RRA1C209069
RRA1C209069
Oleh :
Marini MR
(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Univesitas Jambi)
Dosen Pembimbing I: Drs. Sufri,M.Si
Dosen Pembimbing II: Drs. H. Zaimi Effendi, M.Pd
ABSTRAK
Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah
kemampuan berpikir analitis. Karena berpikir analitis memudahkan siswa berpikir
secara logis, gaya belajar tipe investigatif merupakan gaya belajar yang mempunyai ciri-
ciri yaitu: berpikir logis, analitis, kritis, rasa ingin tahu yang tinggi dan rendah hati.
Karena gaya belajar tipe ini sesuai dengan kemampuan berpikir analitis. Siswa tipe
investigatif menyukai berpikir logis dan analitis untuk menangani permasalahannya.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskritif yang dilaksanakan di SMP
Negri 9 Kota Jambi. Subjek penelitian berjumlah 2 orang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan berpikir analitis
siswa yang memiliki gaya belajar tipe investigatif dalam pemecahan masalah
matematika dan untuk menganalisis kesalahan dan hambatan yang dialami siswa
investigatif dalam menyelesaikan soal sistem persamaan linear dua variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa pertama tipe investigatif berada pada
kategori tinggi yaitu 80%, karena siswa pertama tipe investigatif tidak memenuhi 1
indikator kemampuan berpikir analitis yaitu tidak mengetahui akibat dan dampak dalam
menyelesaikan masalah dan siswa kedua tipe investigatif berada pada kategori sangat
tinggi yaitu 95%, siswa kedua tipe investigatif pada soal no 1 tes kemampuan berpikir
analitis tidak memenuhi 1 indikator yaitu tidak mengetahui akibat dan dampak dalam
menyelesaikan soal, jadi dapat disimpulkan bahwa persentase rata-rata dua siswa yang
dikategorikan memiliki kemampuan berpikir analitis dengan gaya belajar tipe
investigatif adalah 87,5% termasuk pada kategori sangat tinggi, dan siswa tipe
investigatif dominan tidak memenuhi 1 indikator yaitu tidak mengetahui akibat dan
dampak dalam menyelesaikan soal. Adapun kesalahan dan hambatan yang sering
dialami siswa yaitu (1)ketidakcermatan dalam membaca, (2)ketidakcermatan dalam
berpikir, (3)kelemahan dalam analisis masalah (4)kekuranggigihan. Dari hasil
wawancara terlihat bahwa siswa tipe investigatif memiliki aspek kekurangigihan atau
mudah putus asa sebelum menyelesaikan masalah karena siswa tipe investigatif pertama
tidak melakukan pengecekan kembali terhadap hasil jawaban dan tidak percaya diri atas
hasil jawabannya, siswa tipe investigatif kedua tidak percaya diri dalam menyelesaikan
soal tes kemampuan berpikir analitis. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat
disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir analitis dengan gaya belajar tipe
investigatif siswa pertama dan kedua yaitu kekuranggigihan, tidak percaya diri atau ragu
dalam menyelesaikan soal dan menyelesaikan soal secara teknis belaka tanpa
pengecekan kembali, bila tidak berhasil maka akan langsung menyerah.
Kata Kunci : Berpikir Analitis, Investigatif dan Pemecahan Masalah
Oleh :
Marini MR
(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Univesitas Jambi)
Dosen Pembimbing I: Drs. Sufri,M.Si
Dosen Pembimbing II: Drs. H. Zaimi Effendi, M.Pd
I. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasa, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyasakat, bangsa dan negara.
Dalam sebuah negara, pendidikan merupakan suatu pengaruh yang besar
dalam perkembangan kualitas generasi. Oleh karena itu, setiap negara berusaha
untuk meningkatkan mutu pendidikan. Terutama bagi negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia. Mutu pendidikan yang ada di Indonesia pada saat ini
masih jauh ketinggalan jika di bandingkan dengan negara-negara maju lain. Salah
satu masalah utama dalam pendidikan di Indonesia yaitu masih rendahnya hasil
belajar, terutama dalam pendidikan matematika.
Menurut the Trends In International Mathematics and Science Study
(TIMSS) Riyanti (2013:7) memberikan hasil bahwa rata – rata skor matematika
siswa Indonesia untuk setiap kemampuan diteliti yaitu kemampuan pengetahuan,
penerapan, dan penalaran masih dibawah skor matematika siswa Internasional.
Skor rata-rata siswa Indonesia berada pada rangking 38 dari 42 negara dengan skor
rata-rata 386 dari skor tertinggi 613. Pada tahun 2011, skor rata-rata siswa
Indonesia mengalami penurunan sebanyak 11 poin jika dibandingkan dengan
perolehan skor rata-rata pada tahun 2007 yaitu sebesar 397. Fakta ini menunjukkan
bahwa kemampuan berpikir siswa Indonesia masih rendah, sehingga perlu adanya
upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah
kemampuan berpikir analitis . Karena berpikir analitis untuk dapat memudahkan
siswa berpikir secara logis, mengenai hubungan antara konsep dan situasi yang
dihadapinnya.
Dalam proses pembelajaran, bahwa setiap siswa memiliki karakteristik
atau tingkah laku yang berbeda-beda. Menurut Arikunto (1990:19) karakteristik
siswa merupakan keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang dimiliki oleh
siswa dengan hasil dari pembawaan keturunan dan lingkungan sosialnya sehingga
menemukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Karakteristik siswa tersebut
terdapat dalam segala hal, termasuk dalam kegiatan belajar.
Pemecahan masalah dalam matematika di sekolah biasanya diwujudkan
melalui pemberian soal. Dalam penyelesaian soal terlebih dahulu siswa harus dapat
memahami isi soal tersebut, setelah itu menarik kesimpulan objek-objek yang harus
dipecahkan. Soal diberikan agar siswa mampu mengkoneksikan matematika dengan
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kesalahan dan hambatan siswa tipe
investigatif menggunakan berpikir analitis dalam mengerjakan soal. Ungkapan-ungkapan
yang disampaikana berupa kata-kata, maka penelitian ini bersifat kualitatif. Maka
penelitian ini dikategorikan penelitian kualitatif-deskriptif.
Kemampuan berpikir S1IF dan S2IF dapat terlihat saat menyelesaikan soal
sistem persamaan linear dua variabel. Pada siswa S1IF hanya memenuhi indikator
kemampuan berpikir analitis yaitu kemampuan dalam mendefinisikan masalah sebenarnya,
memiliki banyak gagasan, mampu menyingkirkan alternatif yang kurang efisien, mampu
menentukan pilihan solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang diterapkan. Namun pada
siswa S2IF mampu memenuhi semua tahapan indikator kemampuan berpikir analitis tapi
pada soal no 1 S2IF mengerjakan soal tidak teliti sehingga langkah dalam pengecekan
kembali jawaban salah sehinga S2IF tidak memenuhi satu indikator kemampuan berpikir
analitis yaitu Kemampuan Kemampuan Mengetaui akibat dan dampak dalam
menyelesaiakan masalah.
Kesalahan dan hambatan yang dialami siswa investigatif ini secara umum juga
hampir sama, hal ini disebabkan kemampuan berpikir analitis siswa tersebut sama.
S1IF dan S2IF tidak mengalami ketidak cermatan dalam membaca, hal ini
terlihat dari transkip wawancara yang telah dilakukan bersama S1IF dan S2IF. S1IF dan
S2IF membaca lengkap soal tes kemampuan berpikir analitis sebelum menyelesaikan soal
tes kemampuan berpikir analitis.
S1IF dan S2IF cermat dalam berpikir dalam menyelesaikan soal. Hali ini
terlihat dari jawaban dan hasil wawancara S1IF dan S2IF terungkap bahwa S1IF dan S2IF
S1IF dan S2IF mengalami kekurang gigihan siswa atau siswa mudah putus asa
sebelum menemukan penyelesaian masalah, dalam hal ini S1IF dan S2IF sangat kurang
gigih atau mudah putus asa sebelum menemukan penyelesaian masalah, hal ini terlihat dari
transkip wawancara yang telah dilakukan bersama S1IF dan S2IF (dapat dilihat pada
lampiran 9). Dari hasil wawancara terungkap bahwa S1IF dan S2IF tidak melakukan
pembuktian atas jawabannya dan tidak percaya diri dalam menyelesaikan soal tes
kemampuan berpikir analitis hanya saja dalam menyelesaikan tes kemampuan berpikir
analitis S1IF dan S2IF hanya menyelesaikan masalah secara teknis belaka tanpa pemikiran,
dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan berpikir analitis, bila S1IF dan S2IF
tidak berhasil maka akan langsung menyerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
S1IF dan S2IF memiliki faktor kekuranggigih atau mudah putus asa sebelum menemukan
penyelesaian masalah.
http://mtkstkip.blogspot.com/2012/08/kemampuan-pemecahan-masalah-
matematika.html
Mujiono & Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Nasution. 2003. “Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Bandung:
Bumi Aksara
Polya, G. 1957. How to Solve It. America: Princeton Univercity Press, Princeton, New
Jersey.
Riyanti, 2012. Kemampuan pemecahan masalah.
(http://sin-riyanti.blogspot.com/2012/10/kemampuan-pemecahan-masalah-
matematis.html, diakses 4 november 2013).
Rose Colin & Nicholl Malcolm J. 2011. Accelerated Learning. Bandung: Nuansa
Salim,Peter dan Yenny Salim.2002. kamus besar bahasa Indonesia edisi lux. Semarang:
Widya karya
Whimbey, Arthur & Lochhead, Jack. 1999. Problem Solving and Comprehension. New
York: Lawrence Erlbaum
Winkel.W.S & Sri Hastuti. M.M. 2012. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Media
Abadi