Anda di halaman 1dari 7

Efek samping pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim intrasesarea

Keluarga berencana mengizinkan orang untuk mencapai jumlah anak yang mereka inginkan
dan menentukan jarak kehamilan. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
melakukan kampanye untuk metode kontrasepsi jangka panjang seperti alat kontrasepsi
(AKUD) sebagai strategi untuk mengurangi angka kematian, yang merupakan salah satu
sasaran Millenium Development Goals (MDGs) 2015. IUD adalah metode kontrasepsi jangka
panjang yang efektif dibandingkan dengan alat kontrasepsi lainnya, terutama bila disisipkan
segera setelah melahirkan, termasuk setelah persalinan sesar.1 Penyisipan
IUD segera setelah persalinan sesar dapat mengurangi keluhan selama penyiapan, namun
ada beberapa efek samping setelah insersi.2,3 Sepengetahuan kami, penelitian tentang efek
samping pemasangan AKDR setelah persalinan sesar terbatas. Kami bertujuan untuk
menyelidiki efek samping penempatan IUD intra sesar

ini adalah studi deskriptif. Subjek adalah semua ibu hamil yang mendapat IUD Cu T380
untuk ditempatkan setelah kelahiran sesar di Prof. Dr. dr. R. D.
Korespondensi: Karol A Rumopa, Email: karolrumopa@yahoo.com

140 Rumopa dkk


Rumah Sakit Kandou selama periode Agustus 2016 sampai September 2016. Setelah IUD
ditempatkan, kami akan memantau efek sampingnya selama dua minggu. Data yang
diperoleh dicatat dalam bentuk khusus. Semua analisis statistik dilakukan dengan
menggunakan SPSS 20 for windows. Nilai p <0,05 dianggap signifikan secara statistik. Uji
McNemar digunakan untuk membandingkan paired dikotomis, variabel kategoris.
HASIL
Sebanyak 52 subjek direkrut dalam penelitian ini. 43 (82,69%) subyek berada pada
kelompok usia 20-35 tahun, 36 (69,24%) berpendidikan, 27 (51,92%) lulus dari sekolah
menengah atas (Tabel 1).

Pada hari ke 7, 49 (94,23%) dan 51 (98,07%) mengeluhkan sakit perut dan perdarahan
vagina. Sedangkan pada hari ke 14, 48 (92,3%) dan 50 (96,1%) memiliki nyeri perut dan
perdarahan vagina. Kami menemukan penurunan yang signifikan pada kedua keluhan pada
hari ke 14, dibandingkan dengan hari ke 7. (p <0,05 dan p <0,05). 51 (98,07%) menerima
IUD. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara penerimaan pada hari ke 7 dan ke 14 (p>
0,05).

DISKUSI
IUD memiliki banyak kelebihan dibanding alat kontrasepsi lainnya. IUD memiliki efektivitas
jangka panjang, dan hanya membutuhkan satu instalasi. Apalagi harganya yang relatif
terjangkau. Kelemahan metode ini adalah efek samping selama dan sesudah penempatan.
Efek samping pemasangan AKDR termasuk perdarahan, nyeri perut, pengusiran
mempengaruhi keputusan untuk tetap menggunakan IUD sebagai metode kontrasepsi.
Akseptor enggan menggunakan AKDR karena mereka takut dengan efek sampingnya.4,5
Dalam penelitian ini, 82,69% akseptor IUD berada pada kelompok usia 20-30. Temuan ini
serupa dengan penelitian sebelumnya. Juliaan dan Maria melaporkan bahwa 86% pengguna
kontrasepsi pascapartum berada pada kelompok usia 25-29 tahun (86% ).6 Jurisman dkk
menemukan bahwa sebagian besar pengguna AKDR berada pada kelompok usia 20-35
tahun.7
Perdarahan dan nyeri perut adalah efek samping yang disebabkan oleh reaksi plasminogen
pada endometrium. Nidhi dkk menemukan bahwa pada IUD intracesa- rean, 15 subjek
mengalami pendarahan, sementara 88% hanya mengalami nyeri ringan.
Chi dkk menyatakan bahwa kejadian pengusiran adalah 4,1% pada pemasangan AKDR
intracesarean.9 Friadi menemukan tingkat pengusiran adalah 5% .10 Manju
mengungkapkan bahwa tingkat pengusiran wanita yang melahirkan dengan persalinan per
vaginam adalah 1-7% .4 Dalam penelitian ini, ada 2 kasus pengusiran, yang terjadi pada hari
ke 7 (1,92%) dan hari ke 14 (1,92). Pengusiran mungkin disebabkan oleh beberapa faktor
seperti jarak IUD pada endometrium, rongga uterus yang luas pada kehamilan kembar dan
proses invalusi rahim.
Pengetahuan dan pemahaman tentang keuntungan dan kerugian AKDR masih rendah.
Perdarahan vagina dan sakit perut adalah efek samping yang sering menyebabkan
seseorang berhenti menggunakan AKDR. Pendarahan adalah alasan tertinggi untuk
menghentikan penggunaan AKDR. Pemahaman tentang efek samping termasuk perdarahan
tentu saja terkait dengan konseling awal saat akseptor akan memutuskan untuk
menggunakan AKDR. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Satyavathiin 1000 wanita
yang menggunakan IUD, 27,27% dan 9,09% di antaranya menghentikan penggunaan AKDR
karena perdarahan dan nyeri perut. 11 Setijanto menemukan bahwa penerimaan dan
efektivitas AKDR CuT380 selama 6 bulan adalah 86,8% dan 100% dengan tingkat pengusiran
12,6%. Ada juga efek samping lainnya seperti keputihan, nyeri haid dan kejadian.12 Dalam
penelitian ini, penerimaan efek samping IUD pada hari ke 7 dan 14 adalah 98,07%.
Perdarahan yang terjadi pada penelitian ini adalah spot dan tingkat nyeri abdomen ringan
sampai sedang. Berdasarkan jumlah kasus hanya ada dua akseptor yang tidak puas dengan
penggunaan AKDR karena pengusiran.
KESIMPULAN
Penerimaan efek samping oleh akseptor mencapai 100%, dengan kejadian pengusiran
postpartum awal adalah 3,8%. Efek samping IUD minimal.
Peran HLA-C dan sel NK pada pertumbuhan janin terhambat

