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen dan memperkirakan variabel dependen dengan

menggunakan variabel independen. Adanya korelasi antara pemahaman konsep

dengan kovariabel pengetahuan awal kimia dapat ditentukan dengan analisis

regresi linear sederhana menggunakan program SPSS 16.0 for Windows melalui

Linear Regression Analysis. Apabila harga Rhitung>Rtabel (pada taraf signifikan

5%) berarti ada hubungan yang positif antara pemahaman konsep dengan

pengetahuan awal kimia peserta didik. Adapun besarnya pengaruh pengetahuan

awal terhadap pemahaman konsep peserta didik dihitung dari R2x100% disebut

65
dengan koefisien determinasi. Pengetahuan awal dinyatakan berpengaruh secara

signifikan jika nilai p<0,05 atau melalui nilai F yaitu Fhitung>Ftabel (Jonathan

Sarwono,2009:91-99)

2. Hipotesis kedua

Analisis data dengan uji t digunakan untuk menguji perbedaan signifikan

pemahaman konsep kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dan

setelah menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri yang dapat dilakukan

dengan pengujian hipotesis menggunakan independent sample t-test pada program

SPSS 16.0 for Windows, dengan kriteria:

H0:µ1=µ2 (tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol)

Ha:µ1=µ2 (terdapat perbedaan pemahaman konsep antara kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol

𝑟 𝑛−2
𝑡= √
1 − 𝑟2

Pengambilan keputusan H0 ditolak, jika thitung >-t(1-1/2𝛼) (Ruseffendi, 1998)

3. Hipotesis ketiga

Analisis data dengan uji t digunakan untuk menguji perbedaan signifikan

keterampilan proses sains kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum

dan setelah menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri yang dapat

66
dilakukan dengan pengujian hipotesis menggunakan independent sample t-test

pada program SPSS 16.0 for Windows, dengan kriteria:

H0:µ1=µ2 (tidak terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol)

Ha:µ1=µ2 (terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol)

𝑟 𝑛−2
𝑡= √
1 − 𝑟2

Pengambilan keputusan H0 ditolak, jika thitung >-t(1-1/2𝛼) (Ruseffendi, 1998)

67
DAFTAR PUSTAKA

Abraham, M. R., Grzybowski, E. B., Renner, J. W., & Marek, E. A. (1992).


Understandings and misunderstandings of eighth graders of five chemistry
concepts found in textbooks, 29(2), 105–120. Retrieved from
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/tea.3660290203/abstract;jsessioni
d=04DE01B0D99EF599F0B6927D4ACD1D8A.f01t01.

Aiken, L, R. (1980). Content validity and reliability of single items or questionaires.


Educational and Psychological Measurement, 40, 955-967.

Aiken, Lewis R. (1994). Psychological testing and assessment,(8thed). Boston: Allyn


and Bacon

Alberta Learning. (2004). Focus on inquiry: A teacher’s guide to implementing


inquiry based learning. Retrieved from http://www.lrc.learning.gov.ab.ca

Aksela, M. (2005). Disertation: Supporting meaningful chemistry learning and


higher-order thinking through computer-assisted inquiry: A Design Research
Approach. Helsinky: Faculty of Science University of Helsinky

Anderson, L. & Krathwohl, D. A. (2001). Taxonomy for learning, teaching and


assessing: a revision of bloom's taxonomy of educational objectives. New
York: Longman.

Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka landasan untuk pembelajaran,
pengajaran dan asesmen (Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arends, Richard. (1997). Classroom instruction management. New York: The Mc


graw-Hill Company.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Model penilaian kelas. Jakarta:


Depdiknas.

Badar, Trianto. (2014). Mendesain model pembelajaran: inovatif, progresif dan


kontekstual. Jakarta: Prenadamedia

Bern, Robert G. dan Patricia M. Erickson. (2001). Contextual teaching and learning:
preparing students for the new economy. Retrieved from
http://eric.ed.gov/?id=ED452376

Bybee, R.W. (2007). Psychology and the teacher (8thed). London: The Cromwell
Press.

68
Calik, M & Ayas, A. (2005). An analogy activity for incorporating
students’conceptions of types of solutions. Asia-Pasific Forumon Science
Learning And Teaching, 6(2), 1-13

Celik, Sagir, Armagan (2009). The effect of students ’ perceptions of nature of matter
on their laboratory attitudes and their achievement in chemical equilibrium,
1, 607–611. Retrieved from https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2009.01.108

Chairam, S., Klahan, N., & Coll, R. K. (2015). Exploring secondary students
understanding of chemical kinetics through inquiry-based learning activities.
Eurasia Journal Of Mathematics, Science & Technology Education, 11(5),
937–956. Retrieved from https://doi.org/10.12973/eurasia.2015.1365a

Crawford, B.A. (2007). Learning to teach science as inquiry in the rough and tumble
of practice. Journal of research in science teaching, 44(4), 613-642. Doi:
10.1002/tea.20157

Creswell, J.W. (2012). Educational research: Planing, conducting, and evaluating


quantitative and qualitative research (edisi ke-4). Upper Saddle River. NJ:
Merrill.

Crocker, L. & Algina, J. (1986). Introduction to classical and modern test: Theory.
New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Depdiknas. (2003). Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan


nasional. Jakarta.

Dick, Walter & Carey Lou. (1985). The systematic design of intruction. London,
Scott: Foresman and Company.

