Anda di halaman 1dari 13

Review Artikel “Indonesia Political History”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Historiografi Indonesia

Disusun Oleh:

Stanisclaus Costca Rheyno Anugrah Perdana

13030112130099

Widi Herdinawati

13030112130000

Wildan Meynur Rifqi

13030112140000

Fakultas Ilmu Budaya

Jurusan Ilmu Sejarah

Universitas Diponegoro
Review Artikel Indonesian Political History

Sejarah sosial politik Indonesia abad ke XVII sampai XIX diwarnai dengan adanya
masa-masa kolonisasi bangsa-bangsa Eropa yang bergantian menduduki wilayah
Nusantara. Dimulai dengan kedatangan bangsa Portugis dan Spanyol yang datang hampir
bersamaan dari wilayah barat dan timur Nusantara, kemudian kolonisasi Belanda yang
begitu lama terasa menyelimuti bangsa ini diselingi Inggris yang lebih singkat.

Pada awalnya kedatangan bangsa-bangsa Eropa ini ke Nusantara bertujuan untuk


berdagang dan mencari rempah-rempah, yang mana Indonesia menjadi jalur perdagangan
dunia serta menjadi surganya rempah-rempah, yang merupakan komoditas paling dicari
bangsa Eropa saat itu. Semenjak jalur darat yang sebelumnya dijadikan jalur utama
perdagangan dirasa tidak lagi aman, maka mereka bangsa Eropa berbondong-bondong
menggunakan jalur laut untuk misi perdagangan, yang sebelumnya telah didahului oleh
para pedagang dari jazirah Arab dan India. Sebenarnya bukan hanya misi berdagang yang
menjadi tujuan mereka, namun misi untuk berdakwah ajaran agama mereka serta
memperluas kekuasaan melalui penjajahan suatu wilayah di luar wilayah
pemerintahannya,juga ikut mereka bawa dalam misinya. Hal ini menyebabkan wilayah
yang sekarang ini disebut Indonesia yang saat itu masih didominasi oleh kerajaan-
kerajaan yang menyebar di seluruh wilayahnya menjadi tertekan dengan kedatangan
bangsa kolonial ini. Terlebih lagi dengan tidak adanya suatu kerajaan yang mendominasi
kekuasaan pasca runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit. Kerajaan-kerajaan Islam yang saat
itu mulai berdiri dan berkuasa belum cukup lama, mendapatkan serangan dari kolonial
untuk menduduki wilayah dengan paksa dan memonopoli perdagangan untuk
kepentingan bangsa asing bukan untuk masyarakat pribumi. Bahkan para pedagang
Muslim yang pada awalnya berdagang dan berdakwah dengan damai sehingga secara
pelan-pelan turut serta dalam pendirian kerajaan Islam, diusir pula dari wilayah-wilayah
perdagangan, ataupun jika tidak, harus mematuhi peraturan yang dibuat oleh bangsa
kolonial.

Masa kolonisasi yang dirasa paling mencekam dan membuat bangsa ini sengsara
adalah saat bangsa Belanda menduduki Nusantara. Terlebih lagi pada tahun 1602,
Belanda mendirikan Perusahaan Dagang bernama Verenigde Oostindische Compagnie
atau VOC yang bertujuan untuk memonopoli perdagangan di kawasan Asia atau Hindia
Timur. Dengan disertai hak-hak istimewa yang dimiliki VOC, maka terasa lengkap sudah
penderitaan rakyat pribumi. Selanjutnya ketika perusahaan milik Belanda ini bangkrut,
bergantilah penguasa di Nusantara yaitu Inggris. Meskipun tidak lama kedudukannya di
Nusantara, tetap saja memberikan dampak sosial politik bagi bangsa ini.

A. Masa Kolonial Portugis dan Spanyol

Seorang tokoh Portugis, Alfonso de Albuquerque adalah orang pertama yang


membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya
kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris
,Spanyol dan Belanda.

Dari Sungai Tagus armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, melewati Tanjung
Harapan Afrika, mengarungi luasnya Samudera Hindia, hingga menuju Selat Malaka.
Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah,
komoditas yang setara emas kala itu.

Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur.


Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal:
Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli
sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia.
Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria,
fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan,
dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.

Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan
Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia
memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15
kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10
Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke
Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu
mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
1. Periode Kolonisasi Portugis di Nusantara

Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting


bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau
Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku. Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan
Malaka. Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk
menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Pada hari yang sama dibangun sebuah
prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini
menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan
perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda
Kelapa. Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan
Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-
rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok.
Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus
menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.

Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512.
Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu
dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah
mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan
Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di
Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan
dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem
monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang misionaris
terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan
perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan
ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan
Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah
selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir
ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk
menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis
untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore
kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram,
dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar
wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC
pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di
bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan
cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk
keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan
Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.

Kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512
membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol
maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660).
Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah
Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada
dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga
kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).

2. Periode Kolonisasi Spanyol di Nusantara

Ferdinand Magelhaens adalah orang Spanyol yang memimpin armada untuk pertama
kalinya mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh
orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama
bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.

Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan
tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kopi yang berasal dari Amerika-
Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi
pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado
dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541.
Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kopi sebagai komoditi ekspor
masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis
pengembangan gudang kopi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah
pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi
dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Manado dan
Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.

Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia dan pada tahun1522 Spanyol
memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.Minahasa
memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha
penguasaan total terhadap Filipina. Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di
Wenang dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari
Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang
dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol
kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis di
Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki Minahasa.
Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas Wuri'
Muda.

Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol antara lain dilakukan oleh rakyat
Minahasa yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh
ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan
beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-
1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh
para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).

Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara adalah ketika diplomasi para
pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari
Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di
Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian
Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor
ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang
turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat
Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari
Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-
XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman
saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan
semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka,
Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan
dunia.

Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi di seputar Laut Sulawesi secara


langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi
diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua
jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita
berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.

B. Masa Kolonial Belanda dan Inggris

Latar belakang datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama,
yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung
Pengharapan (Cape of Good Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu
lagi bersaing dengan pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia
Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya. Pada
awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke
Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi
dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman -kolonisasi- dilakukan
oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di
Suriname dan Curaçao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman).
Dengan latar belakang perdagangan inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia
Belanda) berawal.

Selama abad ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan


menggunakan Lisbon sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota
Antwerp memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi
setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan firma-firma dari Jerman,
Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama sebagai tempat
untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur perdagangan tidak
melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan Portugis tidak efisien
dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meninggi, terutama lada. Suplai yang
tidak lancar menyebabkan harga lada meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal
dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu)
pada tahun 1580, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor
tersebutlah yang mendorong Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah
Interkontinental. Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman
menemukan "jalur rahasia" pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama
Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.

Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar
menuju Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi
ini mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam
perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah
timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu
berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal
di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal. Setelah kehilangan
separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan untuk kembali ke
Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.

1. Periode Kolonisasi Belanda di Nusantara

Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische


Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan
sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris,
Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur.
Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi
wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga
mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih berbentuk
Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu
negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti
VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.

Perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa.


Pos kolonial lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian
menjadi Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk
Kepulauan Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang
digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi
lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.
Pos perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas pantai
Nagasaki, adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan
Jepang.

Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan,
dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-
1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu,
Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu
menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 - 1623).

Hak-hak istimewa VOC yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20


Maret 1602 meliputi:

· Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur


Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk
kepentingan sendiri;

· Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu


negara untuk:

1. memelihara angkatan perang,

2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,

3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,

4. memerintah daerah-daerah tersebut,

5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan

6. memungut pajak.