PENGANTAR
Pembatasan Pertumbuhan Janin (FGR) masih merupakan beban kesehatan utama karena
dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal.1 Terjadi pada 10 - 15% ibu
hamil dan biasanya didiagnosis selama kehamilan, sementara beberapa janin mengalami
infeksi setelah kelahiran. .2 Kejadian FGR bervariasi dari negara ke negara. Di negara
berkembang, populasinya 25% lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju, yaitu 4-8%,
dimana prevalensi tertinggi di Asia (75%), terutama di Asia Tenggara dan diikuti oleh Afrika
(20 %), sedangkan di Amerika Latin adalah 5% .2,3 Prevalensi
FGR di 4 pusat fetomaternal di Indonesia pada tahun 2004-2005 adalah 4,4%, dengan
prevalensi tertinggi (6,44%) dilaporkan di dr. Rumah Sakit Umum Sardjito Yogyakarta. Tingkat
mortalitas perinatal 7-8 kali lebih tinggi dari bayi normal. Sekitar 26% atau lebih kejadian lahir
mati dikaitkan dengan FGR.4
FGR didefinisikan sebagai kondisi dimana berat janin di bawah 10 persentas pada usia gestasi
atau kurang dari 2 standar deviasi di bawah rata-rata usia kehamilan.3 Hal ini juga dapat
didiagnosis bila lingkar perut kurang dari atau sama dengan 5 persentil atau panjang femur.
(FL) / lingkar perut (AC)> 24.
Identifikasi FGR penting. Penting untuk mengetahui faktor risiko pada FGR, yang meliputi
penyebab ibu dan penyebab janin, dan faktor plasenta. Pertumbuhan intrauterine
menentukan perkembangan perinatal, postnatal, dan dewasa. FGR sering dikaitkan dengan
peningkatan risiko yang berkembang menjadi penyakit metabolik di masa dewasa termasuk
hipertensi, diabetes melitus, obesitas, dislipidemia, dan sindrom metabolik.
Keberhasilan proses kehamilan bergantung pada banyak faktor, salah satunya adalah
adaptasi kekebalan terhadap kehamilan dimana toleransi kekebalan ibu janin sangat penting.
Janin sebagai semi-alogeneik dapat menyebabkan maladaptasi kekebalan tubuh yang akan
menghasilkan hasil perinatal yang buruk seperti FGR pada ibu.6
Penyebab FGR antara lain adalah gangguan aliran darah uteroplasenta yang sekarang sering
dikaitkan dengan suatu kondisi dimana atoleransi gangguan pada sistem kekebalan tubuh ibu
terjadi dan mengakibatkan terganggunya invasi trofoblas ke dalam desidua selama proses
plasentasi, dalam bentuk invasi yang tidak adekuat. yang mengakibatkan gangguan invasi
plasenta yang akan menyebabkan perfusi uteroplasenta yang buruk sehingga terjadi
komplikasi kehamilan seperti FGR.7 Infiltrasi sel plasma di desidua akan menyebabkan
desidua vasculopathy, dimana infiltrasi makrofag berpartisipasi dalam kematian sel trofoblas
ekstravillus interstitial oleh apoptosis. yang menyebabkan leukosit mengelilingi atau
menyerang vili plasenta. Potret ini ditemukan di plasenta FGR.8
Antigen histokompatibilitas adalah gen yang mengkodekan protein yang mempengaruhi
kompatibilitas transplantasi jaringan. Antigen dibagi menjadi dua sistem, yaitu antigen
histokompatibilitas kecil dan kompleks histokompatibilitas mayor (MHC). Gen MHC dikenal
sebagai Human Leucocyte Antigen (HLA) pada manusia. MHC dibagi menjadi daerah yang
