Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

A. DEFINISI

Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah

berlebihan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat disebabkan antara lain

karena tuberkulosis, neoplasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia,

dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003). Efusi pleura adalah suatu

keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa

transudate atau eksudat diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara

produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis (Lippincutt Williams &

Wilkins, 2012). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura

yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit

primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap

penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil

cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan

permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

Jadi, efusi pleura merupakan penimbunan cairan yang timbul dirongga antara

pleura viseralis dan pariental karena tidak seimbangnya produksi dan

pembuangan cairan didalam rongga pleura.

B. KLASIFIKASI

Menurut Morton 2012, Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu:


1. Efusi pleura transudat

Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan

pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya

transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan


onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat

(atelektaksis akut).

Ciri-ciri cairan:

1) Serosa jernih

2) Berat jenis rendah (dibawah 1.012)

3) Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil

4) Protein < 3%

Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan

hydrothorax, penyebabnya:

1) Payah jantung

2) Penyakit ginjal (SN)

3) Penyakit hati (SH)

4) Hipoalbuminemia (Malnutrisi, Malabsorbsi)

5) Gagal Jantung Kongestif

6) Atelektasis,

7) Sirosis

8) Sindrom Nefrotik

9) Dialysis Peritoneum

2. Efusi pleura eksudat

Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang

berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia)

atau drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi aliran limfa

karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:

1) Berat jenis > 1.015 %


2) Kadar protein > 3% atau 30 g/dl

3) Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6

4) LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum

normal

5) Warna cairan keruh

Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:

1) Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic

ke paru atau permukaan pleura.

2) Infark paru

3) Pneumonia

4) Pleuritis virus

C. ETIOLOGI

1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adan ya

bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor

mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava

superior.

2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang

(tuberculosis, pneu monia, virus), bronkiektasis, abses

amuba subfrenik yang menembus ke r o n g g a pleura,

karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma.

Di Indonesia 80% karena tuberculosis.

3. Penyebab lain dari efusi pleura adalah:

a. Gagal jantung

b. Kadar protein yang rendah


c. Sirosis

d. Pneumonia

e. Tuberculosis

f. Emboli paru

g. Tumor

h. Cidera di dada

i. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin

klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen,

prokarbazin).

j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang

kurang baik.

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis

dan pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1

– 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak

teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura,

sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa

cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut

dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan

tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi

oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler

pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura

viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.


Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan

antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan

hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o.

Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya

adalah infeksi tuberkulosa paru.

Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium

tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi

primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening

menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar

getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah

bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran

akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam

rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa

paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.

Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening

yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.

Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan

eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena

kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang –

kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura

bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan

adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi

sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi

bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi
pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama

pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada

asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup.

Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura

yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan

berat badan menurun.

PATHWAY

E. TANDA DAN GEJALA

1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit

karena pergesekan,setelah cairan cukup banyak rasa sakit

hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas

2) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeridada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus),

subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.

3) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi

mpenumpukan cairan pleural yang signifikan.

4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,

karenacairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang

bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada

perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan

membentuk garis melengkung(garis Ellis Damoiseu)

5) Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani

dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu


daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada

auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

F. KOMPLIKASI

1. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)

2. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

3. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan

udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)

4. Laserasi pleura viseralis

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Rontgen dada

Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang

dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya

menunjukkan adanya cairan.

2. CT scan dada

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan

bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor

3. USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan

yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran

cairan.
4. Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui

dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang

diperoleh melalui torakosentesis(pengambilan cairan melalui

sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga

dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

5. Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,

maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar

diambil untuk dianalisa.

Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan

menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat

ditentukan.

6. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan

sumber cairan yang terkumpul.

7. Analisa cairan pleura

Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks

posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga

pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP

atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml.

Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya

sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah


didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura

diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah

didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:

1) Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),

albumin, amylase, pH, dan glukosa

2) Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui

kemungkinan terjadi infeksi bakteri

3) Pemeriksaan hitung sel

8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah

untuk membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan

transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh

faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan

dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung

kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif

disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan

penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan

pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan

keganasan

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Aspirasi cairan pleura

Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang

dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi

ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi


restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah

cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum

penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin

sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu

pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan

aspirasi :

a. Trauma

Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat

mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping

merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.

b. Mediastinal Displacement

Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran

cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat

menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal. Tekanan

negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur

mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux

dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan

terjadinya gangguan pada hemodinamik.

c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan

hipoproteinemia.

Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama

dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :


1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra

vasculer yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air

dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh

2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan

cavum pleura yang negatif sebagai faktor yang

menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih

banyak

3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.

2. Water Seal Drainage

Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD

ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3. Penggunaan Obat-obatan

Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain

hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini

disebabkan pembentukan cairan karena malignancy adalah karena

erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya

tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat

lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak

memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada

faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.

Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura

dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi

thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya

yaitu :
4. Thoracosintesis

Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat

pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg.

Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :

a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi

cairan dalam rongga plera.

b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau

gagal.

c. Bila terjadi reakumulasi cairan.

Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc,

karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam

jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai

dengan batuk dan sesak. Kerugian :

a. Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein

yang berada dalam cairan pleura.

b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.

c. Dapat terjadi pneumothoraks.

5. Radiasi

Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh

karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa

publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada

tumor mediastinum..
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis

kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa

yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien

mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.

2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan

berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat

iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat

batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya

tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada

dada, berat badan menurun dan sebagainya.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti

TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.

Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor

predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura

seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang

dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola Fungsi

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang

juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan

kesehatan.

2) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol

dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi

timbulnya penyakit.

h. Pola nutrisi dan metabolisme

1) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu

melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk

mengetahui status nutrisi pasien,

2) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama

MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu


makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur

abdomen.

3) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.

pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

i. Pola eliminasi

1) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.

2) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak

bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat

pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan

peristaltik otot-otot tractus degestivus.

j. Pola aktivitas dan latihan

1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi

2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat

adanya nyeri dada.

4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien

dibantu oleh perawat dan keluarganya.

k. Pola tidur dan istirahat

1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan

berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat

2) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan

rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak

orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.


l. Pemeriksaan Fisik

1) Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan

pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan

anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana

mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan

pasien.

2) Sistem Respirasi

a) Inspeksi: Pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit

mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan

pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah

hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan

ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya

dyspneu.

b) Palpasi: Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura

yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga

ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada

yang sakit.

c) Perkusi: Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah

cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura,

maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung

dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi

duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling

jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.


d) Auskultasi: Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi

duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada

kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan

ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di

sekitar batas atas cairan.

3) Sistem Cardiovasculer

a) Inspeksi: Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis,

normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri

selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada

tidaknya pembesaran jantung.

b) Palpasi: Untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan

harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut

jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran

ictuscordis.

c) Perkusi: Untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung

terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah

pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

d) Auskultasi: Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal

atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala

payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya

peningkatan arus turbulensi darah.


4) Sistem Pencernaan

a) Inspeksi: Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen

membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus

menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada

tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

b) Auskultasi: Untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana

nilai normalnya 5-35kali per menit.

c) Palpasi: Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan

abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk

mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.

d) Perkusi: Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat

atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,

vesikaurinarta, tumor).

5) Sistem Neurologis

a) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga

diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau

somnolen atau comma

b) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.

c) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti

pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6) Sistem Muskuloskeletal

a) Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial


b) Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi

perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.

c) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan

otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen

a) Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada

tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan

tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.

b) Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,

hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar)

serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi

udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi

sekret jalan napas

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan

ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat

mengenai proses penyakit dan pengobatan


C. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
tidak Efektif 1. Respiratory status : Ventilation Airway suction
berhubungan dengan 2. Respiratory status : Airway 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
adanya akumulasi patency suctioning
sekret jalan napas 3. Aspiration Control 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
Kriteria Hasil : sesudah suctioning.
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Informasikan pada klien dan
efektif dan suara nafas yang keluarga tentang suctioning
bersih, tidak ada sianosis dan 4. Minta klien nafas dalam sebelum
dyspneu (mampu suction dilakukan.
mengeluarkan sputum, 5. Berikan O2 dengan menggunakan
mampu bernafas dengan nasal untuk memfasilitasi suksion
mudah, tidak ada pursed nasotrakeal
lips) 6. Gunakan alat yang steril sitiap
2. Menunjukkan jalan nafas melakukan tindakan
yang paten (klien tidak 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
merasa tercekik, irama nafas, napas dalam setelah kateter
frekuensi pernafasan dalam dikeluarkan dari nasotrakeal
rentang normal, tidak ada 8. Monitor status oksigen pasien
suara nafas abnormal) 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
3. Mampu mengidentifikasikan melakukan suksion
dan mencegah factor yang 10. Hentikan suksion dan berikan
dapat menghambat jalan oksigen apabila pasien
nafas menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