Pada 1652, Jan van Riebeeck mendirikan pos di Tanjung Harapan (ujung selatan
Afrika, sekarang ini Afrika Selatan) untuk menyediakan kapal VOC untuk perjalanan
mereka ke Asia Timur. Pos ini kemudian menjadi koloni sungguhan ketika lebih banyak
lagi orang Belanda dan Eropa lainnya mulai tinggal di sini. Pos VOC juga didirikan di
Persia (sekarang Iran), Benggala (sekarang Bangladesh) dan sebagian India), Ceylon
(sekarang Sri Lanka), Malaka (sekarang Malaysia), Siam (sekarang Thailand), Cina
daratan (Kanton), Formosa (sekarang Taiwan) dan selatan India. Pada 1662, Koxinga
mengusir Belanda dari Taiwan.

Pada 1669, VOC merupakan perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah,
dengan lebih dari 150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan
bersenjata pribadi dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%.

Perusahaan ini hampir selalu terjadi konflik dengan Inggris; hubungan keduanya
memburuk ketika terjadi Pembantaian Ambon pada tahun 1623. Pada abad ke-18,
kepemilikannya memusatkan di Hindia Timur. Setelah peperangan keempat antara
Provinsi Bersatu dan Inggris (1780-1784), VOC mendapatkan kesulitan finansial, dan
pada 17 Maret 1798, perusahaan ini dibubarkan, setelah Belanda diinvasi oleh tentara
Napoleon Bonaparte dari Perancis. Hindia Timur diserahkan kepada Kerajaan Belanda
oleh Kongres Wina di 1815.

Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan


rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman
kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan
terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk
tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada
pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh
populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-
pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.

VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam
beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.

Pada pertengahan abad ke-18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab
sehingga dibubarkan. Alasannya adalah sebagai berikut:

· Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi

· Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan


Hasanuddin dari Gowa

· Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas


membutuhkan pegawai yang banyak
· Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut
memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan

· Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis

· Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang


demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.

Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan
hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang,
benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania
yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih
kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas
dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa
yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam
sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi
permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian
diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para
pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah
monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.

Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa
Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan
bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B.
van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara
langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara
Indonesia saat ini.

2. Periode Kolonisasi Inggris di Nusantara

Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah berada dalam jajahan Inggris. Inggris
secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian
Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens
(gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris.
Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia
jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake
singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada akhir
abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC
mengemban misi untuk hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada
Inggris sampai di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris
mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di
Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan
pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta). Dalam usaha perdagangan itu,
Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan
menggunakan kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi
tragedi Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan
perhatiannya ke daerah lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei
Darussalam sampai memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh kekuasaan di
Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811.
Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan
kekuasaanya di Indonesia.

Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk
Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Beberapa
kebijakan Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain:

· Jenis penyerahan wajib pajak dan rodi harus dihapuskan;

· Rakyat diberi kebebasan untuk menentukan tanaman yang ditanam;

· Tanah merupakan milik pemerintah dan petani dianggap sebagai penggarap


tanah tersebut;

· Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah.

Akibat dari kebijakan diatas, maka penggarap tanah harus membayar pajak kepada
pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah.
Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain:

1. Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut;

2. Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah;


3. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai;

4. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.

Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa, kecuali


daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan daerah-daerah
Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah sekitar
Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan keuntungan yang
besar kepada pemerintah. Selama sistem tersebut dijalankan, kekuasaan Bupati sebagai
pejabat tradisional semakin tersisihkan karena trgantikan oleh pejabat berbangsa Eropa
yang semakin banyak berdatangan.

Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816 kerajaan
Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813, terjadi prang Lipzig antar
Inggris melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan kekaisaran Napoleon
di Prancis jatuh pada tahun 1814. Kekalahan Prancis itu membawa dampak pada
pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan berakhirnya pemerintahan Louis Napoleon
di negeri Belanda. Pada tahun itu juga terjadi perundingan perdamaian antara Inggris dan
Belanda. Perundingan itu menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian London
(1814), yang isinya antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang
pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda, kecuali
daerah Bangka, Belitung dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Najamuddin.
Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan pada tahun 1816.
Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda dapat kembali berkuasa
di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai