Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968
penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian
luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak
tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.1
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada
waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini
masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula
tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai
meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun
laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya.
Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di
dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap.1
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung
meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19
insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak
negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di
rumah sakit. Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi
akut endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis
atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini
sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat
memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan
pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEMAM BERDARAH DENGUE


Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.2

2.2. KLASIFIKASI4
WHO (2011) membagi DBD menjadi 4 :

2
Klasifikasi diagnosis dengue menurut WHO 2011

Infeksi Virus
Dengue

Simtomatik A-simtomatik

Viral syndrome Demam Demam Expanded


(undifferentiated dengue berdarah Dengue
febrile illness) (DD) dengue (DBD) Syndrome

Perdarahan Tanpa Syok Tanpa syok


perdarahan

Infeksi virus dengue yang simtomatik dibagi 4 klasifikasi:

 Undifferentiated Fever

 Demam Dengue

 Demam Berdarah Dengue

 Expanded Dengue Syndrome

Undifferentiated Fever
Pada undifferentiated fever, sulit untuk membedakan IVD dengan demam yang
disebabkan oleh virus lain. Gejala klinis tidak spesifik. Terkadang demam disertai
bercak merah makulopapular, yang timbul saat demam reda. Sering dijumpai
gejala yang melibatkan saluran pencernaan dan saluran pernafasan. 4,5

3
Demam Dengue
Demam dengue sering ditandai dengan demam mendadak tinggi, disertai nyeri
kepala, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tulang, nyeri retro-orbita, nyeri
punggung, facial flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut dan nyeri
tenggorok. Pada pasien dengan demam dengue tidak didapatkan adanya tanda-
tanda kebocoran plasma. Hematokrit relatif normal. 4,5

Demam Berdarah Dengue4,5


Pada fase demam berdarah dengue, perjalanan penyakit akan mengikuti pola tiga
fase: fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan.

1. Fase Demam, ditandai dengan dengan demam tinggi 2-7 hari (>38,3 C),
kadang dapat disertai kejang demam. Timbul facial flush, muntah, nyeri
kepala, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,
nyeri hipokondrium kanan dan nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik sering
didapatkan manifestasi perdarahan: uji torniquet positif, petekiae,
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuria (jarang)
dan peningkatan darah menstruasi pada anak perempuan. Hepatomegali
sering teraba jelas 2-4 cm dibawah arcus costae kanan. Peningkatan SGOT
dan SGPT menandai gangguan faal hati.

2. Fase Kritis, tanda-tanda kebocoran plasma sudah mulai jelas. Terjadi


penurunan suhu badan (bebas demam), diikuti peningkatan hematokrit 10-
20% di atas nilai normal. Dapat diusulkan foto X-Ray posis Right Lateral
Decubitus (RLD) untuk melihat adanya efusi pleura. Dapat dilakukan
investigasi adanya asites atau adema pada kantung empedu yang diperiksa
dengan teknik ultrasonografi. Syok hipovolemik dapat terjadi pada fase ini.

3. Fase Penyembuhan, ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan


kembali. Dua tanda tersebut adalah indikasi untuk menghentikan infus, dan
dapat dipertimbangkan untuk pulang. Kulit memerah (Confluent petechial
rash) dapat terjadi pada fase ini.

4
Expanded Dengue Syndrome, ditambahkan dalam pedoman terbaru untuk
mengakomodasi kondisi pasien dengan manifestasi klinis yang berat. Manifestasi
tersebut meliputi kelainan hati, ginjal, otak dan jantung. Kelainan tersebut dapat
terjadi karena adanya infeksi penyerta atau komplikasi syok yang
berkepanjangan. 4,5

2.3 KRITERIA DIAGNOSIS INFEKSI DENGUE


Diagnosis Klinis Demam Dengue

Beberapa kriteria diagnosis klinis demam dengue adalah :5


Boks A

1. Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik

2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,


epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun uji
torniquet positif

3. Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retro-orbital

4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau disekitar


rumah

5. Leukopenia < 4000/mm3

6. Trombositopenia < 100.000/mm3

Diagnosis demam dengue dapat ditegakkan jika ditemukan gejala demam


ditambah adanya dua atau lebih tanda dan gejala lain.

Hal yang perlu diperhatikan adalah demam mendadak tidak didahului


dengan demam ringan. Contohnya anak pulang sekolah belum demam, kemudian
tidur, bangun tidur anak menderita demam tinggi > 38.5 C. Demam bersifat terus-
menerus (kontinyu) artinya perbedaan suhu terendah dan tertinggi < 1 C.
Masalahnya, masih jarang orang tua di Indonesia yang memiliki kesadaran untuk
rutin mengukur suhu anak ketika demam dengan termometer. Jika menemui

5
masalah tersebut salah satu yang bisa dilakukan adalah mengajukan pertanyaan
tentang efek demam pada pasien. Apakah anak rewel/gelisah, tidak mau bermain,
kulit kemerahan terutama pada wajah (flushing). Pemeriksaan torniquet lazim
dilakukan untuk menyelidiki adanya manifestasi perdarahan. Uji torniquet positif
menguatkan dugaan infeksi virus dengue. Uji torniquet negatif tidak
menyingkirkan diagnosa. 5

Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue

Tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai demam dengue.
Tanda dan gejala DBD yang khas adalah tanda kebocoran plasma tang baru
timbul setelah beberapa hari demam. Berdasarkan fenomena tersebut, perlu
dilakukan follow up pada pasien yang didiagnosis MRS/rawat jalan apakah
benar demam dengue atau fase awal DBD. Pasien DBD memiliki resiko
mengalami syok sehingga harus menjalani rawat inap dengan tata laksana yang
berbeda dari demam dengue.

Beberapa kriteria klinis demam berdarah dengue (DBD), meliputi: 5


Boks B

1. Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik

2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,


epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun uji
torniquet positif

3. Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retro-orbital

4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau disekitar


rumah

5. Hepatomegali

6. Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:


o Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari pemeriksaan awal atau dari
data populasi menurut umur

6
o Ditemukan adanya efusi pleura, asites
o Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

7. Trombositopenia < 100.000/mm3

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis
DBD.

Salah satu tools penting yang bisa digunakan untuk membantu triase
pasien adalah "warning signs". Warning signs adalah sekumpulan gejala yang
dapat dijadikan indikator apakah pasien memiliki resiko untuk mengalami syok
dan manifestasi klinis berat yang lain. Beberapa warning signs yang perlu
diwaspadai adalah : 5
Boks C Tanda Bahaya (Warning signs)

1. Demam turun tetapi keadaan anak memburuk

2. Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen

3. Muntah yang menetap

4. Letargi, gelisah

5. Perdarahan mukosa

6. Hepatomegali

7. Akumulasi cairan

8. Oligouria

9. Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah


trombosit

10. Hematokrit awal yang tinggi

7
Demam berdarah dengue dengan syok (SSD)
 Memenuhi kriteria DBD
 Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi
maupun yang dekompensasi.
Syok terkompensasi 5
Boks D Tanda dan gejala syok terkompensasi
 Takikardia
 Takipnea
 Tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diastolik)<20 mmHg
 Waktu pengisian kapiler > 2detik
 Kulit dingin
 Produksi urin (urine output) menurun < 1 mg/kgbb/jam
 Anak gelisah

Syok dekompensasi5
Boks E Tanda dan gejala syok dekompensasi
 Takikardia
 Hipotensi ( sistolik dan diastolik turun )
 Nadi cepat dan kecil
 Pernapasan kusmaull
 Sianosis
 Kulit lembab dan dingin
 Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

8
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Deteksi antigen virus dengue
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan
replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari
pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensivitas tinggi pada 1-2 hari
demam dan kemudian makin menurun. 4,5
Sebuah penelitian melaporkan bahwa pemeriksaan waktu terbaik
pemeriksaan ini adalah demam hari 1-2 dengan posivity rate 100% dan positivity
rate nya terus menurun dari hari ke hari. Jika hasil pemeriksaan NS1 positif, artinya
pasien tersebut dapat dipastikan terinfeksi virus dengue. 4,5

2. Deteksi respon imun serum


a. Pemeriksaan serologi
 IgM
Imunoglobulin M anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya
dapat terdeteksi pada hari sakit ke-5 dan tidak terdeteksi setelah 90 hari.
 IgG
Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat
dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder
muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum.
Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2. 4,5

9
Gambar 1. Metode diagnostik deteksi antigen dengue dan pemeriksaan serologi
anti dengue.

3. Parameter Hematologi 4,5


Parameter hematologi tertama pemeriksaan hitung leukosit, nilai hematokrit dan
jumlah trombosit yang sangat penting dan merupakan bagian dari diagnosis klinis
demam berdarah dengue.
 Leukosit
Pada awal fase demam, hitung leukosit dapat normal atau dengan
peningkatan neutrofil, selanjutnya diikuti penurunan jumlah leukosit dan
neutrofil, yang mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan
jumlah leukosit (<5000 sel/mm3) dan rasio antara neutrofil dan limfosit (
neutofil < limfosit) berguna dalam memprediksi masa kritis perembesan
plasma. Sering kali ditemukan limfositosis relatif dengan peningkatan

10
limfosit atipik pada akhir fase demam dan saat masuk fase konvalesens.
Perubahan ini juga dapat terlihat pada Demam dengue.
 Trombosit
Pada awal fase demam jumlah trombosit normal, kemudian diikuti oleh
penurunan. Trombositopenia di bawah 100.000/µL dapat ditemukan pada
dmam dengue, namun selalu ditemukan pada DBD. Penurunan trombosit
yang mendadak di bawah 100.000/ µL terjadi pada akhir fase demam
memasuki fase kritis atau saat penurunan suhu. Trombositopenia pada
umumnya ditemukan antara hari sakit ke-3 sampai ke-8 dan sering
mendahului peningkatan hematokrit. Jumlah trombosit berhubungan
dengan derajat penyakit DBD. Disamping itu terjadi gangguan fungsi
trombosit. Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali normal selama
fase penyembuhan.
 Hematokrit
Pada awal demam nilai hematokrit masih normal. Peningkatan ringan pada
umumnya disebabkan oleh demam tinggi, anoreksia dan muntah.
Peningkatan hematokrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya
kebocoran plasma. Trombositopenia di bawah 100.000/ µL dan peningkatan
hematokrit lebih dari 20% merupakan bagian dari diagnosis klinis DBD.
Harus diperhatikan bahwa nilai hematokrit dapat diakibatkan oleh
penggantian cairan dan adanya perdarahan.

4. Pemeriksaan radiologis1,4,5
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi,
 Distres pernafasan/ sesak
 Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat
kelainan radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai
20%-40%
 Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai
edema paru karena overload pemberian cairan.

11
 Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru
terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak
dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada
kanan, dan efusi pleura.
 Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding
vesika felea, dan dinding buli-buli.

12
2.5 TATALAKSANA INFEKSI VIRUS DENGUE 4,5

Tersangka Infeksi Dengue


Demam 2-7 hari mendadak tinggi kontinue, nyeri kepala, mialgia, atralgia, nteri retroorbital,
manifestasi perdarahan (spontan/rumple leede), leukosit <4.000/mm3 dan kasus DBD di
lingkungan.

Umum Menolak makan dan minum, muntah persisten


Warning signs dari DBD Boks C
Tanda dan gejala syok Terkompensasi (Boks D) dan Dekompensasi (Boks E)
Tanda dan gejala keterlibatan organ/expanded dengue syndrome :
Ensefalitis-ensefalopati, perdarahan hebat (melena, hematemesis,
hematokesia, hematuri, urin berwarna gelap, gangguan jantung,
GGA
Indikasi sosial Rumah jauh atau tidak ada orang tua/wali yang dapat diandalkan
untuk merawat anak di rumah.

Tidak Ya

Rawat Jalan Rawat Inap:


Nasihat kepada orang Tua
 Demam Dengue
( Boks F )
 Demam Berdarah Dengue
 Demam Berdarah Dengue dengan
Apakah terdapat warning syok
Ya
sign ? ( Boks C )  Expanded Dengue Syndrome

13
Tatalaksana rawat jalan4,5
Tatalaksana pasien dirumah harus disampaikan kepada orang tua dengan
jelas, sebaiknya dalam bentuk tertulis seperti tertera pada Boks F. Dan juga
dijelaskan jika ditemukan tanda bahaya seperti yang tertera pada Boks C, harus
segera kembali ke RS tanpa harus menunggu keesokan harinya.

Boks F
1. Anak harus istirahat
2. Cukup minum. Selain air putih dapat diberikan susu, jus buah, cairan
elektrolit, air tajin. Cukup minum ditandai dengan frekuesni buang air
kecil setiap 4-6 jam.
3. Parasetamol 10 mg/kgbb/kali diberikan apabila suhu >380C dengan
interval 4-6 jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan
kompres hangat.
4. Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari dan dinilai oleh
petugas kesehatan sampai melewati fase kritis, mengenai: pola demam,
jumlah cairan yang masuk dan keluar (misalnya muntah, buang air kecil),
tanda-tanda perembesan plasma dan perdarahan, serta pemeriksaan darah
perifer lengkap.
5. Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit jika ditemukan satu atau lebih
keadaan berikut: pada saat suhu turun keadaan anak memburuk, nyeri
perut hebat, muntah terus-menerus, angan dan kaki dingin dan lembab,
letargi atau gelisah/rewel, anak tampak lemas, perdarahan (BAB
berwarna hitam atau muntah hitam), sesak napas, tidak BAK lebih dari 4-
6 jam, atau kejang.

14
Tatalaksana pasien rawat inap4,5,6
Indikasi pemberian terapi cairan pada pasien DBD adalah
1. Trombositopenia < 100.000/mm3
2. Peningkatan Hematokrit > 10-20%
3. Pasien tidak dapat makan-minum melalui jalur oral
4. Tanda-tanda syok yang jelas

Jenis cairan yang dapat dipilih adalah cairan kristaloid isotonis. Tidak
dianjurkan pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0,45%, kecuali pasien usia <6
bulan atas dasar pertimbangan fungsi fisiologis yang belum optimal. Cairan koloid
diberikan pada keadaan perembesan plasma masif yang ditunjukkan dengan nilai
hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun talah diberi cairan
kristaloid yang adekuat, atau pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan
pemberian bolus cairan kristaloid yang kedua. Cairan koloid pilihan seperti
Dekstran-40 (10% dekstran dalam normal salin) adalah cairan dengan osmolaritas
3 kali plasma darah, sehingga diharapkan dapat mengikat air lebih baik. Tetesan
dekstran-40 harus 10 mL/kgBB/jam sehingga dapat mempertahankan osmolaritas
maksimum ketika diberikan kepada pasien anak. Dosis maksimumnya adalah 30
mL/kgBB/jam. Pemberian yang melebihi dosis maksimum dapat menyebabkan
gagal ginjal akut iatrogenik. Lama pemberian yang dianjurkan tidak lebih dari 24-
48 jam.
Jumlah cairan yang diberikan bergantung fase penyakit dan berat badan
pasien. Pada pasien DBD yang memasuki fase kritis, jumlah cairan yang harus
diberikan adalah jumlah cairan rumatan ditambah defisit 5-8%. Jumlah tersebut
setara dengan jumlah cairan yang dibutuhkan pada kondisi dehidrasi sedang. Pada
pasien dengan berat badan lebih dari 40 kg, total cairan intravena yang diberikan
setara dengan 2 kali jumlah cairan rumatan. Pada pasien obesitas, perhitungan
cairan intravena berdasar atas berat badan ideal.
Pada kasus DBD non syok, pasien dengan berat badan 15-40 kg diawali
dengan tetesan 5 mL/kgBB/jam. Sedangkan pada anak dengan berat badan lebih
dari 40 kg, mulai dengan 3-4 mL/kgBB/jam.

15
Tabel 2. Kecepatan Pemberian Cairan 7

Tabel 3. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal7

Pada kasus DBD derajat 3, mulai dengan tetesan 10 mL/kgBB/jam. Pada


anak dengan DBD derajat 4, loading cairan selama 10-15 menit sampai tekanan
darah dan nadi dapat diukur. Kemudian setelah nadi dan tensi dapat terukur,
turunkan pemberian cairan hingga 10 mL/kgBB/jam. Setelah masa kritis
terlampaui, pasien akan masuk dalam fase penyembuhan. Waspadai kemungkinan
bahaya overload cairan. Pada pasien seperti ini, cairan intravena harus diberikan
minimal agar tidak terjadi kebocoran ke dalam rongga pleura dan abdominal yang
dapat menyebabkan distres nafas dalam perjalanan penyakitnya.5,6
Pemberian cairan dihentikan bila keadaan umum stabil dan telah melewati
fase kritis. Pada umumnya pemberian cairan dihentikan setelah 24-48 jam keadaan
umum anak stabil. Indikator klinis yang perlu diperhatikan dalam penentuan jumlah
cairan yang diberikan meliputi:
1. Kondisi klinis: penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu makan
2. Tanda vital: tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas
3. Kadar hematokrit
4. Produksi urin.

16
Monitoring Syok 5,6
Setelah syok teratasi, pantau pasien 1-2 jam. Ulangi pemeriksaan hematokrit
bila nadi dan tensi tidak stabil (tekanan nadi cepat dan lemah) dalam 2 jam pertama.
Pemeriksaan tersebut penting untuk memutuskan apakah perlu digunakan cairan
koloid sebagai cairan pengganti. Apabila hematokrit terbukti naik dan tanda vital
tetap tidak stabil, ganti cairan kristaloid dengan cairan koloid dengan tetesan 10
mL/kgBB/jam. Pada kondisi seperti ini, mulai persiapkan darah untuk transfusi.
Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak
ada perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan
ABCS yang terdiri dari, A – Acidosis: gas darah, B – Bleeding: hematokrit, C –
Calsium: elektrolit, Ca++ dan S – Sugar: gula darah (dekstrostik)

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring
adalah :
1. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30
menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

17
2. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis
pasien stabil.
3. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan
sudah mencukupi.
4. Jumlah dan frekuensi diuresis

DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)


Pada pasien DBD derajat 4, apabila kadar hematokrit sejak awal rendah,
pikirkan kemungkinan perdarahan internal. Pantau hematokrit lebih sering. Berikan
transfusi darah segera. Monitoring dan lakukan koreksi jika ada gangguan metabolit
dan atau elektrolit contohnya: hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan
asidosis.
 Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah
didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
 Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan
koreksi hasil laboratorium yang tidak normal
 Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya
(setelah review hematokrit sebelum resusitasi) .
 Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena
pusat / jalur arteri)
 Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah

Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila
pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat
atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal
pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat
dalam 2-5 menit.

18
Perdarahan hebat
Setelah 6 jam pemberian cairan koloid namun hematokrit terus turun dan
tanda vital tetap tidak stabil, pertimbangkan untuk pemberian transfusi darah
segera. Indikasi dilakukan transfusi darah pada pasien DBD derajat 4 adalah bila
dapat dibuktikan kehilangan darah yang bermakna secara klinis dan pasien
mengalami perdarahan yang tersembunyi. Apabila pasien mengalami kehilangan
darah bermakna (>10% volume darah total), berikan transfusi darah sesuai
kebutuhan. Total volume darah adalah 80 ml/kgBB. Dianjurkan menggunakan
Packed Red Cell (PRC), namun jika tidak tersedia maka transfusi darah segar dapat
menjadi pilihan. Pada pasien dengan perdarahan tersembunyi, jumlah transfusi
yang dianjurkan adalah 10 mL/kgBB/kali (darah segar) atau 5 mL/kgBB/kali
(PRC). 5
Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa
proton dapat digunakan. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen
darah seperti suspense trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan
larutan tersebut ini dapat menyebabkan kelebihan cairan. 5

Indikasi untuk pulang 5


Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor
tiap 12-24 jam. Indikasi untuk pulang Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi
perbaikan klinis sebagai berikut.
 Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik

 Nafsu makan telah kembali

 Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur

 Diuresis baik

 Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok

 Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites

 Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada


umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

19
BAB III
KESIMPULAN

Prinsip pemberian cairan untuk DBD adalah penggantian volume plasma.


Pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang membutuhkan pemberian
cairan kristaloid sejumlah cairan dehidrasi sedang (rumatan ditambah 5-8%).
Pilihan cairan resusitasi inisial untuk anak adalah kristaloid isotonis. Pada pasien
Dengue syok sindrom dapat terjadi asidosis dan gangguan elektrolit yang harus
dikoreksi. Pemberian cairan resusitasi secara agresif memberikan prognosis yang
baik. Berdasarkan penelitian berbasis ilmiah belum ada bukti bahwa pemberian
koloid lebih unggul dari pada kristaloid untuk resusitasi inisial pada anak.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue


di Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3.
Jakarta.2004.
2. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.
3. Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ikatan Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta,
Agustus.2002.
4. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic
Fever. India: WHO; 2011.p.1-67.
5. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana
Infeksi Virus Dengue pada Anak. Unit Kerja Koordinasi Infeksi penyakit tropis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.2015.
6. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Update Management Of Infectious
Diseases And Gastrointestinal Disorders. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. 2012
7. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid
therapy. Pediatrics 1957;19:823

21

Anda mungkin juga menyukai