mengkodekan tiga kelas molekul HLA yang berbeda, yaitu HLA-I, II, dan III yang berbeda
secara struktural dan fungsional. Molekul HLA klasik dikodekan oleh tiga lokus, yaitu HLA-A,
HLA-B, dan HLA-C yang sangat polimorfik.
Ekspresi molekul HLA kelas I tidak terbatas pada jenis sel tertentu, namun umumnya
diekspresikan pada sel trofoblas plasenta dimana HLA-G memiliki ekspresi terkuat sedangkan
HLA-E memiliki ekspresi medium. Kedua molekul HLA kelas II dan molekul HLA klasik kelas I
tidak diekspresikan dalam plasenta, dengan excep-
HLA-C dan sel NK dalam pembatasan pertumbuhan janin 143
adanya adanya ekspresi lemah molekul HLA-C klasik. Hal ini membuat fungsi molekul HLA
non-klasik dan molekul HLA-C klasik menarik, sejalan dengan penerimaan ibu terhadap janin
semi-alogen selama kehamilan. Ekspresi HLA-G dan HLA-E yang tinggi akan berikatan dengan
penghambat reseptor Natural Killer cells (NK cell) yang akan menyebabkan pencegahan pada
sel NK untuk mensekresikan sitokin pro-inflamasi. Padahal, jika HLA-C tingkat tinggi
menghambat fungsi sel NK yang menyebabkan sekresi endotelium angiogenik dan mitogenik
tidak efektif, plasentasi dan perbaikan vaskular akan terganggu.
Molekul antigen-C Leukosit Manusia adalah heterotrimer yang terdiri dari 45 kD
glikoproteisasi, invarian 12 kD 2m, dan peptida pengikat. Permukaan sel protein sangat
polimorfik, dengan 1016 diketahui semua yang mengkodekan 750 protein. HLA-C memiliki
tingkat ekspresi pada permukaan sel rendah (yaitu 10% HLA-A atau B). Peran utama HLA-C
adalah ligan untuk KIR. Reseptor sel NK untuk HLA-C adalah anggota keluarga multigene Killer
Inhibitor Receptor (KIR). Lokus HLA-C dimorfik dan kedua kelompok HLA-C berinteraksi
dengan KIR yang berbeda. Reseptor sel NK cenderung mengarah pada pengenalan HLA-C di
dalam rahim. Semua wanita mengekspresikan KIR pada HLA-C semua kelompok, dan karena
HLA-C bersifat polimorfik, interaksi antara janin non-self paternal HLA-C dan sel darah hitam
anggota keluarga KIR terjadi selama kehamilan berlangsung. Setiap kehamilan akan
melibatkan kombinasi yang berbeda dari janin ayah HLA-C dan KIR ibu, oleh karena itu ada
kemungkinan beberapa kombinasi kurang optimal untuk implantasi dan pada akhirnya
menyebabkan kegagalan kehamilan. Ini menjadi dasar patogenesis penyakit penting pada
kehamilan, seperti retardasi pertumbuhan janin. Sel trofoblas yang menyerang jaringan
uterus ibu mengekspresikan HLA-C pada tingkat tinggi dalam konformasi stabil 2. HLA-C
dengan sel trofoblas melakukan kontak langsung dengan sel NK ibu yang mengekspresikan
KIR di lokasi dimana plasentasi berlangsung.
Sel Decidua NK mempengaruhi kemampuan trofoblast untuk menginfeksi dan mengubah
arteri spiral dan mengatur aliran darah ke ruang intervillous dengan mengatur transformasi
arteri trofoblast. Sel NK adalah sejenis limfosit dengan ukuran besar yang mengandung
banyak butiran di sitoplasma (LGL). Sel berfungsi untuk membunuh sel, menghasilkan sitokin,
dan menghasilkan faktor pertumbuhan seperti VEGF dan PLGF.6 Sel Desidua NK
mengekspresikan reseptor KIR spesifik yang mengikat HLA-C. Pengikatan HLA-C pada KIR

