Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK


ACARA II
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI JANTAN

Disusun Oleh :

Aulia Rachman Latuconsina

14/368248/PT/06856

XXXV

Asisten : Elyda Febriana

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK


BAGIAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI JANTAN

Tinjauan Pustaka
Sistem reproduksi jantan mencakup berbagai komponen, yaitu dua
testis, Epididymis, Ductus Deferens, vesikula seminalis, prostat dan
glandula bulbouretralis, duktus ejakulatorius, uretra, dan penis. Skrotum
berisi testis dan saluran keluar kecil yang menghubungkan testis ke
Epididymis. Epididymis berhubungan dengan Ductus Deferens. Vesikula
seminalis adalah sepasang divertikuli Ductus Deferens. Sistem urinaris
pria dan sistem reproduksi bertemu pada kelenjar prostat. Duktus
ejakulatoris, yang mengosongkan Ductus Deferens, menembus kelenjar
prostat dan bersatu dengan uretra, yang menyalurkan urin dari kandung
kemih. Antara kedua hal, uretra menyalurkan baik gamet pria maupun
urin. Uretra lewat dalam penis dan terbuka ke permukaan tubuh pada
fossa navikularis di glans penis (Eroschenko, 2010).
Sistem reproduksi jantan terdiri atas sepasang testis, banyak
duktus ekskretorius, dan berbagai kelenjar tambahan yang menghasilkan
berbagai macam sekresi yang ditambahkan ke sperma untuk membentuk
semen. Testis mengandung sel induk spermatogenik yang secara terus –
menerus membelah untuk menghasilkan generasi sel baru yang akhirnya
berubah menjadi spermatozoa, atau sperma (spermatozoon). Sperma dari
testis bergerak melalui duktus eksretorius menuju Epididymis untuk
disimpan dan dimatangkan. Selama rangsangan seksual dan ejakulasi,
sperma meninggalkan Epididymis melalui Ductus Deferens dan keluar dari
sistem reproduksi melalui uretra penis (Eroschenko, 2010).
Testis
Testis dikelilingi kapsul jaringan ikat tebal yang disebut dengan
tunika albuginea. Tunika albuginea pada posterior menebal dan meluas ke
dalam setiap testis untuk membuat mediastinum testis. Septum jaringan
ikat tipis memanjang dari mediastinum testis dan membagi setiap testis ke
dalam sekitar 250 kompartemen atau lobules testis, masing – masing
mengandung satu sampai empat tubulus seminiferi contorti. Setiap tubulus
seminiferi dilapisi oleh epitel germinal berlapis, mengandung sel
spermatogenik yang berpoliferasi dan sel penunjang atau sel Sertoli yang
tidak berpoliferasi. Di tubulus seminiferi, sel spermatogenik membelah,
menjadi matang, dan berubah menjadi sperma. Setiap tubulus seminifer
dikelilingi oleh fibroblast, sel mirip otot, saraf, pembuluh darah, dan
pembuluh limfe. Terdapat kelompok sel epitel diantara tubulus seminiferus
yaitu sel interstitial atau sel leydig. Sel ini adalah penghasil steroid yang
membentuk hormon seks pria testosterone (Eroschenko, 2010).
Spermatogenesis adalah suatu proses perkembangan sel-sel
spermatogenik yang membelah beberapa kali dan akhirnya berdiferensiasi
menghasilkan spermatozoa. Sel-sel spermatogenik terdiri atas
spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, dan
spermatid yang tersebar dalam empat sampai delapan lapisan yang
menempati ruangan antara lamina basalis dan lumen tubulus.
Spermatogenesis dibedakan menjadi tiga tahap yaitu tahap
spermatositogenesis atau tahap proliferasi, tahap meiosis dan tahap
spermiogenesis. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap
langkah perkembangan sel spermatogenik berbeda, oleh karena itu akan
terjadi berbagai bentuk kombinasi sel dari berbagai jenis perkembangan
sel – sel germinal di dalam tubulus seminiferus. Kombinasi ini terjadi pada
setiap bagian tubulus seminiferus disebut sebagai asosiasi sel dan
membentuk stadium epithel seminiferus. Oakberg dan Rugh telah
membagi epitel germinal tubulus seminiferus menjadi 12 tingkat yaitu
tingkat I – XII (Hess et al., 2008 cit. Sukmaningsih et al., 2011).
Spermatogonia terdapat pada seluruh tingkat epitel tubulus seminiferus.
Spermatosit primer muncul pada tingkat VI dan VII. Pada tingkat VII
sampai tingkat XII ditemukan dua lapisan spermatosit primer dalam
tubulus seminiferus. Lapisan spermatosit yang lebih muda terletak lebih
dekat dengan membran basal. Lapisan ini merupakan spermatosit dalam
fase istirahat yang ditemukan pada tingkat VII dan awal tingkat VIII.
