Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA PANGAN


REAKSI MAILLARD DAN PENCOKLATAN ENZIMATIS

Disusun Oleh:
Chansa Luthfia Hirzi
1157040011
Tanggal Percobaan: Senin, 2 April 2018
Tanggal Pengumpulan Laporan: Senin, 16 April 2018

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
A. Tujuan
1. Menganalisis reaksi pencoklatan dengan sistem cairan pada glukosa dan asam
amino (glisin dan tirosin) berdasarkan nilai absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 450 nm.
2. Menganalisis reaksi pencoklatan dengan sistem padat pada glukosa dan asam
amino (glisin dan tirosin).
3. Menganalisis reaksi pencoklatan pada adonan roti dengan metode
pemanggangan.
4. Menentukan nilai absorbansi hasil reaksi pencoklatan secara enzimatis pada
apel menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 450 nm.
B. Prinsip Dasar
Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah dan sayur yang diakibatkan enzim
polifenol oksidase yang membentuk melanin sehingga menjadi warna coklat. Reaksi
ini disebut pula sebagai oksidatif enzimatik dengan oksigen sebagai katalisator.
Sehingga dalam reaksi pencoklatan enzimatis dibutuhkan tiga agen utama yakni
oksigen (dibantu katalis Cu+ ), enzim (polifenol/PPO), dan komponen fenolik.
(Margono, 1993).
Pencoklatan non enzimatis atau maillard terjadi disebabkan adanya reaksi
antara gula pereduksi dengan gugus amina bebas dari protein. Reaksi pencoklatan
maillard pada bahan pangan menghasilkan aroma, dan berkurangnya ketersediaan asam
amino, penurunan nilai gizi dan pembentukan komponen toksik. (Surya C. 2008)
Optimalisasi reaksi pencoklatan dengan sistem cair dan enzimatis dilihat dari
nilai absorbansi yang diperoleh pada panjang gelombang 475 nm dengan
spektrofotometer UV-Vis.
C. Prosedur Percobaan
a. Model pencoklatan sistem cairan
Sebanyak 2 mL larutan glukosa dimasukan kedalam 12 tabung reaksi. Pada 6
tabung reaksi pertama ditambahkan 2 mL glisin kemudian campuran
dipanaskan dalam penangas air pada (tabung ke 1) 0 menit ; (tabung ke 2) 10
menit ; (tabung ke 3) 20 menit ; (tabung ke 4) 40 menit ; (tabung ke 5) 80
menit dan (tabung ke 6) 100 menit. Selanjutnya pada tabung ke 6 terakhir
ditambahkan 2 mL larutan tirosin kemudian dipanaskan pada waktu yang sama
dengan campuran glukosa dan glisin. Setelah waktu pemanasan dicapai maka
dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 450 nm.
b. Pencoklatan model sistem padat
Pada dua buah kertas saring dipotong sehingga berbentuk lingkaran.
Selanjutnya diberi dua tanda titik dengan jarak 2 cm. pada tanda pertama
diteteskan larutan glukosa dan pada titik lainnya larutan glisin atau tirosin.
Kemudian ditunggu hingga kedua larutan menjadi tumpang tindih. Barulah
dipanggang diatas hot plate pada suhu 200 oC sampai terlihat perubahan warna
pada kertas saring.
c. Pencoklatan enzimatis
Satu buah apel dikupas kulitnya kemudian diiris dengan lebar yang sama. Dan
dibagi menjadi empat bagian. Pada bagian pertama dimasukan pada larutan
tiourea1% sebanyak 60 mL. Bagian kedua dimasukan kedalam akuades. Bagian
ketiga didalam larutan campuran 30 mL akuades dengan 0,01 gram asam
askorbat. Dan bagian terakhir dimasukan kedalam campuran 30 mLakuades
ditambahkan 0,01 gram natrium sulfat. Pada setiap bagian didiamkan selama 30
menit kemudian diamati perubahan pada apel dan dihomogenkan dengan cara
ditumbuk kemudian dilakukan penyaringan dan filtrat yang diperoleh diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 475 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
d. Pencoklatan bahan yang dipanggang
Dibuat adonan roti dengan mencampurkan terigu, mentega, telur dan air
sehingga adonan menjadi kalis (tidak lengket di tangan). Kemudian ditimbang
sebanyak 25 gram dan dibuat sebuah lingkaran. Kemudian dibagi menjadi 4
bagian. Bagian pertama dioleskan glukosa, kedua dioleskan asam amino glisin,
bagian ketiga dioleskan glukosa dengan asam amino glisin dan bagian terakhir
tidak diberi perlakuan apapun. Selanjutnya dipanggang pada oven dengan suhu
200 oC.
D. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
Perlakuan Pengamatan
# Model Pencoklatan sistem cair
2 mL glukosa 0,25 M dimasukan Cairan tak berwarna
kedalam 12 tabung reaksi
Pada tabung reaksi 1-6 ditambahkan 2 Glisin: larutan tak berwarna
mL glisin kemudian dipanaskan pada Hasil: larutan tak berwarna
waktu sesuai tabel. Tabung t pemanasan Pengamatan
1 0
2 10 menit
3 20 menit Larutan tak
4 40 menit berwarna
5 80 menit
6 100 menit
Pada tabung reaksi 6-12 ditambahkan 2 Tirosin: larutan berwarna jingga keruh
mL tirosin kemudian dipanaskan pada Hasil: larutan tak berwarna
waktu sesuai tabel. Tabung t pemanasan Pengamatan
1 0
2 10 menit Larutan
3 20 menit berwarna
4 40 menit jingga
5 80 menit bening
6 100 menit
Setelah waktu pemanasan selesai, Blanko = 0
langsung diukur absorbansi pada waktu A (tirosin) A (glisin)
panjang gelombang 450 nm. 0 0,096 A 0,023 A
10 menit 0,093 A 0,017 A
20 menit 0,093 A 0,028 A
40 menit 0,100 A 0,014 A
80 menit 0,101 A 0,020 A
100 menit 0,094 A 0,016 A
# Pencoklatan Model Sistem Padat
2 kertas saring diberi tanda
X X
menggunakan pensil dengan jarak 2 cm

Pada satu kertas saring di salah satu


tanda diteteskan glukosa dan tanda
lainnya glisin. Sedangkan di kertas
saring kedua diteteskan tirosin disalah
satu tandanya dan glukosa di tanda
lainnya. Kemudian ditunggu hingga
cairan tumpang tindih.
Kemudian dipanaskan diatas hotplate
pada suhu 200 oC

# Pencoklatan Enzimatis (buah apel)


Buah apel dikupas dan diiris menjadi Potongan buah apel berwarna putih,
potongan kecil berbau khas
Bagian I
Buah apel dimasukan kedalam 60 mL Larutan tiourea 1%: larutan tak berwarna
larutan tiourea 1% Hasil: larutan tak berwarna, daerah apel
tidak mengalami perubahan warna.
Bagian II
Buah apel dimasukan kedalam 30 mL Akuades: larutan tak berwarna
akuades Hasil: larutan tak berwarna, daerah apel
berbuih dan tidak mengalami perubahan
warna.
Bagian III
Buah apel dimasukan kedalam 30 mL Asam askorbat: serbuk putih
akuades + 0,01 asam askorbat W= 0,0115 gram
Hasil: larutan keruh (+), daerah apel
berbuih dan tidak mengalami perubahan
warna.
Bagian IV
Buah apel dimasukan kedalam 30 mL Sodium sulfat: serbuk putih
akuades + 0,01 sodium sulfat W= 0,0175gram
Hasil: larutan keruh (-), daerah apel
berbuih dan tidak mengalami perubahan
warna.
Semua bahan diganti larutannya dengan Larutan dipotasium fosfat: larutan tak
0,12 gram dipotassium fosfat dalam 60 berwarna
mL akuades. Dipotasium fosfat: serbuk putih
W=0,4808 gram
Didiamkan 30 menit Bagian I: larutan keruh (+), gelembung
halus, warna apel tak berubah.
Bagian II: larutan tak berwarna, tak ada
gelembung, warna apel tak berubah.
Bagian III: larutan keruh, gelembung
halus, warna apel tak berubah.
Bagian IV: larutan keruh (-), gelembung
halus, warna apel tak berubah.
Dihomogenkan dengan cara ditumbuk Apel kancur menjadi larutan keruh
Disaring dengan kertas saring Bagian Pengamatan
Residu kuning muda, filtrat
I
larutan tak berwarna
Residu kuning muda, filtrat
II
larutan tak berwarna
Residu kuning muda, filtrat
III
larutan tak berwarna
Residu kuning muda, filtrat
IV
larutan tak berwarna
Filtrat tiap bagian dipipet 1 mL Larutan tak berwarna
dimasukan ke tabung reaksi dan
ditmabah 5 mL larutan akuades.
Diukur absorbansi pada panjang Blanko = 0 A
gelombang 475 nm menggunakan Bagian Absorbansi
spektrofotometer UV-Vis I 0,008 A
II 0,002 A
III 0,003 A
IV 0,000 A
# Pencoklatan Bagian yang Dipanggang
Tepung terigu ditambah mentega, 1 butir Tepung: serbuk putih
telur ayam negeri dan air dicampur Mentega: padatan lunak, berwarna kuning
menjadi adonan yang kalis. Air: cairan tak berwarna
Telur: cairan kuning kental
Hasil: padatan kuning
Adonan ditimbang W= 25,0072 gram
Adonan dipipihkan dan dibagi menjadi 4
bagian yang sama

Asam amino (glisin) dan glukosa


dioleskan pada adonan

Adonan dioven pada suhu 200 oC selama Semua bagian mengalami pencoklatan
10 menit AA: aroma (bau gosong)
G+AA: aroma sedikit wangi
G: aroma wangi
Kosong: tidak ada aroma

Perhitungan

Larutan tiourea 1% 60 mL

%=b/v

1 % = b / 60 mL

b = 0,6 gram

Hubungan Absorbansi Asam Amino


(Glisin) & Glukosa terhadap Waktu
Pada λ 450nm
0.03
Absorbansi (A)

0.02

0.01 y = -5E-05x + 0.0219


R² = 0.1689
0
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (menit)

Hubungan Absorbansi Asam Amino


(Tirosin) & Glukosa terhadap Waktu
Pada λ 450nm
0.15
Absorbansi (A)

0.1

0.05 y = 5E-05x + 0.0792


R² = 0.0029
0
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (menit)

E. Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk menganalisis reaksi pencoklatan secara
enzimatis dan non enzimatis yang dilakukan dalam sistem padat, cair, dan
pemanggangan. Analisis dilihat dari segi warna coklat yang terbentuk dan juga nilai
absorbansi pada panjang gelombang 475 nm.
Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah dan sayur sehingga digunakan apel
dalam percobaan ini. Kulit apel dikupas sehingga perubahan warna dapat terlihat jelas
dan dipotong menjadi bagian-bagain kecil. Digunakan empat pelarut yang berbeda
untuk mengetahui reaksi pencoklatan yang lebih cepat atau lambat. Yakni larutan asam,
basa, garam dan netral. Potongan apel dimasukan kedalam larutan tiourea yang bersifat
basa, larutan akuades yang bersifat netral, larutan asam askorbat dengan suasana asam
dan larutan garam sodium sulfat. Semuanya didiamkan selama 30 menit. Namun, tidak
terlihat perubahan warna pada apel di setiap larutan. Menurut literatur, suasana asam,
garam dan netral akan menghambat proses pencoklatan. Enzim yang mengakibatkan
pencoklatan pada apel adalah enzim fenolase, pada proses pengupasanpun dapat terjadi
pencoklatan sebab terjadi kontak enzim dengan oksigen di udara sehingga fenolase
teroksidasi. Sebagian besar komponen fenolik dalam apel adalah senyawa o-difenol
yang diubah menjadi o-quinone yang lebih reaktif dan membentuk melanin sehingga
membentuk warna coklat. Asam askorbat adalah antioksidan yang dapat mencegah
proses oksidasi fenolat menjadi kuinon yang berwarna gelap. Maka selama kadar asam
askorbat ada dalam larutan maka oksigen di udara akan bereaksi dengan asam askorbat,
barulah ketika asam askorbat habis bereaksi dengan oksigen maka oksigen akan
bereaksi dengan enzim fenolase dan mengakibatkan terbentuknya melanin. Menurut
(Sapers, 1993) pH optimum pada apel adalah 5,0 – 7,0 dan penambahan asam askorbat
dapat menurunkan pH sehingga aktivitas enzim fenolase terhambat. Begitupun pada
apel yang direndam dalam sodium sulfat dimana garam akan menurunkan pH
optimalnya sehingga proses pencoklatan terhambat. Sedangkan pada apel yang
direndam air proses pencoklatan akan lebih lama terjadi karena air dapat mengurangi
jumlah oksigen yang bereaksi dengan fenolase. Maka dapat dikatakan bahwa asam,
netral dan garam dapat menghambat proses pencoklatan dengan cara bereaksi dengan
oksigen sehingga mencegah oksigen bereaksi dengan fenolase. Selanjutnya pada apel
yang direndam dalam larutan tiourea 1 % yang bersifat basa sehingga akan
mempercepat proses oksidase fenolase dengan meningkatkan pH enzim sehingga
aktivitasnya lebih cepat. Pada hasil pengamatan semua apel tidak menunjukan
perubahan warna menjadi kecokelatan, disebabkan beberapa hal seperti konsentrasi
pelarut yang digunakan kecil, ataupun waktu perendaman kurang lama yang tidak
melebihi satu jam seperti yang dilakukan beberapa percobaan sebelumnya. Selanjutnya
semua apel dan pelarut dihomogenkan dan disaring sehingga filtrat yang diperoleh
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 475 nm. Diperoleh nilai absorbansi
sebesar 0,008 A pada filtrat pelarut tiourea ; 0,002 A dengan akuades ; 0,003 A pada
asam askorbat dan 0,000A pada pelarut sodium sulfat. Besarnya nilai absorbansi
berbanding lurus dengan reaksi pencoklatan, sehingga tiourea membuat reaksi
pencoklatan lebih cepat dari yang lainnya terlihat dari nilai absorbansi. Sedangkan pada
pelarut diperoleh absorbansi 0,000A menunjukan tidak ada reaksi pencoklatan atau
tidak terbentuk melanin dari hasil oksidasi enzim fenolase.
Selanjutnya pada reaksi pencoklatan non enzimatis yang terbagi menjadi reaksi
karamelisasi dan reaksi maillard. Dimana reaksi maillard sendiri merupakan reaksi
antara gugus karbonil dari suatu karbohidrat dengan gugus amino bebas residu rantai
peptida dari protein yang keduanya dipanaskan. Pada reaksi maillard dilakukan dalam
sistem cair, sistem padat dan dengan pemanggangan. Pada sistem padat digunakan
kertas saring sebagai media untuk menganalisis reaksi. Dengan meneteskan asam
amino ( glisin atau tirosin) dan glukosa pada titik yang berjarak dua cm, sehingga akan
terjadi tumpang tindih atau titik bertemunya glukosa dan asam amino. Barulah kertas
saring disimpan diatas hot plate dengan suhu 200 oC dan tidak dibutuhkan waktu yang
lama terlihat ada warna kecokelatan di sekitar glukosa dan tempat tumpang tindihnya
asam amino dan glukosa namun tidak terlihat pencoklatan didaerah asam amino.
Selanjutnya sistem cair dengan memvariasikan waktu pemanasan, sehingga akan
terlihat pengaruh waktu pemanasan terhadap reaksi maillard. Dengan mencampurkan 2
mLglukosa dan 2 mL asam amino (glisin atau tirosin) dengan waktu pemanasan 0, 10
menit, 20 menit, 40 menit, 80 menit dan 100 menit. Pada waktu pemanasan tidak terjadi
perubahan warna larutan menjadi kecokelatan namun yang membedakan adalah nilai
absorbansi tiap waktunya. Seperti dilihat pada tabel hasil pengamatan campuran
glukosa-tirosin memiliki absorbansi yang turun naik berbeda dengan campuran
glukosa-glisin yang absorbansinya cenderung naik atau tetap. Naiknya absorbansi
menunjukan bahwa reaksi pencoklatan berhasil terbentuk. Terakhir adalah reaksi
maillard dengan pemanggangan, menggunakan adonan roti yang terbuat dari terigu,
telur, mentega dan air. Dalam hal ini akan diananalisis warna dan aroma hasil
pencoklatan. Adonan dibuat kalis dan dibagi menjadi empat bagian, dan diolesi asam
amino (glisin), glukosa, campuran keduanya dan kosong. Dipanggang pada suhu 200
o
C menghasilkan adonan yang berwarna coklat menyeluruh atau merata baik di bagian
kosong pun. Hasil ini menunjukan bahwa pencoklatan akan terjadi pada karbohidrat
sekalipun dengan tanpa penambahan glukosa atau asam amino. Namun yang
membedakan adalah aroma yang tercium setelah pemanggangan. Pada adonan yang
diolesi glukosa tercium aroma khas yang lebih wangi dari yang lainnya hal ini
menujukan terjadinya proses karamelisasi, begitupun yang terjadi pada adonan yang
diolesi glukosa dan asam amino. Sedangkan bagian yang kosong hanya terjadi
pencoklatan dan aroma gosong. Pada karamelisasi terjadi pelepasan molekul air dari
setiap ikatan glukosa seingga adonan berwarna coklat dan mengering.

F. Kesimpulan
1. Reaksi pencoklatan dengan sisitem cair dilihat dari nilai absorbansi pada campuran
glukosa-glisin dengan waktu pemanasan (0,10,20,40,60,80,100) menit adalah
0,023A ; 0,017 A ; 0,028 A ; 0,014 A ; 0,020 A ; 0,016 A. Pada campuran glukosa-
tirosin adalah 0,096 A ; 0,093 A ; 0,093 A ; 0,100 A; 0,101 A.
2. Reaksi pencoklatan sistem padat menggunakan kertas saring yang ditetesi glukosa-
glisin setelah pemanasan mengalami pencoklatan didaerah glukosa dan daerah
kedua zat bertemu. Pada glukosa-tirosin terbentuk pencoklatan hanya didaerah
glukosa.
3. Reaksi pencoklatan pada bahan yang dipanggang terlihat mengalami pencoklatan
merata disetiap bagian. Pada bagian yang diolesi glukosa terdapat aroma wangi
manis dan pada bagian glukosa-glisin. Sedangkan pada bagian asam amino dan
kosong hanya tercium bau gosong.
4. Reaksi pencoklatan enzimatis pada buah apel yang dilarutkan dalam 4 macam
larutan yaitu tiourea 1% ; akuades ; akuades-asam askorbat ; akuades- sodium
sulfat. Semuanya membentuk gelembung disekitar apel dan tidak mengubah warna
apel.
5. Diperoleh nilai absorbansi pada bagian I 0,008 A (pelarut tiourea) ; 0,002 A
(akuade) ; 0,003 A (larutan asam askorbat) ; 0,000 A (pelarut sodium sulfat).
Daftar Pustaka

Aidatul Nur, dkk. 2016. Reaksi Pencoklatan Enzimatis pada Buah Apel.
http://www.scribd.com. (Diakses pada 10 April 2018).

Anonim. 2016. Karamelisasi dan Maillard: Dua Saudara Tapi Beda.


http://himaproter.lk.ipb.ac.id. (Diakses pada 10 April 2018).

Margono, Tri, dkk. 1993. Buku Panduan Tekhnologi Pangan. Jakarta. Pusat Informasi Wanita
dalam Pembangunan PDII-LIPI.

Piliang, W. G. dan S. Djojosoebagjo. 2002. Fisiologi Nutrisi. Vol 1. Edisi 4. Bogor. IPB Press.

Sarastuti Mawar. 2015. Pengaruh Pengovenan dan Pemanasan Terhadap Sifat-Sifat Bumbu
Rujak Cingur Instan Selama Penyimpanan. Jurnal Pangan dan Agroindustri.

Surya. C., dkk. 2008. Reksi Maillard pada Produk Pangan. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Winarno, F,. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustakan Utama.

Anda mungkin juga menyukai