Duffy and Roehler. (1989). Improving classroom reading instruction. New York:
Radom Hause

Eggen, Paul D. & Kauchak, Donald P. (1996). Strategies for teachers teaching
content and thinking skills. Boston: Allyn and Bacon

Gagne , R.M., & Briggs, L.J. (1979). Principle of instructional design. New Yorks:
Holt Rinehart and Winston.

Hake, Richard R. (1998). Interactive-engagement methods in introductory mechanism


cources, http://www.physics.indiana.edu/hake

69
Harlen, W. (1999). Purpose and procedures for assessing science process skills,
assessment in education, 6(1), 129-144
http://dx.doi.org/10.1080/09695949993044

Hume, A. & Coll, R. (2008). Student experiences of carrying out a practical science
investigation under direction. International Journal of Science Education,
30(9), 1201-1228. http://dx.doi.org/10.1080/09500690701445052

Jonathan, Sarwono. (2009). Statistik itu mudah: Panduan lengkap untuk belajar
komputasi statistic menggunakan SPSS 6. Yogyakarta: Andi Offset

Johnson, R. & Wichern, D.W. (2007). Applied multivariate statistical analysis 6th
edition. New Jersey, NJ: Pearson Prentice Hall.

Jones, M.T & Eick, C.J. (2007). Implementing inquiry kit curriculum: obstacles,
adaption, and practical knowladge development in ztwo middle school
science teachers. Science education,91(1), 492-513, Retrieved from
https://doi.org/10.1002/sce.20197

Joyce, Bruce & Weil, Marsha. (2000). Models of teaching (5th ed). New York:Allyn
and Bacon

Karamustafaoğlu, S. (2011). Improving the science process skills ability of science


student teachers, 3(1), 26–38. Retrieved from
http://www.eurasianjournals.com/index.php/ejpce

Kerlinger, Fred N. (1993). Asas-asas penelitian behavioral, (Edisi ke-3).


(Terjemahan Simatupang, ed. HJ. Koesoemanto). Yogyakarta: Gajah Mada
University Press

Ketpichainarong, W., Panijpan, B., & Ruenwongsa, P. (2010). Enhanced learning of


biotechnology students by an inquiry-based cellulase laboratory, 5(2), 169–
187. Retrieved from http://www.ijese.com/

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, D. (Eds). (2001). Adding it up: helping
children learn mathematics. Washington: National Academy Press.

Knaggs, C. M., & Schneider, R. M. (2012). Thinking Like a Scientist : Using Vee-
Maps to Understand Process and Concepts in Science, 609–632. Retrieved
from https://doi.org/10.1007/s11165-011-9213-x

Leach, J. & Scott, P. (2003). Learning science in the classroom: Drawing on


individual and social perspectives. Science and Education, 12(1), 91-113.

70
Nitko, A. J. (1996). Educational assessment of students (2thed). Ohio: Merrill an
imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs.

Novak, J.D & Gowin, D. B. (1984). Learning how to learn. New York: Cambridge
University Press.

Novak, J. D. (1990). Concept maps and vee diagrams: two metacognitive tools to
facilitate meaningful learning. Instructional science, 52, 29–52.
https://eric.ed.gov/?id=EJ413732

Rencher, A. (1998). Multivariat statistical inference dan application. Newyork: John


Willey & Sons Inc.

Rosse, R.A. (1984). Educational psychology, principles in practice. Boston: Little


Brown

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung:


IKIP Bandung Press.

Sanjaya, W. (2007). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.


Jakarta: Kencana Perdana Media Group

Schunk, D.H. (2012). Teori-teori pembelajaran: Perspektif pendidikan Edisi keenam.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schneider, R. M., Krajcik, J., Marx, R. W., & Soloway, E. (2002). Performance of
students in project-based science classrooms on a national measure of
science achievement. Journal of Research in Science Teaching, 39(5), 410–
422. DOI: 10.1002/tea.10029

Secker, V. C. (2002). Effects of inquiry-based teacher practices on science excellence


and equity. The Journal Of Education Research, 95(3),151-160. Retrieved
from http://dx.doi.org/10.1080/00220670209596585

Sirhan, G. (2007). Learning difficulties in chemistry: an overview. Journal Of


Turkish Science Education, 4 (2), 2-20.
www.tused.org/internet/tufed/arsiv/v4/i2/.../tusedv4i2s1.pdf

Supasorn, S., Kamsai, L., & Promarak, V. (2014). Enhancement of learning


achievement of organic chemistry using inquiry-based semi-small scale
experiments ( SSSEs ). Procedia - Social And Behavioral Sciences, 116,
769–774. Retrieved from https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.295

71
Teaching, S., & Chiu, M. (2002). Dynamic processes of conceptual change : Analysis
of constructing mental models of chemical equilibrium. Journal of research
in science teaching, 39(8), 688-712. Retrieved from
https://doi.org/10.1002/tea.10041

Timm, N. H. (2002). Applied multivariate analysis. New York : Spinger - Verlag.

Trowbridge, L.W. & Bybee, R.W. (1990). Becoming a scondary school science
teacher (5thed). Columbus: Merrill Publishing Company

Usa, J., Paula, A., Magee., Natalie, B., Pintip, R., & Bhinyo, Panijpan. (2011). An
inquiry learning unit for enhancing elementary pre-service teacher
understanding of factors affecting chemical reaction rate. The international
journal of learning, Retrieved from http://www.Learning-Journal.com

Winkel, W. S. 2004. Psikologi pendidikan dan evaluasi belajar. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

72

Anda mungkin juga menyukai