Spermatosit sekunder dalam waktu yang singkat hanya terdapat pada
tingkat XII dan mulai memasuki tahap spermatid. Spermatogenesis
memerlukan waktu lebih dari satu daur siklus epitel seminiferus. Tingkat 1
sampai 8 dari spermiogenesis tumpang tindih dengan tingkat 13 sampai
16. Tingkat I tubulus seminiferus terdapat spermatid tingkat 13. Tingkat II
dan III tubulus seminiferus mengandung spermatozoa tingkat 14,
sedangkan spermatozoa tingkat 15 ditemukan dalam tingkat IV - Vl.
Spermatozoa tingkat 16 ditemukan pada tingkat VII dan VIII tubulus
seminiferus. Pada tingkat VIII spermatozoa matang dikeluarkan ke lumen
(Sukmaningsih et al., 2011).
Epididymis
Epididymis dilapisi oleh epitel bertingkat semu. Epitheliocytus
stereociliatus memiliki epitel kolumnar tinggi dan dilapisi oleh stereosilia,
mikrovili yang panjang dan bercabang. Epitheliocytus basalis berukuran
kecil dan bulat serta terletak di dekat basis epitel. Lapisan tipis otot polos
mengelilingi setiap tubulus. Dekat lapisan otot polos terdapat sel dan serat
jaringan ikat. Duktus Epididymis yang sangat berkelok- kelok adalah
tempat penimbunan, penyimpanan, dan pematangan sperma lebih lanjut.
Sperma masuk ke Epididymis, sperma nonmotil dan tidak mampu
membuahi oosit. Sekitar seminggu kemudian dalam perjalanan melintasi
duktus Epididymis, sperma memperoleh motilitas. Epitheliocytus
stereociliatus di duktus Epididymis menghasilkan glikoprotein yang
menghambat kapasitasi atau kemampuan sperma melakukan pembuahan
hingga sperma, berada di dalam saluran reproduksi betina (Eroschenko,
2010).
Ductus deferens
Ductus Deferens memiliki lumen yang sempit dan tidak teratur
dengan plika longitudinalis, mukosa yang tipis, muskularis yang tebal, dan
Adventisia. Lumen Ductus Deferens dilapisi oleh epitel bertingkat semu
silindris dengan stereosilia. Epitel Ductus Deferens sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan epitel duktus Epididymis. Lamina propria tipis
dibawahnya terdiri dari serat kolagen padat dan anyaman halus serat
elastis. Muskularis tebal terdiri atas tiga lapisan otot, yaitu lapisan
longitudinal dalam yang tipis, lapisan sirkular tengah yang tebal, dan
lapisan longitudinal luar yang tipis. Muskularis dikelilingi oleh Adventisia
yang banyak mengandung pembuluh darah, venula, arteriol, dan saraf.
Adventisia Ductus Deferens menyatu dengan jaringan ikat di funiculus
spermaticus (Eroschenko, 2010).
Penis
Penis terdiri dari jaringan erektil atau rongga vaskular yang dilapisi
oleh endotel. Corpus cavernosum yang erektil terletak di sisi dorsal dan
corpus spongiosum di sisi ventral. Tunika albuginea mengelilingi corpus
yang erektil. Arteri dorsalis dan arteri profunda mendarahi corpus yang
erektil. Uretra penis terbentang di sepanjang corpus spongiosum maka
bagian penis disebut dengan corpus cavernosum urethrae. Jarigan erektil
di penis terdiri atas rongga – rongga vascular tidak teratur yang dilapisi
oleh endotel vascular. Trabekula di antara rongga – rongga ini
mengandung serat kolagen, elastis, dan otot polos. Darah memasuki
rongga vascular dari cabang arteri dorsalis dan arteri profunda penis dan
dialirkan keluar oleh vena perifer (Eroschenko, 2010).
Materi dan Metode
Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum histologi organ jantan
adalah mikroskop cahaya dan pensil warna.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum histologi organ
jantan adalah preparat histologi testis, Epididymis, Ductus Deferens, dan
penis.
Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum histologi organ jantan
adalah mengamati, membedakan, mengetahui fungsi dan menggambar
bagian-bagian dari alat reproduksi jantan.
Hasil dan Pembahasan
Organ reproduksi pada sapi yang digunakan sebagai pada
praktikum anatomi reproduksi hewan jantan ini dibagi atas tiga komponen,
yakni organ kelamin primer berupa testes yang terbungkus di dalam
skrotum, sekelompok kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap yakni kelenjar
vesikularis, kelenjar prostata, dan kelenjar cowperi, dan saluran-saluran
yang terdiri dari epididimis dan ductus deferens, serta alat kelamin luar
atau organ kopulatoris yaitu penis. Praktikum ini melakukan pengamatan
yang dikhususkan pada organ testis, epididimis, vas deferen, dan penis.

Testis
Testis dikelilingi oleh jaringan ikat yaitu tunika albuginea. Tunika
albuginea paling tebal di sebelah posterior testis, membentuk massa
jaringan ikat yang disebut dengan mediastinum testis. Ductus Deferens
menyalurkan gamet, pembuluh darah testis, pembuluh limfe, dan saraf
masuk testis ke dalam beberapa ratus lobuli testis. Tiap lobulus testis
mempunyai sampai empat tubulus seminiferus. Proses spermatogenesis
terjadi dalam tubulus ini. Tubulus seminiferus merupakan lengkung
kontinyu yang tertutup yang mencurahkan isinya ke dalam bagian yang
lurus tubulus seminiferus (tubulus rekti). Beberapa tubulus seminiferus
membentuk cul-de-sac dari pada bentuk lengkung ke tubulus rekti, yang
lain bercabang atau beranastomosis dengan tubulus di dekatnya. Tubulus
rekti mencurahkan isinya ke dalam jala – jala anastomosis saluran yang
disebut rete testis. Tubulus seminiferus mengandung deretan sel – sel
yang menghasilkan gamet dan sel sertoli, yang menyokong sel – sel
penghasil gamet. Sel-sel ini dihubungkan oleh sejumlah barrier dan bukan
sel, termasuk beberapa lapisan sel mioid. Sel-sel mioid mempunyai
banyak sifat sel-sel otot polos. Sel mioid menyebabkan gelombang
peristaltik dari kontraksi yang berjalan sepanjang tubulus seminiferus dan
mendorong spermatozoa kearah Epididymis. Lapis sel mioid yang dalam
termasuk lapisan serat kolagen, serat elastis, dan lamina basalis epitel
seminiferus (Johnson, 1994).
Epitel seminiferus merupakan lapisan kontinyu sel sertoli
dihubungkan oleh kompleks tautan yang mencolok. Ruang antara batas
lateral sel-sel sertoli yang berdekatan mengandung spermatogonia
bersandar pada lamina basalis, spermatosit primer, spermatosit sekunder,
spermatid, dan spermatozoa (Johnson, 1994). Peran utama sel sertoli
adalah merawat dan mengatur perkembangan spermatozoa di dalam
testis. Peran ini dilakukan secara anatomis fisiologis dengan membentuk
blood testis barrier dan dengan mensekresikan beberapa faktor seperti fas
ligand dan transforming growth factors. Faktor-faktor tersebut berperan
bagi terciptanya kondisi imunologis khusus di testis sehingga spermatozoa
terlindung dari serangan sistem autoimun tubuh (Depamede, 2010).
Ruang antar tubulus seminiferus ditempati oleh jaringan interstisial
yang merupakan lanjutan tunika albuginea. Jaringan interstisial
mengandung fibroblast jaringan ikat dan fibril kolagen yang memegang
jaringan spermatogenik bersama-sama. Jaringan ini juga mengandung
makrofag, limfosit, dan sel Leydig (Johnson, 1994).

Gambar 1. Histologi testis


(Eroschenko, 2010)
Proses pembentukan sperma disebut spermatogenesis. Proses ini
mencakup pembelahan mitosis sel spermatogenik, yang menghasilkan sel
induk pengganti dan sel spermatosit sekunder. Pembelahan spermatosit
sekunder menghasilkan sel yaitu spermatid yang mengandung 23
kromosom tunggal (22+X atau 22+Y). Spermatid tidak mengalami
pembelahan lebih lanjut, tetapi berubah menjadi sperma melalui suatu
proses yang disebut dengan spermiogenesis (Rohen dan Drecoll, 2002).
Spermiogenesis adalah suatu proses morfologik kompleks yang
mengubah spermatid bulat menjadi sel sperma yang memanjang. Saat
spermiogenesis, ukuran dan bentuk spermatid berubah, nukleus
memadat. Akumulasi granula halus terjadi saat fase golgi di apparatus
golgi spermatid dan membentuk granulum acrosomaticum di dalam
vesicular acrosomatica terbungkus membran. Selama fase akrosomal,
vesicular acrosomatica dan granulum acrosomaticum menyebar di inti
spermatid yang memadat di ujung anterior spermatid berupa acrosome.
Acrosome berfungsi sebagai suatu jenis khusus lisosom dan mengandung
beberapa enzim hidrolitik. Fase maturasi atau pematangan membrane
plasma bergeser ke posterior dari nukleus untuk menutupi flagellum yang
sedang tumbuh. Sel sperma matang terdiri dari kepala dan acrosome
yang mengelilingi bagian anterior nucleus, leher, pars intermedia yang
ditandai oleh adanya selubung mitokondria padat dan bagian utama atau
pars principalis (Eroschenko, 2010).
Sel spermatogenik di epitel germinal setelah berdiferensiasi
disatukan oleh jembatan atar sel (pons intercellularis) selama proses
diferensiasi dan perkembangan selanjutnya. Pons intercellularis terputus
ketika spermatid yang berkembang dilepaskan ke dalam tubulus
seminiferus berupa sperma matang (Eroschenko, 2010). Sel sertoli
digambarkan sebagai sistem pembantu pematangan sel sperma. Sel
sertoli tidak dapat membelah diri lagi dan masih aktif dalam pertukaran
zat, di dalam kanal-kanal testis membentuk epitel benih, yang
mengakomodasi spermatogoni. Sel ini akan membelah diri melalui mitosis
dalam kelompok spermatogoni tipe A, menjadi sel tunas yang terletak
pada membran basal, dan kelompok spermatogoni tipe B, yang terdorong
kea rah lumen di antara sel-sel sertoli, dan sebagian sel ini dalam jumlah
terbatas menjalani siklus pembelahan regular lebih lanjut sebelum masuk
ke dalam fase meiosis (Rohen dan Drecoll, 2002).
Sel spermatogonik imatur yaitu spermatogonia yang berdekatan
dengan membran basalis tubulus seminiferus. Spermatogonia membelah
secara mitosis untuk menghasilkan beberapa generasi sel. Spermatogonia
A pucat memiliki sitoplasma terpulas pucat dan inti bulat atau lonjong
dengan kromatin bergranula halus dan pucat. Spermatogonia A gelap
tampak mirip, namun kromatinnya lebih gelap. Spermatogonia A berfungsi
sebagai sel induk untuk epitel germinal dan menghasilkan spermatogonia
A dan B lainnya. Pembelahan akhir secara mitosis pada spermatogonia B
menghasilkan spermatosit primer. Spermatosit primer adalah sel germinal
yang paling besar di tubulus seminiferus dan menempati bagian tengah
epitel germinal. Sitoplasmanya mengandung inti yang besar dengan
kromatin berupa gumpalan kasar atau benang halus. Pembelahan meiosis
pertama spermatosit primer menghasilkan spermatosit sekunder yang
lebih kecil dengan kromatin inti kurang padat. Spermatosit sekunder
mengalami pembelahan meiosis kedua segera setelah pembentukannya
dan jarang terlihat di tubulus seminiferus. Pembelahan meiosis kedua
menghasilkan spermatid yang selnya lebih kecil dari pada spermatosit
primer atau sekunder. Spermatid berdiferensiasi menjadi spermatozoa
melalui proses yang disebut spermiogenesis (Eroschenko, 2010).
Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang penting yaitu
kepala dan ekor (Hafez, 2000 cit. Muchtaromah, 2010). Ekor dibedakan
atas 3 bagian, yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principle
piece), dan bagian ujung (endpiece). Panjang ekor seluruhnya sekitar 55
mikron dengan diameter yang makin ke ujung makin kecil, di depan 1
mikron, di ujung 0,1 mikron. Panjang bagian tengah: 5-7 mikron, tebal 1
mikron; bagian utama panjang 45 mikron, tebal 0,5 mikron dan bagian
ujung panjang 4-5 mikron, tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak bisa
dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskop
elektron (Yatim, 1990 cit. Muchtaromah, 2010).
Gambar 2. Histologi Ovarium (Feradis 2010)
Hormon-hormon yang terdapat pada sistem reproduksi jantan
adalah testosterone merupakan sekresi testis yang utama, luteinizing
hormone (LH) atau interstitial stimulating hormone (ICSH), follicle
stimulating hormone (FSH), dan hormon lainnya. Interaksi hormonal yang
tejadi adalah sekresi testosterone menghasilkan umpan balik negative
yang menghambat produksi LH. Sekresi inhibin menghasilkan upan balik
negative yang menghambat produksi FSH. LH merangsang sel – sel
leydig untuk mensekresi testosterone. FSH merangsang sel sertoli untuk
mensekresi inhibin (Johnson, 1994).
Spermatogenesis bergantung pada hormon LH dan FSH yang
dihasilkan oleh kelenjar pituitari. LH berikatan dengan reseptor di sel
interstisial dan merangsang testosterone, FSH merangsang sel sertoli
untuk menghasilkan ABP ke dalam tubulus semeniferus untuk mengikat
testosterone. Testosteron di tubulus seminiferus penting untuk
spermatogenesis dan fungsi kelenjar tambahan. Sel sertoli menghasilkan
inhibin, yang menghambat pembentukan FSH dari kelenjar pituitari
(Eroschenko, 2010). Inhibin pada hewan jantan dihasilkan oleh sel sertoli
pada testis. Inhibin melalui umpan balik negative akan menghambat
sekresi FSH dari hipofisis anterior. Testosterone yang dihasilkan oleh sel
leydig dibawah pengaruh hormon LH mempunyai mekanisme umpan balik
negative terhadap hipotalamus dan hipofisis sehingga menghambat
sekresi gonadotropin oleh hipofisis anterior (Lestari, 2007).