2. Pola Nafas tidak NOC : NIC :


efektif b.d penurunan Respiratory status : Airway Management
ekspansi paru Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan
(akumulasi Respiratory status : Airway teknik chin lift atau jaw thrust
udara/cairan) patency bila perlu
Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Identifikasi pasien perlunya
efektif dan suara nafas yang pemasangan alat jalan nafas
bersih, tidak ada sianosis dan buatan
dyspneu (mampu 4. Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, mampu 5. Lakukan fisioterapi dada jika
bernafas dengan mudah, tidak perlu
ada pursed lips) 6. Keluarkan sekret dengan batuk
2. Menunjukkan jalan nafas yang atau suction
paten (klien tidak merasa 7. Auskultasi suara nafas, catat
tercekik, irama nafas, adanya suara tambahan
frekuensi pernafasan dalam 8. Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
suara nafas abnormal) 10. Berikan pelembab udara Kassa
3. Tanda-Tanda vital dalam basah NaCl Lembab
rentang normal (tekanan 11. Atur intake untuk cairan
darah, nadi, pernafasan) mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

3. Gangguan pertukaran NOC : NIC :


gas berhubungan Respiratory Status : Gas Airway Management
dengan penurunan exchange 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
kemampuan ekspansi Respiratory Status : chin lift atau jaw thrust bila perlu
paru, kerusakan ventilation 2. Posisikan pasien untuk
membran alveolar Vital Sign Status memaksimalkan ventilasi
kapiler Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
1. Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas buatan
peningkatan ventilasi dan 4. Pasang mayo bila perlu
oksigenasi yang adekuat 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Memelihara kebersihan paru 6. Keluarkan sekret dengan batuk
paru dan bebas dari tanda atau suction
tanda distress pernafasan 7. Auskultasi suara nafas, catat
3. Mendemonstrasikan batuk adanya suara tambahan
efektif dan suara nafas yang 8. Lakukan suction pada mayo
bersih, tidak ada sianosis 9. Berika bronkodilator bial perlu
dan dyspneu (mampu 10. Barikan pelembab udara
mengeluarkan sputum, 11. Atur intake untuk cairan
mampu bernafas dengan mengoptimalkan keseimbangan.
mudah, tidak ada pursed 12. Monitor respirasi dan status O2
lips)
4. Tanda tanda vital dalam Respiratory Monitoring
rentang normal 1. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

4. Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Nutrition Management
kebutuhan tubuh Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan penurunan 1. Adanya peningkatan berat menentukan jumlah kalori dan
keinginan makan badan sesuai dengan tujuan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
sekunder akibat 2. Berat badan ideal sesuai 3. Anjurkan pasien untuk
dyspnea dengan tinggi badan meningkatkan intake Fe
3. Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan vitamin
4. Tidak ada tanda tanda C
malnutrisi 5. Berikan substansi gula
5. Tidak terjadi penurunan 6. Yakinkan diet yang dimakan
berat badan yang berarti mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih (
sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
5. Kurang pengetahuan NOC : NIC :
berhubungan dengan Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
informasi yang tidak Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
adekuat mengenai Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses
proses penyakit dan 1. Pasien dan keluarga penyakit yang spesifik
pengobatan menyatakan pemahaman 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
tentang penyakit, kondisi, dan bagaimana hal ini berhubungan
prognosis dan program dengan anatomi dan fisiologi,
pengobatan dengan cara yang tepat.
2. Pasien dan keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
melaksanakan prosedur yang biasa muncul pada penyakit,
dijelaskan secara benar dengan cara yang tepat
3. Pasien dan keluarga mampu 4. Gambarkan proses penyakit,
menjelaskan kembali apa dengan cara yang tepat
yang dijelaskan perawat/tim 5. Identifikasi kemungkinan
kesehatan lainnya penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 8

April 2012 pada http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan

klasifikasi-efusi-pleura.html

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi

8, Penerbit RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Lippincutt, Williams & Wilkins. 2012. Kapita Selekta Penyakit dengan Aplikasi

Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification

(NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and

Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai