Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi merupakan cabang ilmu yang mempelajari cara membuat,
mencampur, meracik formulasi obat, mengkombinasi, analisis dan
standarisasi atau pembakuan obat, serta pengobatan termasuk pada sifat-
sifat obat dan distribusinya serta pada penggunaan yang aman. Salah satu
penunjang keilmuan farmasi telah diterapkan dalam analisis farmasi.
Analisis farmasi merupakan penerapan berbagai teknik, metode dan
prosedur kimia analisis untuk menganalisis bahan-bahan atau sediaan
farmasi. Salah satu metode di analisis farmasi ini adalah metode
spektofotometri.
Spektofotometri merupakan sebuah metode analisis untuk mengukur
sebuah metode analisis konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan
senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Prinsip kerja dari
spektrofotometri ini menggunakan instrumen obat atau molekul dengan
radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Istilah spektofotometri
menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorbsian energi cahaya oleh suatu
sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian
pula pengukuran pengabsorbsian yang menyendiri pada suatu panjang
gelombang tertentu ( Underwood, 1999 ).
Spektofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari
pemilikan visual dimana studi yang lebih rinci mengenai pengabsorbsian
energi cahaya oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih
besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif.
Oleh karena itu, analisis suatu senyawa sangat penting dipelajari
sehingga dijadikan sebagai bahan ajar dalam praktikum analisis farmasi.
Salah satu aspek penting dalam analisis farmasi yaitu analisis efektivitas
senyawa yang berkhasiat sebagai agen terapetik, termasuk didalamnya yaitu
senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan. Antioksidan secara umum
berfungsi sebagai agen penangkal radikal bebas.
Radikal bebas adalah atom atau kelompok atom yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan di orbital luasnya. Radikal bebas sangat
dapat mencetuskan reaksi yang berantai dengan mengekstrasi sebuah
elektron dari molekul disekitarnya untuk melengkapi orbitalnya sendiri.
Kecepatan pembentukan radikal bebas yang tidak terkendali dapat
menimbulkan stres oksidatif. Tubuh manusia mempunyai mekanisme
pertahanan untuk melawan stres oksidatif tersebut dengan memproduksi
antioksidan.
Antioksidan adalah senyawa yang bertugas untuk menetralisir
peningkatan radikal bebas, melindungi dari efek toksik yang dihasilkan serta
berkonstribusi dalam pencegahan penyakit. Antioksidan dapat mencegah
terjadinya kerusakan pada sel terutama pada bagian-bagian sel seperti DNA,
sel otak, jaringan kulit, dan sebaginya. Antioksidan dapat berupa enzim
yang terdapat dalam tubuh seperti superoksida dismutase, glutation
peroksidase, dan katalase.
Oleh karena itu, pada praktikum kali ini akan dilakukan percobaan
untuk menentukan uji efektivitas antioksidan pada sampel ekstrak
manggrove terhadap radikal bebas DPPH dengan metode IC50 menggunakan
instrumen spektrofotometer Uv-Vis.
I.2 Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Menentukan efektivitas antioksidan dari suatu senyawa dengan
menggunakan metode dan instrumen tertentu
I.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk menentukan efektivitas antioksidan dari sampel ekstrak
manggrove dengan menggunakan metode DPPH menggunakan instrumen
spektofotometri uv-Vis
I.3 Prinsip Percobaan
Penentuan % penghambatan atau IC50 oleh senyawa antioksidan dari
ekstrak manggrove terhadap radikal bebas dengan metode DPPH
menggunakan instrumen spektrofotometer Uv-Vis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Definisi Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur
konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut
mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Spektrofotometri adalah alat yang
terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu,
sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorpsi. Istilah spektrofotometri berhubungan
dengan pengukuran energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai
fungsi panjang gelombang dari radiasi maupun pengukuran panjang
absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu (Underwood,
1998).
II.2.2 Definisi Spektrofotometer
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer ialah menghasilkan sinar dari
spektrum dan panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer adalah
alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.
Jadi spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan
spektrometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar
putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti
prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan
panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari
berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh
panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu
trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrometer,
panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan
bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer
tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel
pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk
mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun
pembanding. (Khopkar, 1990)
Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam
menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal
preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa
(Herliani, 2008). Macam-macam Spektrofotometri :
a) Spektrofotometer ultraviolet
b) Spektrofotometer sinar tampak
c) Spektrofotometer infra merah
d) Spektrofotometer serapan atom
Spektrum elektromagnetik terdiri dari urutan gelombang dengan sifat-
sifat yang berbeda. Kawasan gelombang penting di dalam penelitian
biokimia adalah ultra lembayung (UV, 180-350 nm) dan tampak (VIS,
350-800 nm). Cahaya di dalam kawasan ini mempunyai energi yang cukup
untuk mengeluarkan elektron valensi di dalam molekul tersebut (Harjadi,
1990).
Penyerapan sinar UV-Vis dibatasi pada sejumlah gugus fungsional
atau gugus kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat
eksutasi rendah. Tiga jenis elektron yang terlibat adalah sigma, phi, dan
elektron bebas. Kromofor-kromofor organik seperto karbonil, alkena, azo,
nitrat, dan karboksil mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak.
Panjang gelombang maksimumnya dapat berubah sesuai dengan pelarut
yang digunakan.
Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas
nseperti hidroksil, metoksi, dan amina. Terkaitnya gugus kromofor akan
mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang
yang lebih besar dan disertai dengan peningkatan intensitas. Ketika cahaya
melewati suatu larutan biomolekul, terjadi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama adalah cahaya ditangkap dan kemungkinan kedua
adalah cahaya discattering. Bila energi dari cahaya (foton) harus sesuai
dengan perbedaan energi dasar dan energi eksitasi dari molekul tersebut.
Proses inilah yang menjadi dasar pengukuran absorbansi dalam
spektrofotometer (sutopo, 2006).
II.1.3 Cara kerja Spektrofotometer
Spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya
monokromatik dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke
kuvet (tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun
yang diserap oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian
menyampaikan ke layar pembaca (Sastrohamidjojo, 1992)
Hasil pengukuran yang baik dari suatu parameter kuantitas kimia,
dapat dilihat berdasarkan tingkat presisi dan akurasi yang
dihasilkan.Akurasi menunjukkan kedekatan nilai hasil pengukuran dengan
nilai sebenarnya. Untuk menentukan tingkat akurasi perlu diketahui nilai
sebenarnya dari parameter yang diukur dan kemudian dapat diketahui
seberapa besar tingkat akurasinya. Presisi menunjukkan tingkat reliabilitas
dari data yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari standar deviasi yang
diperoleh dari pengukuran, presisi yang baik akan memberikan standar
deviasi yang kecil dan bias yang rendah. Jika diinginkan hasil pengukuran
yang valid, maka perlu dilakukan pengulangan, misalnya dalam penentuan
nilai konsentrasi suatu zat dalam larutan larutan dilakukan pengulangan
sebanyak n kali.
Ilmu yang mempelajari interaksi radiasi dengan materi
sedangkan spektrofotometri adalahpengukuran kuantitatif dari intensitas
radiasi elektromagnetik pada satu atau lebih panjanggelombang dengan
suatu transduser (detektor). Spektrofotometri adalah analisis
kuantitatif yang paling sering digunakan karena mempunyai sensitivitas
yang baik yaitu 10-4 sampai 10-6. Analisis jenis ini juga relatif selektif dan
spesifik, ketepatannya cukup tinggi, relatif sederhana, dan murah (
Mathias, 2005 ).
II.1.4 Jenis spektrofotometri berdasarkan sumber cahaya
spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasar sumber cahaya
yangdigunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Spektrofotometri Vis (Visible)
2. Spektrofotometri UV (Ultra Violet)
3. Spektrofotometri UV-Vis
4. Spektrofotometri IR (Infra Red)
Instrumen pada spektrofotometri UV-Vis terdiri dari 6 komponen
pokok:
a. sumber radiasi
b. Monokromator
c. wadah sampel (sel atau kuvet)
d. Detektor
e. Recorder
f. Read out
II.1.5 Radikal Bebas
Molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi
tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel
lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan
faktor eksternal seperti hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam
makanan dan polutan lain. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas
bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit
tersebut menjadi nyata. Radikal bebas yang mengambil elektron dari sel
tubuh manusia dapat menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga
menimbulkan sel-sel mutan. Tubuh manusia, sebenarnya dapat
menghasilkan antioksidan tetapi jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk
menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Iswara, 2009).
II.1.6 Antioksidan
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh
radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan
menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang
dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif.
Antioksidan yang dikenal ada yang berupa enzim dan ada yang berupa
mikronutrien. Enzim antioksidan dibentuk dalam tubuh, yaitu super oksida
dismutase (SOD), glutation peroksida, katalase, dan glutation reduktase.
Antioksidan yang berupa mikronutrien dikenal tiga yang utama, yaitu : b-
karoten, vitamin C dan vitamin E. B-caroten merupakan scavengers
(pemulung) oksigen tunggal, vitamin C merupakan pemulung superoksida
dan radikal bebas yang lain, sedangkan vitamin E merupakan pemutus
rantai peroksida lemak pada membran dan Low Density Lipoprotein.
Vitamin E yang larut dalam lemak merupakan antioksidan yang
melindungi Poly Unsaturated Faty Acids (PUFAs) dan komponen sel serta
membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas (Hariyatmi, 2004).
Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida
menjadi bentuk stabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, glutation
peroksidase. Mekanisme kerja antioksidan seluler adalah berinteraksi
langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen tunggal, mencegah
pembentukan jenis oksigen reaktif, mengubah jenis oksigen reaktif
menjadi kurang toksik, mencegah kemampuan oksigen reaktif,
memperbaiki kerusakan yang timbul (Hariyatmi, 2004).
Metode pengujian aktifitas antioksidan menurut (Antolovich , et all
2002):
a. Uji DPPH
DPPH atau 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (α,α-difenil-βpikrilhidrazil)
merupakan suatu radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk
dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas pada seluruh molekul.
Delokalisasi elektron bebas ini juga mengakibatkan terbentuknya
warna ungu pada larutan DPPH sehingga bisa diukur absorbansinya
pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Ketika larutan DPPH
dicampur dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen,
maka warna ungu dari larutan akan hilang seiring dengan tereduksinya
DPPH.
Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode ini
berdasarkan dari hilangnya warna ungu akibat tereduksinya DPPH
oleh antioksidan. Intensitas warna dari larutan uji diukur melalui
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang sekitar 520 nm.
Hasil dari uji ini diinterpretasikan sebagai EC50, yaitu jumlah
antioksidan yang diperlukan untuk menurunkan konsentrasi awal
DPPH sebesar 50%. Pada metode ini tidak diperlukan substrat
sehingga memiliki keuntungan, yaitu lebih sederhana dan waktu
analisis yang lebih cepat.
b. Uji ABTS
Asam 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat (ABTS)
merupakan substrat dari peroksidase, di mana ketika dioksidasi
dengan kehadiran H2O2 akan membentuk senyawa radikal kation
metastabil dengan karakteristik menunjukan absorbansi kuat pada
panjang gelombang 414 nm. Akumulasi dari ABTS dapat dihambat
oleh antioksidan pada medium reaksi dengan aktivitas yang
bergantung waktu reaksi dan jumlah antioksidan. Kemampuan relatif
antioksidan untuk mereduksi ABTS dapat diukur dengan
spektrofotometri pada panjang gelombang 734 nm. Absorbansi
maksimal juga dapat terjadi pada panjang gelombang yang lain.
Panjang gelombang yang mendekati daerah infra merah (734 nm)
dipilih untuk meminimalkan interfensi dari absorbansi komponen
lainnnya.
Hasil pengukuran dengan spektrofotometer selanjutnya
dibandingkan dengan standar baku antioksidan sintetik, yaitu trolox
yang merupakan analog vitamin E larut air. Hasil perbandingan ini
diekspresikan sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant
Activity). TEAC adalah konsentrasi (dalam milimolar) larutan trolox
yang memiliki efek antioksidan ekuivalen dengan 1,0 mM larutan zat
uji. TEAC mencerminkan kemampuan relatif dari antioksidan untuk
menangkap radikal ABTS dibandingkan dengan trolox.
c. Uji TRAP
Pengujian TRAP atau Total Radical-Trapping Antioxidant
Parameter bekerja berdasarkan pengukuran konsumsi oksigen selama
reaksi oksidasi lipid terkontrol yang diinduksi oleh dekomposisi
termal dari AAPH (2,2’-Azobis(2-aminidopropana)hidroklorida)
untuk mengukur total aktivitas antioksidan. Hasil uji ini diekspresikan
sebagai jumlah (dalam mikromol) radikal peroksil yang terperangkap
oleh 1 liter plasma. Pengukuran serum TRAP berdasarkan penentuan
lamanya waktu yang diperlukan oleh serum uji untuk dapat bertahan
dari oksidasi buatan.
d. Uji FRAP
Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) bekerja
berdasarkan reduksi dari analog ferroin, kompleks Fe3+ dari
tripiridiltriazin Fe(TPTZ)3+ menjadi kompleks Fe2+, Fe(TPTZ)2+
yang berwarna biru intensif oleh antioksidan pada suasana asam. Hasil
pengujian diinterpretasikan dengan peningkatan absorbansi pada
panjang gelombang 593 nm dan dapat disimpulkan sebagai jumlah
Fe2+ (dalam mikromolar) ekuivalen dengan antioksidan standar.
II.2 URAIAN TANAMAN
II.2.1 Mangrove (Avicennia marina) (Linnaeus, 1759) :
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia marina
II.2.2 Morfologi tanaman
Daun: Hijau tua dan akan berubah menjadi merah bata sebelum
rontok, pinggiran bergerigi halus, ada 2 kelenjar pada pangkal daun. Unit
& Letak: sederhana, bersilangan. Bentuk: elips. Ujung: meruncing.
Ukuran: 6,5-10,5 x 3,5- 5 cm. Memiliki bunga jantan atau betina saja,
tidak pernah keduanya. Bunga jantan (tanpa gagang) lebih kecil dari
betina, dan menyebar di sepanjang tandan. Tandan bunga jantan berbau,
tersebar, berwarna hijau dan panjangnya mencapai 11 cm. Letak: di ketiak
daun. Formasi: bulir. Daun mahkota: hijau & putih. Kelopak bunga: hijau
kekuningan. Benang sari: 3; kuning. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
Penyerbukan dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Hal ini terutama
diperkirakan terjadi karena adanya serbuk sari yang tebal serta kehadiran
nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak daun di bawah bunga.
Bentuk seperti bola dengan 3 tonjolan, warna hijau, permukaan seperti
kulit, berisi biji berwarna coklat tua. Ukuran: diameter 5-7 mm. Tumbuhan
ini sepanjang tahun memerlukan masukan air tawar dalam jumlah besar.
Umumnya ditemukan pada bagian pinggir mangrove di bagian daratan,
atau kadang-kadang di atas batas air pasang. Jenis ini juga ditemukan
tumbuh di sepanjang pinggiran danau asin (90% air laut) di pulau vulkanis
Satonda, sebelah utara Sumbawa. Mereka umum ditemukan sebagai jenis
yang tumbuh kemudian pada beberapa hutan yang telah ditebang,
misalnya di Suaka Margasatwa. Karang-Gading Langkat Timur Laut,
dekat Medan, Sumatera Utara. Tumbuh di sebagian besar wilayah Asia
Tropis, termasuk di Indonesia, dan di Australia. Akar dapat digunakan
untuk mengobati sakit gigi dan pembengkakan. Kayu digunakan untuk
bahan ukiran. Kayu tidak bisa digunakan sebagai kayu bakar karena bau
wanginya tidak sedap bagi masakan. Kayu dapat digunakan sebagai bahan
pembuat kertas yang bermutu baik. Getah digunakan untuk membunuh
ikan. Kayunya kadang-kadang dijual karena wanginya, akan tetapi
wanginya akan hilang beberapa tahun kemudian. Getah putihnya beracun
dan dapat menyebabkan kebutaan sementara, sesuai dengan namanya,
yaitu butabuta. (Gaharuku, 2012).
Senyawa yang terkandung tannin, alkaloid dan terpenoid. Beberapa
jenis tanaman mangrove (Avicennia marina) memiliki potensi antioksidan
yang berlimpah (Robinson,1995)
II.2.3 Kandungan Kimia
Senyawa yang terkandung tannin, alkaloid dan terpenoid. Beberapa
jenis tanaman mangrove (Avicennia marina) memiliki potensi antioksidan
yang berlimpah (Robinson,1995)
II.2.4 Manfaat Tanaman
Antioksidan berfungsi untuk mencegah penyakit kanker
dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain
(Tamat et al. 2007). Antioksidan juga mampu menghambat reaksi
oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Reaksi oksidasi dengan
radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam nukleat, lipid
dan polisakarida (Winarsi, 2007)
II.3 URAIAN BAHAN
II.3.1 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling
RM / BM : H2O / 18,02 g/mol
Rumus Struktur : H-O-H
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa dan
tidak berwarna.
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

II.3.2 Alkohol (Dirjen POM, 1979)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, Etanol, Etil alkohol
RM/BM : C2H5OH / 46,07
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah


menguap dan mudah bergerak; bau khas ; rasa .
Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru
yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan eter P
Khasiat : Antiseptik (menghambat pertumbuhan mikroba
pada bagian tubuh), desinfektan (antimikroba,
untuk mensterilkan peralatan)
Kegunaann : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api
II.3.3 DPPH (Molyneux, 2004)
Nama Resmi : 1,1- difenil-2-picrylhidrazine
Nama Lain : DPPH (Diphenylpicrylhydrazyl)
RM/BM : C18H12N5O6/394,32 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Bubuk Kristal berwarna ungu atau gelap ·


Kelarutan : Mudah larut dalam air
Kegunaan : Sebagai radikal bebas
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup baik pada suhu kurang
dari 20oC
BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 22 November 2017 pukul 13:00-
16:00 bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi
Universitas Negeri Gorontalo.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
1. Botol Vial
2. Gelas kimia
3. Gelas Ukur
4. Kuvet
5. Neraca analitik
6. Pipet mikro
7. Spektrofotometer Uv-Vis
III.2.2 Bahan
1. Alkohol 70%
2. Aquadest
3. DPPH
4. Ekstrak Manggrove
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Treatmen Sampel
a. Pembuatan larutan DPPH 0,05 mM
1. Dibuat larutan DPPH 0,05 mM menggunakan rumus molaritas
2. Ditimbang 1,8 mg DPPH menggunakan neraca analitik
3. Dilarutkan 1,8 mg DPPH dalam 100 mL etanol dalam labu ukur
4. Ditutupi labu ukur menggunakan aluminium foil
b. Pembuatan larutan sampel
1. Dibuat larutan sampel menjadi 3 konsentrasi yaitu 10, 50, 100 ppm
menggunakan rumus:
Massa (g)
ppm = x 1.000.000
Volume (mL)
2. Ditimbang larutan DPPH 0,05 mM sebanyak 0,1 g
3. Dilarutkan larutan tersebut dengan 100 mL air sebagai larutan baku
dengan konsentrasi 1000 ppm
4. Dilakukan pengenceran 10, 50 dan 100 ppm
III.3.2 Penentuan Efektivitas Antioksidan dengan Melihat Nilai IC50
1. Disiapkan alat spektrofotometer UV-Vis (Power On)
2. Dibuka program spektrofotometer UV-Vis perkin elmer
3. Ditentukan panjang gelombang maksimum DPPH 0,05 mM dan nilai
absorbansinya
4. Dicampurkan masing-masing sampel dengan DPPH dengan
perbandingan 4:1
5. Ditentukan nilai absorbansi DPPH setelah penambahan sampel
6. Nilai absorbansi yang didapat kemudian digunakan sebagai data untuk
perhitungan persen inhibisi dengan rumus :
absorbansi blanko-absorbansi sampel
% inhibisi = x 100
absorbansi blanko
7. Ditentukan nilai IC50 dengan cara regresi linier IC : y = intersep (a) +
slope (b) (dari data konsentrasi terhadap persen inhibisi)
IC50 : y = a + bx
50 = a + bx
bx = 50 – a
x = (50 – a)/b
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
No. Sampel (4:1) Absorban (nm) %IC
1. DPPH + Etanol 95% 0,258 0
2. DPPH + Ektrak Mangrove 10 ppm 0,245 5,039%
3. DPPH + Ektrak Mangrove 50 ppm 0,219 15,116%
4. DPPH + Ektrak Mangrove 100 ppm 0,159 38,372%

IV.2 Perhitungan
1. Persen Inhibition Concetration
Absorbansi blanko - Absorbansi Sampel
%IC = x 100%
Absorbansi Blanko
0,258 - 0,245
10 ppm = x 100%
0,258
0,013
= x 100%
0,258
= 5,039%
0,258 - 0,219
50 ppm = x 100%
0,258
0,039
= x 100%
0,258
= 15,116%
0,258 - 0,159
100 ppm = x 100%
0,258
0,099
= x 100%
0,258
= 38,372%

2. Penentuan nilai IC50


Hasil regresi :
a = -0,509 b = 0,377 r = 0,987
IC50 : Y = a + bx
50 = a + bx
bx = 50 – a
50-a
x =
b
50- (-0,509)
x =
0,377
50,509
x =
0,377
x = 134 ppm
IV.3 Pembahasan
Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki elektron
tidak berpasangan yang sangat reaktif dengan menangkap dan mengambil
elektron dari senyawa lain seperti protein, lipid, karbohidrat dan DNA. Efek
negatif radikal bebas terhadap tubuh dapat dicegah dengan senyawa yang
disebut antioksidan. Antioksidan memiliki kemampuan mengikat dan
mengakhiri rekasi rantai radikal bebas (Halliwell, 2012).
Salah satu sampel yang yang memiliki aktivitas antioksidan yang
diujikan yaitu Manggrove. Manggrove merupakan merupakan salah satu
jenis tanaman yang berpotensi sebagai antioksidan alami karena
mengandung senyawa metabolit sekunder seperti tanin, fenolat, karotenoid
dan alkaloid (Novyanti, 2017).
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk menguji efektivitas
antioksidan dari sampel mangroove berdasarkan persen penghambatan
terhadap radikal bebas dengan metode DPPH. Percobaan ini bertujuan
untuk menguji potensi antioksidan dari suatu senyawa, dengan metode
DPPH menggunakan spektrofotometer Uv-Vis. Pengujian ini dilakukan
dengan berpatokan pada salah satu parameter yang digunakan untuk uji
penangkapan radikal bebas, yaitu parameter IC50.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan.
Kemudian alat dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%. Menurut
Martin (1990), hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat
pada alat seperti minyak dan kotoran lain karena alkohol 70% bersifat
antiseptik. Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan DPPH 0,05 mM
dengan melarutkan 1,8 g DPPH dalam 100 mL aquadest. Kemudian dari
larutan DPPH 0,05 mM tersebut ditimbang 0,1 g dan dilarutkan dalam 100
mL sebagai larutan baku dengan konsentrasi 1000 ppm. Lalu dilakukan
pengenceran hingga didapat tiga larutan dengan konsentrasi masing-masing
10, 50 dan 100 ppm. Larutan sampel dibuat dalam variasi konsentrasi untuk
melihat variasi % inhibisi yang dapat menyatakan apakah pengaruh
peningkatan konsentrasi seiring dengan peningkatan persen inhibisi dan
penurunan absorbansi DPPH.
Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu panjang gelombang
maksimum dari DPPH pada spektrofotometer Uv-Vis pada range 516-520
nm. Dari data hasil diperoleh panjang gelombang maksimum DPPH yaitu
519 nm. Hasil ini masih termasuk dalam range panjang gelombang DPPH
yaitu 516-520 nm (Dehpour, 2009). Kemudian dicampurkan DPPH dan
antioksidan pada masing-masing konsentrasi dengan perbandinga 4:1 (4 mL
DPPH dan 1 mL antioksidan). Volume DPPH yang dicampurkan lebih besar
dibanding sampel antioksidan untuk menghindari agar konsentrasi DPPH
tidak hilang dengan adanya antioksidan yang besar, karena antioksidan
memberikan efek penurunan yang besar terhadap radikal bebas. Selanjutnya
dibaca absorbansi dari masing-masing konsentrasi larutan DPPH dan
antioksidan pada spektro Uv-Vis.
Hasil yang diperoleh, dari pada konsentrasi 10 ppm sebesar 0,245 nm,
50 ppm sebesar 0,219 dan konsentrasi 100 ppm sebesar 0,159 nm. Dari hasil
absorbansi dapat diketahui bahwa semakin bertambah konsentrasi
antioksidan semakin berkurang hasil absorbansinya yang berarti kadar
radikal bebas dalam hal ini DPPH semakin berkurang (Dlamini, 2007).
Selanjutnya dari data hasil absorbansi dilakukan perhitungan persen
inhibisi (%IC) dari masing-masing konsentrai. Menurut Molyneux (2004),
%IC atau % inhibisi adalah salah satu parameter yang untuk menyatakan
efektivitas suatu antioksidan yang dapat ditunjukkan dengan konsentrai
senyawa antioksidan yang mampu meredam radikal bebas DPPH. Lalu
dilakukan regresi antara persen inhibisi dengan konsentrasi (ppm). Dari data
tersebut dapat diketahui kadar dari IC50 yaitu 134 ppm. Hal ini berarti
persen penghambatan radikal bebas dari sampel manggrove yaitu sebanyak
50% dapat dicapai pada konsentrasi 134 ppm. Menurut Blois (1958), tingkat
kekuatan antioksidan ini adalah sedang dengan harga 101-150 ppm (101-
150 μg/mL).

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar
konsentrasi antioksidan yang ditambahkan, maka semakin kecil jumlah
radikal bebas atau DPPH yang terkandung didalamnya sehingga semakin
kuat pula mekanisme kerja antioksidan tersebut dalam menangkal radikal
bebas. Dari hasil pengamatan dapat diketahui persen penghambatan
radikal bebas dari sampel manggrove yaitu sebanyak 50% dapat dicapai
pada konsentrasi 134 ppm yang termasuk dalam antioksidan kategori
sedang (range: 101-150 μg/mL).
V.2 Saran
V.2.1 Untuk laboratorium
Diharapkan agar dapat melengkapi fasilitasnya berupa alat-alat yang
menunjang dalam proses praktikum, agar praktikum yang dilaksanakan
dapat berjalan dengan lancar.
V.2.2 Untuk praktikan
Diharapkan agar lebih mengasah lagi kemampuannya dalam
menjalankan praktikum yang membutuhkan ketelitian serta keterampilan
dalam pengerjaannya.
V.2.3 Untuk jurusan
Diharapkan agar pihak jurusan dapat melengkapi fasilitas atau
kebutuhan yang diperlukan saat masuk kelas maupun masuk kedalam
laboratorium.

DAPUS
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Imam. 2006. Kimia Analisa Semi Makro dan Mikro. Erlangga: Jakarta.
Mathias, Ahmad. 2005. Spektrofotometri. Exacta: Solo.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta : Liberty
Yogyakarta.
Sutopo. 2006. Kimia Analisa. Exacta: Solo.
Underwood, dkk. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Dachriyanus, Dr, 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, Andalas
University Press, Padang, Hal 1-2 dan 8-9
iswara, A. 2009. Pengaruh Pemberian Antioksidan Vitamin C dan E Terhadap
Kualitas Spermatozoa Tikus Putih Terpapar Allethrin. Sarjana Biologi. Skripsi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Antolovich, Michael, Paul D. Prenzler, Emilios Patsalides, Suzanne McDonald, Kevin
Robards. 2002. Methods for Testing Antioxidant Activity. Analyst. 127: 183-198.

Anda mungkin juga menyukai