Gambar 3. Mekanisme feedback hormon (Yulianto, 2014).


Abnormalitas spermatozoa dapat mempengaruhi motilitas
spermatozoa. Spermatozoa dengan morfologi abnormal akan
menghambat pergerakan spermatozoa. Morfologi spermatozoa yang
abnormal menyebabkan kelemahan pergerakan (motilitas) spermatozoa
dan merupakan salah satu faktor infertilitas. Rendahnya motilitas
spermatozoa yang abnormal menyebabkan spermatozoa kurang mampu
melakukan penetrasi ke dalam getah serviks dan menembus saluran
reproduksi secara normal serta tidak dapat menembus sel telur (Fitriani et
al., 2010).
Chenoweth (2005) cit. Riyadhi et al. (2010) menyatakan bahwa
abnormalitas spermatozoa dibagi dalam dua kategori, yaitu abnormalitas
primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer adalah yang
terjadi pada saat spermatogenesis (secara umum merupakan kelainan
pada bagian kepala). Abnormalitas sekunder terjadi setelah proses
spermiasi (kelainan yang secara umum terjadi pada ekor spermatozoa).
Macam-macam kelainan spermatozoa primer adalah pearshaped, narrow
at the base, narrow (tapered head), abnormal contour, underdeveloped,
round head, variable size (macrocephalus/microcephalus), double head,
abaxial, knobbed acrosome, defect, detached head, dan diadem.
Epididymis
Epididymis adalah organ yang menyimpan spermatozoa setelah
meninggalkan testis. Epididymis juga mensekresikan bahan-bahan yang
mungkin penting untuk mempertahankan dan mematangkan spermatozoa.
Kaput Epididymis mengandung banyak uliran yang tampak seperti
kelenjar. Corpus Epididymis mempunyai sedikit uliran. Caudal Epididymis
mencurahkan isinya ke dalam Ductus Deferens. Epididymis mempunyai
epitel bertingkat kolumnar yang tinggi mengandung sejumlah sel principal
kolumnar tinggi dan sel basal tersebar berbentuk piramid rendah. Sel
prinsipal terbentang dari membrane basalis ke lumen epitel Epididymis.
Sel prinsipal mempunyai sejumlah modifikasi mikrovili yang panjang
disebut stereosilia, vesikel, dan sumuran berselubung di bagian apikal
sitoplasma dan sejumlah lisosom yang multivaskular. Sel basal berbentuk
baji di antara sel prinsipal dan bersandar pada membran basalis epitel
Epididymis. Epididymis mempunyai otot polos di sebelah luar yang tebal di
kaput Epididymis dan lebih tipis di Caudal. Epididymis. Otot polos di
bagian atas Epididymis menyebabkan kontraksi peristaltik yang
mendorong spermatozoa ke arah Ductus Deferens. Bagian Epididymis ini
tidak mempunyai persarafan motorik ekstrinsik. Lapisan otot polos yang
lebih kuat mempunyai persarafan simpatis kompleks yang menyebabkab
kontraksi kuat selama ejakulasi yang mengeluarkan spermatozoa yang
disimpan (Johnson, 1994).
Tubulus duktus Epididymis diantaranya berisi sperma. Tubulus
duktus dilapisi oleh epitel bertingkat semu. Epitheliocytus stereociliatus
memiliki epitel kolumnar tinggi dan dilapisi oleh stereosilia, mikrovili yang
panjang dan bercabang. Epitheliocytus basalis berukuran kecil dan bulat
serta terletak di dekat basis epitel. Lapisan tipis otot polos mengelilingi
setiap tubulus. Dekat lapisan otot polos terdapat sel dan serat jaringan ikat
(Eroschenko, 2010). Epididymis berperan penting pada proses absorbs
cairan yang berasal dari tubulus seminiferi testis, pematangan,
penyimpanan, dan penyaluran spermatozoa ke Ductus Deferens sebelum
bergabung dengan plasma semen dan diejakulasikan ke dalam saluran
reproduksi betina (Wrobel dan Bregmann, 2006 cit. Wahyuni et al., 2012).
Colliculus seminalis merupakan penonjolan pada bagian Caudall leher
vesica urinaria. Konsentrasi sperma dari ampula bercampur dengan
cairan-cairan kelenjar pelengkap pada uretra bagian pelvis sebelum terjadi
ejakulasi. Colliculus seminalis yang berfungsi menutup leher vesica
urinaria pada saat terjadi ejakulasi dan mencegah masuknya semen ke
dalam vesica urinaria atau mencegah bercampurnya semen dengan
urine (Charlotte, 2002).