144 Sulistyowati dkk


sinyal penghambatan serta mengaktifkan sinyal sel NK, tergantung pada jenis KIR. Sel Desidua
NK mengekspresikan KIR spesifik yang mengikat HLA-C pada tingkat yang lebih tinggi daripada
sel NK perifer. Beberapa ligan dari reseptor adalah molekul HLA kelas I dan interaksi ini dapat
mengaktifkan KIR / KIR2DS1 atau menghambat KIR / KIR2DL1.11,12 sel NK mengekspresikan
reseptor dengan pelengkap berbeda yang memiliki rantai baik mengaktifkan atau
menghambat sinyal. CD 56 Sel gantung uterus NK mengekspresikan reseptor yang beragam
termasuk pembunuh reseptor imunoglobulin yang diketahui mengenali HLA-C.6
Semua HLA-C semua jenis dapat dikelompokkan menjadi dua epitop KIR utama, C1 dan C2.
Kelompok C1 adalah ligan untuk reseptor aktivator sel KIR2DS2 NK yang berhubungan dengan
peningkatan berat lahir, dan kelompok C2 adalah ligan untuk reseptor inhibitor sel KIR2DL1
NK yang terkait dengan gangguan kehamilan sebagai plasentasi abnormal. Kontrol suplai
vaskular janin bergantung pada interaksi antara KIR ibu pada sel NK desidua dan HLA-C yang
diekspresikan dengan trofoblas. HLA-C memiliki hubungan dengan perkembangan retardasi
pertumbuhan janin. Kombinasi sel NK dekidua ibu, yaitu KIR ibu dengan genotipe janin HLA-
C2 (inhibitor reseptor HLA-C), dapat meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan janin. Bila
genotipe AA ibu bertepatan dengan genotipe HLA-C2 heterozigot atau janin homozigot, sel-
sel NK yang menunjukkan genotipe AA KIR akan dihambat, karena haplotipe A memiliki
inhibitor KIR receptor (KIR2DLI1). Reseptor ini dapat menghambat sekresi sitokin dari sel NK
yang diyakini dapat memfasilitasi invasi trofoblas normal. Jika sel NK tidak diaktifkan, sel-sel
ini berpotensi menyebabkan invasi tropho-blast yang tidak adekuat, yang mengakibatkan
kegagalan plasentasi dan menyebabkan retardasi pertumbuhan janin.7 C1 tidak
menyebabkan penghambatan yang sama pada haplotipe KIR yang disebabkan oleh ikatan
lemah HLA-C1 pada inhibitor KIR2DL2 / 3 yang sesuai dibandingkan dengan HLA-C2 yang
mengikat KIR2DL1. Oleh karena itu, C1 tidak menghambat sel NK pada tingkat yang sama
dengan C2. Saat C2 bertepatan dengan tipe B KIR, maka diaktifkan KIR haplotype akan
menetralisir sinyal penghambat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi sel HLA-C dan NK di FGR, dan diharapkan
dapat menjadi prediktor kejadian FGR sehingga dapat mempersiapkan terapi FGR.
METODE
Desain penelitian cross sectional digunakan. Penelitian ini dilakukan di departemen Obstetri
dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta dan rumah sakit terafiliasi. Sel
HLA-C dan ekspresi sel NK dinilai menggunakan metode imunohistokimia yang dilakukan di
Laboratorium Anatomi Patologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian dilakukan pada wanita hamil dengan FGR (berat badan janin 10 persentil atau
lingkar perut janin 5 persentil atau rasio panjang femur / abdominal circum ferent (FL / AC)>
24) pada pemeriksaan ultrasound dan wanita hamil normal untuk menganalisis ekspresi HLA-
C intro- phoblast dan sel NK di desidua. Ukuran sampel ditentukan berdasarkan Multi formula
yang untuk setiap kelompok mengandung 20 orang.13 Kriteria inklusi adalah ibu berusia 20 -
35 tahun, 34 - 40 minggu masa kehamilan dengan kasus FGR, dan usia gestasi 37-40 minggu
di Kehamilan normal, janin tunggal, mengingatkan hidup, dan memiliki kesediaan untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah ibu dengan diabetes melitus, penyakit
ginjal, penyakit jantung, penyakit hati, hipertensi kronis, penyakit menular dan merokok,
kematian janin dalam rahim, janin dengan kelainan kongenital mayor. Kedua kelompok
tersebut menjalani pemeriksaan terhadap ekspresi sel HLA-C dan NK di trofoblast ekstravilar
yang mengekspresikan HLA-C dan sel-sel NK yang diakumulasikan di daerah sekitarnya.

Pemeriksaan Imunohistokimia
Penyiapan slide jaringan dilakukan dalam beberapa tahap, dan dimulai dengan mengambil
sampel jaringan kotiledon dari plasenta (trofoblas). Trophoblast diperbaiki menggunakan
larutan formalin buffer selama 8 jam atau sampai 48 jam, kemudian dimasukkan ke dalam
kaset jaringan dan direndam dalam larutan alkohol 50%, 70%, 80%, dan 95%, diikuti dengan
pembersihan menggunakan xylol 3 kali selama 60 menit. atau setiap prepration. Selama
proses embedding, setiap preparasi direndam dalam parafin cair dengan titik lebur 58 ° C
pada suhu 45 ° C dalam inkubator selama 18 jam, kemudian blok parafin dibuat dan
ditempelkan pada dudukannya dan dipotong 4 - 5 mikron tebal dengan mikrotom putar.
Jaringan diletakkan pada slide poly L-lysine. Benda kaca yang dihasilkan dari blok parafin
direndam dalam xylol 4 kali selama 5 menit. Selanjutnya, rehidrasi
Vol 5, No 3 Juli 2017
diaplikasikan dengan menggunakan seri alkohol (absolut, 95 70%) lalu dibilas dengan air
suling (H2O) selama 5 menit. Luncuran dicuci dengan pH PBS 7,4, dua kali selama 5 menit dan
diteteskan dengan metanol peroksidase endogen H2O2 0,3% selama 15 menit kemudian
dibilas dengan air mengalir selama 5 menit dan dibilas lagi dengan air suling selama 5 menit.
Selanjutnya bilas berulang dioleskan menggunakan PBS 2 x 5 menit, dan dilanjutkan dengan
pengambilan menggunakan buffer pH Tris EDTA 9 di microwave atau ruang dekstop dan
kemudian dicuci dengan PBS 2 x 5 menit dan ditambal dengan latar belakang snifer saat sudah
dingin. Ini harus dikeringkan sebelum menetes dengan antibodi monoklonal siap HLA-C dan
diinkubasi pada suhu 4 ° C selama 18 jam. Selanjutnya, dicuci kembali dengan PBS 2 x 5 menit,
dan kemudian, diteteskan dengan antibodi sekunder (trekkielibk universal) selama 15 menit
dan dicuci dengan PBS 2 x 5 menit, kemudian diikuti dengan tetesan streptavidin selama 10
menit, dicuci dengan PBS. 2 x 5 menit setelah pemberian substrat peroksidase dietil amino
benzena selama 10 menit. Pencucian lain diberikan dengan air selama 5 menit, kemudian
diteteskan dengan hematoxylin selama 2 menit dan dibilas dengan air mengalir selama 5
menit dan dipasang dengan entelan dan ditutup dengan penutup kaca. Akhirnya, mikroskop
cahaya digunakan untuk mengamati. Ungkapan sel HLA-C dan NK ditunjukkan dengan warna
kebiru-biruan untuk positif lemah, kuning keemasan dengan tingkat sedang positif, dan coklat
untuk positif kuat pada trofoblas. Pengamatan dilakukan sebanyak 9 bidang pandang. Jumlah
sel trofoblast dihitung berdasarkan intensitas ekspresinya, dan persentasenya dibuat dari
keseluruhan jumlah sel. Persentase yang diperoleh diubah menjadi angka dan dihitung sesuai
dengan rumus skor histologis. Penilaian citra HLA-C dan NK disebut sebagai Histology Score
(HS) yang dilakukan berdasarkan rumus: HS = (PK x IK) + (PS x IS) + (PL x IL) + (PN x IN)
Keterlambatan diagnosis abses septum nasi dapat menyebabkan destruksi tulang rawan dan
tulang hidung sehingga terjadi deformitas yang berupa hidung pelana,retraksi kolumella,dan
pelebaran dasar hidung
(Shih-Hung Lo,MD. Nasal Septal Abscess as a Complication of Laser Inferior Turbinectomy.
Chang Gung Med J. 2004:27:390-92)
(Widiarni D, Huizing EH. Panduan teknik diseksi septorinoplasti. Bagian THT
FKUI/RSCM,2002 Februari 13)
(Kasperbaver JL,Farer SN,Kern FB. Rekonstructive Surgery of Nasal Septum. In Papel ID
editors.Facial Plastic and Reconstructive Surgery.Thieme Medical Publisher,2002:450-59)

Anda mungkin juga menyukai