Gambar 4. Histologi Epididymis (Eroschenko, 2010).


Ductus Deferens
Ductus Deferens dibatasi oleh epitel bertingkat yang serupa
dengan epitel Epididymis tetapi tidak begitu tinggi. Epitel bersandar pada
lamina propria yang tipis dikelilingi oleh tiga lapisan tebal dari otot polos.
Lapisan dalam dan lapisan luar berjalan sepanjang lumen dan lapisan
tengah berjalan mengitari lumen. Bagian ampula Ductus Deferens
mempunyai sejumlah lipatan mukosa, epitel kolumnar sekretoris, dan
lapisan otot yang lebih tipis. Ductus Deferens mempunyai suatu
diverkulum kelenjar disebut vesikula seminalis dan berjalan ke dalam
uretra prostatika sebagai sepasang dutus ejakulatorius. Duktus
ejakulatorius dibatasi oleh epitel selapis atau bertingkat kolumnar yang
secara bertahap menjadi epitel transisional uretra prostatika. Mukosa tiap
duktus ejakulatorius melipat ke dalam lumen (Johnson, 1994).
Bagian terminal Ductus Deferens melebar menjadi ampulla. Lumen
ampulla lebih besar daripada yang terdapat di Ductus Deferens. Mukosa
juga memilik banyak plika longitudinalsis bercabang yang tidak teratur dan
diverticula atau cryptae glandulares dalam yang terletak diantara plika dan
meluas ke lapisan otot sekitarnya. Epitel sekretorik yang melapisi lumen
dan diverticula glandulares adalah epitel selapis silindris atau kuboid.
Ampulla dikelilingi oleh jaringan ikat adventisia. Lapisan otot polos di
muskularis terdiri dari lapisan otot longitudinal dalam yang tipis, lapisan
otot sirkular tengah yang tebal, dan lapisan otot longitudinal luar yang tipis
(Eroschenko, 2010).

Gambar 5. Histologi Ductus Deferens (Eroschenko, 2010)


Penis
Penis mempunyai tiga massa jaringan erektil mengelilingi uretra
penis. Uretra terletak dalam corpus spongiosum tunggal, di tengah,
ventral, yang berakhir dengan bagian distal yang melebar disebut dengan
glans penis. Terdapat sepasang corpus kavernosa diatas corpus
spongiosum. Corpus cavernosum adalah jaringan erektil primer penis.
jaringan ini merupakan jala-jala anastomosis kompleks dan pembuluh
vascular dan jika jaringan ini terisi dengan dengan darah, penis menjadi
ereksi. Corpus penis dikelilingi oleh pita jaringan ikat fibrosa yang padat
diebut tunika albuginea. Jaringan ikat dermis dan kulit membungkus tunika
albuginea. Dermis glans penis mengandung banyak corpus Meissner
yang berperan penting untuk sensitivitas perabaan penis. sampai fossa
navikularis, uretra penis dibatasi oleh epitel berlapis atau bertingkat
kolumnar. Diverticula uretra penis disebut kelenjat littre mengandung epitel
berlapis kolumnar dengan jala kecil sel-sel pyramidal penghasil lendir
(Johnson, 1994).

Gambar 6. Histologi penis


Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh kesimpulan yaitu histologi
jantan meliputi testis, epididimis, ductus deferens, dan penis. Adapun
fungsi dari masing-masing bagian tersebut antara lain testis berfungsi
menghasilkan spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan, dan
mensekresikan hormon kelamin jantan yaitu testoteron. Epididimis
befungsi sebagai transport, konsentrasi, maturasi dan penyimpanan
sperma. Vas deferens berfungsi sebagai mengangkut sperma dari ekor
epididimis ke urethra, dan penis berfungsi sebagai pengeluaran urine dan
perletakan semen ke dalam saluran reproduksi hewan betina.
Daftar Pustaka

Charlotte, L. O. 2002. Male Reproductive System


http://instruction.cvhs.okstate.edu. Diakses pada tanggal 4
November 2014 pukul 19.00 WIB.
Depamede, S. N. 2010. Imunobiologi sel sertoli : prospek pemanfaatan sel
sertoli bagi alternative penanganan cangkok jaringan. Laboratorium
Mikrobioteknologi, Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Eroschenko, V.P. 2010. Atlas Histologi Difiore dengan Korelasi
Fungsional. EGC. Jakarta.
Fitriani, K. Eriani, dan W. Sari. 2010. The effect of cigarettes smoke
exposure causes fertility of male mice (Mus musculus). Jurnal
Natural Vol. 10. No. 2.
Johnson, K.E. 1994. Histologi dan Biologi Sel. Binarupa Aksara. Jakarta.
Lestari, T.D. 2007. Peran Inhibin pada Proses Reproduksi Ternak.
Pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/09/peran_inhibin.pdf. diakses pada 01
Oktober 2014 pukul 14.00 WIB.
Muchtaromah, B. 2010. Sel Spermatozoa. http://blog.uin-
malang.ac.id/bayyinatul/2010/06/28/sel-spermatozoa/. Diakses
pada 2 November 2014. Pukul 17.11 WIB.
Pertiwi, M. 2014. Tinjauan Pustaka Tumor Testis.
www.academia.edu/8043375/tinjauan_pustaka_tumor_testis.
Diakses pada 01 Oktober pukul 13.00 WIB.
Rohen, J.W. dan E.L. Drecoll. 2002. Embriologi Fungsional
Perkembangan Sistem Fungsi Organ Manusia. EGC. Jakarta.
Riyadhi, M., R. I. Arifiantini, dan B. Purwantara. 2010. Kajian morfologi
spermatozoa sapi simmental di beberapa balai inseminasi buatan di
Indonesia. Indonesian Journal of Veterinary Science and Medicine.
Vol. 1. No. 2.
Sukmaningsih, A. A. S. G. A., I. G. A. M. Ermayanti, N. I. Wiratmini, dan N.
W. Sudatri. 2011. Gangguan spermatogenesis setelah pemberian
monosodium glutamate pada mencit (Mus musculus L.). Jurnal
Biologi. Vol. XV. No. 2 : 49-52.
Wahyuni, S., S. Agungpriyono, M. Agil., T.L. Yusuf. 2012. Histologi dan
histomorfometri testis dan Epididymis muncak (Muntiacus muntjak
muntjak) pada periode ranggah keras. Jurnal Veteriner. Vol 13 No
3:211-219.

Anda mungkin juga menyukai